1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Di Indonesia, batasan remaja tentang pemuda adalah usia 15-24 tahun. Data kependudukan Indonesia jumlah penduduk tahun 2009 adalah 213.375.287 jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang tergolong pemuda adalah 42.316.900, atau 19.82% dari seluruh penduduk indonesia (Badan Pusat Statistik ,2009). Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan atau yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo mencetuskan mengenai sebuah pandangan holistik terhadap kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual dengan meletakkan agenda baru yang tercakup dalam tiga tema yakni hak asasi
manusia,
pemberdayaan
perempuan
dan
kesehatan
reproduksi
(Hidayana, 2004, p.1). Sejak
saat
itu
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
membentuk Komisi Kesehatan Reproduksi Nasional, yang di dalamnya terdapat Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi Remaja. Kelompok kerja itu terdiri atas beberapa program dan sektor terkait serta organisasi profesi. Tujuan Kelompok Kerja Kesehatan Reproduksi Remaja adalah untuk mengantisipasi masalah Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di Indonesia.
2
Hal itu dilakukan karena tingkat pengetahuan remaja di Indonesia tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 yang dilakukan oleh remaja usia 15-19 tahun baik putra maupun putri menunjukkan bahwa tidak sedikit yang sudah pernah melakukan hubungan seksual. Dari data terhadap 10.833 remaja putra dan 9.344 remaja putri berusia 15-19 tahun didapatkan bahwa remaja putra yang sudah berpacaran sebanyak 72%, pernah berciuman sebanyak 92%, pernah merabaraba pasangan sebanyak 62% dan pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 10,2%. Sedangkan remaja putri yang sudah berpacaran sebanyak 77%, pernah berciuman sebanyak 92%, pernah meraba-raba pasangan sebanyak 62% dan pernah melakukan hubungan seksual sebanyak 6,3%. Sebagian
kelompok
remaja
mengalami
kebingungan
untuk
memahami tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan olehnya, antara lain boleh atau tidaknya untuk melakukan pacaran dan berciuman. Kebingungan ini akan menimbulkan suatu perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja. Hal tersebut diakibatkan adanya pemahaman tentang ilmu pengetahuan yang dipertentangkan dengan pemahaman agama, yang sebenarnya harus saling menyokong. Pemahaman tentang perilaku seksual remaja merupakan salah satu yang penting diketahui mengingat masa remaja merupakan masa peralihan dari perilaku seksual dewasa. Kurangnya pemahaman remaja terhadap pengetahuan reproduksi kesehatan dan perilaku seksual akan berdampak pada dirinya dan
3
keluarganya. Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama pubertas dan 20% dari remaja mempunyai empat atau lebih pasangan. laporan dari national surveys of family growth pada tahun 1988. (Soetjiningsih,2004, p.133) Perilaku seksual siswa - siswi dalam berpacaran telah menjurus pada hubungan seks bebas. Aktifitas berpacaran responden dimulai dari ngobrol (24%), pegang tangan (16%), pelukan (13%), cium pipi (12%). Sedangkan perilaku yang sudah menjurus pada hubungan seks awal (foreplay) adalah cium pipi (9%), necking (9%), meraba organ seksual (4%), petting (2 %) dan hubungan seksual (1%). Kondisi ini menunjukkan betapa sudah sangat mengkhawatirkannya perilaku remaja saat ini. Dalam aktifitas pacaran, sisw - siswi tidak segan melakukannya di sekolah (14%) meskipun rumah masih merupakan tempat yang sering digunakan oleh responden untuk berpacaran (26%). Tetapi berpacaran di tempat umum, tempat rekreasi bahkan hotel pun sudah bukan barang baru bagi remaja (23%). (www.kespro-remaja.com) Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; (atau) berkasihkasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama.
4
Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan pernikahan. Dalam pacaran, ada aktivitas yang disebut dengan kencan. Aktivitas ini berupa kegiatan yang telah direncana maupun tak terencana. Tradisi pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh tradisi dalam masyarakat individu-individu yang terlibat. Dimulai dari proses pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan tradisi zaman kini, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan cinta-kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual atau percumbuan (id.wikipedia.org) Menurut kompas.com (Minggu, 13 Juni 2010) - Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan, ternyata 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno. Survei KPA ini dilakukan terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar seluruh Indonesia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Youth Center Pilar PKBI Jawa Tengah diperoleh data perilaku remaja dalam berpacaran yaitu, saling ngobrol 100%, berpegangan tangan 93,3%, mencium/kening 84,6%, berciuman bibir 60,9%, mencium leher 36,1%, saling meraba (payudara dan kelamin) 25%, dan melakukan hubungan seks 7,6%. Khusus untuk yang melakukan
5
hubungan seks, pasangannya pacar adalah 78,4%, teman 10,3% dan pekerja seks 9,3%. Alasan mereka melakukan hubungan seks adalah coba-coba 15,5%, sebagai ungkapan rasa cinta 43,3% dan memenuhi kebutuhan biologis 29,9%. Masalah lainnya adalah rendahnya pengetahuan para remaja tentang pengetahuan kespro. Mereka lebih memercayai sumber-sumber informasi yang tidak sepatutnya untuk dijadikan bahan rujukan, karena memang menyesatkan, di antaranya adalah VCD porno, internet, dan media massa baik dalam bentuk koran maupun tabloid. ( Pilar PKBI Jawa Tengah,2010) Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di SMP N 31 Semarang didapatkan bahwa jumlah siswa – siswi di SMP N 31 Semarang sebanyak 788 siswa. Terdiri dari kelas VII berjumlah 252 siswa, kelas VIII berjumlah 238 siswa, kelas IX berjumlah 234 siswa. Dengan hasil 34 dari 50 siswa kelas IX tidak mengetahui tentang perilaku berpacaran, karena pada kurikulum pembelajaran kelas IX tidak ada kesehatan reproduksi tentang perilaku berpacaran dan belum ada penyuluhan tentang perilaku berpacaran yang sehat bagi siswa – siswi SMP N 31 semarang.
B.
Perumusan Masalah Mengacu pada latar belakang yang di paparkan di atas, peneliti tertarik merumuskan masalah sebagai berikut “Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan dan sikap siswa – siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang?”.
6
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui “Tingkat Pengetahuan dan sikap siswa – siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang “. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan Tingkat Pengetahuan siswa – siswi kelas IX Tentang
perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang. b. Mendiskripsikan Sikap siswa – siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran
di SMP N 31 Semarang c. Menganalisis Tingkat Pengetahuan dan Sikap siswa – siswi kelas IX
Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang.
D.
Manfaat Penelitian 1.
Bagi Pemerintah
a. Dinas Kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang kesehatan
reproduksi khususnya perilaku berpacaran pada siswa – siswi SMP. b. Dinas Pendidikan untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi
khususnya perilaku berpacaran sedini mungkin kepada siswa – siswi SMP di kota Semarang. 2.
Bagi Petugas Kesehatan
7
Para Bidan untuk bahan informasi dan penyuluhan tentang Perilaku berpacaran kepada para siswa – siswi SMP.
3.
Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti bahwa remaja memerlukan pengawasan dan pengetahuan tentang perilaku berpacaran pada siswa – siswi SMP. 4.
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan, dan bahan pengajaran terutama
tentang
akibat
perilaku
berpacaran
khususnya AKBID
Universitas Muhammadiyah Semarang. 5.
Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi khususnya para orang tua untuk meningkatkan pengawasan pada anak anak yang memasuki usia remaja.
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan landasan teori keaslian dari penelitian adalah sebagai berikut : Tabel. 1.1 Penelitian Tentang Perilaku Berpacaran
No
Nama
Judul Penelitian
Variabel Penenitian
Hasil Penelitian
8
1
Dewi Nurulsari
Hubungan tingkat pengetahuan mengenai Seksual Pranikah dengan Perilaku Seksual pada siswa kelas XI di SMA kesatrian 1 Semarang Tahun 2009
Kuantitatif deskriptif korelasi Dengan pendekatan Cross sectional
Ada hubungan tingkat pengetahuan mengenai seksual Pranikah dengan perilaku Seksual pada siswa Kelas XI di SMA Kesatrian 1 Semarang
2
Fransiska Hadi Wijayanti
Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja di Desa Penundan Gringsing Kabupaten Batang Tahun 2008
Diskriptif Korelasi dengan pendekatan cross secsional dan teknik yang digunakan purpuse sampling
Ada Hubungan yang signifikan antara tingkat Pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku seksual Pranikah pada Remaja di desa Penundan Gringsing Kabupaten Batang Tahun 2008
3
Dinda Herwulan
Tingkat Pengetahuan dan sikap siswa – siswi kelas IX Tentang perilaku berpacaran di SMP N 31 Semarang
Diskriptif korelasi dengan cross secsional dan teknik yang digunakan propotional random sampling
Perbedaan
antara
penelitian
sebelumnya
menghubungkan
antara
pengetahuan dan prilaku sedangkan penelitian yang akan saya teliti ini mengunakan cross secsional dengan sampel di SMP N 31 Semarang variabel pengetahuan dan sikap remaja mengenai Perilaku Berpacaran.