BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai kelompok dengan lingkungan hidup sekitarnya. Pesatnya laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya yang dalam hal ini berupa permasalahan lingkungan. Kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan hidup yang terjadi disebabkan oleh paradigma pembangunan yang hanya ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan menguras sumberdaya alam yang ada tanpa memperhatikan keberlanjutannya. Manusia yang pada hakekatnya merupakan subyek sekaligus objek dari pembangunan tersebut merupakan salah satu penyebab utama berbagai permasalahan kehidupan di sekitarnya termasuk menurunnya kualitas perairan yaitu sungai (Tandjung, 1994). Sungai merupakan badan air yang terbuka yang berfungsi sebagai wadah untuk mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan bumi menuju laut. Di dalam suatu ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS), sungai memiliki peran penting sebagai sumber kehidupan bagi makhluk hidup seperti manusia, hewan, dan tumbuhan. Keberadaan air yang terdapat di suatu badan sungai dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan sebagai media kehidupan bagi makhluk hidup lainnya (Widyastuti dan Marfai, 2004).
1
2
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan lahan untuk permukiman juga meningkat. Kepadatan penduduk yang melebihi daya dukung lahan akan menimbulkan ketidakseimbangan ekologi. Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2003), daya dukung adalah tingkat kemampuan lahan untuk mendukung segala aktivitas manusia yang ada di wilayahnya. Tekanan penduduk dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat telah menyebabkan perubahan penggunaan lahan di DAS. Ketersediaan air bersih di DAS selain untuk dikonsumsi juga dimanfaatkan oleh manusia untuk kebutuhan-kebutuhan lain dengan memanfaatkan teknologi yang ada, guna menunjang kelangsungan hidupnya. Sebagai bagian dari ekosistem DAS yang terbuka, sungai juga dipengaruhi oleh unsur atau komponen lain secara terus-menerus. Sungai juga dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan limbah padat maupun cair yang berasal dari sisa hasil aktivitas manusia di daerah aliran sungai. Komposisi limbah berasal dari bahan organik dan senyawa mineral yang berasal dari tinja, urin, sisa makanan, sisa pakan, dan air sisa pembersihan kandang. Bahan organik yang mengandung unsur protein dan lemak cukup sulit untuk larut, sehingga menjadi bahan yang tersuspensi di dalam air. Secara garis besar limbah tersebut dapat berasal dari limbah rumah tangga, lahan pertanian, dan limbah industri. Dalam kegiatan pertanian, tidak semua pupuk yang digunakan habis terpakai, tetapi selalu ada entropi berupa residu pupuk yang tidak habis terurai yang apabila sampai ke badan air (sungai) akan mempengaruhi kualitas air atau aliran sungai (Kasim, 2010). Apabila pembuangan limbah dilakukan secara terus
3
menerus ke dalam sungai dapat menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan perairan sungai yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Sungai diketahui mampu secara alamiah mengolah sisa buangan, namun sifat homeostatis yang dimiliki akan tetap terbatas sehingga apabila berada di atas ambang batas maka akan menimbulkan masalah pencemaran. Akibat lebih lanjut dengan semakin meningkatnya aktivitas manusia akan berpengaruh terhadap penurunan mutu air sungai. Meningkatnya jumlah air limbah yang tidak diimbangi dengan peningkatan badan air penerima baik dari aspek kapasitas maupun kualitasnya menyebabkan jumlah air limbah yang masuk ke dalam badan air tersebut dapat melebihi daya tampung maupun daya dukungnya. Sebagai tempat penampungan air, sungai memiliki kapasitas atau daya tampung tertentu, namun kapasitas tersebut dapat berubah oleh aktivitas alami maupun antropogenik yang menghasilkan limbah dan bahan organik yang masuk ke dalam badan air. Kemampuan daya tampung air sungai yang telah ada secara alamiah terhadap pencemaran perlu dipertahankan untuk meminimalkan terjadinya penurunan kualitas air sungai (Widyastuti dan Marfai, 2004). Menurunnya daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumberdaya air karena menurunnya kualitas air pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam (Hendrawan, 2005). Pada kenyataannya seiring dengan berjalannya waktu, aktivitas di sepanjang sungai serta bantarannya terus bertambah mengikuti bertambahnya jumlah penduduk dan tuntutan kebutuhan ekonomi sehingga sungai terus mengalami degradasi kualitas maupun kuantitasnya. Hal tersebut terjadi karena pencemaran
4
air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk dan aktifitas dari suatu permukiman dan industri yang menyumbang beban pencemar yang menghasilkan limbah domestik dan limbah industri (KLH, 1998). Situasi seperti ini juga terjadi di Sungai Winongo yang merupakan salah satu anak Sungai Opak terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, melintasi wilayah administrasi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Masing-masing daerah lintasan dari sungai tersebut dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahannya dan memberikan masukan limbah dengan kandungan bahan organik yang beragam sehingga memberikan peluang terhadap penurunan kualitas air sungai. Penggunaan lahan yang beragam untuk kegiatan pertanian, domestik dan industri menjadikan Sungai Winongo sebagai salah satu sungai yang menopang dan mendukung kehidupan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sungai Winongo juga merupakan sungai penting di Daerah Istimewa Yogyakarta dan telah ditetapkan sebagai sasaran Program Kali Bersih (Prokasih) untuk periode tahun 2012 - 2016 (Pergub DIY No. 32 Tahun 2011). Hasil dari Prokasih Sungai Winongo yang dilaksanakan sejak tahun 2012 di dapat diketahui bahwa beberapa parameter hasil pengujian seperti BOD, COD, timbal (Pb), tembaga (Cu), bakteri total coli, dan bakteri coli tinja telah melebihi baku mutu yang telah ditetapkan di semua titik pemantauan oleh BLH. Saat ini masyarakat yang tinggal di bantaran sungai cukup banyak, dan tidak hanya menggunakan bantaran sungai sebagai tempat hunian, namun juga digunakan untuk menunjang perekonomian seperti kegiatan perdagangan dan budidaya. Hal ini menyebabkan Sungai Winongo mengalami penurunan kualitas
5
lingkungan
seiring
berkembangnya
daerah
bantaran
sungai.
Kesadaran
masyarakat untuk memberikan perhatian terhadap kelestarian lingkungan masih sangat kurang, dicontohkan dari pembuangan limbah industri dan rumah tangga langsung ke sungai, tanpa ada pengolahan limbah terlebih dahulu. Zamroni (2008) menyebutkan jumlah lokasi pembuangan sampah ke sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Jumlah Lokasi Pembuangan Sampah ke Sungai di DIY Jumlah Lokasi Persentase No. Nama Sungai Pembuangan (%) 1. Bedog 29 10,9 2. Bayan 17 6,4 3. Denggung 2 0,7 4. Winongo 63 23,7 5. Code 31 11,7 6. Belik 20 7,5 7. Pelang 15 5,6 8. Gadjahwong 58 21,8 9. Tambak Bayan 4 1,5 10. Grojogan 10 3,8 11. Meruwe 17 6,4 Total 266 100% Sumber: Zamroni, 2008
Berdasarkan Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa di Sungai Winongo terdapat 63 titik atau 23,7% lokasi pembuangan sampah, dan merupakan sungai yang paling banyak tempat pembuangan sampahnya dibandingkan sungai lain di DIY. Masyarakat sebagai salah satu komponen dalam ekosistem DAS, sangat determinan dalam mewarnai bagaimana kondisi sungai yang ada di wilayahnya, sehingga kegiatan pelestarian lingkungan perlu dilakukan dengan melibatkan secara langsung masyarakat, dengan tujuan untuk membuat sungai memiliki daya
6
tampung yang tinggi, dalam arti bahwa sungai tersebut kemasukan beban pencemaran tanpa harus menjadi tercemar. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari peranserta atau partisipasi masyarakat yang tidak membuang limbah ke sungai dan secara alamiah sungai tersebut juga mengalami pemurnian (self-puricifation). Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, maka diperlukan suatu kajian dan evaluasi untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam meningkatkan daya tampung beban pencemaran air Sungai Winongo, dan perhitungan daya tampung beban pencemaran air yang mampu diterima oleh Sungai Winongo untuk dapat menentukan strategi yang tepat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Winongo. Harapan dari hasil kajian yang diperoleh dapat dijadikan informasi yang berguna bagi masyarakat, dan acuan bagi pemerintah dalam melakukan perencanaan lingkungan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta kearah yang lebih baik.
1.2 Perumusan Masalah Sungai Winongo merupakan salah satu anak Sungai Opak yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, melintasi wilayah administrasi Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Masing-masing daerah lintasan dari sungai tersebut memberikan masukan limbah dengan kandungan bahan organik yang beragam dan memberikan peluang terhadap penurunan kualitas air sungai. Berbagai aktivitas penduduk di dalam DAS merupakan sumber pencemar, seperti kegiatan pertanian, rumah tangga, dan industri yang membuang limbah organik ke sungai, sehingga mempengaruhi besarnya beban pencemaran yang
7
masuk ke sungai. Proses evaluasi dalam menentukan seberapa besar daya tampung yang mampu diterima oleh Sungai Winongo sangat perlu diketahui. Upaya atau tindakan pengendalian pencemaran air sangat diperlukan untuk menjaga sumberdaya air yang ada dan untuk meningkatkan daya tampung beban pencemaran sungai. Hal tersebut dapat dilakukan melalui program pengelolaan lingkungan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat, untuk dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan pengelolaan lingkungan di sepanjang sungai, dan sebagai bagian dari tindakan untuk meningkatkan daya tampung beban pencemaran air Sungai Winongo. Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul beberapa pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Apa saja sumber-sumber pencemar potensial yang masuk ke Sungai Winongo? 2. Bagaimana kualitas air Sungai Winongo ditinjau dari parameter fisika, kimia, dan biologi dari daerah hulu sampai hilir? 3. Bagaimana daya tampung beban pencemaran Sungai Winongo? 4. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat di bantaran sungai dalam meningkatkan daya tampung beban pencemaran Sungai Winongo? 5. Bagaimana strategi yang tepat untuk pengelolaan Sungai Winongo?
1.3 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan beban pencemaran dan daya tampung sungai dan partisipasi masyarakat antara lain dilakukan oleh Priyambada, dkk. (2008), Widyastuti dan Marfai (2004), Nugraha dan Cahyorini
8
(2007), Gunarsa (2010), Setiani, dkk. (2002), dan Maridi (2009). Priyambada, dkk. (2008) menganalisis pengaruh perbedaan tata guna lahan terhadap beban cemaran BOD di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Pengukuran parameter BOD air sungai dilakukan pada 17 titik sampling kemudian membandingkan antar segmen tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan tata guna lahan oleh aktivitas domestik, pertanian dan industri berpengaruh pada kualitas air Sungai Serayu dan aktivitas domestik memberikan beban pencemaran terbesar pada sungai. Nugraha dan Cahyorini (2007) menggunakan QUAL2E untuk mengetahui jumlah Total Beban Pencemaran Maksimum Harian (Total Maximum Daily Load atau TMDL) atau parameter BOD dengan metode pemodelan di Sungai Gung, Tegal, Jawa Tengah. Hasil simulasi menggunakan aliran minimum menunjukkan bahwa kondisi kualitas air sungai tidak sesuai dengan baku mutu air kelas I dan kelas II. Pada km 1 sampai km 3 telah berada pada baku mutu air kelas III dengan TMDL 72,06 - 3.134,51 kg/hari. Sepanjang aliran sungai sesuai dengan baku mutu air kelas IV dengan TMDL BOD 7.277,82 - 10.340,27 kg/hari. Widyastuti dan Marfai (2004) menggunakan Metode Neraca Massa untuk mengetahui daya tampung beban pencemaran Sungai Gadjahwong yang merupakan salah satu anak Sungai Opak. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, pengukuran lapangan, pengambilan sampel air dan uji laboratorium terhadap sampel air sungai untuk mengetahui kualitas air sungai, mengidentifikasi sumber pencemaran potensial, dan mengevaluasi daya tampung air sungai terhadap beban pencemaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
9
kualitas air Sungai Gadjahwong secara fisik, kimia, dan biologi adalah baik. Ada kecenderungan konsentrasi meningkat kearah hilir, kecuali logam berat (Cr, Cu, Cd) yang tidak terdeteksi. Bagian hulu sungai, sumber pencemar utama adalah dari rumah tangga, pertanian dan jasa; bagian tengah adalah dari pertanian dan permukiman; sedangkan bagian hilir adalah permukiman, jasa dan industri. Daya tampung sungai terhadap beban pencemaran di bagian hulu dan tengah sangat baik, namun semakin ke arah hilir kurang baik. Gunarsa (2010) melakukan penelitian pada penggal Sungai Code yang merupakan anak Sungai Opak untuk mengetahui karakteristik kualitas air, distribusi nitrat, nitrit, dan amonia, serta status mutu air di Sungai Code. Pengambilan sampel air sungai dilakukan pada musim kemarau dengan metode purposive sampling di Kota Yogyakarta. Hasil yang diperoleh dari pengukuran nilai status mutu air dengan Metode Indeks Pencemaran menunjukkan bahwa Sungai Code berada pada kondisi baik. Parameter-parameter kualitas air juga semua nilainya berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas I, kelas II, kelas III, dan kelas IV. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sudah ada penurunan kualitas air Sungai Code, namun belum terjadi pencemaran yang berarti untuk parameter nitrat, nitrit, dan amonia. Maridi melakukan penelitian terkait dengan peranserta masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai di DAS Keduang, Wonogiri. Penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik masyarakat dalam hal ini petani yang meliputi tingkat pendidikan, tingkat, pendapatan, dan luas lahan garapan di DAS Keduang dan peransertanya dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Sampel
10
diambil secara purposive sampling, maka subyek penelitian diambil dari masyarakat di masing-masing desa pada lima kecamatan yang berpartisipasi aktif dan berperan penting dalam anggota Kelompok Konservasi Tanah dan Air (KKTA). Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah survei dan kuesioner, sedangkan analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif dan uji Chi Kuadrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik petani di DAS Keduang secara umum memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah, sedangkan lahan garapan mayoritas digunakan sebagai lahan persawahan. Setiani, dkk. (2002) melakukan penelitian di DAS Garang bagian hulu dan DAS Kreo sebagai representasi dari daerah permukiman, dan DAS Plumbon dan DAS Beringin sebagai representasi dari daerah industri di kota Semarang. Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap I dan tahap II. Tahap I dilakukan untuk menentukan lokasi wilayah, lokasi sampling, karakteristik lingkungan, dan karakteristik masyarakat yang dilanjutkan dengan implementasi program. Tahap II merupakan penelitian observasional untuk melihat hasil implementasi program. Penelitian dilakukan untuk memberikan motivasi kepada masyarakat agar turut berperan dalam mengawasi daerahnya dari pencemaran oleh limbah cair dari ataupun pada daerah industri yang berada di sekitar permukiman warga. Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
pola
pencemaran
pada
daerah
padat
permukiman/industri semakin bertambah berat. Perilaku masyarakat sebagian besar sudah mengalami perubahan yang cukup baik dalam kaitannya dengan pengendalian sungai dari pencemaran, kemudian pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat industri yang masih belum mendukung untuk mengatasi pencemaran
11
di kawasan industri tersebut, dan masih adanya industri yang tidak berwawasan lingkungan telah memperberat pencemaran di kawasan permukiman/industri. Rangkuman penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan terkait dengan beban pencemaran dan kajian daya tampung sungai disajikan pada Tabel 1.2. Penelitian yang dilakukan peneliti memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu dalam hal obyek dan karakteristik sungai yang akan diteliti. Penelitian ini lebih menekankan pada penggunaan Metode Neraca Massa untuk mengkaji daya tampung beban pencemaran sungai dalam kaitannya dengan kandungan bahan organik pada sungai, serta peranserta/partisipasi masyarakat dalam meningkatkan daya tampung beban pencemaran Sungai Winongo.
Tabel 1.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu terkait Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai dan Partisipasi Masyarakat No. 1.
2.
Nama Peneliti Priyambada, dkk. (2008)
Judul Penelitian Analisa Pengaruh Perbedaan Fungsi Tata Guna Lahan Terhadap Beban Cemaran BOD Sungai (Studi Kasus: Sungai Serayu Jawa Tengah)
Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh perbedaan tata guna lahan terhadap beban cemaran BOD Sungai Serayu, Jawa Tengah.
Metode Penelitian Pengukuran parameter BOD air sungai pada 17 titik dan membandingkan antar segmen tersebut.
Nugraha dan Cahyorini (2007)
Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran BOD Sungai dengan Model QUAL2E (Studi Kasus Sungai Gung, Tegal Jawa Tengah)
Mengetahui jumlah Total Beban Pencemaran Maksimum Harian (Total Maximum Daily Load atau TMDL) parameter BOD dengan pemodelan menggunakan metode QUAL2E.
Simulasi model dengan metode QUAL2E.
Hasil Penelitian 1. Perubahan tata guna lahan oleh aktivitas domestik, pertanian dan industri berpengaruh pada kualitas air Sungai Serayu; 2. Aktivitas domestik memberikan beban pencemaran terbesar pada sungai.
1. Simulasi menggunakan aliran minimum menunjukkan kualitas air sungai tidak sesuai dengan baku mutu air kelas I dan kelas II. Pada km 1 sampai km 3 telah berada pada baku mutu air kelas III. Sepanjang aliran sesuai dengan baku mutu air kelas IV; 2. Simulasi menggunakan aliran maksimum menunjukkan kualitas air tidak sesuai dengan baku mutu air kelas I dan kelas II. Pada km 1 sampai km 3 sesuai dengan baku mutu air kelas III. Sepanjang aliran sungai sesuai dengan baku mutu air kelas IV.
12
Lanjutan Tabel 1.2 Nama Peneliti Widyastuti dan Marfai (2004)
Judul Penelitian Kajian Daya Tampung Sungai Gadjahwong terhadap Beban Pencemaran
4.
Gunarsa (2010)
Tingkat Pencemaran Air Sungai Code di Wilayah Kotamadya Yogyakarta oleh Polutan NO3- (Nitrat), NO2- (Nitrit), dan NH3 (Amonia)
Mengetahui karakteristik kualitas air, distribusi nitrat, nitrit, dan amonia, serta status mutu air di Sungai Code.
Metode Indeks Pencemaran untuk analisis tingkat pencemaran
Sungai Code berada pada kondisi baik. Parameter kualitas air semua nilainya berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas I, II, III, dan kelas IV. Sudah ada penurunan kualitas air Sungai Code, namun belum terjadi pencemaran yang berarti untuk parameter nitrat, nitrit, dan amonia.
5.
Maridi (2011)
Peranserta Masyarakat dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Keduang Wonogiri Indonesia
Mengetahui bagaimana karakteristik masyarakat dalam hal ini petani di DAS Keduang dan peransertanya dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Karakteristik petani meliputi tingkat pendidikan, tingkat, pendapatan, dan luas lahan garapan.
Survei lapangan dan analisis statistik deskriptif.
Karakteristik petani di DAS Keduang secara umum memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah, sedangkan lahan garapan mayoritas digunakan sebagai lahan persawahan. Peranserta masyarakat ditingkatkan dengan pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan.
6.
Setiani, dkk. (2002)
Motivasi Peranserta Masyarakat dan Penerapan Sistem Pemantauan Lingkungan Berkala Terpadu dalam Pengendalian Pencemaran Sungai akibat Industri dan Permukiman
Memberikan motivasi kepada masyarakat agar turut berperan dalam mengawasi daerahnya dari pencemaran oleh limbah cair dari ataupun pada daerah industri yang berada di sekitar permukiman warga.
Tahap I dengan wawancara masyarakat menggunakan kuesioner dan in-depth interview pada beberapa tokoh masyarakat dan perkawilan warga, serta melakukan observasi. Tahap II melakukan observasi terkait perkembangan dari implementasi program.
1. Pola pencemaran menunjukkan bahwa pada daerah padat permukiman/industri pencemaran bertambah berat. 2. Perilaku masyarakat sebagian besar sudah mengalami perubahan yang cukup baik dalam kaitannya dengan pengendalian sungai dari pencemaran. 3. Pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat industri yang masih belum mendukung untuk mengatasi pencemaran di kawasan industri tersebut. 4. Masih adanya industri yang tidak berwawasan lingkungan telah memperberat pencemaran di kawasan permukiman/industri.
No. 3.
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui kualitas air Sungai Gadjahwong; 2. Mengidentifikasi sumber pencemaran potensial yang mencemari Sungai Gadjahwong; 3. Mengevaluasi daya tampung air sungai terhadap beban pencemaran.
Metode Penelitian Metode Neraca Massa
Hasil Penelitian Kualitas air Sungai Gadjahwong baik secara fisik, kimia, dan biologi. Ada kecenderungan konsentrasi meningkat kearah hilir, kecuali logam berat (Cr, Cu, Cd) tidak terdeteksi. Daya tampung sungai terhadap beban pencemaran, di bagian hulu dan tengah sangat baik, namun semakin kearah hilir kurang baik.
13
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi sumber-sumber pencemar yang masuk ke Sungai Winongo. 2. Menganalisis kualitas air Sungai Winongo ditinjau dari parameter fisika, kimia, dan biologi dari daerah hulu sampai hilir. 3. Menganalisis daya tampung beban pencemaran Sungai Winongo. 4. Menganalisis tingkat partisipasi masyarakat di bantaran sungai dalam meningkatkan daya tampung beban pencemaran Sungai Winongo. 5. Menyusun strategi pengelolaan Daerah Aliran Sungai Winongo.
1.5 Manfaat Penelitian Kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Winongo memiliki banyak manfaat, baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi pemerintah. Manfaat penelitian ini sebagai berikut. 1. Bagi Ilmu Pengetahuan Memberikan dukungan dalam hal pengelolaan sumberdaya air serta pengelolaan daerah aliran sungai secara keseluruhan. 2. Bagi Pemerintah a) Sebagai bahan pertimbangan ilmiah dalam penetapan kebijakan pembangunan lingkungan hidup khususnya pengelolaan sumberdaya air. b) Sebagai instrumen pengendalian air yang diperlukan untuk mengatur pemberian izin pembuangan limbah cair ke sungai bagi suatu usaha dan atau kegiatan.
14
c) Sebagai bahan rujukan untuk melakukan evaluasi daerah aliran sungai, khususnya Sungai Winongo secara keseluruhan.