BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Di Indonesia penilaian sebagai salah satu disiplin ilmu mulai dikenal pada sekitar tahun 1970. Pada tahun 1976 untuk pertama kalinya berdiri organisasi penilai, yaitu API (Asosiasi Penilai Indonesia), yang kemudian disusul oleh GAPINDO (Gabungan Profesi Penilai Indonesia) pada tahun 1979. Pada tahun 1980 kedua organisasi tersebut tercantum menjadi satu organisasi dikenali sebagai GAPPI (Gabungan Perusahaan Penilai Indonesia) yang merupakan organisasi perusahaan-perusahaan penilai di Indonesia, sedangkan organisasi perorangannya dikenal sebagai MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia) yang berdiri sekitar tahun 1980. Sebagai fungsi pelatihan profesi penilai dibentuk YAPPI (Yayasan Pendidikan Penilai Indonesia). Semula jasa penilaian digunakan untuk menilai aset sebagai jaminan pinjaman bank atau lembaga keuangan, namun saat ini penilaian berkembang jauh lebih luas. Penilaian saat ini dikembangkan untuk dapat menilai unsur-unsur laporan keuangan. Penyajian laporan keuangan berbasis IFRS yang menggunakan konsep fair value ini memerlukan penilai untuk menyatakan fair value atas unsur neraca atau posisi keuangan. Dengan bergesernya dari nilai historis ke nilai wajar, maka terjadi perubahan fundamental dalam akuntansi, dan juga penilaian. Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan Indonesia juga beralih secara bertahap kepada International Financial Reporting Standards (IFRS) yang sudah dilakukan mulai tahun 2011. Dengan konvergensi ini, maka tentunya Ikatan Akuntan 1
2
Indonesia (IAI) menerbitkan standar baru dalam rangka konvergensi tersebut. Dengan dianutnya nilai wajar tersebut, maka peran penilai makin diperlukan terutama penyajian nilai wajar atas aset, liabilitas dan komponen laporan keuangan lainnya. Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) tentunya sudah menyiapkan konsep penilaian yang dapat mengadopsi penggunaan nilai wajar tersebut. MAPPI mengadopsi International Valuation Standards (IVS) dimulai dengan merujuk pada IVS 2005 edisi 7 yang diadopsi dengan diterbitkan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 2007. IVS ini diterbitkan oleh International Valuation Standards Council (IVSC) yang beranggotakan asosiasi profesi penilai berbagai negara. Standar penilaian ini berkembang sejak tahun 2007, dan terakhir direvisi menjadi SPI 2013 pada tahun 2013. SPI 2013 ini merujuk pada IVS 2011, tetapi masalahnya belum semua standar penerapan dan standar teknis direvisi agar sesuai dengan IVS 2011, kenyataannya beberapa standar penerapan dan standar teknis masih menggunakan dasar SPI 2007. Padahal dengan adanya perbedaan standar umum antara SPI 2007 dan SPI 2013, MAPPI sebaiknya menyusun standar penerapan dan standar teknis yang berdasarkan standar umum dalam SPI 2013. Masalah berikutnya, Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berbasis IFRS ternyata juga tidak konsisten dalam mendefinisikan nilai wajar, padahal definisi ini akan digunakan sebagai acuan bagi penilai dalam melakukan penilaian untuk
tujuan
laporan
keuangan.
Kekeliruan
dalam
pendefinisian
akan
mengakibatkan kekeliruan penentuan nilai wajar yang pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan mutu dan keandalan laporan keuangan. Pengertian nilai wajar menurut SAK berbeda dengan nilai wajar menurut SPI. Perbedaan ini dapat
3
saja terjadi antara kedua profesi (penilai dan akuntan), ditambah dengan perbedaan prinsip dan konsep yang berhubungan dengan nilai wajar itu sendiri. Penelitian ini akan memfokuskan pada definisi dan penentuan nilai wajar serta konsep dasar lainnya yang berhubungan dengan nilai wajar dalam hubungannya dengan penyajian laporan keuangan. Nilai wajar menurut SAK tidak setara dengan nilai wajar menurut SPI, tetapi nilai wajar menurut SAK setara dengan nilai pasar wajar menurut SPI. 1.1.1
Masalah dan pertanyaan riset 1.1.1.1 Masalah. Dengan berkembangnya konsep nilai wajar yang dianut
dalam standar akuntansi, maka diperlukan juga standar penilaian yang dapat mendefinisikan dan mengukur nilai wajar tersebut. Perbedaan konsep antara SAK dan SPI juga menambah masalah pengukuran nilai wajar yang disyaratkan dalam SAK. SPI 2007 yang sudah direvisi pada tahun 2013 menjadi SPI 2013 ternyata belum dapat menjawab permasalahan atas definisi dan pengukuran nilai wajar yang diperlukan dalam keperluan penyajian nilai wajar dalam laporan keuangan. Di lain pihak dalam SAK juga terdapat definisi dan pengukuran nilai wajar yang tidak konsisten antara satu Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dengan PSAK yang lain, dan bahkan dalam PSAK 22 terdapat kesalahan pendefinisian nilai wajar. Nilai wajar dalam PSAK 22 hanya didefinisikan dari sisi aset saja sedangkan dari liabilitas tidak dimasukkan dalam definisi tersebut. Akibatnya, nilai wajar yang dihasilkan dengan menggunakan standar dalam PSAK 22 tersebut belum menggambarkan nilai wajar yang seharusnya, karena sisi liabilitas tidak dimasukkan dalam definsi nilai wajar.
4
1.1.1.2 Pertanyaan riset. Masalah konsistensi pendefinisian konsep dasar baik dalam SPI 2013 maupun PSAK berdampak pada pengukuran nilai wajar yang belum tepat. Dalam penyajian nilai wajar dalam laporan keuangan, konsep dasar dan definisi nilai wajar serta pengukurannya dalam PSAK digunakan dalam SPI, tetapi ternyata masih dijumpai yang belum tepat dan konsisten. Berdasarkan masalah tersebut, disusun pertanyaan riset untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut sebagai berikut. 1. Apa yang seharusnya direvisi/disusun kembali agar definisi/istilah dalam penilaian dalam SPI dapat selaras antara satu dan yang lain? 2. Apa yang seharusnya direvisi/disusun kembali agar definisi/istilah dalam akuntansi selaras antara satu dan yang lain? 3. Apa yang seharusnya direvisi/disusun kembali agar konsep dasar penilaian dan konsep penilaian lainnya dalam SPI agar selaras dengan IFRS/SAK? 4. Apa yang seharusnya direvisi/disusun kembali agar konsep dasar penilaian dan konsep penilaian lainnya dalam SPI yang belum selaras dengan IVS? 5. Apa yang seharusnya direvisi/disusun kembali agar konsep dasar, definisi dan metoda dalam PSAK yang kurang tepat berkaitan dengan nilai wajar?
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian atas konsep dasar, definisi dan metoda penentuan nilai wajar dalam SPI yang dihubungkan dengan SAK belum pernah dilakukan. Penelitian terdahulu yang terkait dengan nilai wajar dalam SAK, probabilitas dalam IFRS, dan definisi cost telah dilakukan sebagai berikut.
5
1. Susilo (2010) melakukan kajian yang bertujuan untuk menganalisis pengertian, definisi nilai wajar dalam SAK yang berbasis IFRS, dan metoda penentuan nilai wajarnya menurut PSAK. Dalam kajian ini definisi dan pengertian nilai wajar PSAK terkait dibandingkan dengan definisi nilai wajar menurut International Accounting Standards (IAS) dan dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa definisi nilai wajar dalam PSAK berbasis IFRS masih belum konsisten dan untuk meningkatkan daya banding, perlu dilakukan harmonisasi atas definisi-definisi nilai wajar dalam PSAK. 2. Teixeira dan Silva (2009) melakukan kajian besaran probabilitas verbal yang digunakan dalam IFRS/IAS dalam tulisannya “The Interpretation of Verbal Probability Expressions Used in the IAS/IFRS: Some Portuguese Evidence.” Dalam kajian ini dijabarkan besaran probabilitas dalam istilah probable dan possible. Besaran probabilitas ini diperlukan terutama untuk mencapai kesamaan persepsi pemakai standar akuntansi. Persepsi pemakai standar akuntansi akan sama jika besaran probabilitas dalam istilah probable dan possible didefinisikan dalam angka minimal probabilitas yang terkandung dalam istilah tersebut. 3. Suwardjono (1991) melakukan kajian tentang istilah cost “What does cost really mean?”, bertujuan untuk membuka wawasan bahwa selama ini terdapat kekeliruan penerjemahan “cost”, yang secara umum diterjemahkan sebagai biaya. Dalam kajian ini dijabarkan penerjemahan cost yang keliru, sehingga tidak mencerminkan arti cost yang sebenarnya. Cost merupakan pengukur dalam unit moneter suatu sumber ekonomik yang digunakan atau dikorbankan untuk tujuan tertentu. Walaupun cost disebut sebagai
6
pengorbanan, yang dikorbankan sebenarnya adalah sumber ekonomik baik fisik maupun non fisik dan cost hanyalah sebagai pengukur secara kwantitatif dalam satuan unit moneter. 4. Suwardjono (1991) melakukan kajian Kerangka Kerja Prinsip Akuntansi Berterima Umum Indonesia, bertujuan membentuk suatu kerangka kerja prinsip akuntansi yang sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Dalam kerangka tersebut digambarkan suatu landasan yang menjadi dasar penyusunan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Penelitian dalam tesis ini menganalisis lebih dalam ke konsep dasar SAK, SPI dan IVS. Keselarasan konsep dasar antara SAK, SPI dan IVS dalam hubungannya dengan nilai wajar juga dianalisis. Dalam penelitian ini juga akan dianalisis suatu kerangka acuan untuk standar penilaian Indonesia yang mengakomodasi aspek legal Indonesia.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk.
1.
Menganalisis keselarasan definisi/istilah yang dianut dalam penilaian.
2.
Menganalisis keselarasan definisi/istilah yang dianut dalam akuntansi.
3.
Menganalisis konsep dasar nilai wajar antara IFRS, IVS dan SPI.
4.
Menganalisis perbedaan pengukuran nilai wajar antara penilaian dan akuntansi.
5.
Menganalisis konsep dasar penilaian agar selaras dengan SAK untuk penyajian nilai wajar dalam laporan keuangan.
7
1.3.2
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah.
1. Memberikan referensi konsep dasar penilaian Indonesia agar selaras dengan SAK. 2. Memberikan referensi bagi Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). 3. Dalam rangka proses penentuan nilai wajar menurut IFRS dan adopsi standar menurut IVS. 4. Memberikan referensi kepada Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) berkenaan dengan pengukuran nilai wajar.
1.4 Sistematika Penulisan
Penelitian ini diuraikan dalam 5 (lima) bab dengan sistematika yaitu Bab I pengantar, akan dijabarkan tentang latar belakang penulisan, perumusan masalah dan pertanyaan riset, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Dalam Bab II, pada bab ini memaparkan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan judul penelitian, landasan teori, terminologi serta rencana penelitian yang digunakan guna menjawab tujuan penelitian serta alat analisis yang digunakan. Bab III berisi uraian tentang metoda penelitian dan prosedur/pendekatan analisis untuk memecahkan masalah yang dirumuskan dalam bab I. Bab IV berisi uraian tentang alat analisis yang digunakan untuk melakukan penelitian, jalannya penelitian, pembahasan data berupa analisis dari penelitian yang dilakukan. Bab V merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran atas hasil penelitian. Bab ini akan
8
menyimpulkan hasil analisis yang didapatkan dari penelitian sebagai jawaban atas tujuan penelitian dan saran yang disampaikan sebagai sumbangan pemikiran.