1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Berdirinya sesuatu negara yang merdeka pada hakikatnya ada unsur-unsur yang harus dipenuhi. Pasal 1 Montevideo (Pan American) Convention on Right and Duties of State of 1993, unsur-unsur Negara yaitu a permanent population (adanya populasi yang tetap), a defined territory (adanya wilayah tertentu), a government (adanya pemerintahan) dan a capacity to enter into relations with other states (kemampuan untuk menjalin hubungan dengan negara lain); keempat unsur tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.1 Salah satu unsur yang paling hakiki dalam suatu negara adalah rakyat. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, rakyat adalah warga masyarakat, segenap penduduk yang menempati wilayah tertentu (dalam suatu negara). Istilah rakyat mempunyai pengertian yang erat dengan Rumpun, Bangsa, dan Natie. 2 Rumpun diartikan sebagai sekumpulan manusia yang mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama. Misalnya warna kulit, rambut, bentuk badan, bentuk muka dan sebagainya. Bangsa diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan satu kesatuan karena mempunyai persamaan kebudayaan. Misalnya bahasa, adat kebiasaan, agama, dan sebagainya. Natie diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan suatu kesatuan karena mempunyai satu kesatuan politik yang sama.
1 Huala Adolf, 1996, Aspek-Aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Cetakan Kedua, Raja Grafindo Persada,Jakarta, h. 2. 2 Ni’matul Huda, 2014, Ilmu Negara, Cetakan Keenam, Raja Grafindo, Jakarta, h. 18.
2 Rakyat merupakan komponen yang penting bagi suatu negara, karena rakyatlah yang pertama kali berkehendak membentuk negara. Secara politis, rakyat adalah semua orang yang berada dan berdiam dalam suatu Negara atau menjadi penghuni Negara yang tunduk pada kekuasaan Negara itu. Negara sebagai suatu identitas adalah abstrak, yang tampak adalah unsur-unsur negara yang berupa rakyat, wilayah, dan pemerintah. Salah satu unsur negara yang nampak adalah rakyat. Rakyat yang tinggal diwilayah negara menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Warga Negara adalah rakyat yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan negara. Dalam hubungan antara warga negara dan negara, warga negara mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap negara dan sebaliknya warga negara juga mempunyai hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh negara. Istilah warga negara merupakan terjemahan dari istilah staatsburger dalam bahasa belanda, sedangkan dalam bahasa inggris untuk istilah yang pengertiannya sama adalah citizen. Selain itu dalam kamus besar bahasa Indonesia dikenal pula istilah kaula negara. Istilah kaula berasal dari bahasa jawa, mempunyai istilah yang sepadan dengan onderdaan dalam perundang-undangan Hindia Belanda yang berlaku saat masa penjajahan. Onderdaan ditujukan kepada warga belanda yang berada di Hindia Belanda, yang merupakan salah satu wilayah jajahan kerajaan Belanda. Jadi dapat diartikan bahwa onderdaan atau kaula negara merupakan konsep yang kurang lebih identik dengan pengertian semi warga negara.
3 Di dalam era globalisasi seperti saat ini cenderung meniadakan sekat-sekat antar negara di berbagai bidang seperti ekonomi, budaya, politik, pertahanan dan sebagainya. Dalam bidang pertahanan, sebuah negara yang sedang berkonflik atau konfrontasi tidak hanya dapat melakukan perang konvensional, perang asimetris, perang hibrida, dan perang proxy. Perang konvensional berupa perang yang langsung menyerang wilayah suatu negara menggunakan persenjataan militer. Pada dewasa ini ancaman perang konvensional kemungkinan sangat kecil karena semakin berkembangnya situasi dan kemajuan teknologi yang ada. Kerasnya tuntutan-tuntutan kepentingan kelompok saat ini mendorong penggunaan jenis perang yang baru seperti perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy. Perang asimetris adalah perang antara belligerent atau pihak-pihak berperang yang kekuatan militernya sangat berbeda. Perang hibrida atau kombinasi merupakan perang yang menggabungkan teknik perang konvensional, perang asimetris, dan perang proxy untuk mendapat kemenangan atas pihak lawan. Pada saat kondisi kuat, perang konvensional dilakukan untuk mengalahkan pihak lawan. Namun, pada saat situasi kurang menguntungkan, cara-cara lain dilakukan untuk melemahkan pihak musuh. Proxy war merupakan suatu konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pemain pengganti untuk menghindari konfrontasi secara langsung dengan alasan untuk mengurangi risiko konflik langsung yang berisiko pada kehancuran fatal. Biasanya pihak ketiga yang bertindak sebagai pemain pengganti adalah negara kecil, namun kadang juga bisa dilakukan oleh kekuatan nonstate actors seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Oraganisasi Masyarakat (Ormas), kelompok
4 masyarakat atau perorangan. Indikasi adanya proxy war di antaranya adalah gerakan separatis, demonstrasi massa dan bentrok antar kelompok dan juga dapat dilihat melalui berbagai bentuk pemberitaan media yang provokatif, peredaran narkoba, penyebaran pornografi serta seks bebas. Perang proxy atau proxy war merupakan ancaman yang sangat besar bagi bangsa dan negara Indonesia. Pada masa yang akan datang, peningkatan konsumsi energi dunia 41 persen dari kebutuhan hari ini, dimana energi fosil diperkirakan akan habis pada tahun 2048 dan digantikan dengan bio energi.3 Sasaran konflik akan mengarah pada lokasi sumber pangan yang sekaligus merupakan sumber energi. Indonesia sebagai salah satu negara ekuator yang memiliki potensi vegetasi sepanjang tahun akan menjadi arena persaingan kepentingan nasional berbagai negara. Warga negara sebagai tulang punggung bangsa harus menyadari bermacam tantangan dan ancaman bangsa tersebut untuk kemudian bersatu padu dan bersinergi menjaga keselamatan bangsa dan negara. Intinya yang terbaik adalah Back to basic, mengerti bahwa cinta dan peduli akan kepentingan negara harus menjadi kepentingan tertinggi di atas kepentingan lainnya. Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hukum dasar telah mengatur hak dan kewajiban sebagai warga negara khusus membela negara yang dimuat dalam dalam Pasal 27 ayat (3), serta Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3
British Petroleum, 2013, BP Statistical Review of World Energy June 2013, Pureprint Group Ltd,UK.
5 Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung. Dalam kedua ayat tersebut di atas, ada perbedaan penyebutan antara warga Negara pada ayat (1) dengan rakyat pada ayat (2). Pada ayat (1) penyebutan warga negara merujuk pada kedudukan warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban. Sedangkan pada ayat (2) penyebutan rakyat lebih merujuk pada sistem, yang mana rakyat menjadi salah satu komponen dalam sistem pertahanan dan keamanan. Penyebutan rakyat dalam ayat (2) telah menyakup warga negara dan penduduk yang tinggal di Negara Indonesia. Sebagaimana Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di atas, warga negara sebagai rakyat mempunyai peranan yang penting dalam sistem pertahanan dan keamanan. Sistem yang dianut Indonesia
adalah
Sistem
Pertahanan
dan
Keamanan
Rakyat
Semesta
(Sishankamrata). Sesuai Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi : Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan
6 Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang. Berdasar ketentuan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden mengajukan Rancangan UndangUndang tentang Pertahanan Negara kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Rancangan Undang-Undang tentang Pertahanan Negara dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Dan kemudian Rancangan Undang-Undang tentang Pertahanan Negara yang telah dibahas dan mendapatkan persetujuan bersama ditetapkan oleh Presiden menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 1 angka (2) berbunyi : sistem pertahanan adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional bangsa lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengklasifikasikan komponen sistem pertahanan dan keamanan negara yaitu komponen utama, komponen cadangan dan komponen pendukung. Dalam hal ini komponen utama sistem pertahanan dan keamanan negara adalah Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan rakyat sebagai warga negara merupakan bagian dari komponen cadangan dan/atau komponen pendukung. Pada masa era orde baru, atau peran rakyat sebagai warga negara dalam upaya bela negara lebih
7 dikenal dengan istilah rakyat terlatih dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang rakyat terlatih. Pengaturan lebih lanjut setiap komponen sistem pertahanan dan keamanan Negara diatur oleh undang-undang tersendiri. Komponen utama diatur melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Sedangkan komponen cadangan dan komponen pendukung ada undang-undang yang mengatur secara khusus. Walau ada Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih yang merupakan undang-undang yang mengatur keterlibatan rakyat dalam pertahanan dan keamanan negara. Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih tidak dapat dikatakan sebagai landasan hukum komponen cadangan dan/atau komponen pendukung karena Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih disusun berdasarkan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen dan merupakan penjabaran atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia yang telah dicabut. Dengan kata lain Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih sudah tidak dapat diberlakukan lagi karena tidak memiliki landasan yuridis. Dengan penjabaran seperti diatas maka ada kekosongan norma yang mengatur peran rakyat dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. UndangUndang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, tidak mengatur unsurunsur rakyat terlatih digolongkan sebagai komponen cadangan dan/atau
8 komponen pendukung. Dengan tidak diaturnya unsur-unsur rakyat terlatih dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara maka perlu adanya pengkajian unsur-unsur rakyat terlatih dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. Tidak semua warga negara bisa dikatakan sebagai rakyat terlatih dalam komponen cadangan dan/atau komponen pendukung. Dengan begitu perlu juga di kaji unsur-unsur rakyat terlatih yang diklasifikasikan menjadi komponen cadangan atau komponen pendukung. Untuk mendapatkan gambaran tentang masalah tersebut di atas, menarik untuk diteliti dan diangkat dalam bentuk skripsi dengan
judul
“UNSUR
RAKYAT
TERLATIH
DALAM
SISTEM
PERTAHANAN DAN KEAMANAN RAKYAT SEMESTA DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG
NOMOR
3
TAHUN
2002
TENTANG
PERTAHANAN NEGARA”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimanakah kedudukan unsur-unsur rakyat terlatih dalam Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta ? 1.2.2 Apa saja unsur-unsur rakyat terlatih yang digolongkan sebagai komponen pertahanan ?
9 1.3. Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan ilmiah perlu kiranya ditentukan secara tegas mengenai batasan materi yang akan diuraikan. Ruang lingkup masalah dapat dibahas terarah dan sistematis serta tidak menimbulkan suatu pembahasan yang nantinya keluar dari pokok permasalahannya. Adapun yang akan dibahas dalam penelitian ini peranan rakyat terlatih dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Lingkup pembahasannya yaitu pada ruang lingkup masalah pertama mengenai bagaimanakah kedudukan unsur-unsur rakyat terlatih dalam Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Ruang lingkup masalah kedua akan dibahas apa saja unsur-unsur rakyat terlatih yang digolongkan sebagai komponen pertahanan.
1.4. Orisinalitas Penelitian Dari penelusuran yang dilakukan, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan sistem pertahanan dan keamanan negara sebagaimana yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yaitu : a.
Skripsi dari I Gede Adhi Supradnyana, NIM 0803005181, alumni mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana tahun 2014, dengan judul skripsi adalah Status Tentara Anak dalam Konflik Bersenjata. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang ditulis dalam skripsi ini adalah masalah bagaimanakah status tentara anak-anak dalam
10 konflik bersenjata dilihat dari perspektif prinsip pembedaan dalam Hukum Humaniter Internasional dan apa akibat hukum keterlibatan tentara anak-anak dalam konflik bersenjata dilihat dari perspektif prinsip pembedaan dalam Hukum Humaniter Internasional. b.
Skripsi dari Gusti Randa, NIM 0810111006, alumni mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang tahun 2014, dengan judul skripsi adalah Fungsi Pemerintah Daerah dalam Menjaga Pertahanan dan Keamanan Negara. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang ditulis dalam skripsi ini adalah masalah bagaimanakah fungsi pemerintah daerah dalam menjaga pertahanan dan
keamanan
negara
dan
bagaimanakah
hubungan
fungsi
pemerintahan daerah dengan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjaga pertahanan dan keamanan negara. c.
Skripsi dari Fitrianti, NIM E0006130, alumni mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2010, dengan judul skripsi adalah Analisis Kewenangan Kementerian Pertahanan sebagai Pelaksanaan Fungsi Pertahanan Negara menurut Ketentuan Pasal 30 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang ditulis dalam skripsi ini adalah masalah bagaimanakah arah kebijakan Kementrian Pertahanan untuk melaksanakan fungsi pertahanan.
11 Berdasarkan penelusuran dari beberapa skripsi dengan judul dan pokok permasalahan seperti yang dijelaskan tersebut di atas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Unsur-Unsur Rakyat Terlatih dalam Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara dan permasalahan yang hendak diteliti dalam penelitian ini belum ada yang membahasnya, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah keorisinalannya atau keasliannya.
1.5. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah : 1.5.1 Tujuan Umum Penulisan ini secara umum bertujuan untuk mengkaji unsur-unsur rakyat terlatih dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta ditinjau dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. 1.5.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penulisan ini adalah sebagai berikut : 1.
Untuk mengkaji bagaimanakah kedudukan unsur-unsur rakyat terlatih dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
2.
Untuk mengkaji unsur-unsur rakyat terlatih yang digolongkan sebagai komponen pertahanan.
12 1.6. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan ini dapat diklasifikasikan atas dua hal, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yaitu : 1.6.1 Manfaat Teoritis Penulisan ini secara umum bermanfaat untuk mengembangkan ilmu hukum terkait dengan pendekatan analisa sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta terkait kewajiban rakyat dan yang digolongkan sebagai rakyat terlatih. Dalam konteks ilmu hukum yang dapat dipergunakan sebagai bahan pustaka dalam bidang hukum kewarganegaraan terutama mengenai hak dan kewajiban warga negara dalam upaya pembelaan negara. 1.6.2 Manfaat Praktis 1.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun atau membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan unsur-unsur rakyat terlatih dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
2.
Sebagai bahan pertimbangan bagi rakyat dalam pemahaman konteks kewajiban warga negara dalam pertahanan dan keamanan negara sebagai bentuk bela negara.
3.
Sebagai bahan pertimbangan mahasiswa yang akan menempuh program hukum tata negara, serta sebagai sumbangan pemikiran untuk para pihak yang berkepentingan dalam menambah wawasan.
13 1.7. Landasan Teoritis Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapatpendapat
hukum
dalam
membangun atau
memperkuat
kebenaran dari
permasalahan yang dianalisis. Oleh karena itu teori merupakan serangkaian konsep, definisi dan proposisi yang berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang suatu gejala.4 Landasan teoritis dalam penulisan skripsi ini menggunakan beberapa teori, konsep dan asas-asas hukum yaitu sebagai berikut : a.
Teori kedudukan Secara umum kedudukan diartikan posisi, status, atau tingkatan.
Kedudukan menyangkut lingkungan pergaulan, prestige, hak-hak, dan kewajiban. Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam satu pola tertentu. Bahkan seseorang bisa mempunyai beberapa kedudukan karena memiliki beberapa pola kehidupan. Menurut Ralph Linton, ada tiga macam cara memperoleh kedudukan, yaitu :5 1.
Ascribed status, yaitu kedudukan seseorang yang dicapai dengan sendirinya tanpa memperhatikan perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran. Contoh, anak yang lahir dari keluarga bangsawan dengan sendirinya langsung memperoleh status bangsawan.
4
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
5
Maryati kun dan Juju Suryawati,2001, Sosiologi untuk SMA dan MA, Erlangga, Jakarta,
h. 141. h. 37.
14 2.
Achieved status, yaitu kedudukan yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Misalnya seseorang dapat menjadi sarjana kesehatan masyarakat asalkan memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut bergantung pada yang bersangkutan bisa atau tidak menjalaninya. Apabila yang bersangkutan tidak dapat memenuhi persyaratan tersebut ia tidak akan mendapat kedudukan yang diinginkannya. Contoh, setiap orang bisa menjadi pengusaha sukses asalkan mempunyai kemampuan untuk mencapainya.
3.
Assigned status, merupakan kedudukan yang diberikan kepada seseorang. Kedudukan ini mempunyai hubungan yang erat dengan achieved status. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Contohnya, gelar pahlawan, siswa teladan, penghargaan kalpataru dan pemberian jasa lainnya.
George Jellinek mengemukakan, ada empat macam status warga negara yaitu :6 1.
Status Positif, bahwa seorang warga negara diberi hak kepadanya untuk menuntut tindakan positif dari pada negara
6
Abu Daud Busroh, 2014, Ilmu Negara, PT Bumi Aksara, Jakarta, h. 78-79.
15 mengenai perlindungan atas jiwa, raga, milik, kemerdekaan dan sebagainya. 2.
Status Negatif, seorang warga negara akan dijamin kepadannya bahwa negara tidak boleh ikut campur tangan terhadap hak-hak asasi warga negaranya, itu terbatas untuk mencegah timbulnya tindakan yang sewenang-wenang daripada negara. Walaupun demikian dalam keadaan tertentu negara dapat melanggar hakhak asasi rakyat jika tindakannya itu ditunjukkan untuk kepentingan umum.
3.
Status Aktif, bahwa setiap warga negara berhak ikut serta dalam pemerintahan negara, menggunakan hak pilih aktif maupun pasif.
4.
Status Pasif, merupakan kewajiban bagi setiap warga negaranya untuk mentaati dan tunduk kepada segala perintah negaranya.
b.
Teori asal mula negara Teori-teori asal mula berdirinya suatu negara adalah teori perjanjian
masyarakat, teori teokratis, dan teori historis. Teori perjanjian masyarakat menganggap perjanjian sebagai dasar negara dan masyarakat. Teori ini dipandang tertua dan terpenting. Setiap perenungan mengenai negara dan masyarakat, mau tidak mau akan menghasilkan paham-paham yang mendasarkan adanya negara dan masyarakat itu pada persetujuan anggota-
16 anggotanya. Persetujuan itu dapat dinyatakan secara tegas atau dianggap telah diberikan secara diam-diam.7 Teori ketuhanan lahir sebagai resultan-resultan kontroversial dari kekuasaan politik dalam abad pertengahan. Kaum monarchomach yaitu mereka yang berpendapat bahwa raja yang berkuasa secara tiranik dapat diturunkan dari mahkotanya, bahkan dapat dibunuh, menganggap sumber kekuasaan adalah rakyat, sedangkan raja-raja pada waktu itu menganggap sumber kekuasaan mereka diperoleh dari Tuhan. Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpinan negara ditunjuk oleh Tuhan. Raja dan pemimpin-pemimpin negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak kepada siapapun.8 Teori historis ialah bahwa lembaga-lembaga sosial tidak dibuat tapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhankebutuhan manusia. Sebagai lembaga sosial yang diperuntukan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, maka lembaga-lembaga itu tidak luput dari pengaruh tempat, waktu, dan tuntutan-tuntutan zaman.9 c.
Teori kedaulatan Adapun teori-teori tentang kedaulatan antara lain teori kedaulatan
tuhan, teori kedaulatan negara, teori kedaulatan rakyat dan teori kedaulatan hukum. Teori Kedaulatan Tuhan, teori ini mengandung makna kekuasaan tertinggi dalam negara adalah berasal dari Tuhan. Dunia dan segala isinya adalah ciptaan Tuhan, demikian pula kedaulatan yang ada pada pemerintah atau raja-raja menggunakan atau sesuai dengan kehendak Tuhan. Teori 7 8 9
Ni’matul Huda, Op Cit, h. 37. F. Isjwara, 1992, Pengantar Ilmu Politik, Cetakan 9, Binacipta, Jakarta, h. 152. Ni’matul Huda, Op Cit, h. 48.
17 kedaulatan negara, teori ini mengandung makna negaralah sumber kedaulatan dalam negara. Negara dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap hidup, kebebasan, dan harta benda dari warganya. Warga negara taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tetapi karena hukum itu adalah kehendak negara. Teori kedaulatan rakyat, teori ini mengandung makna rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kedaulatan kepada suatu badan yaitu pemerintah. Bilamana pemerintah melakukan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan mengganti pemerintah. Teori kedaulatan hukum, teori ini mengandung makna hukum adalah pernyataan nilai-nilai yang terbit dari kesadaran hukum manusia, dan hukum merupakan sumber dari kedaulatan. Negara harus mentaati tata tertib hukum, karena hukum itu dalam teori ini terletak diatas negara.10 d.
Teori pertahanan Doktrin pertahanan pada hakikatnya adalah suatu ajaran tentang
prinsip-prinsip fundamental pertahanan negara yang diyakini kebenarannya, digali dari nilai-nilai perjuangan bangsa dan pengalaman masa lalu untuk dijadikan pelajaran dalam mengembangkan konsep pertahanan sesuai dengan tuntutan tugas pertahanan dalam dinamika perubahan, serta dikemas dalam bingkai kepentingan nasional. Doktrin Pertahanan Negara tidak bersifat dogmatis, tetapi penerapannya disesuaikan dengan perkembangan kepentingan nasional.
10
I Dewa Gede Atmadja et. al., 2014, Buku Ajar Ilmu Negara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 59
18 Doktrin Pertahanan Negara memiliki arti penting, yakni sebagai penuntun dalam pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pertahanan negara. Pada tataran strategis, Doktrin Pertahanan Negara berfungsi untuk mewujudkan sistem pertahanan yang bersifat semesta, baik pada masa damai maupun pada keadaan perang. Dalam kerangka penyelenggaraan pertahanan negara, esensi Doktrin Pertahanan Negara adalah acuan bagi setiap penyelenggara pertahanan dalam mengnyinergikan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter secara terpadu, terarah, dan berlanjut sebagai satu kesatuan pertahanan.11 e.
Teori pembenar bela negara Negara dalam keadaan darurat dibenarkan untuk memberlakukan
staatnoodrecht seperti pemberlakuan wajib bela Negara. Dalam bahasa Belanda staatnoodrecht artinya hukum darurat negara yaitu hak negara atau penguasa negara untuk melakukan tindakan-tindakan menyimpang dari tata hukum atau peraturan yang ada yang sehari-harinya berlaku, manakala negara dihadapkan dengan keadaan bahaya bagi keselamatan hidup negara, bangsa, rakyat dan tata hukumnya. Dasar pemberlakuan staatnoodrecht adalah asas Salus Publica Suprema Lex yang artinya kepentingan umum di atas undang-undang.12
11
Departemen Pertahanan Republik Indonesia, 2007, Doktrin Pertahanan Negara, Jakarta,
h. 4. 12
Yohanes Usfunan, 2015, Hukum, HAM, dan Pemerintahan, Udayana University Press, Denpasar, h.41-42.
19 1.8. Metode Penelitian Sebelum mengetahui lebih banyak tentang metode penelitian hukum, sebaiknya
terlebih
dahulu
mengetahaui
pengertian
metodelogi.
Metode
mempunyai beberapa pengertian yaitu (a) logika dari penelitian ilmiah, (b) studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan (c) suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian.13 Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. Di samping itu, juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.14 1.8.1 Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan, penelitian bertujuan untuk menjelaskan suatu hal secara sistematis, metodologis, dan konsisten. Keberadaan suatu metodelogi adalah suatu unsur yang harus ada dalam setiap penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.15
13
Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 17. Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h. 43. 15 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2013, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke-15, PT. Rajagrafindo Persada,Jakarta, h. 23. 14
20 Jenis penelitian hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris.16 Dalam penulisan ini jenis penelitian yang digunakan bersifat penelitian hukum normatif. Penelitian hukum yang bersifat normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. Adapun ciri-ciri dari penelitian hukum normatif yaitu :17 1.
Suatu penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan dalam norma/asas hukum;
2.
Tidak menggunakan hipotesa;
3.
Menggunakan landasan teori; dan
4.
Menggunakan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Dari perspektif tujuannya, penelitian hukum normatif dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis, sebagai berikut :18 1.
Penelitian Terhadap Asas-Asas Hukum, penelitian terhadap unsur-unsur hukum baik unsur ideal (normwissenschaft/ sollenwissenschaft) yang menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum dam unsur nyata (tatsachenwissenshaft/ seinwissenschaft) yang menghasilkan tata hukum tertentu. Kegiatan penelitian hukum jenis ini meliputi :
16
Zainuddin Ali, Op.Cit, h. 22. Amiruddin dan Zainal Azikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, h. 166. 18 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Op.Cit, h. 14-20. 17
21 a)
Mengidentifikasi
kaidah-kaidah
hukum
yang
telah
dirumuskan di dalam pasal-pasal tertentu yang menjadi objek penelitian, misalnya memilih pasal-pasal yang mengatur “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”, seperti Pasal 44, 48, 49, 50 dan 51 KUHP. b)
Klasifikasikan pasal-pasal tersebut, seperti cacat jiwa, belum dewasa, keadaan terpaksa, melaksanakan perintah dan sebagainya.
c)
Analisis pasal-pasal tersebut dengan menggunakan asas hukum yang ada.
d)
Konstruksikan dengan ketentuan: mencakup bahan hukum yang diteliti, konsisten, estetis, dan sederhana dalam perumusannya.
2.
Penelitian Terhadap Sistematika Hukum Mengadakan identifikasi terhadap pengertian pokok dalam hukum seperti subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam
usaha
mengkaji
sistematika
peraturan perundang-undangan, ada 4 (empat) prinsip penalaran yang perlu diperhatikan, yaitu : a)
Derogasi, Menolak suatu aturan yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi;
22 b)
Nonktradiksi, tidak boleh menyatakan ada tidaknya suatu kewajiban dikaitkan dengan suatu situasi yang sama;
c)
Subsumi, adanya hubungan logis antara dua aturan dalam hubungan aturan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah;
d)
Eksklusi, tiap sistem hukum diidentifikasikan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan.
Kegiatannya yang pertama adalah mengumpulkan peraturan perundang-undangan
yang
menjadi
fokus
penelitian.
Selanjutnya klafikasikan berdasarkan kronologis dari bagianbagian yang diatur oleh peraturan tersebut. Kemudian analisis dengan menggunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum, yang mencakup subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukun, dan objek hukum. Yang dianalisis hanya pasal-pasal yang isinya mengandung kaidah hukum, kemudian lakukan konstruksi dengan cara memasukkan pasal-pasal tertentu ke dalam kategori-kategori berdasarkan pengertian dasar dari sistem hukum. 3.
Penelitian Terhadap Sinkronisasi Perundang-undangan Vertikal maupun Horisontal Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sampai sejauh manakah suatu perundang-undangan tertentu serasi secara vertikal maupun horizontal. Ditinjau secara vertikal, yakni
23 apakah perundang-undangan yang berlaku bagi suatu bidang kehidupan tertentu tidak saling bertentangan, apabila dilihat dari sudut hirarki perundang-undangan tersebut. Sedangkan secara horizontal, maka yang ditinjau adalah perundang-undangan yang sederajat yang mengatur bidang yang sama. Untuk dapat melakukan penelitian tersebut lebih dahulu harus dilakukan inventarisasi perundang-udangan yang mengatur bidang hukum yang telah di tentukan untuk di teliti. 4.
Penelitian Terhadap Perbandingan Hukum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan masing-masing sistem hukum yang diteliti, jika ditemukan persamaan dari masing-masing sistem hukum tersebut, maka dapat dijadikan dasar unifikasi sistem hukum. Namun jika ada perbedaan, dapat diatur dalam hukum antar tata hukum.
5.
Penelitian Terhadap Sejarah Hukum Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan perkembangan dari bidang-bidang hukum yang diteliti. Di lain pihak, maka dapat pula diteliti perkembangan atau sejarah terbentuknya hukum yang mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu. Penelitian ini dapat dilakukan dalam bidang hukum positif tertulis maupun hukum tercatat. Dengan penelitian jenis ini, akan terungkap
24 kepermukaan mengenai fakta hukum masa silam dalam hubungannya dengan fakta hukum masa kini. Penulisan penelitian hukum normatif ini termasuk dalam jenis penelitian sejarah hukum. Penelitian ini membahas perkembangan perundang-undangan yang terkait dengan sistem pertahanan dan keamanan negara, yang difokuskan pada kaidah-kaidah tentang kewajiban warga negara dalam sistem pertahanan dan keamanan negara. 1.8.2 Jenis Pendekatan Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian.19 Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, pendekatan-pendekatan
yaitu
pendekatan
undang-undang
(statute
approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).20 Pembahasan dalam penelitian ini akan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yang dikemukakan oleh berbagai pakar hukum, dan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai pertahanan negera. Pendekatan
perundang-undangan
dilakukan
dengan
menelaah
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian ini, kemudian dikaitkan dengan permasalahan yang akan dibahas. Pendekatan
19 Suharsimi Arikunto, 2002, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Rieneka Cipta, Jakarta, h.23. 20 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan kedua, Kencana, Jakarta, h. 93.
25 konseptual, yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum, seperti sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan sebagainya.21 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Pada penelitian hukum normatif, menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder : 1.
Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai
otoritas (autoritatif) yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah pembuatan suatu peraturan perundang-undangan, dan putusan hakim. Adapun bahan-bahan hukum primer yang digunakan yakni : a)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b)
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
c)
Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih;
d)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;
e)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
21
Bahder Johan Nasution, Op.Cit , h. 3.
26 f)
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia;
g)
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2011
tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; h)
Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2010 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2010-2014;
i)
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor Per/23/M/XII/2007 tentang Doktrin Pertahanan Republik Indonesia.
j)
Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor Per/03/M/II/2008
tentang
Buku
Putih
Pertahanan
Indonesia 2008; 2.
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undangundang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.22 Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku-buku tentang hukum tatan, ilmu negara, pertahanan negara hukum yang termuat dalam media massa, kamus, dan ensiklopedia hukum, serta situs-situs di internet yang memuat tulisan-tulisan terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini.
22
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op.Cit., h. 32.
27 3.
Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang dapat memperjelas
suatu persoalan atau suatu istilah yang ditemukan pada bahan-bahan hukum primer dan sekunder. Seperti kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya. 4.
Bahan Hukum Penunjang Bahan hukum penunjang yaitu hasil wawancara mendalam dari
tokoh-tokoh kunci (key person) atau informan di bidang pertahanan dan keamanan negara. Informan adalah orang atau individu yang memberikan informasi bahan hukum yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya dan peneliti tidak dapat mengarahkan jawaban sesuai dengan yang diinginkannya.23 Seperti Panglima Komando Daerah Militer (Kodam), Kepala Kepolisian Daerah (Polda), Komandan Komando Resor Militer (Korem), para perwira TNI/Polri dan sebagainya. 1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan dengan pendekatan studi kepustakaan (library research) yaitu mengumpulkan buku-buku hukum baik dari dalam maupun buku asing, tulisan hukum diinternet, makalah dan majalah hukum yang relevan dengan objek penelitian. Terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, prosedur pengumpulannya dilakukan dengan mengkualifikasi hukum yang telah ditentukan dalam 23
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2013, Dualime Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Cet. Kedua, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 175.
28 usulan penelitian, yakni bahan hukum yang menyangkut tinjauan umum tentang kewajiban warga negara, kedaulatan negara dan teori pendekatan dalam hukum tata negara, serta bagaimana kedudukan unsur-unsur rakyat terlatih dalam sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta dan apa saja unsur-unsur rakyat terlatih yang dapat digolongkan komponen pertahanan. Penelitian ini ditunjang juga dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan di bidang pertahanan dan keamanan negara terkait dengan hal-hal rakyat terlatih. 1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Setelah bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini telah terkumpul, maka selanjutnya bahan hukum tersebut baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder diolah dan dianalisis. Dalam pengolahan bahan hukum penelitian ini berwujud kegiatan mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Teknik sistematisasi yaitu suatu teknik yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian maupun hubungan antara aturan-aturan yang digunakan dalam menerapkan hukum. Pengolahan bahan dilakukan dengan cara, melakukan seleksi bahan hukum, memudian melakukan klasifikasi menurut penggolongan bahan hukum dan menyusun bahan hukum hasil penelitian tersebut secara logis, artinya ada hubungan dan keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lainnya untuk mendapatkan gamabaran umum dari hasil penelitian.24
24
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit, h. 181.
29 Analisis bahan hukum merupakan kegaiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan bahan hukum yang dibantu dengan teori-teori yang didapatkan sebelumnya.25 Menganalisis bahan hukum penunjang yang didapatkan dari hasil wawancara, peneliti harus dapat menetukan bahan hukum mana yang memiliki kualitas sebagai bahan hukum yang diharapkan atau diperlukan. Untuk mendapatkan bahan hukum penunjang yang diharapkan, penelitian ini menggunakan cara analisis dengan membaca keseluruhan hasil wawancara, kemudian melakukan klasifikasi dan diakhiri dengan membuat kesimpulan. Analisis bahan hukum dalam penelitian hukum mempunyai sifat-sifat yaitu:26 1.
Deskriptif, bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek
penelitian
sebagaimana
hasil
penelitian
yang
dilakukannya. Di sini peneliti tidak melakukan justifikasi terhadap hasil penelitiannya tersebut. 2.
Evaluatif, bahwa peneliti memberikan justifikasi atas hasil penelitian. Peneliti akan memberikan penilaian dari hasil penelitian, apakah hipotesis dari teori hukum yang diajukan diterima atau ditolak.
25 26
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit, h. 183. Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Op.Cit, h. 183-184.
30 3.
Perskriptif, bahwa untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukannya. Argumentasi di sini dilakukan oleh peneliti untuk memberikan preskripsi atau penilaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogianya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.
Sedangkan, dalam penelitian ini menggunakan sifat penelitian deskripsi yang merupakan pemaparan secara jelas dan terperinci mengenai kondisi atau posisi dari masalah hukum yang dianalisis dalam penelitian ini.