BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Suatu karya sastra tercipta dari berbagai latar belakang. Baik sebagai ekspresi gejolak jiwa pengarang, sebagai reaksi pengarang atas realitas yang ada di sekelilingnya, maupun sebagai reaksi atas karya sastra terdahulu atau karya yang telah dibaca oleh pengarang sebelumnya. Karya sastra yang tercipta sebagai reaksi atas karya sebelumnya ialah The Dubliners karya James Joyce yang dipengaruhi oleh karya-karya Shakespeare atau karya John Milton yang dipengaruhi oleh Homer dan sebagainya. Karya sastra yang tercipta akibat pengaruh karya sebelumnya sering terjadi dari masa ke masa. Hal tersebut juga terjadi pada masa Romantic Inggris. Pada masa Romantic Inggris, sebuah karya dapat merupakan tanggapan dari karya lain yang kemudian ditanggapi kembali melalui karya lainnya. Hal ini didiskusikan oleh Watson yang menjelaskan beberapa karakteristik karya-karya yang dihasilkan pada periode Romantic Inggris. Menurut Watson (1992), karyakarya pada masa Romantic Inggris tidak hanya lahir sebagai reaksi terhadap keadaan sosial dan politik saja, tetapi juga lahir akibat pengaruh dari karya penulis-penulis lainnya terutama puisi. Pada masa Romantic satu karya sastra sering ditanggapi oleh penulis satu yang kemudian ditanggapi lagi oleh penulis lainnya. Jadi bisa dikatakan bahwa satu karya sastra tidak pernah benar-benar
1
2
lepas
dari
karya-karya
sebelumnya.
Tanggapan
tersebut
dapat
berupa
penyangkalan, pembenaran dan sebagainya. Penelitian ini bermaksud menjelaskan suatu karya yang tercipta akibat pengaruh karya sebelumnya dan kaitannya dengan fakta-fakta yang ada. Objek material penelitian ini ialah karya sastra yang berjudul Death Comes to Pemberley karangan PD James yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 2011. Karya ini merupakan tulisan yang diduga lahir akibat pengaruh dari karya sastra sebelumnya Pride and Prejudice yang ditulis oleh Jane Austen. Dugaan tersebut tidak hanya dapat dilihat dari penggunaan karakter dan latar cerita yang sama. PD James sendiri menjelaskan keterkaitan antara kedua karya ini pada bagian prologue karya tersebut. Hubungan antara Death Comes to Pemberley dengan Pride and Prejudice juga
pernah
didiskusikan
pada
beberapa
forum
bacaan
seperti
pada
Goodreads.com. Dari berbagai media elektronik dijelaskan bahwa Death Comes to Pemberley karangan PD James merupakan sebuah karya yang dilatar belakangi oleh karya Jane Austen Pride and Prejudice yang dipublikasikan pada awal abad XIX.
Death Comes to Pemberley ini dianggap sebagai karya pertama yang
merespon Pride and Prejudice dengan menggunakan genre detektif (misteri). Hal ini semakin dipertegas pada beberapa review yang membahas Death Comes to Pemberley, seperti yang dituliskan oleh Charles McGrath (26/1/2011) pada artikelnya yang berjudul A Look Back, and Ahead, at Pemberley pada The New York Times yang menyatakan bahwa The story (Death Comes to Pemberley) is set in 1803, six years after ―Pride and Prejudice‖ was finished (though it wasn‘t published until
3
1813) and presumably when the marriage of Elizabeth and Darcy took place. They have two young sons now, and the arrival of a third child is shortly to be announced. But their tranquillity is interrupted one wet and windy evening when an unexpected carriage comes rocketing up the drive‖. [cerita dalam (Death Comes to Pemberly) terjadi pada tahun 1803, enam tahun setelah karya Pride and Prejudice selesai ditulis [meskipun dipublikasikan tahun 1813] kira-kira ketika Elizabeth dan Darcy telah menikah. Keduanya telah memiliki dua orang anak laki-laki dan sedang menunggu kelahiran anak ketiga mereka. Namun ketenangan mereka harus terusik ketika pada suatu sore yang lembab dan dingin sebuah kereta melaju datang dengan kencangnya] Dari kutipan tersebut dijelaskan adanya keterkaitan antara Death Comes to Pemberley dengan Pride and Prejudice. Death Comes to Pemberley tidak hanya menghadirkan kembali tokoh-tokoh yang sebelumnya telah hadir dalam Pride and Prejudice, tetapi juga mengembangkan alur cerita yang telah ada. Selain itu, keterkaitan antara karya ini dengan karya Jane Austen juga dipertegas dengan dijadikannya karya ini sebagai salah satu karya yang didiskusikan dalam kelompok pembaca yang memang dikhususkan kepada karya-karya Jane Austen dan karya-karya yang dilatarbelakangi oleh Austen. Jane Austen merupakan salah satu penulis wanita Inggris yang memiliki pengaruh besar dalam kesusastraan dunia, maka tidak heran di masa kini banyak karya sastra yang terinspirasi oleh karya-karyanya, seperti Longbourn yang terbit pada Oktober 2013. PD James merupakan salah satu penulis yang terispirasi oleh karya-karya Jane Austen. Hal ini dibenarkan oleh PD James sendiri dalam wawancaranya bersama dengan Shusha Guppy pada The Paris View (4/1994), James menyatakan bahwa: We didn‘t have many books at home, so I got most of my books from the Cambridge Public Library. I read widely—from adventure stories to
4
Jane Austen. I came under her spell early on, though she usually appeals to older people. [kami tidak punya banyak buku di rumah, kebanyakan buku yang saya baca dipinjam dari Cambridge Public Library. Saya banyak membaca tentang buku-buku Jane Austen sehingga saya banyak dipengaruhi oleh tulisannya, meskipun sebenarnya pada masa itu kebanyakan karya Jane Austen dibaca oleh orang dewasa]. PD James dalam Death Comes to Pemberley tidak hanya diduga menghadirkan kembali aspek-aspek yang hadir pada karya Pride and Prejudice tetapi juga menyorot kehidupan kaum bangsawan yang juga dikenal dengan istilah peers serta mengusung genre detektif. PD James sendiri dalam realitanya merupakan seorang peers dengan gelar Baroness James of Holland Park yang didapatkannya pada tahun 1991 dari Ratu Inggris. Death Comes to Pemberley menceritakan kisah yang dimulai tahun 1803. Tahun 1803 termasuk dalam klasifikasi periode Romantic Inggris. Selain menggunakan latar tahun tersebut, PD James sebagai pengarang berusaha menimbulkan efek celebration of the nature yang merupakan salah satu karakteristik kesusastraan periode Romantic. PD James dalam menghadirkan praktek-praktek tuan tanah, pergolakan
karyanya
militer Inggris, serta
budaya dansa dan pesta yang menjadi bagian dari rutinitas kaum bangsawan Inggris. Sehingga pada karya tersebut akan terlihat kepingan-kepingan yang mengacu kepada periode Romantic Inggris. Selain itu, terdapat elemen-elemen yang berkaitan dengan Pride and Prejudice, yang dengan sengaja dihadirkan kembali oleh PD James dalam Death Comes to Pemberley. Elemen-elemen yang merupakan rangkaian fakta yang hadir pada karya Death Comes to Pemberley merupakan bagian dari gudang pengetahuan yang
5
dimiliki oleh P D James. Gudang pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan PD James mengenai norma sosial, budaya, historis dan karya sebelumnya yang dapat dikenali dalam karya sastra. Elemen-elemen yang terkait dengan norma sosial, kultural, dan historis yang terdapat dalam karya sastra tersebut bukanlah fiksi semata, namun merupakan bagian dari realitas. Meskipun demikian, elemenelemen tersebut juga tidak bisa dikatakan sepenuhnya realita karena norma-norma tersebut telah mengalami modifikasi dan ditarik dari konteks originalnya. Istliah terhadap norma-norma yang terdapat dalam karya sastra tersebut baik berupa sosial, kultural, historis ataupun karya sebelumnya dijelaskan Wolfgang Iser dengan konsep repertoire. Norma-norma dan karya-karya sebelumnya yang merupakan dasar inspirasi dari lahirnya sebuah karya sastra merupakan background yang melandasi karya sastra, yang kemudian dengan sedemikian rupa dimodifikasi hingga membentuk foreground dan nantinya direalisasi oleh peneliti sebagai pembaca. Konsep Iser mengenai repertoire ini akan digunakan sebagai landasan teori untuk melihat makna dari karya sastra dalam ruang lingkup yang berkaitan dengan norma sosial, kultural, historis dan karya sebelumnya yang menampilkan masyarakat bangsawan Inggris. Masyarakat bangsawan Inggris merupakan kelompok eksklusif yang hanya terdiri dari beberapa keluarga saja, keeksklusifan masyarakat bangsawan ini berusaha ditampilkan oleh PD James dalam karyanya Death Comes to Pemberley. Adanya kebiasaan pesta dan dansa merupakan aspek budaya yang sering sekali ditemukan dalam masyarakat Inggris terutama mereka yang merupakan golongan bangsawan. Adapun sejarah peperangan antara Inggris,
6
Irlandia dan Prancis yang terjadi pada periode Romantic Inggris menjadi latar belakang sejarah yang dimunculkan dalam karya Death Comes to Pemberley. Selain itu, penelitian ini juga berusaha untuk melihat keterkaitan antara karya Death Comes to Pemberley dengan karya Pride and Prejudice. Meskipun demikian, penelitian dengan menggunakan konsep repertoire Iser tidak sertamerta terfokus pada pencarian elemen-elemen realitas yang terdapat pada karya sastra, namun juga meliputi bagaimana karya tersebut dimaknai. 1.2 Rumusan Masalah Elemen-elemen realitas yang tergambarkan dalam karya Death Comes to Pemberley digunakan sebagai jembatan yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara karya sastra dengan pembaca/peneliti. Fokus penelitian ini menggunakan elemen tersebut agar dapat memaknai Death Comes to Pemberley. 1. Bagaimana perwujudan norma sosial, kultural, dan historikal pada Death Comes to Pemberley sebagai bagian dari repertoire PD James? 2. Bagaimana karya Death Comes to Pemberley menghadirkan kembali elemenelemen karya Pride and Prejudice dan menggiring pembaca pada pemaknaan? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penelitian ini adalah memberikan pemahaman kepada pembaca terhadap salah satu pemaknaan yang mungkin hadir akibat adanya aspek-aspek realitas yang berkaitan dengan norma sosial, budaya, dan historis sebagai perwujudan repertoire. Adapun tujuan khusus penelitian ini dilakukan untuk
7
mendeskripsikan norma sosial, kultural dan historis yang hadir dalam Death Comes to Pemberley sebagai bagian dari repertoire PD James. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dibagi dua, yaitu manfaat praktis dan teoritis. Manfaat praktis dari penelitian ini ialah: menginformasikan kepada pembaca terutama pembaca Indonesia, mengenai norma-norma yang berlaku pada masyarakat Inggris; terutama yang terkait dengan kelompok bangsawan Inggris pada periode Romantic. Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini ialah sebagai penerapan teori respon aestetik Wolfgang Iser. 1.5 Tinjauan Pustaka Fokus dari penelitian ini adalah analisis Repertoire PD James yang melatarbelakangi karya Death Comes to Pemberley dengan menggunakan teori estetika resepsi dari Wolfgang Iser. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang juga menggunakan konsep repertoire dari Wolfgang Iser tersebut. Heru Marwata (2001), thesis Universitas Gadjah Mada dengan judul Repertoire dalam Sri Sumarah Analisis Respons Estetik Menurut Wolfgang Iser. Penelitian ini terfokus pada bagaimana Umar Khayam menjabarkan pengetahuan dan pengalaman ke dalam karyanya, pengalaman dan pengetahuan tersebut meliputi pengetahuan Umar Kayam mengenai gejolak sosial masyarakat dan G 30 S PKI. Penelitian Heru Marwata ini menggunakan karya Sri Sumarah sebagai objek material yang diteliti, kemudian menjabarkan elemen–elemen yang terkait
8
dengan norma sosial, norma budaya, norma sejarah yang menjadi bagian dari gudang pengetahuan dari Umar Kayam. Inung Setyami (2012), thesis Universitas Gadjah Mada dengan judul Repertoire dalam Ronggeng Dukuh Paruk Karya Ahmad Tohari Kajian Estetik Wolfgang Iser. Penelitian yang dilakukan oleh Inung Setyami ini menggunakan karya Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari sebagai objek material dalam penelitiannya yang dianalisis menggunakan konsep repertoire Iser. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kritik sastra, dengan menfokuskan penelitian dengan mendeskripsikan norma sosial, kultural, dan historis yang hadir dalam Ronggeng Dukuh Paruk. Dijelaskan oleh Inung bahwa masyarakat abangan atau wong cilik menjadi latar belakang norma sosial, budaya ronggeng sebagai bagian dari norma budaya, dan pemberontakan G30S PKI sebagai bagian dari norma historis yang hadir dalam karya sastra. S Philip Nolte (2013) jurnal dengan judul penelitian The Realities People Live by: a Critical Reflection on the Value of Wolfgang Iser‘s Concept of Repertoire for Reading the Story of Susanna in the Septuagint. Philip Nolte memfokuskan penelitiannya pada kasus pemerkosaan yang hadir dalam cerita Susanna sebagai bentuk transformasi dari realita yang ada di Afrika Selatan. Menurut Nolte, kasus pemerkosaan menjadi salah satu permasalahan utama di Afrika Selatan, dan Susanna menggunakan isu tersebut dalam mengembangkan cerita yang kemudian dikaitkan dengan pendekatan teologi. Nolte menyatakan bahwa pembaca dan penulis tidak pernah terlepas dari keadaan sosiokulturalnya, dan teks-teks keagamaan yang digunakan masyarakatnya untuk mempertahankan
9
nilai-nilai sosial yang berlaku. Seperti yang terdapat dalam Susanna, di mana penulis seolah-olah mencoba menentang norma-norma yang ada tetapi sebenarnya berusaha memperkukuh norma-norma tersebut. Setelah melakukan penelusuran, tidak ditemukan penelitian yang menggunakan objek material yang sama, yaitu karya PD James yang berjudul Death Comes to Pemberley. Sehingga bentuk-bentuk penelitian terkait dengan karya Death Comes to Pemberley tidak dapat dihadirkan dalam penelitian ini. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan tersebut terletak pada objek material yang digunakan, batasan masalah yang diajukan, dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Penelitian Inung Setyami (2012) dan Heru Marwata (2001) menganalis repertoire objek material yang berkisar antara norma sosial, historikal dan kultural. Penelitian Philip Nolte (2013) lebih mengarah kepada bagaimana teks-teks keagamaan digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan norma-norma yang berlaku di masyarakat pada saat itu. Adapun penelitian ini tidak hanya membahas repertoire PD James yang terkait dengan norma sosial, historikal dan budaya saja tetapi juga melihat bagaimana keterkaitan karya Death Comes to Pemberley dengan Pride and Prejudice. Ketiga penelitian terdahulu menghadirkan repertoire pada karya Ronggeng Dukuh Paruk, Sri Sumarah, dan Susanna sebagai bentuk pengalaman langsung yang dialami oleh pengarang yang dipandang sebagai repertoire dari pengarang tersebut. Repertoire menurut pandangan iser tidak serta-merta berupa pengalaman langsung tetapi juga dapat berupa pengetahuan yang didapatkan dari
10
membaca. Hal inilah yang terdapat dalam karya Death Comes to Pemberley yang dibangun dari repertoire PD James dari bacaan yang telah dibacanya. 1.6 Landasan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori repertoire dari Wolfgang Iser. Teori ini melihat bagaimana teks sastra dan pembaca menjalin hubungan komunikasi antara satu sama lainnya, yang dijelaskan dalam bukunya yang berjudul The Act of Reading; a Theory of Aesthetic Response (1987). Repertoire menurut Iser adalah gudang pengetahuan yang dimiliki pengarang yang kemudian digunakan dalam membangun karya sastra. Salah satu landasan teori resepsinya aestetik Iser adalah teori pragmatik Austin. Dalam memahami teori Repertoire Iser, kita tidak akan terlepas dari bagaimana Austin melihat the language of literature. Karena Austin merupakan salah satu tokoh yang turut mempengaruhi perkembangan teori Iser ini. Menurut Austin, the language of literature memiliki kesamaan dengan speech act yang secara linguistik dapat dimaknai jika ujaran tersebut memiliki konteks. Dalam speech act konteks memiliki peranan penting, karena kontekslah yang membentuk makna. Austin membagi speech act menjadi tiga yaitu locutionary, illocutionary, dan perlocutionary. Locutionary merupakan ujaran yang dibangun atas dasar beberapa sumber reference dan sence. Adapun illocutionary merupakan ujaran yang mempunyai konvensi yang berguna untuk memaksakan sesuatu; ujaran illocutionary ini biasanya berbentuk ordering, warning, informing and undertaking. Adapun perlocutionary merupakan bentuk-bentuk ujaran yang
11
meliputi convincing, persuading, deterring, suprising, or missleading. Dalam speech act tersebut, ujaran akan berhasil apabila memiliki komponen utama, yaitu: convention yang sama antara si pemberi ujaran dan yang diberikan ujaran, accepted procedures, ujaran juga hendaknya terikat akan situasi (contexs) tertentu, dan harus ada keinginan (willingness) baik dari pengujar ataupun yang mendengarkan ujaran untuk mengambil bagian dalam kegiatan lingustik tersebut. Apabila salah satu dari aspek tersebut hilang atau tidak dihadirkan, maka besar kemungkinan bahwa ujaran tersebut gagal diterima. Komponen utama speech act dari Austin inilah yang kemudian digunakan Iser dalam mengembangkan teori aestetik resepsinya. Menurut Iser convention pada Austin bisa diklasifikasikan sebagai repertoire, komponen accepted procedures pada Austin kemudian disebut Iser dengan Strategies, Adapun Wilingness dari pembaca merupakan realisasi yang hadir akibat partisipasi dari pembaca. Austin menyatakan bahwa language of literature memiliki persamaan dengan bentuk speach act terutama illocutionary act. Karena illocutionary act merupakan ujaran yang berupaya memberikan efek tertentu kepada recipient, begitu juga dengan karya sastra. Meskipun karya sastra disebutkan memiliki persamaan dengan illocutionary act, namun bahasa dalam karya sastra memiliki fungsi yang berbeda dengan ujaran pada percakapan sehari-hari. Ini karena karya sastra memang mengujarkan sesuatu tetapi tidak memproduksi makna, karena karya sastra kekurangan satu komponen utama pendukung speech act yaitu konteks. Ketidak-hadiran konteks menjadikan karya sastra tersebut tidak dapat dimaknai sesuai dengan konteksnya, karena konteks hanya akan hadir pada ujaran
12
langsung. Meskipun karya sastra tidak memiliki konteks yang real, namun tidak berarti language of literature pada karya sastra tersebut gagal dalam menyampaikan makna. Karena language of literature memiliki bentuk applikasi bahasa yang sedikit lebih berbeda dari ujaran langsung. Ketiadaan konteks dalam karya sastra membangun ruang kosong yang hendaknya diisi oleh pembaca yang diatur oleh strategies. Hubungan dinamik antara pembaca dan teks sastra merupakan event yang membantu pembaca membentuk impression terhadap karya sastra dalam perubahan situational frames yang membantu pembaca dalam merealisasikan teks sastra. Language of literature yang terdapat dalam karya sastra hadir dalam bentuk simbol atau icon, dalam memahami simbol atau icon tersebut dapat berdasarkan pengetahuan individual dari pembaca. Oleh karena itu, karya sastra dapat memberikan informasi yang berbeda bagi setiap pembacanya. Meskipun demikian, pemberian makna yang berbeda antara satu pembaca dengan pembaca lainnya tidaklah salah. Karena pembaca memberikan makna sesuai dengan latar belakang mereka masing- masing, sesuai dengan repertoire yang mereka miliki. Fokus konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah repertoire yang menurut Iser merupakan all the familiar theritory within the teks. This may be in form of references to earlier works, or to social and historical norm, or to the whole culture from which the teks has emerged-in brief, to what Prague structuralist have called the extrateksual reality [repertoire adalah segala wilayah familiar yang dapat dikenali dalam teks yang dapat berupa referensi terhadap karya sebelumnya, norma sosial dan historikal, atau kebudayaan yang dibahas secara mendalam, yang pada strukturalis Praha disebut dengan realitas extrateksual] (1987:69).
13
Repertoire juga bisa disebut dengan istilah gudang pengetahuan, di mana gudang pengetahuan tersebut dihadirkan kembali dalam karya sastra dan kemudian direalisasikan oleh pembaca/peneliti. Dalam menganalisis karya sastra pembaca dapat menemukan reference-reference yang dikenali dan dipilih. Yang dimaksudkan dengan reference disini adalah konvensi-konvensi yang sengaja diseleksi yang menjadi perhatian dari pembaca itu sendiri. Repertoire meliputi komponen-komponen penting yang merupakan wilayah familiar, meliputi karya sebelumnya, norma sejarah, budaya dan sosial. Meskipun dalam karya sastra terdapat konvensi norma-norma namun belum tentu norma-norma yang hadir pada karya sastra tersebut benar-benar mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Norma-norma yang hadir pada karya sastra sebenarnya telah melalui beberapa tahap penyeleksian dan pengurangan yang mengakibatkan karya sastra tersebut tidak pernah benar-benar mencerminkan kenyataan sebenarnya. Norma-norma yang hadir pada karya sastra tersebut telah lebih dahulu ditransformasi dan dimodifikasi. Sebab sifat sastra yang sebenarnya bukanlah mencerminkan apa yang sebenarnya, namun merupakan bentuk reaksi terhadap keadaan norma yang melatarbelakangi. Norma historis, sosial, dan kultural yang menjadi latarbelakang dari lahirnya sebuah karya sastra disebut Iser dengan istilah background, adapun norma-norma yang telah melewati tahap penyeleksian, pengurangan, dan pengorganisasian kembali disebut dengan foreground. Menurut Iser, perumusan kembali norma-norma yang diseleksi dan kemudian dituangkan kembali ke dalam karya sastra merupakan bentuk strategi yang berfungsi mengarahkan perhatian
14
pembaca dan pengendali persepsi pembaca. Sebagaimana yang dijelaskan Iser dalam bukunya menyebutkan bahwa foreground background merupakan bentuk strategy yang berpedoman pada komposisi selektif sehingga membentuk sebuah bingkai reference yang bertugas untuk mengarahkan pembacanya. Repertoire pada dasarnya memfokuskan penelitian pada bagaimana kemampuan pembaca memberikan tanggapan berupa pemberian makna. Hubungan antara teks dan pembaca lebih kearah individual, karena pembacalah yang kemudian berusaha untuk memahami teks sastra. Pembaca tidak hanya menerima apa yang dibacanya tetapi juga memberikan makna terhadap teks yang dibacanya. Pembaca satu dengan pembaca lain bisa saja memiliki pemahaman yang berbeda, karena teks sastra memiliki ruang kosong yang harus diisi oleh pembaca itu sendiri. Selain itu repertoire juga membantu kita untuk melihat bagaimana sebuah teks kemudian muncul tidak pernah lepas dari realitas ektrateksual seperti referensi karya-karya terdahulu, norma sosial, historis, dan kultural. Sehingga kemudian karya sastra membentuk hubungan komunikasi untuk mengenal dunia dan struktur sosial yang ada dalam karya sastra tersebut. Meskipun setiap pembaca mungkin memberikan makna yang berbedabeda terhadap satu karya sastra, namun bukan berarti pembaca dapat memaknai karya sastra tersebut secara bebas. Karena dalam memaknai karya sastra harus mempertimbangkan strategi yang ada dalam karya sastra tersebut. Strategi ini berfungsi memberikan pergerakan imajinasi. Strategi diatur oleh foreground dan background, keduanya berfungsi mengendalikan persepsi pembaca. Sebab karya sastra memiliki wilayah samar-samar yang harus diisi oleh pembaca, pengisian
15
wilayah samar-samar tersebut dapat berbeda antara satu dengan lainnya. Di lain sisi dikarenakan perbedaan latar belakang dari tiap-tiap pembaca itu sendiri maka teks sastra tersebut bisa dikatakan memiliki sifat polyinterpretable. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggaplikasikan metode penelitian kualitatif, analisis penelitian dijabarkan atau dideskripsikan melalui kata-kata tertulis. Sebagai objek penelitian, Death Comes to Pemberley diteliti dengan menggunakan teori repertoire dari Wolfgang Iser. Penjelasan dan analisis dalam penelitian ini dijelaskan dalam kata-kata verbal, melalui deskripsi dan penjelasan rinci. Berbuhung Death Comes to Pemberley merupakan objek material penelitian yang ditulis dalam bahasa Inggris, maka penerjemahan ke dalam bahasa Indonesia dilakukan sendiri oleh peneliti. Adapun untuk Pride and Prejudice, peneliti menggunakan teks sastra yang sudah diterjemahkan oleh Berliani Mantili Nugrahani dan Prisca Primasari ke dalam judul yang sama. Hasil terjemahan yang dilakukan oleh Nugrahani dan Primasari tersebut dipublikasikan oleh penerbit Qanita dan merupakan cetakan kedelapan yang diterbitkan pada Maret 2013. 1.7.1 Metode Pengumpulan Data Dalam peneltian ini data yang digunakan sebagai sumber pengetahuan untuk melakukan analisis dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Death Comes to Pemberley yang ditulis oleh PD James. Karya ini pertamakali dipublikasikan pada tahun 2011, namun publikasi yang dipakai pada penelitian ini adalah edisi First Vintage Books
16
Edition yang diterbitkan pada Januari 2013. Karya ini terdiri dari 291 halaman, dengan ketebalan 2,3 cm, lebar 13,2 cm, dan panjang 21,3 cm. Adapun data sekunder yang berfungsi untuk mendukung analisis pada hakikatnya berasal dari data-data tertulis yang berkaitan dengan norma historis, sosial, dan referensireferensi mengenai karya-karya sebelumnya yang merupakan bagian dari gudang pengetahuan. 1.7.2 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini teori yang dipakai untuk menganalisis karya sastra adalah teori Repertoire dari Wolfgang Iser. Teori ini melihat hubungan interaksi antara pembaca dengan teks sastra yang akan dianalisisnya. Hal tersebut berpegang pada pandangan Iser sebagaimana kutipannya yang menyatakan ―literary text can only produce a response when it is read‖ (1987: ix) yang mengimplikasikan bahwa karya sastra hanya akan bermakna ketika karya sastra tersebut dibaca, sehingga proses pembacaan menjadi faktor penting dalam penelitian ini. Oleh karena itu, hubungan antara karya sastra dan pembaca tidak dapat dipisahkan. Menurut pandangan Iser, antara karya sastra dan pembaca terdapat hubungan komunikasi atau interaksi yang dinamis. Dengan proses pembacaan terhadap karya sastra, pembaca dapat merealisasikan makna yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah dengan cara membaca karya sastra, dalam hal ini Death Comes to Pemberley dan Pride and Prejudice. Melalui proses pembacaan, peneliti akan memiliki hubungan interaksi dan komunikasi
17
dengan karya sastra terebut. Pembacaan terhadap Pride and Prejudice dilakukan guna melihat keterkaitannya dengan karya Death Comes to Pemberley. menurut Iser, repertoire tidak hanya berkisar mengenai norma sosial, historikal dan kultural saja tetapi juga karya sebelumnya. Sehingga dalam proses pembacaan, pembaca akan mengingat kembali (recalling) karya sastra sebelumnya yang menjadi bagian dari repertoirenya. Dalam proses pembacaan terhadap karya sastra akan ditemukan strategy yang akan mengatur background dan foreground pembaca sehingga terbentuk realisasi teks. Langkah kedua ialah
kategorisasi.
Proses
ini
diperlukan untuk
mengelompokkan data-data yang akan dianalisis, adapun data-data yang akan dikelompokkan yaitu data-data yang berhubungan dengan norma-norma kebangsawanan Inggris berdasarkan sosial, historis, cultural. Langkah
ketiga ialah perbandingan. Perbandingan yang dimaksudkan
disini berguna untuk melihat keterkaitan antara Death Comes to Pemberley dengan Pride and Prejudice. Perbandingan yang dilakukan dalam penelitian ini berkisar
pada
bagaimana
Death
Comes
to
Pemberley
memodifikasi,
mentransformasi dan menjawab norma-norma yang juga hadir pada Pride and Prejudice. Dalam proses pembacaan dengan mempertimbangkan keterkaitan antara kedua karya sastra tersebut, pembaca secara terus menerus melakukan modifikasi atau yang juga disebut Iser (dalam Mihkelev, 2004: 43) dengan istilah play. Oleh karena itu, perbandingan ini digunakan pembaca sebagai jembatan untuk memahami karya sastra.
18
Langkah keempat, peneliti menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam analisis yang dilakukan. Hasil penelitian ini dihadirkan dalam bentuk penjabaran kata-kata, agar dapat mendeskripsikan analisis secara mendetail. 1.8 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari empat bab, Bab I menjelaskan latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Pada Bab II akan dijelaskan bagaimana kedudukan bangsawan Inggris (norma sosial), pembahasan dalam bab ini meliputi bagaimana sikap dan tingkah laku kebangsawanan, hubungan dengan kelompok sosialnya, isu-isu terkait dengan
pernikahan, pendidikan, mata
pencarian, dan gaya hidup yang berkaitan erat dengan kebiasaan para bangsawan Inggris. Pada Bab II juga dijelaskan bagaimana pesta dansa menjadi budaya bangsawan Inggirs yang digunakan sebagai sarana berkumpulnya kelompok masyarakat tertentu. Selain itu, juga dihadirkan analisis norma historis yang melatarbelakangi karya sastra yaitu pemberontakan Irlandia 1798 dan persiapan perang Napoleon 1803. Bab III menjelaskan keterkaitan antara Death Comes to Pemberley dengan Pride and Prejudice. Bab IV merupakan bab penutup yang berisi simpulan dan saran.