BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pisang adalah tanaman penghasil buah yang paling banyak dikonsumsi dan ditanam luas di Indonesia. Produksi pisang adalah yang paling tinggi di antara semua tanaman buah dan banyak diminati masyarakat sebagai makanan seharihari, baik untuk dimakan langsung atau sebagai produk olahan (Suyamto et al., 2004). Indonesia menduduki urutan ke 6 dalam produksi pisang dunia setelah India, Brasil, Ekuador, Cina, dan Filipina dengan luas areal tanam 105.000 ha dan produksi total 6.273.060 ton (Anonim, 2009). Akan tetapi, perkebunan pisang saat ini menghadapi tantangan yang cukup besar berupa penyakit layu atau biasa disebut sebagai penyakit Panama yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f.sp. cubense (Foc). Penyakit layu fusarium telah menyebabkan kehilangan hasil tanaman pisang yang signifikan di Indonesia (Sudarma & Suprapta, 2011). Menurut Ploetz (2007) hampir semua kultivar pisang bersifat sangat rentan terhadap layu fusarium. Penyakit layu fusarium telah tersebar di seluruh Indonesia dan telah menurunkan hasil perkebunan pisang hingga 63,33% (Semangun, 2001). Secara fisiologi, Foc ras 4 yang telah terdeteksi ada di Indonesia merupakan kelompok yang paling berbahaya bagi pertanian, dimana ia dapat mempengaruhi hampir semua kultivar pisang (Wibowo et al., 2011). Foc masuk melalui luka akar dan berkembang di dalam jaringan pembuluh, menyebabkan gejala layu yang khas. Akhirnya, seluruh tanaman layu dan mati sebagai akibat dari perkembangan penyakit tersebut (Sun et al., 2007).
1
Untuk mengendalikan penyakit layu fusarium dibutuhkan kombinasi strategi pengendalian yang berbeda, karena tidak ada pengendalian tunggal yang benar-benar efektif mengendalikan penyakit ini (Nel, 2004). Strategi tersebut berfokus pada penurunan populasi fusarium di lahan penanaman serta peningkatan kemampuan tanaman (toleransi) dalam melawan penyakit tersebut. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan untuk mengendalikan patogen pada berbagai jenis tanaman antara lain penggunaan pestisida kimia, solarisasi tanah, rotasi tanaman, penggunaan tanaman resisten, serta penggunaan agens hayati (Allen, 2006; Ibrahim, 2007; Nel, 2004; Alwathnani & Perveen, 2012). Penggunaan pestisida kimia mungkin cukup efektif dalam mengendalikan layu fusarium, akan tetapi residu kimia yang ditinggalkan dapat memberi masalah bagi kesehatan lingkungan dan manusia (Lewis et al., 1996). Solarisasi juga dapat menekan pertumbuhan mikrobia patogen dengan efektif, akan tetapi karena metode ini tidak bersifat selektif, maka penggunaanya dapat menekan mikrobia lain yang bersifat positif bagi kesehatan tanah dan tanaman. Menurut Sahlan & Nurhadi (1994), penggunaan tanaman resisten juga efektif dan murah, akan tetapi jika digunakan pada lahan yang sama secara terus menerus dapat menyebabkan patahnya resistensi, sehingga muncul ras Foc baru dan mungkin lebih ganas. Di antara strategi tersebut, yang dapat dianggap paling menjanjikan adalah pengendalian hayati dengan menggunakan agens hayati. Penggunaan agens hayati akan lebih efektif jika diinokulasikan secara bersama atau diintegrasikan dengan pupuk bioorganik (Zhang et al., 2011; Akhtar et al., 2010). Sehubungan dengan pengendalian hayati, beberapa jenis tanah bersifat tidak menguntungkan terhadap patogen tanaman dengan mengganggu kelangsungan
2
hidup serta pertumbuhan patogen tersebut. Tanah tersebut dikenal sebagai tanah supresif dan ditemukan hampir di seluruh belahan dunia (Weller et al., 2002). Sejumlah penelitan menunjukkan bahwa selain sifat fisik dan kimia tanah, aktifitas tanah secara mikrobiologi bertanggung jawab terhadap penekanan patogen (Aviles et al., 2011; Bruns, 2003; PeĀ“rez-Piqueres et al., 2006). Menurut Sudarma & Suprapta (2011), persentase penyakit layu fusarium ditentukan oleh keragaman mikrobia dalam tanah. Keragaman dan populasi mikrobia di dalam tanah sendiri sangat bervariasi, tergantung fertilitas tanahnya. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan
keragaman mikrobia sekaligus menginduksi sifat supresif tanah dengan tujuan untuk menekan pertumbuhan dan perkembangan Fusarium. Pada penelitian ini digunakan pupuk hayati yang mengandung mikrobia yang memiliki peran positif bagi tanaman pisang, termasuk ditujukan untuk mengendalikan perkembangan layu fusarium. Menurut Sullivan (2004), tingkat populasi mikrobia antagonis yang dapat menekan patogen tergantung pada aktifitas mikrobiologinya di dalam tanah. Semakin tinggi aktifitas mikrobiologinya, semakin banyak karbon, nutrisi dan energi yang digunakan, dengan demikian menyebabkan lemahnya patogen. Keragaman mikrobia dalam tanah supresif biasanya lebih tinggi daripada tanah kondusif; dengan demikian, tanah supresif memproduksi lebih banyak biomassa dan aktifitas mikrobia yang membuat patogen tular tanah tertekan (Garbeva et al., 2004). Selain mempengaruhi keragaman mikrobia di dalam tanah, mikrobia di dalam pupuk hayati tersebut juga diharapkan memiliki aktifitas pengendalian terhadap Foc secara langsung. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan analisis keragaman bakteri dari rizosfer tanaman pisang yang telah diaplikasikan
3
dengan pupuk hayati serta identifikasi bakteri antagonis yang terkandung dalam tanah dan pupuk hayati secara molekuler.
B. Permasalahan Hal yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: a. Apakah penambahan pupuk hayati dapat meningkatkan keragaman rizobakteri di dalam tanah? b. Apakah pupuk hayati dapat menekan infeksi layu fusarium pada tanaman pisang? c. Apa jenis bakteri yang ada di rizosfer tanaman pisang dan di pupuk hayati yang bersifat antagonis terhadap Foc?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut; a. Melihat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap keragaman bakteri di rizosfer tanaman pisang. b. Melihat pengaruh penambahan pupuk hayati terhadap perkembangan layu fusarium pada tanaman pisang. c. Melakukan identifikasi secara molekuler terhadap rizobakteri dan pupuk hayati yang bersifat antagonis terhadap Foc.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan informasi biologi mengenai peran bakteri antagonis dalam pupuk hayati dalam menekan perkembangan penyakit layu
4
fusarium pada pisang serta memperoleh isolat bakteri antagonis yang dapat berperan sebagai agens hayati terhadap Foc.
5