1
BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Dewasa ini kesadaran moralitas multikultur semakin pudar. Kondisi yang demikian sebagai akibat tantangan (challenge) yang signifikan dari globalisasi, materialis, dan modernis yang tidak disertai dengan reaksi (response) yang memadai (Kaelan, 2012:11). Pernyataan tersebut ini menjadi suatu jawaban atas pernyataan Kenichi Ohmae bahwa globalisasi akan membawa kehancuran negaranegara kebangsaan (dalam Kaelan, 2012:7). Krisis moralitas multikultural ini tidak bisa dibiarkan begitu saja oleh generasi penerus bangsa Indonesia saat ini. Generasi saat ini yang dijuluki sebagai kaum reformis seharusnya merasa malu dengan berbagai aksi yang sering menyalahkan Orde Lama dan Orde Baru, namun kehidupan rakyat setelah reformasi tidak lebih sejahtera dibandingkan sebelumnya. Era reformasi telah memperlihatkan banyak generasi masa kini yang tidak lagi memahami filsafat bangsa dan negaranya sendiri, bahkan banyak yang tidak hafal sila-sila Pancasila. Pertanyaannya, bagaimana mungkin generasi masa kini dapat mengamalkan nilai-nilai dari sila Pancasila bila menghafalkan saja tidak bisa. Mengutip pendapat Sang Filsuf Yunani Socrates (dalam Lalanlangi, 2012:1) menyatakan bahwa “Know thy self” Kenalilah diri anda sendiri. Pendapat yang sangat bijak ini diangkat peneliti untuk menyadarkan generasi penerus saat ini sebagai warga negara Indonesia yang telah jauh menyimpang dari jati diri bangsa,
1
2
agar kembali mengenal nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pranowo (2010:1) mengatakan bahwa tanpa Pancasila rasanya bangsa Indonesia akan mengalami kesulitan besar dalam mempertahankan keutuhan bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, agama, ras dan golongan. Selanjutnya dikatakan bahwa Pancasila sebagai perekat dan juga sebagai sumber inspirasi bangsa Indonesia di masa lampau, masa kini, dan di masa mendatang. Jika di tengah kehidupan bermasyarakat ada norma-norma yang membatasi kebebasan orang perorang, golongan dan kelompok tertentu, sesungguhnya kesepakatan bersama (general agreement) tersebut tidak boleh di langgar atau diganggu gugat. Itulah yang disebut sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesepakatan inilah yang membatasi demokrasi yang berlangsung saat ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (Silaen, 2012:167). Sehubungan dengan kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, ketua MPR Taufiq Kiemas (Almarhum) pernah menggalakkan sosialisasi empat pilar berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan hal yang sangat mendesak dan sangat penting untuk segera membumikan kembali sehingga dapat diaktualkan dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Kaelan, 2012:14).
3
Salah satu media untuk membumikan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu
melalui
Kewarganegaraan.
pendidikan Amin,
formal,
(2007:1.17)
dalam
pembelajaran
menyatakan
bahwa
Pendidikan melalui
jalur
pendidikan formal dapat membentuk tekad, sikap, semangat serta perilaku siswa sebagai generasi penerus bangsa dalam upaya menjaga, memelihara, serta mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam menyikapi perkembangan globalisasi. Sejalan dengan pernyataan tersebut di atas, Twain (dalam Asmani, 2009:22) mengatakan bahwa menghadapi era globalisasi, sekolah dan guru dituntut tidak hanya membekali siswa agar cakap dalam hal kompetensi akademik, namun bagaimana guru juga menciptakan hubungan yang baik dengan siswanya. Tentu tugas mengajar tidak hanya terfokus pada teori yang diberikan, tetapi pengajar harus juga memberikan motivasi secara terus menerus. Asmani (2009:23) menyatakan bahwa sesuatu yang sederhana dengan mengipasi percikan api agar baranya tetap panas dapat membakar semangat siswa sehingga mereka menjadi yang terbaik dengan memanfaatkan sedikit waktu pada tahap awal atau akhir jam pelajaran dengan bercerita tentang tokoh atau pengalaman hidup, atau bahkan teladan kehidupan yang tercermin dari tingkah laku guru, maka akan memberikan inspirasi bagi siswa, sehingga akan mengembangkan kepekaan pandangan, pendengaran, maupun perasaan siswa. Pendidikan karakter bangsa Indonesia saat ini harus kembali menggunakan konsep pemikiran Ki Hajar Dewantoro, dimana ada tiga kalimat yang harus
4
dipahami oleh seorang pendidik atau guru, yaitu: Ing ngarsa sung tuladha,yang artinya ketika berada di depan dapat memberi teladan, contoh, dan panutan yang baik sehingga dapat dijadikan suri teladan bagi peserta didiknya; ing madya mbangun karsa, artinya ketika berada di tengah peserta didik hendaknya bisa menjadi penyatu tujuan dan cita-cita peserta didik dengan memberi bimbingan dalam
mengambil
keputusan
dengan
musyawarah
dan
mufakat
yang
mengutamakan kepentingan peserta didik di masa depannya; tut wuri handayani, artinya ketika berada di belakang peserta didiknya, hendaknya guru bisa memberikan dorongan dan motivasi, sehingga peserta didik memiliki semangat dan daya juang dalam mengembangkan potensi dirinya (Hidayatullah, 2009:14). Sebagaimana juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kretaif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Melatarbelakangi pada pemikiran tersebut di atas dan dikaitkan dengan fenomena akhir-akhir ini yang terjadi di Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur, peneliti mengamati kesadaran moralitas multikultural generasi penerusnya semakin pudar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai salah satu putra daerah Kabupaten Ende, peneliti merasa terpanggil untuk
5
menyumbangkan pikiran melalui tulisan ilmiah dengan meneliti apa yang menyebabkan keadaan yang dahulunya harmonis, rukun, bersahabat, santun dalam kata maupun perbuatan, kini perlahan tergerus. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti mencoba mengangkat judul, “Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Karakter Siswa dan Imjplikasinya Tehadap Ketahanan Siswa”. (Studi di Sekolah Dasar Inpres Ende 7 Kelas V Kecamatan Ende Timur Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur). 1.2. Permasalahan Penelitian Berdasar pada latar belakang tersebut di atas, maka peneliti merumuskan ada 3 (tiga) permasalahan yang akan dikaji yaitu : 1. Bagaimana peran guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa kelas V Sekolah Dasar Inpres Ende 7? 2. Kendala apa yang dihadapi guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa kelas V Sekolah Dasar Inpres Ende 7 3. Bagaimana upaya peningkatan peran guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa dan implikasinya terhadap ketahanan siswa? 1.3. Keaslian Penelitian Peneliti telah melakukan beberapa pemeriksaan terhadap hasil-hasil judul penelitian tesis mengenai “Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Karakter Siswa dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Siswa”, belum pernah dilakukan hingga tesis ini ditulis.
6
Penelitian tesis Nuryadi tahun 2010, berjudul “Peran Nilai-Nilai Dalam Kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membentuk Masyarakat Madani Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Sosial (Studi Tentang Pandangan Tenaga Pendidik Di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah) mengulas dari
sudut
pandang
bahwa
nilai-nilai
dalam
kurikulum
Pendidikan
Kewarganegaraan memiliki peran yang sangat strategis untuk menciptakan perubahan dan menghasilkan sesuatu yang dicita-citakan. Suraji (1999) dalam tesisnya berjudul “Persepsi Guru Bidang studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan: Tentang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara Dalam Kurikulum 1994 di Jawa Tengah”, juga meneliti di bidang pendidikan namun Suraji mengulas persepsi Guru PPKn tentang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara dalam kurikulum 1994 dan lokusnya pada SMEA dan STM di Jawa Tengah. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa persepsi guru PPKn yang mengajar di SMEA tentang Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sangat tinggi dibandingkan dengan guru PPKn yang mengajar di STM. Handriyanto (2010) dalam tesisnya yang berjudul Peran Resimen Mahasiswa Dalam Pelaksanaan Tugas Bela Negara dan Implikasinya Terhadap Sistem Pertahanan Semesta (Studi di Satuan Resimen Mahasiswa Mahakarta Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), juga meneliti dalam dunia pendidikan namun Handriyanto mengulas bahwa Resimen mahasiswa merupakan unit kegiatan mahasiswa diharapkan dapat menjadi wahana dalam pembentukan kemampuan akademis sekaligus pembentukan ketangguhan moral, pembentukan tata laku dan wawasan kebangsaan yang mencerminkan jati diri bangsa, sebab
7
resimen mahasiswa ke depan dapat menjadi tempat pengolahan untuk dapat menghasilkan generasi penerus, calon-calon pemimpin yang handal. Fakhrurrazi (2012) dalam tesisnya yang berjudul Peran Badan Kesatuan Bangsa, Perlindungan Masyarakat dan Penanggulangan Bencana dalam Peningkatan Pemahaman Wawasan Kebangsaan dan Implikasinya terhadap Ketahanan Wilayah (studi pada Bakesbanglinmas dan PB. Kabupaten Sleman Yogyakarta) dijelaskan bahwa pentingnya membangun pemahaman wawasan kebangsaan melalui peran Bakesbanglinmas dan Penanggulangan Bencana dengan melakukan
penerapan
dan
sosialisasi
pemahanman
nilai-nilai
wawasan
kebangsaan. Penelitian Nuryadi, Suraji, Handriyanto dan Fakhrurrazi memiliki kemiripan dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu memiliki tema yang sama tentang pembentukan masyarakat madani/civil society dan jenis penelitian yang digunakan juga sama yaitu deskriptif kualitatif serta metode pengumpulan data yang terdiri dari kajian pustaka, interview atau wawancara, dan observasi. Perbedaannya
bahwa
penelitian
yang
dilaksanakan
peneliti
lebih
menekankan pada Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membentuk Karakter Siswa dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Siswa, dan lokasi penelitiannya di Sekolah Dasar Inpres Ende 7 kelas V, Kecamatan Ende Timur Kabupaten Ende Propinsi Nusa Tenggara Timur. Keaslian penelitian tesis ini dapat dipertanggung jawabkan oleh peneliti, sudah pasti tesis ini memiliki keaslian dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka, pada gilirannya dapat
8
menemukan kebenaran ilmiah sehingga dapat dipertanggung jawabkan keilmuannya dan terbuka untuk dikritik yang sifatnya edukatif dan konstruktif. 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui peran guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa kelas V Sekolah Dasar Inpres Ende 7. 2. Untuk
mengetahui
kendala
yang
dihadapi
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa kelas V Sekolah Dasar Inpres Ende 7. 3. Untuk
mengetahui
upaya
peningkatan
peran
guru
Pendidikan
Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa dan implikasinya terhadap ketahanan siswa. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian tentang peran guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter siswa dan implikasinya terhadap ketahanan siswa, yaitu : 1. Sebagai bahan
evaluasi
guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam
membentuk karakter siswa kelas V Sekolah Dasar Inpres Ende 7. 2. Sebagai sarana untuk menumbuhkan kesadaran siswa sebagai generasi penerus Kabupaten Ende agar semakin cinta tanah air, memiliki keyakinan akan kebenaran Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
9
3. Sebagai bahan masukan untuk pihak-pihak terkait yaitu kepala daerah Kabupaten Ende, masyarakat pemilik sekolah, kepala sekolah, guru-guru, siswa dan semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan.