BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingkat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan moralitas karena lembat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. 1 Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputusbebasnya terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sangat merugikan negara dan menghambat pembangunan bangsa. Jika ini terjadi secara
1
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga negara. Perasan tersebut memang telah terlihat semakin lama semakin menipis dan dapat dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang ingin melakukan aksi main hakim sendiri kepada pelaku tindak pidana di dalam kehidupan masyarakat dengan mengatasnamakan keadilan yang tidak dapat dicapai dari hukum, peraturan perundang-undangan, dan juga para penegak hukum di Indonesia. Diberlakukannya Undang-undang Korupsi yakni Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dimaksudkan
untuk
menanggulangi
dan
memberantas
korupsi.
Namun
penanganan tindak pidana korupsi sampai saat ini masih belum sesuai dengan harapan masyarakat bahkan sebagian berpendapat terkesan sangat lamban. Tindak
pidana
korupsi
menjadi
salah
satu
penyebab
krisis
multidimensional di Indonesia. Meskipun pada akhir tahun 2007 ranking korupsi di Indonesia menurun, tetapi sampai pada triwulan pertama tahun 2008, posisi Indonesia tetap termasuk dalam “the big ten”, dalam bidang korupsi. Korupsi merupakan sebuah bentuk kejahatan yang merugikan masyarakat dan negara, baik kerugian materiel maupun kerugian immateriel. Penyebab orang melakukan tindak pidana korupsi terdiri atas faktor internal dan eksternal. Faktor penyebab tersebut bersifat kompleks dan motivasi antara satiu orang dengan orang lainnya belum tentu sama. Karena itu, multiple-factor theory dapat digunakan sebagai alat telaah untuk memahami kriminogen suatu tindak pidana. Rasionalitas pelaku dalam melakukan tindak pidana korupsi juga dapat dipahami dari teori netralisasi,
Universitas Sumatera Utara
terutama dalam kaitannya dengan kehendak “mau menang sendiri” dan “serakah”. Selain sebagai persoalan masyarakat, korupsi merupakan persoalan moral dan budaya. Bahkan, berdasarkan Konvensi Anti-Korupsi tahun 2003 telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 2006, secara tegas diatur bahwa korupsi merupakan salah satu kejahatan yang terorganisasi dan bersifat lintas batas teritorial (trans-nasional), disamping pencucian uang, perdagangan manusia, penyelundupan migran dan penyelundupan senjata api. 2 Tindak pidana pidana korupsi yang sudah bersifat lintas batas teritorial ini, menyebabkan mutlak diperlukannya eksistensi dari kerja sama internasional yang secara umum kerja sama tersebut tertuang dalam perjanjian internasional antara negara-negara yang telah bersepakat, yang dengan demikian, selain mencegah tindak pidana korupsi melalui instrument hukum nasional, juga diperlukan adanya instrument hukum lain, yakni perjanjian internasional yang dapat menjadi alat pendukung hukum nasional dalam upaya pencegahan terhadap tindak pidana korupsi ini. Indonesia sejak proklamasi Kemerdekaan 1945, sudah mengadakan interaksi dengan Negara maupun Organisasi Internasional, yang tunduk pada Hukum Internasional. Indonesia sudah terlibat dalam pembuatan berbagai Perjanjian Internasional, termasuk perjanjian ekstradisi. Permasalahan yang dihadapi adalah bagaimana sikap Indonesia terhadap keberadaan Hukum Internasional, dan bagaimana Indonesia menerapkan Hukum Internasional, termasuk didalamnya Perjanjian Internasional berupa perjanjian ekstradisi.
2
Bagian Pembuka dari United Nation Convention Against Corruption
Universitas Sumatera Utara
Tulisan ini akan mencoba melihat bagaimana upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan melalui pemanfaatan sarana perjanjian ekstradisi antar negara.
B. Permasalahan 1. Bagaimana kedudukan perjanjian ekstradisi dalam tata aturan hukum yang berlaku di Indonesia? 2. Bagaimana
kedudukan
tindak
pidana
korupsi
di
mata
hukum
internasional? 3. Bagaimana pemanfaatan perjanjian ekstradisi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan a. Untuk mengetahui kedudukan perjanjian ekstradisi dalam tata aturan hukum yang berlaku di Indonesia b. Untuk mengetahui kedudukan tindak pidana korupsi di mata hukum internasional c. Untuk mengetahui pemanfaatan perjanjian ekstradisi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia 2. Manfaat a. Secara Teoritis
Universitas Sumatera Utara
1) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian ekstradisi dalam upaya pemberantasan tindak pidana di Indonesia. 2) Dapat memberi masukan kepada masyarakat, pemerintah, aparat penegak hukum tentang eksistensi Undang-undang serta PasalPasal yang berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian ekstradisi dalam upaya pemberantasan tindak pidana di Indonesia yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan. b. Secara Praktis Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, lembaga penegak hukum, praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan perjanjian ekstradisi dalam upaya pemberantasan tindak pidana di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai
“Upaya
Pemberantasan
Tindak
Pidana
Korupsi
melalui
Pemanfaatan Sarana Perjanjian Ekstradisi” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara
Universitas Sumatera Utara
ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan Perjanjian internasional sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1969 menyatakan sebagai berikut: 3 “Treaty means an international agreement conclude between states international written form and governed by international law, whether emboedied internasional asingle instrument or internasional two or more related instruments and whatever its particular designation.” (Perjanjian artinya suatu persetujuan internasional yang diadakan negaranegara dalam bentuk tertulis dan diubah oleh hukum internasional, baik yang berupa satu instrument tunggal atau berupa dua atau lebih instrument yang saling berkaitan tanpa memandang apapun juga namanya). Rumusan mengenai perjanjian internasional dalam arti yang luas dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja sebagai berikut: 4 “Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu.” Dari batasan tersbut, jelas kiranya bahwa untuk dapat dinamakan perjanjian internasional, perjanjian tersebut harus diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional yang menjadi anggota masyarakat internasional. Secara fugsional, dilihat dari sumber hukum, maka pengertian perjanjian internasional dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) golongan, yaitu “Treaty Contract” dan “Law Making Treaties”. Treaty Contract adalah perjanjian-perjanjian seperti suatu kontrak atau perjanjian dalam hukum perdata yang mengakibatkan hak dan 3 4
Pasal 2 ayat 1 butir a Konvensi Wina 1969. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni, 2003),
hal. 117.
Universitas Sumatera Utara
kewajiban antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu saja. Sedangkan pengertian Law Making Treaties dimaksudkan sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. 5 Menurut Pasal 11 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, kesepakatan untuk mengikatkan diri pada perjanjian dapat dinyatakan melalui berbagai carai, yaitu penandatanganan, pertukaran instrumen yang membentuk perjanjian, ratifikasi, akseptasi, approval dan aksesi atau melalui cara lain yang disetujui. Bentuk kesepakatan yang merupakan cara paling sering digunakan adalah penandatanganan. 6 Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perjanjian ekstradisi termasuk ke dalam jenis perjanjian internasional yang bersumber pada hukum Treaty Contract, karena perjanjian ekstradisi tersebut dibuat oleh para pihak sebagai subjek Hukum Internasional, dan perjanjian ekstradisi tersebut hanya menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya saja. Perjanjian ekstradisi yang telah ditandatangani akan dapat diberlakukan sebagai salah satu hukum nasional yang berlaku apabila telah diratifikasi oleh parlemen negara para pihak yang membuatnya. Perjanjian ekstradisi merupakan perjanjian yang berkenaan dengan masalah politik, oleh karena itu berdasarkan Pasal 10 huruf a Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian internasional, maka perjanjian ekstradisi harus ditetapkan dan disahkan oleh undang-undang. 5
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Hukum Internasional Bunga Rampai, (Bandung: Alumni, 2000), hal. 107. 6 Pasal 11 Wina Convention 1969.
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penelitian Didalam pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini penulis telah mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi ini dan hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Penelitian hukum normatif ini sepenuhnya menggunakan data sekunder. 7
2. Jenis Data dan Sumber Data Data yang dipergunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. 8 7
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal. 118. 8 Ibid, hal. 30.
Universitas Sumatera Utara
Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam tulisan ini di antaranya adalah United Nations Convention Against Corruption 2003, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undangundang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Perjanjian Ekstradisi, dan Undangundang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti dokumen-dokumen yang merupakan informasi dan artikel-artikel yang berkaitan dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pemanfaatan sarana perjanjian ekstradisi, hasil penelitian, pendapat pakar hukum serta beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas. c. Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dll.
Universitas Sumatera Utara
3. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundangundangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut: a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian. b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel- artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan. c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan. d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.
4. Analisa data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Pembahasan BAB I
:
Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat
Penulisan,
Keaslian
Penulisan,
Tinjauan
kepustakaan, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan. BAB II
:
Bab ini akan membahas tentang tinjauan umum tentang tinjauan terhadap ekstradisi, yang isinya antara lain memuat pengertian, maksud dan tujuan ekstradisi menurut hukum internasional, ekstradisi menurut hukum nasional indonesia
BAB III
:
Bab ini akan membahas tentang tindak pidana korupsi dan pengaturannya dalam konvensi internasional, yang memuat tentang pengertian tindak pidana korupsi, jenis-jenis tindak pidana korupsi, pengaturan tindak pidana korupsi dalam undang-undang tindak pidana korupsi, sistem pembebanan pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi, pengembalian kerugian keuangan negara dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi, dan tindak pidana korupsi menurut konvensi internasional
BAB IV
: Bab ini akan dibahas tentang pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pemanfaatan sarana perjanjian ekstradisi, yang isinya
Universitas Sumatera Utara
memuat antara lain tentang perjanjian ekstradisi ditinjau dari hukum
internasional
dan
pemanfaatan
perjanjian
dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi BAB IV
:
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.
Universitas Sumatera Utara