BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Dewasa ini, semakin berkembang dan pentingnya bentuk pengetahuan positivistik yang mulai diminati mulai abad ke-17 dan mengalami perkembangan pesat sejak pertengahan abad ke-20 adalah filsafat ilmu. Pada abad ke-20, filsafat ilmu muncul sebagai sebuah sub disiplin di dalam filsafat. Sebelum zaman pencerahan, refleksi filsafat dibentuk sebagai bagian dari riset ilmiah dan filsafat selalu diarahkan oleh sebuah pengetahuan ilmiah. Pada abad ke-19, refleksi filsafat kemudian dihasilkan dari sebuah tradisi filsafat alam yang dikerjakan oleh beberapa filsuf di Britania; Mill, Pearson, Whewell dan lainnya, dan juga di Benua Eropa khususnya Austria; Bolzano, Mach, dan yang lainnya. Filsafat ilmu yang dipahami pada saat ini, dalam perkembangannya tidak bisa terlepas dari aturan yang dimiliki oleh kedua tradisi tersebut, baik dalam tradisi filsuf British maupun Austria. (Sarkar, 2006: xi) Schumacher dalam Sudarminta (2002:19), mengatakan bahwa filsafat ilmu awalnya lebih berupa metodologi atau telaah tentang cara kerja (metode) dalam pelbagai ilmu serta pertanggungjawabannya secara rasional. Sebagaimana yang ditekankan oleh kaum Positivis Logis, fokus perhatian dalam filsafat ilmu sebagai metodologi adalah konteks pembenaran atau pertanggungjawaban secara rasionalnya untuk menuju objektivitas. Selain membuat telaah tentang cara kerja
1
ilmu, filsafat ilmu kemudian juga harus merefleksikan secara kritis ciri-ciri hakiki ilmu beserta arti dan nilainya bagi kehidupan manusia secara keseluruhan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, ilmu dalam setiap perkembangan dan kemajuannya dihadapkan pada tuntutan pertanggungjawaban secara rasional dalam mengungkap kebenaran ilmu. Salah satu produk dalam kemajuan ilmu adalah pencapaian kebenaran dalam mengungkap realitas melalui riset ilmiah. Dalam kegiatan ilmiah, riset dilakukan sebagai upaya pengumpulan data bagi perkembangan ilmu, serta untuk perencanaan kegiatan keilmuwan yang berorientasi menyejahterakan kehidupan manusia. Hal ini berarti bahwa, riset merupakan suatu proses pengumpulan informasi dengan menggunakan metode ilmiah yang tujuannya untuk meningkatkan, mengembangkan dan memecahkan persoalan dalam perkembangan ilmu pengetahuan seperti halnya riset ilmiah dalam bidang medis. Riset ilmiah dalam bidang medis meliputi penelitian biomedik, epidemologi, sosial, serta perilaku. Awalnya riset ilmiah dalam bidang medis dilakukan secara in vitro, yakni memakai model matematik atau simulasi komputer. Jika hasil penelitian akan dimanfaatkan untuk manusia, diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan bahan hidup (in vivo) seperti galur sel dan biakan jaringan. Walaupun demikian, untuk mengamati, memahami dan menyimpulkan seluruh kejadian pada makhluk hidup secara utuh diperlukan hewan percobaan. Hewan percobaan dalam penelitian disebut sebagai semi final test tube. (Ridwan, 2013: 113)
2
Kegiatan riset ilmiah yang menggunakan hewan percobaan diperlukan untuk upaya kemanusiaan. Salah satunya adalah upaya pengobatan untuk penyembuhan penyakit pada manusia yang sebelumnya harus menempuh langkah uji coba. Dalam hal ini, untuk memastikan keberhasilan suatu bahan uji coba (obat untuk kebutuhan makhluk hidup), hewan percobaan digunakan sebagai semi final test tube untuk uji keamanan dan kelayakan bagi kehidupan manusia. Riset yang menggunakan hewan percobaan dengan dalih untuk kemajuan ilmu tersebut terjadi di berbagai bidang, antara lain adalah dalam bidang kedokteran umum, kedokteran hewan, kedokteran gigi, keperawatan, farmasi, ilmu biologi, pertanian, dan bidang ilmu lainnya. Pengunaan hewan dilakukan jika uji kelayakan tersebut tidak mungkin dilakukan kepada manusia, sehingga peran hewan sangat dibutuhkan. Hal tersebut otomatis memerlukan hewan percobaan dengan jumlah sangat besar. Selama ini, penelitian di berbagai bidang yang menggunakan hewan sebagai objek percobaan telah menghabiskan sampai 70.000.000 hewan per tahun. Percobaan pada hewan tersebut sering dilakukan dalam hal pembedahan makhluk hidup atau mutilasi, yang kemudian banyak mengakibatkan kematian. Selain itu, dalam hal ini hewan juga sering digunakan untuk kepentingan pendidikan ilmiah dan medis. Dalam kegiatan seperti ini, hewan sengaja dilukai dalam beberapa hal untuk mengajarkan bagaimana untuk memperbaiki luka, mengatur patah tulang, dan sebagainya (LaFollette dan Shanks, 1996: Resnik, 2013: 123). Kebutuhan terhadap penggunaan hewan percobaan dengan jumlah yang besar dalam berbagai riset, menuntut langkah metodis yang sistematis, disengaja
3
dan dengan hati-hati. Termasuk penggunaan hewan percobaan dalam bidang medis. Hal tersebut demi terjaminnya kesejahteraan hewan sebagai objek penelitian, baik sebelum, selama, dan setelah proses penggunaannya. “Pendekatan pada hewan percobaan perlu dilakukan secara perlahan tetapi dengan percaya diri. Cara memegang yang keliru dapat menyebabkan hewan mengalami stress dan bisa berbahaya bagi operator. Pengendalian hewan percobaan berukuran kecil berkemungkinan menimbulkan tingkat kesulitan yang sama dengan yang berukur lebih besar. Meskipun resiko trauma fisik pada operator relatif rendah dibanding resiko pengendalian hewan percobaan yang lebih besar (seperti babi, domba, tikus dan kelinci) dapat menimbulkan luka cakaran atau gigitan yang menyakitkan” (Kusumawati, 2004: 25). Meski demikian, terdapat suatu penolakan terhadap objektivitas riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan, bahwa dalam pelaksanaannya, riset tersebut tidak sesuai dalam standar objektif ilmu. Di satu sisi, persoalan objektivitas ilmu secara positivis memandang bahwa idealitas ilmu dapat dicapai dengan menekankan unsur nilai epistemik ilmu, yakni langkah metodis dalam pemilihan teori. Di sisi lain, perkembangan objektivitas ilmu di era kontemporer memandang bahwa objektivitas ilmu tidak bisa lepas dari pengaruh sistem yang dibentuk oleh manusia, yakni keberadaan nilai non-epistemik seperti agama, ekonomi, sosial-politik, budaya dan hidup kemasyarakatan. Hal tersebut menunjukkan bahwa, ilmu dalam perkembangannya tidak dapat terlepas dari pengaruh nilai epistemik maupun non-epistemik. Objektivitas ilmu dalam penggunaan hewan percobaan bidang medis, dalam ranah internal maupun eksternal memiliki problem nilai dalam pencapaiannya. Aspek metodologis ilmu dalam pelaksanaanya, maupun persoalan independensi dan orientasi ilmu, adalah kunci terwujudnya suatu objektivitas ilmu . Dalam hal ini,
4
klaim kebenaran penggunaan hewan percobaan dalam riset ilmiah bidang medis, memang dibenarkan atas nama kemajuan ilmu dan kesejahteraan hidup manusia, akan tetapi menuai problem dalam ranah aksiologis. Pada dasarnya, hewan adalah makhluk hidup yang berperan sebagai subjek dan kemudian di-objek-kan dalam pelaksanaan riset ilmiah. Tulisan ini akan mengurai problem objektivitas ilmu dalam ranah medis. Khususnya dalam kegiatan riset ilmiah yang dilakukan melalui objek uji coba hewan untuk upaya memecahkan realitas kehidupan manusia, sehingga judul dalam tulisan ini adalah “Objektivitas dalam Penggunaan Hewan Percobaan Bidang Medis”.
1. Perumusan Masalah a. Bagaimana makna nilai objektivitas dalam ilmu? b. Bagaimana perkembangan riset ilmiah dalam penggunaan hewan sebagai objek percobaan bidang medis? c. Apa problem nilai objektivitas ilmu medis dalam penggunaan hewan percobaan untuk keberlangsungan hidup manusia?
2. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran penulis selama proses pengerjaan penelitian, telah ditemukan sejumlah penelitian dalam format artikel, jurnal dan buku yang berkaitan dengan kajian “hewan percobaan”. Akan tetapi, sejumlah penelitian yang telah ditemukan memiliki perbedaan orientasi dan sudut pandang dalam
5
pengkajiannya. Beberapa penelitian tersebut tidak membahas tinjauan filosofis yang mengarah kepada “problem nilai terhadap persoalan objektvitas riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan”. Adapun judul penelitian yang berkaian dengan objek material penelitian yang membahas hewan percobaan dalam sudut pandang berbeda adalah sebagai berikut : a. Sulaksono M. Edie dkk, 1986, Keadaan dan Masalah Hewan Percobaan di Indonesia, Buletin Kesehatan 14 (3). Buletin ini membahas masalah kualitas hewan percobaan yang memengaruhi validitas hasil eksperimen. Buletin ini menguraikan inventarisasi penggunaan hewan percobaan di beberapa lembaga-lembaga di Indonesia dalam upaya efesiensi dan efektivitasnya. b. Ridwan Endi, 2013, Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan, Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis etika dalam penyusunannya. Hasil dari penelitian ini adalah uraian secara menyeluruh atas reaksi dan interaksi bahan uji coba yang diberikan. Dalam penelitian kesehatan, kelayakan penggunaan hewan percobaan harus membandingkan resiko yang dialami oleh hewan percobaan dan keuntungan yang didapat oleh manusia.
6
Selain itu, terdapat juga beberapa judul penelitian terkait objek formal penelitian yang memakai aksiologi ilmu sebagai tinjauannya. Adapun sebagai berikut : a. Wardani Deri Trivandanai, 2010, Konsep Hidup Abadi dalam Penelitian Kloning Manusia Ditinjau dari Aksiologi Ilmu, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas keabadian genetis yang ada dalam kloning manusia dengan meninjau konsep hidup, kematian, dan jiwa yang ada dalam ajaran Agama Islam, Nasrani, Yahudi, Hindu, dan Budha terkait dengan keabadian. Hasil dari penelitian ini adalah pemahaman baru tentang penelitian kloning manusia dan keabadian genetis dari sudut pandang agama dan ilmu. b. Haryadi Aulia Dhetira, 2013, Objektivitas Ilmu Sejarah Ditinjau dari Aksiologi Ilmu Hugh Lacey, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini berusaha menjelaskan peran nilai dalam ilmu sejarah dan memberikan pemahaman baru terhadap objektivitas ilmu sejarah yang ditinjau dari aksiologi ilmu Hugh Lacey. Hasil dari penelitian ini adalah unsur ilmu bebas nilai Lacey mampu menempatkan objektivitas dan subjektivitas sebagai landasan ilmu sejarah.
3. Manfaat Penelitian a. Bagi Ilmu dan Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bagian dan menambah wawasan serta pemikiran tentang perkembangan ilmu dalam dunia riset
7
ilmiah melalui sudut pandang filsafat. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan konstribusi pemikiran dalam studi filsafat keilmuan bagi
kalangan
intelektual
dan
Masyarakat
Ilmiah.
Kemudian
dikembangkan dan ditindak-lanjuti pada masa-masa yang akan datang. b. Bagi Pembaca Awam atau Masyarakat Luas Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi positif serta memberikan gambaran baru tentang eksistensi penggunaan hewan percobaan dalam riset ilmiah. Kemudian, dapat mewujudkan kegiatan ilmiah yang bermartabat berdasarkan nilai objektivitas ilmu. c. Bagi Perkembangan Bidang Ilmu Filsafat Penelitian ini diharapkan menjadi sumbangsih terhadap aspek pengembangan keilmuwan bidang aksiologi dalam filsafat ilmu. Terutama dapat dijadikan sumber referensi bagi kalangan mahasiswa filsafat yang akan menyelesaikan karya ilmiah di perguruan tinggi dengan objek formal atau material yang sama. B. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan makna nilai objektivitas dalam lingkup aksiologi ilmu. 2. Mendeskripsikan konsepsi filosofis yang melatar belakangi munculnya riset ilmiah yang menggunakan hewan percobaan dalam eksperimen bidang medis. 3. Analisis dan refleksi kritis terhadap objetivitas riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan untuk keberlangsungan hidup manusia.
8
C. Tinjauan Pustaka Hewan percobaan adalah hewan yang dapat digunakan untuk tujuan suatu penelitian yang meliputi hewan laboratorium hingga hewan ternak. Penggunaan hewan percobaan dalam berbagai penelitian biomedikal seperti penelitian toksikologi, nutrisi, mikrobiologi, imunologi, dilakukan untuk pengembangan obat-obatan, vaksin serta bedah dan produk-produk khusus misalnya; kosmetik, shampoo, dan pasta gigi. Hewan percobaan juga digunakan untuk proses pembelajaran dalam dunia pendidikan. Hewan percobaan yang paling sering digunakan untuk penelitian dapat digolongkon berdasarkan anatomi, fisiologi, dan behaviour-nya, seperti; Rodensia dan Kelinci, Karnivora, Primata, Ungulata dan Unggas (Kusumawati, 2004: 1-4). “Beberapa alasan mengapa hewan percobaan tetap diperlukan dalam penelitian khususnya di bidang kesehatan, pangan dan gizi antara lain: (1) keragaman dari subjek penelitian dapat diminimalisasi, (2) variabel penelitian lebih mudah dikontrol, (3) daur hidup relatif pendek sehingga dapat dilakukan penelitian yang bersifat multigenerasi, (4) pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap materi penelitian yang dilakukan, (5) biaya relatif murah, (6) dapat dilakukan pada penelitian yang beresiko tinggi, (7) mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan karena kita dapat membuat sediaan biologi dari yang maksimum untuk keperluan penelitian simulasi, dan (9) dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas” (Rustiawan dalam Ridwan, 2013: 114). Penelitian kesehatan yang menggunakan model hewan menyepakati bahwa, hewan percobaan yang menderita dan mati untuk kepentingan manusia perlu dijamin kesejahteraannya serta diperlakukan secara manusiawi. Penelitian yang menggunakan hewan percobaan, menerapkan prnsip 3R dalam protokol penelitian, yaitu: (1) replacement, (2) reduction dan (3) refinement. Replacement adalah pertimbangan pemanfaatan hewan percobaan dari pengalaman sebelumnya 9
maupun literatur dalam upaya menjawab pertanyaan penelitian kesehatan yang tidak dapat digantikan oleh makhluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Reduction adalah upaya pemanfaatan hewan sesedikit mungkin dalam penelitian kesehatan, tetapi tetap menghasilkan hasil yang optimal. Refinement adalah perlakuan secara manusiawi terhadap hewan percobaan, memelihara, tidak menyakiti dan meminimalisir perlakuan yang menyakitkan pada hewan hingga akhir penelitian. (Ridwan, 2013: 114-115) Argumen dasar dalam penelitian hewan adalah bahwa manfaatnya untuk manusia dalam banyak hal (Botting dan Morrison dalam Resnik, 2013: 124). Hewan memainkan peran penting dalam penelitian dasar karena manusia dan hewan memiliki banyak persamaan fisiologis, anatomi, biokimia, genetika, dan persamaan perkembangan: pengetahuan tentang otak Tikus dapat membantu dalam pemahaman tentang otak manusia. Meskipun ada beberapa alternatif untuk model hewan, mereka memiliki aplikasi yang terbatas. Tanpa menggunakan hewan dalam penelitian, manusia akan kekurangan makanan yang aman, obatobatan, dan kosmetik serta banyak pengetahuan medis dan biologi. Hewan dikorbankan untuk memaksimalkan konsekuensi yang baik bagi manusia. (Resnik, 2013: 125) “Beberapa penelitian yang membutuhkan hewan percobaan bertujuan untuk uji toksisitas atau untuk menentukan manfaat suatu bahan atau obat. Penggunaan obat baru pada manusia akan menimbulkan efek-efek yang diinginkan dan bermanfaat untuk beberapa kasus. Akan tetapi penggunaan obat juga bisa menimbulkan efek yang tidak diinginkan, berbahaya dan berefek toksik.
10
Tujuan utama uji toksisitas adalah menentukan derajat dan macam-macam efek yang merugikan sebelum obat dipakai secara luas untuk tujuan terapi di masyarakat” (Kusumawati, 2004: 66). Selain itu dalam keperluan ilmu kedokteran, penelitian untuk keperluan terapeutik, profilaksis, diagnostik dan alat baru pada manusia harus aman dari konsekuensi apapun. Syarat utama secara nasional maupun internasional maupun nasional dalam kode etik penelitian pada manusia, zat atau alat baru tidak boleh digunakan untuk pertama kali pada manusia, kecuali bila sebelumnya telah diuji pada hewan dan diperoleh kesan yang cukup untuk keamanannya. (Isbagio, 1992: 18) Akan tetapi, terdapat pula penolakan dalam penggunaan hewan percobaan. Bahwa hewan memiliki hak moral berdasarkan kepentingan mereka. Hewan memiliki kepentingan untuk tidak dibunuh, dirugikan, atau ditempatkan di penangkaran, misalnya. Selama hewan memiliki hak, mereka tidak harus dikerahkan dan dikorbankan di atas nama ilmu pengetahuan. Karena dalam hal ini, hewan tidak memilih untuk menjadi objek dalam penelitian dan kita tidak bisa membuat pilihan atas nama hewan, sehingga hampir semua eksperimen yang melibatkan hewan harus dihentikan. (Regan dalam Resnik, 2013: 127) Alasan lain terhadap penolakan eksperimen hewan percobaan adalah terkait problem etis yang dilematis. Dewasa ini, semakin banyak orang yang merasa sudah tidak etis lagi untuk mengorbankan kehidupan hewan demi kesegaran manusia. Ada dua alasan utama yang mereka kemukakan, pertama adalah
bahwa
membunuh
merupakan
11
kesalahan
yang
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan. Kedua, menyakiti atau menimbulkan penderitaan juga merupakan kesalahan. Di Inggris, 49% dari sampel 888 orang dewasa berpendapat bahwa eksperimen ilmiah yang menggunakan hewan uji, secara moral tidak bisa diterima. Akan tetapi, 50% beranggapan bahwa eksperimen dengan menggunakan embrio manusia lebih salah secara moral. Dipihak lain, hampir semua orang termasuk yang menamakan dirinya sebagai pelindung hak hewan, menginginkan adanya perbaikan dalam bidang kesehatan dan keamanan obat dan bahan kimia lain serta prosedur medis (seperti teknis operasi atau bedah) yang diaplikasikan pada manusia. (Gao, 2000: 63)
D. Landasan Teori Nilai merupakan cabang filsafat dan dikenal dengan nama aksiologi yang muncul sekitar pertengahan abad ke-19. Awal perkembangannya, aksiologi dikenal sebagai istilah value theory atau theory of value. Aksiologi juga memiliki persamaan dengan istilah Belanda yakni Waardenfilosofi yang berarti filsafat nilai (ajaran tentang nilai). Untuk mendapatkan kebenaran yang sesuai dengan kenyataan, filsafat nilai dalam ranah kefilsafatan membahas nilai secara filosofis. Artinya secara mendasar, menyeluruh, dan sistematis. Nilai bersifat independen, melekat pada objek, dan tidak dapat hidup tanpa didukung oleh objek yang nyata, sehingga nilai merupakan kualitas, tidak bisa eksis dalam dirinya sendiri. Nilai membutuhkan pengemban agar bisa eksis. Nilai berbeda dengan baik, karena dalam nilai tidak hanya tentang penilaian yang baik tetapi juga buruk. Dalam hal ini, Bahm menjelaskan hakikat nilai secara
12
berpasangan: 1) baik dan buruk, 2) tujuan dan sarana, 3) aktual dan potensial, 4) subjektif dan objektif, 5) jelas dan nyata, 6) murni dan campuran (Bahm, 1984: 51-92). Pemahaman mengenai penilaian terhadap nilai di bidang aksiologi pada dasarnya terkait dengan nilai subjektif dan objektif. Nilai disebut subjektif apabila tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai, yaitu tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan penilaian yang bersifat psikhis atau fisis. Adapun nilai disebut objektif apabila eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tidak tergantung pada kesadaran yang menilai (Frondizi, 1963: 13). Memasuki ranah ilmu pengetahuan, nilai kembali dipertanyakan demi objektivitas penelitian dalam suatu riset ilmiah. Hal ini berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai ilmu pengetahuan, yakni idealitas ilmu. Disinilah muncul persoalan atas objektivitas dalam ranah askiologi ilmu, persoalan tersebut berkaitan dengan apakah ilmu bebas atau terikat oleh nilai dalam proses pelaksanaannya dan perkembangan di era selanjutnya. Persoalan ilmu bebas nilai (science is value free) melibatkan persoalan hakiki (filosofis), yaitu persoalan aksiologi (nilai/value). Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai dan apa yang seharusnya dinilai (Budianto, 2005: 107). Ilmu bebas nilai bukan berarti terlepas dari nilai, akan tetapi artinya bahwa mengejar nilai epistemik di dalam ilmu (value within science) yang dijunjung tinggi untuk mencapai kebenaran. Nilai kebenaran tersebut dicapai dengan
13
mengesampingkan nilai non-epistemik disekitar ilmu (value about science). Mencegah pengaruh-pengaruh dari luar memasuki wilayah ilmu pengetahuan, seperti agama, politik, atau hidup kemasyarakatan (Melsen, 1985: 85-87). Ilmu bebas nilai mengarah pada ilmu sebagai theoria yang mengacu kepada nilai epistemik ilmu untuk mencapai objektivitasnya. Menurut Borsema, disatu sisi sangat penting metodelogi dan praktek dalam ilmu untuk menyingkirkan pengaruh nilai non-epistemik. Ilmu yang objektif mencoba untuk menjadi bebas nilai atau senetral mungkin, karena kebajikan utama ilmu adalah melalui sistem checks and balances yang ketat. Dalam hal ini, problem ilmu bebas nilai terkait dengan sistem kerja ilmu itu sendiri. Akan tetapi, di lain sisi objektivitas ilmu mulai dipengaruhi oleh masalah sosial, politik dan moral dalam mengembangkan keilmuwannya. Pada saat inilah upaya objektivitas ilmu dalam prosesnya rentan untuk terpaut oleh nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat. (Borsema, 2008;409) Adapun ilmu terikat nilai (science is not value free) berkaitan dengan pengaruh sistem ideologi dan tanggungjawab sosial ilmu di masyarakat yang memengaruhi objektivitas ilmu. Dalam perkembangan selanjutnya, perbincangan mengenai objektivitas mengarah pada konsep kebenaran yang dibangun oleh suatu sistem komunitas tertentu (Hacking, 2015: 19). Pada era kontemporer, terdapat suatu definisi baru bahwa objektivitas merupakan suatu konsep kebenaran yang disepakati oleh suatu lembaga tertentu. Tidak dapat dipungkiri jika dewasa ini, terdapat kondisi tertentu dalam sistem kerja ilmu untuk mencapai objketivitas ilmu yang dikehendaki, serta adanya pengaruh kuat faktor nilai di
14
sekitar ilmu (value about science) seperti agama, budaya, dan politik yang mengarahkan sistem kerja ilmu. Dilihat dari perkembangan dan independensinya, objektivitas suatu ilmu tidak terlepas dari pengaruh kuat nilai di sekitar ilmu, baik faktor sistem ideologi maupun kebijakan dalam setiap putusan ilmiah yang memengaruhi tujuan utama ilmu. Untuk mencapai orientasi atau tujuan utamanya, ilmu yang objektif hendak bebas nilai dan terlepas dari pengaruh luar. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai idealitas ilmu, yakni ilmu yang objektif dalam sudut pandang Positivis, sehingga dalam ranah akademis, riset ilmiah (scientific research) yang dipahami sebagai upaya sistematis dan metodologis untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesa hendaknya bersifat objektif. Pada dasarnya, riset (basic research) adalah pernyataan intelektual untuk pengembangan ilmu pengetahuan, seperti halnya riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan. Orientasi ilmu untuk mencapai suatu objektivitas dalam perkembangannya kemudian tidak dapat terlepas dari pengaruh nilai di luar ilmu. Pemanfaatan hewan sebagai objek penelitian dalam ranah ilmiah yang awalnya dilakukan dengan alasan untuk upaya perkembangan ilmu, kemudian banyak dilakukan untuk alasan kesejahteraan hidup manusia. Hal ini menunjukkan bahwa, dalam perkembangannya objektivitas ilmu bidang medis dalam penggunaan hewan percobaan, tidak dapat menjauhkan diri dari sistem yang dibuat oleh manusia atau pengaruh faktor nilai disekitar ilmu (value about science). Tulisan ini mencoba menjelaskan persoalan objektivitas dalam ranah aksiologi ilmu. Terkait dengan persoalan nilai dalam riset ilmiah dalam
15
penggunaan hewan percobaan bidang medis, apakah sesuai dengan standart objektivitas era positivis atau kontemporer. Semantara persoalan objektivitas riset ilmiah akan dibatasi pada lingkup kegiatan ilmu medis.
E. Metode Penelitian 1. Model Penelitian Penelitian ini akan menggunakan jenis pendekatan kualitatif yang mengacu pada sumber kepustakaan sebagai bahan kajian. Model yang digunakan adalah penelitian mengenai masalah aktual, yakni refleksi filosofis tentang suau fenomena atau situasi aktual yang merupakan masalah kontroversial, entah struktural atau normatif (Bakker, 1990: 107). Struktural maksudnya adalah berkaitan dengan dampak riset ilmiah penggunaan hewan percobaan. Sedangkan normatif berkaitan dengan tradisi riset ilmiah yang menggantikan suatu realitas kemanusiaan dengan menggunakan hewan percobaan.
2. Subjek Penelitian Penelitian ini menggunakan subjek data penelitian melalui penelusuran pustaka yang membahas tema terkait objek formal dan objek material penelitian. Yaitu sumber pustaka primer dan sekunder yang mengulas “riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan”. Serta membahas “problem nilai dalam objektivitas ilmu, yakni studi aksiologi ilmu”. Adapun materi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :
16
a. Subjek Primer Bahan materi yang berkaitan dengan objek material penelitian : 1)
Cohen, Bennett J, dkk, 1984, Laboratory animal medicine, Academic press, New York
2)
Hau, Jan, dkk, 2003, Handbook laboratory animal science, CRC Press, London
3)
Isbagio, Dyah Widyaningroem, 1992, Euthanisia Pada Hewan Percobaan, Media Lisbangkes II(01): 18-24 Bahan materi yang berkaitan dengan objek formal penelitian :
1)
Agazzi, Evandro, 2014, Scientific Objectivity and Its Contexts, Springer, New York
2)
Kincaid, Harold, dkk, 2007, Value Free Science, Oxford University Press, New York
3)
Budianto, I.M, 2005, Realitas dan objektivitas, Wedatama Widya Sastra, Jakarta
b. Subjek Sekunder Adapun bahan materi sekunder yang berkaitan dengan objek material adalah : 1)
Dolins, Francine L, 1999, Attitudes to animal: view in animal welfare, Cambridge university press, London
2)
Fraser, AF Broom DM, 1990, Farm Animal Behaviour and Welfare : 3rd edition, Bailliere Tindall, London
17
3)
Komisi Etik Hewan, 2011, Pedoman Kelayakan Etik Menggunakan Hewan, Institut Pertanian Bogor, Bogor
4)
Kusumawati, Dewi, 2004, Bersahabat dengan Hewan Coba, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
5)
Obe, Ruth Horison, 1987, Farm Animal Welfare, What, If Any, Progrees?, London, Pennant Press Sedangkan beberapa bahan materi sekunder yang berkaitan dengan
objek material adalah : 1)
Borsema, David, 2008, Philosophy of Science, Pearson, New York
2)
Williams, Michael, 2001, Problem of Knowledge, Oxford University Press, New York
3)
Resnik, David K, 1998, Ethics of Science, Routlodge, New York
4)
Suriasumantri, Jujun S, 1986, Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik, Gramedia, Jakarta
5)
Melsen, Van, 1985, Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita, PT.Gramedia, Jakarta Bahan sumber bacaan sekunder lainnya adalah :
1)
Skripsi yang berkaitan dengan tema penelitian dan menggunakan objek material serta objek formal penelitian yang sama.
2)
Dsikusi yang dilakukan kepada akademisi Kedokteran Hewan dan Farmasi yang sering menggunakan hewan percobaan dalam kegiatan ilmiahnya.
18
3)
Buku, artikel, karya ilmiah, surat kabar, jurnal, dan media jenis lain yang mengulas riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan dan persoalan objektivitas dalam ilmu.
3. Jalan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap secara berurutan dan sistematis, adapun sebagai berikut : a. Inventarisasi data : sebelumnya yang dipersiapkan adalah alat, bahan, dan materi penelitian seperti buku, video, jurnal, ataupun karya tulis lain yang mengulas tentang penggunaan hewan percobaan dan berbagai macam konsepsi problem nilai dalam objektivitas ilmu. Kemudian dihubungkan dengan dianalisis secara filsafat keilmuwan. Yakni melalui lingkup aksiologi ilmu berupa buku, jurnal, dan artikel terkait problem nilai dalam ilmu. b. Pengklasifikasian data : langkah selanjutnya yang dilakukan adalah pemilahan data primer dan sekunder berdasarkan bahan materi yang telah didapat dari hasil membaca. Data primer digunakan sebagai data analisis utama, sedangkan data sekunder disgunakan sebagai data analisis pendukung penelitian. Seluruh data yang telah diklasifikasi kemudian dianalisis secara utuh untuk meminimalisir kekurangan dan kesalahan penulisan baik secara teknis maupun substansial. c. Penyusunan penelitian : langkah terahir adalah penyusunan penulisan secara sistematis terhadap data-data yang telah diklasifikasi. Disertai
19
dengan argumen kritis melalui analisis penelitian. Kemudian, disimpulkan dan seluruh bagian penelitian disusun sesuai format penulisan skripsi S1 Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada.
4. Analisis Data Adapun
data
kepustakaan
tersebut
akan
dianalisis
dengan
menggunakan unsur metodis sebagai berikut (Bakker, 1990: 110-113) : a. Deskripsi Mendeskripsikan konsep makna nilai objektivitas dalam ruang lingkup aksiologi ilmu. Selain itu, juga deskripsi terhadap penggunaan hewan percobaan dalam riset ilmiah serta konstribusinya dalam bidang keilmuawan dan masyarakat saat ini. b. Koherensi Internal Unsur ini berupaya menganalisis objek utama dalam penelitian. Yakni riset ilmiah yang menggunakan hewan percobaan dalam bidang medis secara koheren dengan sudut pandang aksiologi ilmu. c. Interpretasi Penelitian ini dalam pelaksanaannya, berupaya menerobos datadata ataupun peristiwa problematis yang berkaitan dengan riset ilmiah yang menggunakan hewan percobaan dalam bidang medis. Kemudian berupaya memberikan interpretasi dengan menangkap filsafat tersembunyi di dalamnya, yakni problem nilai yang terkandung dalam kegiatan riset ilmiah bidang medis tersebut.
20
d. Refleksi Argumentasi kritis yang mencakup analisis-analisis sebelumnya. Refleksi dalam peneletian ini merupakan aplikasi tinjauan filsafat keilmuwan. Yakni tinjauan kritis terhadap riset ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan bidang medis berdasarkan perspektif aksiologi ilmu.
F. Sistematika Penulisan 1. Bagian Muka Bagian ini memuat halaman judul, halaman pengesahan, halaman pernyataan, halaman persembahan, prakata, kata pengantar, daftar isi, intisari, dan abstract. 2. Bagian Isi dan Batang Tubuh BAB I Pendahuluan, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, keasilian penelitian, manfaat penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang akan dicapai, dan sistematika penulisan. BAB II Problem Objektivitas dalam Aksiologi Ilmu, berisi pembahasan objek formal penelitian mengenai problem aksiologi dalam objektivitas ilmu yang mendeskripsikan tentang makna nilai dalam aksiologi ilmu, nilai dan objektivitas, dan makna objektivitas dalam ilmu. BAB III Riset Ilmiah dalam Penggunaan Hewan Percobaan Bidang Medis, berisi pembahasan objek material penelitian tentang sejarah dan riset
21
ilmiah dalam penggunaan hewan percobaan, serta problem riset ilmiah dengan objek uji coba hewan. BAB IV Analisis Filosofis Problem Nilai Terhadap Objektivitas Riset Ilmiah dalam Penggunaan Hewan Percobaan Bidang Medis, berisi analisis filosofis tentang konsep objekttivitas penggunaan hewan, subjektivitas hewan, serta independensi dan orientasi dalam riset ilmiah dengan objek uji coba hewan. BAB V Kesimpulan, berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran terkait dengan persoalan nilai dalam objektivitas ilmu dalam riset ilmiah yang mengguankan hewan percobaan dalam kehidupan manusia. 3. Bagian Akhir Pada bagian akhir penulisan, bagian ini berisi Daftar Pustaka dan Data Diri Penulis.
22