1
BAB I PENGANTAR
1.1
Latar Belakang Masalah Ditinjau dari sisi geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan
(archipelagic state) dengan wilayah yang sangat luas, terbentang dari Sabang sampai Merauke mulai dari 950 Bujur Timur (BT) sampai dengan 1410 BT dan 60 Lintang Utara (LU) sampai dengan 110 Lintang Selatan (LS). Luas wilayah perairan laut Indonesia tercatat mencapai kurang lebih 7,9 juta km2 (termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia). Panjang garis pantai yang mengelilingi Nusantara mencapai kurang lebih 81.000 km2, sehingga Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang dua pertiga wilayahnya terdiri dari lautan yang sangat luas (Pramono, 2005). Sejak diakui oleh UNCLOS pada tahun 1982, wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke menjadi seluas Eropa dengan bentangan seluas London hingga Istambul (Rosyid, 2010). Posisi Indonesia, berada pada jalan silang dunia, yaitu terletak diantara dua Benua Asia dengan Benua Australia dan menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia. Hubungan antara pulau-pulau menjadikan Indonesia memiliki life lines yang terpanjang di dunia. Terdapat tiga ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia) yang mengakomodasikan kepentingan pelayaran internasional sehingga wilayah NKRI terbagi menjadi empat choke point yang sangat strategis bagi transportasi internasional, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Ombai-Wetar.
2
Potensi sektor ekonomi laut setidaknya terdapat sepuluh jenis yang dapat dikembangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa, meliputi: perikanan tangkap, perikanan budi daya, industri pengolahan hasil perikanan, industri bioteknologi kelautan, energi dan sumber daya mineral, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri dan jasa maritim, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan sumber daya kelautan nonkonvensional.
Dari segi kesejahteraan
(khususnya perekonomian), kesepuluh potensi sektor ekonomi laut tersebut, jika dikelola dengan baik diperkirakan akan mampu memberikan sumbangan pendapatan negara yang lebih besar dari PDB Indonesia saat ini. Pada perspektif domestik, tidak bisa dinafikkan bahwa masih terdapat kerawanan intrinsik yang masih melekat pada kondisi alamiah Indonesia. Menurut Suhartono (2010)
perairan Indonesia pernah digolongkan sebagai
perairan yang rawan di dunia dan dijuluki the most dangerous waters bersama beberapa perairan lainnya. Masalah kerawanan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia sampai saat ini adalah masih berkisar pada permasalahan keamanan maritim seperti: sea robbery and piracy, illegal fishing, trans-national threat, pelanggaran wilayah, lalu lintas laut yang terkait dengan gerakan separatisme, ancaman terorisme maritim yang semakin canggih dan bentuk pelanggaran lainnya. Pada perspektif global yang penuh ketidakpastian, menurut Rosene (2005) dan Skelton (2008), seluruh angkatan perang di dunia menghadapi permasalahan dan tantangan yang sangat kompleks yakni fenomena peperangan asimetrik (asyimatric warfare) abad 21.
Perang asimetrik merupakan suatu model
3
peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra -geografi, demografi, dan sumber daya alam, dan pancagatra -ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Hancer, Miller, Shukiar dan Newsome (2008) mengidentifikasi jenisjenis tantangan Angkatan Laut ke depan, meliputi: peperangan udara, kontraterorisme, peperangan ekspedisi, peperangan informasi, intelijen, persiapan dan logistik, peperangan ranjau dan bawah air, peperangan khusus, peperangan kapal selam dan peperangan permukaan. Permasalahan keamanan maritim dan fenomena peperangan asimetrik tersebut merupakan potensi ancaman yang dapat mengganggu kepentingan nasional, dan hal itu hanya dapat diatasi melalui pengerahan kekuatan maritim nasional yang tangguh dan handal. Apabila permasalahan keamanan maritim tidak mampu diatasi dan kesiapan dalam menghadapi peperangan asimetrik masih kurang memadai, maka akan sangat rentan terhadap intervensi asing yang bergerak atas nama stabilitas kawasan. Sebagai contoh kasus Somalia, merupakan preseden Angkatan Laut multinasional menyebarkan kekuatannya di perairan Somalia untuk memerangi perompakan bersenjata dan pembajakan atas restu dari Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1816 (Japan today.com, 2008) dan diperkuat dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1838 (Japan today.com, 2008). Aksi terorisme yang dialami oleh banyak negara di dunia saat ini juga merupakan contoh nyata dari peperangan asimetrik yang mampu mengguncang stabilitas
4
nasional suatu bangsa.
Marsetio (2013) mengatakan kompleksitas tantangan
tersebut membutuhkan keahlian prajurit Angkatan Laut yang mampu memimpin perubahan (leading change), memimpin personel (leading people) dan mengatur sumber-sumber (stewarding resources). Dari segi keamanan, laut nusantara menempatkan TNI khususnya TNI AL pada posisi dan peran yang sangat strategis dalam mengamankan kepentingan nasional sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2008 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara, dan UNCLOS 1982 yang mengatur tentang rezim lintas damai, lintas transit dan lintas alur laut kepulauan. Dihadapkan pada medan tugas yang sedemikian berat, dengan tingkat resiko yang tinggi, permasalahan dan tantangan yang sangat kompleks, maka TNI Angkatan Laut dituntut untuk terus meningkatkan kualitas SDM yang dimilikinya. Dalam rangka mencapai kekuatan pertahanan matra laut yang handal dan disegani, maka perlu didukung dengan kemampuan prajurit TNI Angkatan Laut yang profesional di bidangnya.
Salah satu upaya dalam meningkatkan
kualitas profesionalisme prajurit TNI Angkatan Laut adalah melalui pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan secara terprogram, bertahap dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan kemampuan tempur sebagaimana standar yang telah ditetapkan. Di lingkungan TNI AL, upaya pendidikan dilaksanakan oleh Komando Pengembangan dan Pendidikan TNI AL atau Kobangdikal, sedangkan upaya pelatihan dilaksanakan oleh Komando Latihan yang ada pada masing-masing
5
Kotama Pembinaan dan Operasional, meliputi : Komando Latihan Armada RI Kawasan Timur (Kolatarmatim), Komando Latihan Armada RI Kawasan Barat (Kolatarmabar), dan Komando Latihan Marinir (Kolatmar).
Upaya pelatihan
dalam rangka meningkatkan kemampuan tempur prajurit TNI AL di lingkungan Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) dilaksanakan oleh Kolatarmatim. Di lingkungan Koarmatim, tercapainya SDM prajurit profesional yang berkualitas diharapkan dapat mendukung tercapainya pelaksanaan tugas pokok Koarmatim, yang mencakup: membina Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), membina potensi maritim menjadi kekuatan pertahanan keamanan negara di laut, melaksanakan operasi laut sehari-hari dan operasi tempur laut untuk mengendalikan dan memproyeksikan kekuatan ke darat lewat laut dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di laut. Pada masa damai, Koarmatim khususnya di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim banyak melaksanakan kegiatan operasi keamanan laut dan aktifitas latihan tempur lainnya guna meningkatkan kemampuan dan kesiapan tempur prajurit TNI AL.
Dalam berbagai aktivitas operasi dan latihan yang telah
dilaksanakan selama ini diperoleh fakta bahwa ternyata kemampuan tempur Prajurit TNI AL pengawak KRI di lingkungan Satfib Koarmatim masih kurang bagus. Banyak Komandan KRI di lingkungan Satuan Kapal Amfibi Koarmatim yang mengeluhkan tentang kurangnya kemampuan tempur yang dimiliki para Prajuritnya. Ditemukan pula bahwa penyelenggaraan kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan kemampuan tempur
Prajurit TNI AL di Satuan Kapal
6
Amfibi selama ini masih menekankan pada penguasaan hard skill dari pada soft skill. Hard skill merupakan akumulasi dari penguasaan intelektual dan keterampilan teknis yang dibutuhkan untuk menguasai teknologi alutsista. Sedangkan soft skill merupakan kemampuan non teknis yang tidak terlihat wujudnya (intangiable), namun sangat diperlukan sebagai complement dari hard skill. Walaupun tidak berwujud namun soft skill tampak dalam aktifitas nyata yang melekat sebagai karakter seseorang. Dihadapkan pada tuntutan tugas dan permasalahan yang semakin kompleks, maka setiap prajurit TNI Angkatan Laut dituntut harus memiliki kemampuan tempur dengan standar mutu yang mengintegrasikan antara kemampuan hard skill dengan soft skill. Penguasaan terhadap kemampuan tempur tersebut tentu tidak begitu saja secara
langsung dapat dimiliki, tetapi harus
melalui suatu proses yang terencana, bertahap, berkesinambungan, dan terukur. Setiap Komando Utama Pembinaan dan Operasional di lingkungan TNI Angkatan Laut memiliki kewajiban untuk mengembangkan sistem pelatihan yang efektif dan efisien. Permasalahan tersebut di atas memiliki urgensi yang cukup tinggi dan sangat menarik untuk diteliti dan dibahas, mengingat beberapa hal, sebagai berikut: Pertama, kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi sebagai bagian dari pengawak kapal perang di lingkungan Koarmatim turut menentukan berhasil atau tidaknya pelaksanaan tugas pokok Koarmatim.
7
Kedua, selama ini belum pernah dilaksanakan evaluasi secara menyeluruh terhadap penyelenggaraan kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan guna meningkatkan kemampuan tempur yang dimiliki oleh Prajurit TNI AL di lingkungan
Satuan Kapal Amfibi Koarmatim. Padahal apabila melihat
perkembangan lingkungan strategis global dan banyaknya konflik yang terjadi di beberapa wilayah belahan dunia, kesiapan dan peningkatan kualitas kemampuan tempur melalui penyempurnaan penyelenggaraan pelatihan yang efektif, efisien dan produktif sangat dibutuhkan. Ketiga, perlu dilaksanakan upaya-upaya dalam bentuk langkah nyata untuk menyempurnakan penyelenggaraan sistem pelatihan yang berkualitas sehingga pencapaian kemampuan tempur Prajurit TNI AL sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Beberapa hal tersebut di atas menjadikan peneliti tergerak untuk mengadakan penelitian dengan judul ”Optimalisasi Penyelenggaraan Pelatihan Guna Meningkatkan Kemampuan Tempur Prajurit TNI AL
Dalam Rangka
Mendukung Pelaksanaan Tugas Pokok Komando Armada RI Kawasan Timur (Studi di Satuan Kapal Amfibi)”. Melalui penelitian ini diharapkan dapat terpecahkan sebagian permasalahan yang ada di Koarmatim, dan hasilnya dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemimpin TNI Angkatan Laut dalam menetapkan kebijakan lebih lanjut guna meningkatkan profesionalisme prajurit TNI Angkatan Laut khususnya bagi Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim.
8
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana
optimalisasi
penyelenggaraan
pelatihan
guna
meningkatkan
kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Koarmatim?”
Selanjutnya dari rumusan
masalah tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk pertanyaan penelitian, sebagai berikut: 1.
Bagaimana kemampuan tempur yang dapat dicapai oleh Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim?
2.
Bagaimana penyelenggaraan pelatihan yang telah dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim?
3.
Bagaimana
upaya
optimalisasi
meningkatkan kemampuan tempur
penyelenggaraan Prajurit
pelatihan
guna
TNI AL di Satuan Kapal
Amfibi Koarmatim?
1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan upaya optimalisasi penyelenggaraan pelatihan guna meningkatkan kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas pokok Koarmatim. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan:
9
1.
Kemampuan tempur yang dapat dicapai oleh Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim.
2.
Penyelenggaraan pelatihan yang
telah dilaksanakan guna meningkatkan
kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim. 3.
Upaya
optimalisasi
penyelenggaraan
pelatihan
guna
meningkatkan
kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim.
1.4
Manfaat penelitian Hasil penelitian ini sangat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis.
Manfaat hasil penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut : 1.
Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Ketahanan Nasional di Indonesia, utamanya hal-hal yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui upaya pelatihan di lingkungan organisasi TNI, khususnya di TNI Angkatan Laut.
2.
Manfaat Praktis. a.
Koarmatim. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan didalam mengoptimalisasi penyelenggaraan pelatihan di lingkungan Koarmatim guna meningkatkan kemampuan tempur Prajurit TNI AL agar sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.
10
b.
TNI AL. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi TNI AL dalam mengembangkan sistem pelatihan yang bermutu, efektif dan efisien dalam menghasilkan postur prajurit TNI AL yang profesional dalam rangka mewujudkan visi organisasi TNI AL yang handal dan disegani serta berkelas dunia.
1.5
Keaslian Penelitian Penyelenggaraan pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan
kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim dalam rangka mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas pokok Koarmatim. Selama ini, evaluasi yang dilaksanakan masih bersifat terbatas sebagai bagian dari pelaporan administratif atas kegiatan latihan yang telah dilaksanakan dan belum bersifat komprehensif. Dengan demikian penelitian evaluasi yang dilaksanakan oleh peneliti saat ini tentang optimalisasi penyelenggaraan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim belum pernah dilaksanakan oleh pihak mana pun. Penelitian sejenis yang pernah ada dan terkait serta sangat berguna sebagai tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah penelitian Agus Sutijono (2010) dengan judul Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Petugas Satuan Polisi Pamong Praja, penelitian yang dilaksanakan oleh Adi Bandono (2010) dengan judul Evaluasi Hasil Outcome Pendidikan Akademi Angkatan Laut, dan penelitian yang dilaksanakan I
11
Gede Sumertha K.Y. (2011) dengan judul Kinerja Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI Dalam Penyiapan Kemampuan Prajurit TNI Guna Misi Perdamaian Dunia (Studi di Pusat Pemeliharaan Perdamaian/PMPP TNI). Fokus penelitian ketiga judul penelitian tersebut sangat berbeda dengan fokus penelitian yang sedang dilaksanakan oleh peneliti pada saat ini.
Namun demikian ketiga
judul penelitian tersebut memberikan kontribusi yang sangat berarti dalam memperkuat landasan teori. Penelitian yang sedang dilaksanakan oleh peneliti pada saat ini diharapkan mampu memperbaiki secara signifikan sistem pelatihan ke arah yang lebih baik di lingkungan TNI Angkatan Laut.
1.6
Definisi Operasional Berikut disajikan definisi operasional yang terkait dengan penelitian
tentang
Optimalisasi
Penyelenggaraan
Pelatihan
Guna
Meningkatkan
Kemampuan Tempur Prajurit TNI AL Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Tugas Pokok Komando Armada RI Kawasan Timur (Studi di Satuan Kapal Amfibi). 1.
Optimalisasi, adalah upaya menuju suatu kondisi yang terbaik melalui penyelenggaraan pelatihan yang efektif, efisien dan berdaya tarik atau dalam pengertian lain pelatihan yang berkualitas.
2.
Penyenggaraan Pelatihan, adalah penyelenggaraan keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan kompetensi, produktifitas, kedisiplinan, sikap dan etos kerja pada tingkat
12
keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. 3.
Kemampuan Tempur Prajurit TNI Angkatan Laut, adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap Prajurit TNI Angkatan Laut terkait dengan tugas pokok TNI dalam menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
4.
Tugas Pokok
Satuan Kapal Amfibi, adalah melaksanakan pembinaan
kekuatan dan kemampuan tempur unsur-unsur organiknya dalam bidang peperangan amfibi, sistem muat taktis dan muat administratif dalam rangka meningkatkan kemampuan tempur Koarmatim. 5.
Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), adalah salah satu Komando Utama TNI Angkatan Laut yang memiliki tanggungjawab menjaga keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia di wilayah laut Kawasan Timur.
1.7.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam tesis ini disusun dalam tujuh bab, dengan
urutan yang dirinci sebagai berikut:
13
Bab I Pengantar, berisi tentang latar belakang yang menguraikan permasalahan dan urgensi penelitian ini dilaksanakan, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta keaslian dari penelitian sebagai pembuktian bahwa penelitian yang dilakukan belum pernah dilakukan oleh orang lain. Adapun definisi operasional dan sistematika penulisan disajikan pada halaman terakhir bab 1. Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori,
berisi tentang tinjauan
pustaka (review of related literature) yang memuat tinjauan terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu sebagai tinjauan kepustakaan yang terkait dengan penelitian dan landasan teori yang memuat ulasan tertulis dari teori-teori yang telah ada terkait dengan penelitian baik yang berasal dari buku, jurnal, atau dari terbitan ilmiah lainnya yang diperoleh secara off line di perpustakaan maupun online di internet. Bab III Metode Penelitian, menyajikan rancangan penelitian untuk menggambarkan
tahapan
proses
penelitian
ini
dilaksanakan
sekaligus
memaparkan tentang pendekatan penelitian yang digunakan untuk memecahkan permasalahan. Bab IV Kemampuan Tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim, memaparkan tentang profil Satuan Kapal Amfibi Koarmatim dan menyajikan data hasil temuan penelitian untuk menjawab permasalahan tentang kemampuan tempur yang dapat dicapai oleh Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim. Paparan data dilengkapi dengan data-data hasil observasi,
14
wawancara secara mendalam maupun penelusuran dokumen-dokumen yang ada yang saling terkait dan menguatkan. Bab V Penyelenggaraan Pelatihan Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim, memaparkan tentang hasil temuan penelitian untuk menjawab permasalahan
penyelenggaraan
pelatihan
yang
telah
dilaksanakan
guna
meningkatkan kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim. Dipaparkan pula hasil temuan penelitian berupa hambatan-hambatan yang dihadapi selama penyelenggaraan pelatihan. Bab VI Optimalisasi
Penyelenggaraan Pelatihan Prajurit TNI AL di
Satuan Kapal Amfibi Koarmatim, menyajikan hasil temuan penelitian untuk menjawab permasalahan tentang konsep optimalisasi penyelenggaraan pelatihan yang harus ditempuh guna meningkatkan kemampuan tempur Prajurit TNI AL di Satuan Kapal Amfibi Koarmatim. Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi, menyajikan kesimpulan dari permasalahan
dan
jawaban
terhadap
permasalahan
serta
penyampaian
rekomendasi sebagai tindak lanjut dari hasil temuan penelitian yang telah dilaksanakan secara komprehensif berdasarkan kaidah penelitian ilmiah.