BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Teh sebagai minuman telah dikenal dan menjadi bagian dari kebudayaan dunia sejak berabad-abad yang lampau. Teh adalah minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia setelah air, dengan konsumsi per kapita sekitar 120 mL teh per hari (Mukhtar & Ahmad, 1999). Minuman teh digemari di berbagai kalangan usia dengan tujuan konsumsi yang berbeda-beda, antara lain untuk kesehatan, menurunkan berat badan, atau untuk sekedar menambah kesegaran dan pelepas dahaga. Beberapa penelitian membuktikan bahwa senyawa utama yang dikandung teh yaitu katekin yang juga akrab disebut polifenol bermanfaat bagi kesehatan antara lain: sebagai antioksidan, mencegah karies gigi, menurunkan resiko penyakit kanker dan dapat menurunkan berat badan (Oguni, 1996). Indonesia merupakan negara produsen teh kering pada urutan ke lima di dunia setelah India, Cina, Sri Lanka, dan Kenya. Pada tahun 2002 total produksi teh Indonesia mencapai 172.790 ton atau 5,7 % dari total produksi teh dunia yang mencapai 3.062.632 ton (International Tea Committee/ITC, 2003). Sedangkan untuk negara pengkonsumsi teh, Indonesia berada diurutan ke empat di dunia setelah India, Jepang, dan Sri Lanka dengan total konsumsi sekitar 40.000 ton/tahun (BPTKB, 1998).
1
Menurut International Tea Committee, produksi dan konsumsi teh dunia tahun 2004 - 2013 terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jenis
teh
yang
dikonsumsi
di
dunia
berdasarkan
cara
pengolahannya adalah 78% teh hitam, 20% teh hijau, dan 2% teh oolong (Mukhtar et al., 2000). Teh hitam merupakan teh yang mengalami proses oksidasi enzimatis secara sempurna. Proses oksidasi enzimatis adalah proses reaksi oksidasi substansi senyawa-senyawa kimia yang ada dalam cairan daun dengan oksigen dari udara melalui bantuan enzim sehingga dihasilkan substansi theaflavin dan thearubigin yang menentukan sifat seduhan. Teh oolong merupakan teh semioksidasi enzimatis. Teh hijau adalah teh yang diolah tanpa melewati proses oksidasi enzimatis. Teh hijau memiliki daya ikat yang lebih kuat terhadap aroma dan memiliki kandungan antioksidan yang lebih banyak sehingga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Namun, konsumsi teh hijau masih sangat rendah dibandingkan teh hitam dikarenakan rasa teh hijau yang sepat dan sedikit pahit sehingga kurang disukai oleh masyarakat. Teh yang baik dihasilkan dari bagian pucuk (pecco) ditambah 2-3 helai daun muda, karena pada daun muda tersebut kaya akan senyawa polifenol, kafein serta asam amino. Senyawa inilah yang akan memperngaruhi kualitas warna, aroma dan rasa dari teh (Anonim, 2015). Dalam perkembangannya setiap orang terkadang mencampur bahan yang mengandung flavor dalam minuman teh untuk mendapatkan kenikmatan dalam mengkonsumsinya seperti jasmine tea yang dibuat dengan
2
penambahan bunga melati yang dapat memberikan rasa manis lembut dan sensasi menyegarkan saat meminum teh. Penambahan flavor pada minuman teh juga dapat ditambahkan dengan bahan tanaman lainnya. Penggunaan flavor ditujukan untuk memperkuat flavor produk atau untuk membentuk flavor produk yang spesifik yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu sensoris produk tersebut. Namun di sisi lain, sebagian besar orang Indonesia bahkan belum mengetahui setiap teh yang dihasilkan dari berbagai perkebunan teh memiliki aroma dan citarasa yang berbeda. Padahal, aroma teh merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi citarasa teh. Beberapa teh yang dikemas dengan bahan kemasan yang berbeda akan memberikan aroma dan rasa yang berbeda pula. Begitu pula dengan teh yang disimpan selama beberapa waktu juga akan memberikan rasa dan aroma yang berbeda. Aroma teh akan berubah selama penyimpanan karena teh bersifat higroskopis, yaitu mudah menyerap uap air. Semakin bertambahnya kadar air dalam teh yang disimpan, maka aroma teh tersebut berangsur-angsur akan berkurang. Aroma dan rasa dari teh tersebut sangat dipengaruhi oleh senyawa katekin. Dengan demikian, jenis kemasan dan suhu penyimpanan sangat berpengaruh pada perubahan kadar air kemudian berdampak pada kadar katekin, yang selanjutnya akan berpengaruh pada aroma dan rasa teh (Arizka, 2015). Mutu kemasan dapat dilihat dari nilai permeabilitasnya, semakin rendah permeabilitas suatu kemasan akan semakin baik karena dapat
3
meminimalkan keluarnya zat volatil dari bahan supaya aroma teh tetap terjaga selama penyimpanan, selain itu juga meminimalkan masuknya uap air dari lingkungan sehingga kadar air teh dalam kemasan tidak meningkat selama penyimpanan. Selain
kemasan,
penting
juga
memperhatikan
lingkungan
penyimpanan teh karena kondisi lingkungan akan berdampak pada perubahan mutu teh dalam kemasan selama penyimpanan. Faktor lingkungan yang diduga menjadi titik kritis dalam penyimpanan teh adalah suhu dan kelembaban, karena hal tersebut akan berdampak langsung pada kadar air dan aktivitas air (Aw) teh yang disimpan. Jika dilihat dari uraian diatas, maka analisa pengaruh penggunaan kemasan dan faktor lingkungan penyimpanan terhadap mutu teh menjadi hal yang penting, terlebih pada kegiatan ekspor teh perlu dilakukan penjaminan mutu teh yang sesuai standar yang ditetapkan. Maka dalam penelitian ini dilakukan pengujian dengan mengaplikasikan beberapa bahan kemasan yang digunakan untuk mengemas teh dan membuat lingkungan terkontrol selama penyimpanan, meliputi variasi suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. Dengan demikian dapat dilihat perubahan mutu teh yang dikemas secara berkala, sehingga dapat diketahui bahan kemasan yang paling baik serta suhu dan kelembaban yang paling optimal untuk menyimpan teh. Dari hasil tersebut dapat diaplikasikan pada industri teh supaya mutu dan aroma teh dapat terjaga dengan baik selama penyimpanan.
4
1.2.
Rumusan Masalah Teh memiliki sifat higroskopis atau mudah menyerap uap air dari lingkungan sehingga dapat menyebabkan terjadi kerusakan baik secara fisik maupun kimiawi. Penyimpanan teh yang baik adalah dengan menjaga teh tetap kering pada suhu ruang dan tidak terpapar cahaya matahari secara langsung. Pada proses penyimpanan, kemasan merupakan salah satu bagian penting karena bersinggungan langsung dengan teh serta melindungi teh dari udara dan lingkungan luar. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa mengenai kemasan teh yang menjadi salah satu faktor selama penyimpanan teh untuk mempertahankan mutu teh. Selain itu, penting juga memperhatikan kondisi lingkungan penyimpanan teh karena dapat berdampak pada perubahan mutu teh dalam kemasan.
1.3.
Batasan Masalah 1. Teh yang digunakan dalam penelitian ini adalah teh hijau kering (Camellia sinensis varietas assamica) jenis Peko yang didapatkan dari perkebunan PT. Rumpun Sari Kemuning I yang beralamat di Desa Kemuning, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. 2. Objek penelitian yang digunakan adalah teh hijau kering yang ditambahkan ekstrak serai untuk memberi aroma serai pada teh. 3. Objek penelitian dibatasi hanya pada analisa penggunaan bahan kemasan yang paling baik serta suhu, kelembaban dan lama
5
penyimpanan yang paling optimal dalam menjaga mutu teh hijau tanpa memperhitungkan faktor pembiayaan. 4. Aroma teh hijau dengan penambahan ekstrak serai diasumsikan sama atau tidak terjadi degradasi aroma selama penyimpanan dikarenakan keterbatasan alat untuk melihat perubahannya secara kuantitatif. 5. Faktor lingkungan yang diamati adalah suhu dan kelembaban ruang penyimpanan. 6. Karakteristik mutu multirespon teh hijau yang diuji selama penyimpanan adalah kadar air, aktivitas air, dan warna (L, a, b, ΔE).
1.4.
Tujuan Penelitian 1. Menentukan kondisi penyimpanan yang terbaik untuk teh hijau berdasarkan pendekatan metode Taguchi. 2. Menentukan bahan kemasan terbaik untuk menjaga mutu teh hijau selama penyimpanan berdasarkan nilai permeabilitasnya.
1.5.
Manfaat Penelitian 1. Memberikan perbaikan proses penyimpanan teh hijau dengan memperhatikan bahan kemasan serta suhu, kelembaban dan lama penyimpanan yang paling tepat untuk menjaga mutu teh hijau. 2. Konsumen dapat menerima produk teh hijau dengan mutu yang lebih baik.
6