BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Dunia
saat
ini
menghadapi
suatu
mainstream
paradigma
yang
menginginkan agar sekat-sekat atau bariers antarsuatu negara menjadi lebih terbuka dan accsessible, sehingga pergaulan atau interaksi antarnegara dalam segala bidang menjadi more wider. Paradigma ini kemudian lebih dikenal dengan istilah globalisasi. Indonesia dalam tuntutan zaman globalisasi memiliki peran penting, karena merupakan negara dengan potensi sumber daya alam terkaya di dunia, sekaligus pangsa pasar yang terbesar dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN dan menempati urutan ke-4 terbesar di dunia dengan populasi sekitar 237,6 juta jiwa (BPS, 2010).
Sumber: MP3EI 2011-2025, Kemenko Bidang Perekonomian
Gambar 1.1 Pangsa Pasar di Dunia Globalisasi membawa dua hal utama yakni perdagangan dan aliran modal yang dapat melintasi hambatan-hambatan (bariers) yang ada dalam suatu negara, maka menjadi perdebatan penting dari globalisasi adalah dampak 1
2
integrasi pertumbuhan ekonomi pada distribusi pendapatan (Zhang and Zang, 2010). Gerakan anti-globalisasi berpendapat bahwa globalisasi memperlebar kesenjangan antar orang berpunya dengan orang yang tidak berpunya (Mazur, 2000 dalam Zhang and Zang, 2010), sementara pro-globalisasi berpendapat bahwa gelombang globalisasi yang tepat sejak 1980 telah mempromosikan economic equality dan mengurangi kemiskinan (Dollar dan Kraay, 2002 dalam Zhang and Zang, 2010). Kesepakatan kerjasama antarnegara dan komunitas antarnegara seperti Komunitas Ekonomi ASEAN, ASEAN Free Trade Area (AFTA), ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), World Trade Organisation (WTO), Asia Economic Association (AEA) dan agreement lainnya, menegaskan penetrasi globalisasi secara nyata. Konsekuensi yang tidak bisa dielakkan bagi Indonesia saat ini adalah shifting struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri (modern), untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan per kapita yang tinggi dengan distribusi merata sebagai benchmark keberhasilan dalam pertarungan globalisasi. Pertumbuhan ekonomi (growth) dan income equality menghadapi trade-off dalam sektor industri (industrialisation). Hal ini sejalan dengan Kuznets thesis (1955) bahwa pada tingkat kehidupan yang rendah (low level of living) mulamula pertumbuhan ekonomi mengalami ketimpangan ukuran distribusi pendapatan. Van der Eng (2009), menyimpulkan suatu temuan berbeda bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sangat cepat dari tingkat kehidupan yang rendah (low level of living) tidak begitu signifikan menyebabkan peningkatan
3
ketimpangan (inequality), sebagaimana prediksi Kuznets thesis. Berikut data yang dikemukakan oleh Van der Eng (2009), yang mana PDRB perkapita dan Gini Rasio rata-rata rumah tangga Indonesia berdasarkan pengeluaran tahun 1971, 1983 dan 1997 terbilang melandai: Tabel 1.1 Ketimpangan GDP Per Kapita Daerah di Indonesia Tahun 1971, 1983, 1997 dan 2010* 1971 Propvinsi
1983
Nasional
Nasional
Rata-rata = 100 Peringkat
Jakarta Kalimantan Timur Papua Barat Riau Kalimantan Tengah Bali Aceh Sumatra Utara Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Jawa Timur Sumatera Barat Yogyakarta Jawa Barat Sumatera Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Jawa Tengah Maluku Jambi Bengkulu Lampung Sulawesi Tenggara Nusatenggara Barat Sulawesi Tengah Nusatenggara Timur Gini rasio a CVw b Rasio tertinggi/terendah Kepulauan Riau * Kep. Bangka Belitung * Banten* Maluku Utara* Sulawesi Barat* Papua*
247 247 99 139 116 107 96 158 111 101 88 89 75 87 201 122 79 74 106 150 91 92 99 52 56 48
1997
(1) (2) (14) (6) (8) (11) (15) (4) (9) (12) (19) (18) (22) (20) (3) (7) (21) (23) (10) (5) (17) (16) (13) (25) (24) (26) 0.18 0.42 5.1
Nasional
Rata-rata = 100 Peringkat
328 218 108 116 130 98 119 103 109 90 99 97 75 81 143 85 77 74 88 84 86 57 81 51 73 48
2010*
(1) (2) (8) (6) (4) (11) (5) (9) (7) (13) (10) (12) (21) (18) (3) (16) (20) (22) (14) (17) (15) (24) (19) (25) (23) (27) 0.21 0.55 6.8
Rata-rata = 100 Peringkat
371 246 163 135 127 122 107 100 97 97 93 91 89 88 87 75 75 71 66 65 59 55 54 44 43 40
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (27)
Nasional Rata-rata = 100 Peringkat
440 333 122 188 90 79 78 97 90 73 97 85 65 79 91 86 68 61 29 60 51 53 58 47 70 28
(1) (2) (5) (4) (9) (14) (15) (6) (9) (16) (6) (10) (15) (14) (8) (12) (18) (19) (27) (20) (23) (22) (21) (24) (17) (28)
261 95 88 31 43 85
(3) (7) (11) (26) (25) (13)
0.24 0.66 9.8
a. Dikalkulasi dengan jumlah penduduk provinsi dan GDPQ, dirangking berdasarkan GDP per kapita. Asumsi implisit bahwa pendapatan didistribusikan secara merata dalam setiap provinsi. b. CVw dengan populasi. Catatan: GDP non Migas, dan mengabaikan perbedaan harga antarprovinsi. Sumber: Dikalkulasi dengan data penduduk dari BPS, dan data GDP dari Pendapatan Regional Provinsi-Provinsi di Indonesia, 19711977. (Jakarta: BPS, 1980), Pendapatan Regional Provinsi-Provinsi di Indonesia menurut Lapangan Usaha, 1983-1990. (Jakarta: BPS, 1992), Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia menurut Lapangan Usaha, 1993-1997. (Jakarta: BPS, 1998). Sumber: Van der Eng (2009). c.(2010*), (*) adalah data tambahan, diolah dari hasil perhitungan Kuncoro (2013) dengan tambahan daerah pemekaran sebanyak 6 (enam) provinsi baru sehingga jumlah keseluruhan provinsi sebanyak 33 provinsi. Enam (6) provinsi menempati peringkat yang sama secara berurut yakni peringkat 6, 9 dan 14.(huruf & angkanya ditebalkan). Sumber : Kuncoro (2013:235).
4
Tabel 1.2 Gini Rasio Per Kapita Pengeluaran Rumah Tangga di Indonesia, 1964/65-1996 Areas (1) Kota 1964/65 1969/70 1976 1978 1980 1984 1987 1990 1993 1996 2008* 2009* 2010*
0.34 0.33 0.35 0.38 0.36 0.32 0.32 0.34 0.33 0.36 0.37 0.37 0.38
Total
Desa 0.35 0.34 0.31 0.34 0.31 0.28 0.26 0.25 0.26 0.27 0.30 0.34 0.31
Areas (2) Jawa
0.35 0.35 0.34 0.38 0.34 0.33 0.32 0.32 0.34 0.36 0.37 0.35 0.34
Pulau lainnya 0.33 0.33 0.35 0.40 0.35 0.35 0.35 0.34 0.35 0.33
0.34 0.33 0.32 0.32 0.31 0.31 0.27 0.29 0.30 0.30
Catatan 1: Area kota didefinisikan sebagai komunitas yang memiliki kepadatan populasi lebih besar dari 5.000 orang per km2, kurang dari 25 persen bekerja di pertanian dan memiliki 8 atau lebih fasilitas seperti klinik medis.Sumber: dihitung dari Survei Sosial Ekonomi Nasional: Pengeluaran untuk konsumsi Penduduk (berbagai tahun). Sumber : Van der Eng (2009). Catatan 2: (*) Area berwarna abu-abu adalah data tambahan yang merupakan hasil penelitian Kuncoro (2013) dengan menggunakan data individu bukan data kelompok pengeluaran 1996-1999 berdasarkan kriteria Bank Dunia. Diolah dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) panel. Sumber: Kuncoro (2013:100).
Untuk kasus Indonesia, hubungan antara pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur dan ketimpangan (inequality) adalah tidak secara langsung bahwa yang kaya menjadi lebih kaya dan yang miskin menjadi lebih miskin selama 30 tahun terakhir sebagaimana kurva-U terbalik Kuznets (Van der Eng, 2009). Penelitian empiris ini mengemukakan beberapa hal yang mendukung hipotesis tentang Indonesia antara lain: ekonomi internasional, kebijakan pemerintah yang berbeda, bonansa minyak tahun 1970 dan subsidi pertanian.
5
Menilik lebih dalam, tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini (Kemenko Bidang Perekonomian, 2012) adalah. 1. Struktur ekonomi Indonesia masih terfokus pada pertanian, industri yang mengekstraksi dan mengumpulkan hasil alam. Industri yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah produk, proses produksi dan distribusi di dalam negeri masih terbatas. 2. Kesenjangan pembangunan antara kawasan barat dan kawasan timur Indonesia. Penyediaan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi yang mendorong konektivitas antarwilayah, sehingga dapat mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi Indonesia. Pendekatan konektivitas dilakukan dengan multigate system yakni penetapan suatu jaringan transportasi terkoneksi yang menghubungkan moda transportasi laut, darat, dan udara secara utuh, agar rentang kendali antarwilayah dan antarpulau dapat tercapai secara efisien dari segi waktu dan efektif dari segi biaya (Kuncoro et. al, 2012). Termasuk dalam infrastruktur konektivitas ini adalah pembangunan jalur transportasi dan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta seluruh regulasi dan aturan yang terkait dengannya. 3. Urbanisasi yang sangat cepat, tahun 2010 sebanyak 53 persen penduduk Indonesia tinggal di kawasan perkotaan, dan prediksi BPS bahwa pada tahun 2025 penduduk di kawasan perkotaan akan mencapai 65 persen. 4. Perubahan iklim global. Dalam menjawab dinamika globalisasi dan pembangunan berkelanjutan (suistainable development), Indonesia melakukan big push (Rosenstein-Rodan,
6
1943 dalam Kuncoro, 2013) melalui MasterPlan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Hal ini dalam rangka memberikan daya dorong dan daya angkat bagi daya saing Indonesia dan mewujudkan visi masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. MP3EI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007) yang memuat Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, serta memperhatikan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-GRK), karena merupakan komitmen nasional yang berkenaan dengan perubahan iklim global.
Sumber: MP3EI 2011-2025, Kemenko Bidang Perekonomian
Gambar 1.2 Posisi MP3EI Dalam Perencanaan Nasional MP3EI
diselenggarakan
berdasarkan
pendekatan
hadirnya
pusat-pusat
pertumbuhan dalam 6 (enam) koridor yang disusun berdasarkan pembagian wilayah atas dasar potensi sumber daya alam yang dimiliki. Hal ini mempertimbangkan
keterkaitan
antarwilayah
untuk
menciptakan
dan
7
memberdayakan basis ekonomi terpadu dan kompetitif, serta berkelanjutan dengan segala fasilitas pendukungnya.
Sumber: MP3EI 2011-2025, Kemenko Bidang Perekonomian
Gambar 1.3 Postur Koridor Ekonomi Indonesia Dalam konteks arus globalisasi menarik untuk meneliti lebih spesifik Koridor Ekonomi Indonesia, khususnya Koridor Ekonomi Sulawesi terkait dengan pertumbuhan dan ketimpangan antarprovinsi yang ada dalamnya. Koridor Ekonomi Sulawesi sebagai salah satu representasi kawasan timur Indonesia merupakan pusat pembangunan di Indonesia bagian timur, memiliki letak strategis yang mendukung bagi kerjasama antardaerah. Selain itu, wilayah tersebut memiliki ketersediaan sumber daya yang memadai baik dari sektor pertanian, pertambangan maupun perikanan. Wilayah Pulau Sulawesi memiliki potensi yang besar dengan keunggulan kompetitif pada sektor-sektor perkebunan (kakao, cengkeh, kopi, jambu mete), perikanan laut (tuna dan cakalang), tanaman pangan (padi dan jagung), serta pertambangan (nikel, aspal dan marmer).
8
Sumber: Sekretariat Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2012.
Gambar 1.4 Koridor Ekonomi Sulawesi Pembangunan
Koridor
Ekonomi
Sulawesi
berkembang
dengan
pembangunan dan keberadaan jalan raya trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi bagian selatan hingga utara, serta pengembangan International HubPort Bitung dan International Hub-Port Makassar. Koridor Ekonomi Sulawesi diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap Pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika, sehingga semakin membuka akses ke Internasional. Perekonomian di Sulawesi mengalami percepatan, hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata Sulawesi yang meningkat dari tahun 2007 sebesar 6,88 persen menjadi 8,67 persen pada tahun 2012. Pertumbuhan tersebut, bahkan mengalahkan pertumbuhan ekonomi rata-rata secara nasional dalam kurun waktu yang sama, yang mana pertumbuhan ekonomi rata-rata
9
nasional tahun 2007 sebesar 6,35 persen dan pada tahun 2012 hanya sebesar 6,23 persen (Bappenas, 2012). Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Wilayah Sulawesi Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 dengan Migas, Tahun 2007-2012 (Persen) No
Provinsi
2007
2008
2009
2010
2011
2012
1 2 3 4 5 6
Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Nasional
6.47 7.99 6.34 7.96 7.51 7.43 6.88 6.35
10.86 7.78 7.78 7.27 7.76 12.07 8.43 6.01
7.85 7.71 6.23 7.57 7.54 6.03 6.92 4.63
7.16 8.74 8.19 8.22 7.63 11.89 8.25 6.22
7.39 7.86 9.15 9.27 7.61 8.37 8.96 10.41 7.68 7.71 10.32 9.01 8.1 8.67 6.49 6.23
Sumber: Bappenas dan BPS, 2012.
Hal lain yang mengesankan dan merupakan prestasi luar biasa dari percepatan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi adalah pertumbuhan ekonomi setiap provinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun yang sama dari 2007-2012 berhasil tumbuh di atas rata-rata pertumbuhan nasional, sebagaimana data pada tabel di atas. Berdasarkan data Bappenas 20082009 wilayah Sulawesi mencatat pertumbuhan paling tinggi dibanding pulau lain di Indonesia, yakni mencapai 7,72 persen. Namun share PDRB Sulawesi terhadap nasional masih terbilang kecil, yakni hanya 4,6 persen.
10
Tabel 1.4 Share Pertumbuhan Ekonomi Terhadap PDRB Nasional Berdasarkan Pulau di Indonesia No
Nama Pulau
PERTUMBUHAN EKONOMI (%)
Share PDRB terhadap Nasional (%)
1 2 3 4 5 6 7
Sumatera Kalimantan Jawa dan Bali Sulawesi Nusa Tenggara Maluku Papua
4,65 5,26 5,28 7,72 3,50 4,94 0,60
21,55 8,83 62 4,26 1,42 0,92 1,28
Sumber: Bappenas, 2008-2009.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menganalisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antarprovinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi, sekaligus menguji hipotesis Kuznets, apakah terjadi ketimpangan (inequality) di Koridor Ekonomi Sulawesi. Analisis ini untuk mendapatkan informasi spasial dalam rangka percepatan dan perluasan ekonomi di koridor tersebut.
1.2 Perumusan Masalah Perdebatan tentang hipotesis Kuznets (1955) dalam pembangunan ekonomi telah melahirkan berbagai penelitian empiris yang pro dan bahkan yang bertolak belakang dengan hipotesis kurva U terbalik Kuznets. Koridor Ekonomi Sulawesi dalam era globalisasi saat ini mengalami pertumbuhan positif dan mengalahkan
pertumbuhan
ekonomi
rata-rata
nasional.
Sejauh
mana
pertumbuhan yang dicapai memberikan distribusi pendapatan merata atau malah ketimpangan distribusi pendapatan antarprovinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi.
11
Untuk itu rumusan penelitian ini dipertajam dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana tren ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi masing-masing provinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi? 2. Sejauh mana hipotesis Kuznets terbukti di Koridor Ekonomi Sulawesi? 3. Apakah faktor PDRB perkapita, pertumbuhan ekonomi, penanaman modal asing, indeks pembangunan manusia, ekspor dan impor mempengaruhi ketimpangan di Koridor Ekonomi Sulawesi?
1.3 Keaslian Penelitian Penelitian ini menganalisis ketimpangan yang diwakili dengan Gini Rasio sebagai dependen variabel dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai independen variabel. Hal ini untuk menguji hipotesis Kuznets di Koridor Ekonomi Sulawesi meliputi: Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Sulawesi Barat. Penelitian ini juga melibatkan beberapa variabel independen lainnya antara lain: pertumbuhan ekonomi, penanaman modal asing, indeks pembangunan manusia, ekspor dan impor dalam kurun waktu 2007-2012. Lebih lanjut untuk menjawab peran globalisasi yang diwakili oleh penanaman modal asing dan perdagangan (ekspor dan impor) terhadap ketimpangan di Koridor Ekonomi Sulawesi, serta uji hipotesis Kuznets tentang trade off antara pembangunan ekonomi dan ketimpangan. Untuk itu penelitian ini diyakini belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya dan merupakan asli penelitian penulis.
12
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan. 1. Mengidentifikasi tren Gini Rasio dengan Produk Domestik Regional Bruto per kapita masing-masing provinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi. 2. Menguji hipotesis Kuznets terhadap pertumbuhan ekonomi (growth) dan ketimpangan (inequality) antarprovinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi dalam era globalisasi. 3. Menganalisis pengaruh PDRB perkpaita, pertumbuhan ekonomi, penanaman modal asing, indeks pembangunan manusia, ekspor dan impor terhadap ketimpangan di Koridor Ekonomi Sulawesi. 1.4.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini. 1. Bagi penulis, untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dalam menganalisis hubungan pertumbuhan dan ketimpangan daerah di Koridor Ekonomi Sulawesi dalam era globalisasi. 2. Memberikan masukan khususnya kepada pemerintah provinsi dan Sekretariat Dewan Kawasan Ekonomi Khusus di Koridor Ekonomi Sulawesi dalam membuat kebijakan pembangunan daerah. 3. Memberikan inspirasi dan bahan masukan kepada penulis lain yang melakukan studi tentang pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan ekonomi daerah di Indonesia.
13
1.5 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari 5 (lima): Bab I Pendahuluan berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Tinjuan pustaka berisikan tentang tinjauan pustaka dan landasan teori yang memuat tinjauan teori-teori dasar yang berhubungan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, kutub pertumbuhan (growth pole), teori lokasi dan globalisasi. Jurnal luar negeri dan beberapa penelitian terdahulu di dalam negeri yang terkait dengan penelitian ini. Bab III Metode penelitian berisikan tentang jenis dan sumber data, data panel, definisi operasional variabel, spesifikasi model dan metode analisis. Bab IV Hasil penelitian dan pembahasan, bab ini menjelaskan gambaran dekriptif perkembangan gini rasio dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita dengan menggunakan analisis tren, analisis ketimpangan (gini rasio) terhadap variabel independen lainnya dengan analisis regresi dan pembahasan hasil. Bab V Kesimpulan dan saran, yang mana bab ini merangkum penemuan utama studi ini dan menarik kesimpulan, serta saran implikasi kebijakan kepada setiap pemerintah provinsi di Koridor Ekonomi Sulawesi.