BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hubungan internasional merupakan suatu sistem hubungan antar negara yang berdaulat dalam pergaulan internasional yang menjadikan kegiatan diplomasi sebagai suatu elemen utama bagi suatu negara sebagai faktor penentu eksistensi sebuah negara dalam hubungan internasional. Diplomasi merupakan proses politik untuk memelihara kebijakan luar negeri suatu pemerintah dalam mempengaruhi kebijakan dan sikap pemerintah negara lain. 1 Diplomasi kekinian juga tidak hanya menyangkut kegiatan politik saja tapi juga menjadi suatu senjata multi-dimensional yang digunakan dalam situasi dan lingkungan apapun dalam hubungan antar bangsa. 2 Sehingga dapat dikatakan, hubungan internasional saat ini ditandai oleh aktivitas-aktivitas diplomasi yang sangat kompleks. Dalam era globalisasi 3 ini, interaksi dan intensitas hubungan antar negara menjadi semakin meningkat yang antara lain ditandai dengan dicapainya berbagai kesepakatan kerjasama baik yang bersifat regional, bilateral dan multirateral. Berbagai kesepakatan tersebut lazimnya dituangkan dalam bentuk perjanjian internasional yang meliputi berbagai bidang, baik itu politik, ekonomi,
1
Sumaryo Suryokusumo, Praktik Diplomasi, STIH IBLAM : Jakarta, 2004, hlm.1. Ibid., hlm. 3. 3 Globalisasi secara literal dapat dipahami sebagai suatu proses fenomena lokal atau regional menjadi satu tataran global. Sheila L Croucher menulis pemahaman globalisasi dalam Globalization and Belonging : The Politics of Identity a Charging World, Rowman & Littlefield (2004), Pages 10, sebagai “a process of blending norm homogenization by which the people of the world are unified into a single society and function together. This process is a combination a economic, technological, sociocultural and political forces”. 2
Universitas Sumatera Utara
perdagangan, hukum, pertahanan, sosial budaya dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, perjanjian internasional sebagai suatu dokumen hukum telah menjadi bagian dari keseharian kegiatan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai catatan, berdasarkan data yang ada pada Treaty Room Kementerian Luar Negeri, saat ini tercatat sekitar 3596 (tiga ribu lima ratus sembilan puluh enam) perjanjian internasional antara Indonesia dengan negara lain termasuk dengan subjek hukum internasional lainnya. 4 Meskipun demikian, disadari bahwa sekalipun Indonesia telah menjadi pihak dalam ribuan perjanjian internasional dan telah memiliki seperangkat perundang-undangan nasional yang mengatur atau merujuk pada dokumen perjanjian internasional, Indonesia masih belum memiliki politik dan sistem hukum nasioanl yang jelas tentang perjanjian internasional. Dalam kaitan ini, terdapat tiga permasalahan yang menjadi faktor utama yaitu pertama, adalah tentang pengertian atau definisi perjanjian internasional dalam perspektif hukum nasional yang masih belum baku. Kedua, adalah tentang status perjanjian internasional
dalam
hukum
nasional.
Ketiga
adalah
tentang
konsep
ratifikasi/pengesahan yang berkembang dan yang dikenal dalam hukum nasional. 5 Masalah definisi perjanjian internasional dalam teori dan praktiknya menimbulkan ketidakseragaman konsepsional. Parameter untuk menentukan apakah suatu dokumen adalah perjanjian internasional sering luput dari perhatian sehingga acapkali menimbulkan kerancuan baik di kalangan akademisi maupun praktisi. Pandangan umum mengenai perjanjian internasional adalah seluruh 4
Eddy Pratomo, Hukum Perjanjian Internasional (Pengertian, Status Hukum dan Ratifikasi), PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm. 1. 5 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian yang bersifat lintas negara baik yang bersifat perjanjian publik maupun perjanjian perdata antar negara maupun antar perusahaan multinasional. Black’s Law Dictionary mendefinisikan kontrak sebagai 6 “An agreement between two or more parties creating obligations that are enforcable or otherwise recognizable at law”. 7 Sehingga definisi ini cukup mengarahkan opini bahwa perjanjian internasional adalah identik dengan kontrak. Globalisasi menjadi alasan dan faktor utama bagi berbagai negara di dunia untuk saling bekerja sama. Hal ini didasarkan pada saling bergantung dan saling membutuhkannya tiap-tiap negara terhadap negara lain, baik itu dalam hal sumber daya alam, energi, informasi, teknologi maupun perdagangan. Hal ini kemudian lambat laun membawa globalisasi semacam yang dinamakan dengan penyatuan, yang semakin dekat antara negara-negara dan masyarakat-masyarakat di dunia yang disebabkan oleh pengurangan biaya transportasi dan komunikasi yang begitu besar, dan dapat meruntuhkan berbagai penghalang artifisial bagi arus barang, jasa, modal, pengetahuan dan (dalam jumlah yang sedikit) orang-orang di perbatasan. 8 Proses globalisasi dan liberalisasi ekonomi yang sedang berlangsung dewasa ini telah mendorong peningkatan intensitas komunikasi dan interaksi antar
6
Bryan A. Garner (Editor). Black’s Law Dictionary Second Pocket Edition. West Group, 2011, hlm. 139. 7 Kontrak secara umum dapat juga diartikan sebagai : an agreement which binds the parties concerned. In other words, a contract is an agreement which is enforceable by law. To have an agreement, there must be an offer and an acceptance of that offer. Baca : Catherine Tay Swee Kian-Tang See Chim, Time Business : Contract Law, a laymans’s guide, Times Books International, Singapore-Kuala Lumpur, 2001, hlm. 19. 8 Stiglitz Joseph, 2003, Globalisasi dan Kegagalan Lembaga-lembaga Keuangan Internasional, PT. Ina Publikatama, Jakarta, hlm. 12. Dikutip oleh Jemmy Rumengan, “Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah”, Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No. 2, 2009, hlm. 237.
Universitas Sumatera Utara
bangsa, termasuk antar kota/daerah dan masyarakat di negara yang berbeda. Dalam hal ini hubungan persahabatan dan saling pengertian antar bangsa-bangsa semakin dirasakan dalam mendukung kepentingan nasional. Keadaan tersebut sudah pasti memberi peluang yang baru dan luas kepada negara-negara yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. 9 Melihat semakin meluasnya peran yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk mendukung otonomi daerah, ini menjadikan daerah-daerah di Indonesia berlomba-lomba untuk menjalin kerjasama antar kota di seluruh dunia. Undang-undang otonomi daerah merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia atau dapat juga disebut payung hukum pelaksanaannya terhadap seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan otonomi daerah di bawah undang-undang otonomi daerah seperti, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Bupati dan seterusnya. Undang-undang otonomi daerah itu sendiri merupakan implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia tercantum dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa : “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.” 9
Damos Dumoli Agusman, Makalah “Kerjasama Sister City/Sister Province” (Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Deplu, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya, Undang-undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan Undang-undang Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undangundang Dasar 1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.” Ketentuan
tersebut
di
atas
menjadi
payung
hukum
bagi
pembentukan undang-undang otonomi daerah di Indonesia, sementara undangundang otonomi daerah menjadi dasar bagi pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang menurut hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan reformasi 1998, tepatnya pada tahun 1999. Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Setelah diberlakukannya undang-undang ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia. 10 Maka dari itu, Sister City merupakan implementasi dari perluasan hak yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam mengurus sendiri urusan pemerintahannya dalam arti tetap mengacu pada undang-undang yang berlaku di Indonesia. Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang merupakan salah satu dari beberapa bentuk kerjasama yang dijalin pemerintah daerah di Indonesia dengan
10
Sumber : http://otonomidaerah.com/uu-otonomi-daerah/ diakses pada 02 Februari 2015.
Universitas Sumatera Utara
kota-kota yang ada di luar negeri. Dalam konteks Perjanjian Internasional, kedua pihak harus membuat sesuatu yang dapat mengikat keduanya. Misalnya, adanya Memorandum of Understanding (MoU) 11 yang dibuat kedua pihak dalam menjalin kerjasama antar kota atau Sister City. Ada berbagai informasi dan hal-hal yang bisa dijadikan suatu pembelajaran bagi setiap orang untuk lebih memahami bagaimana cara melakukan kerjasama internasional. Dengan melakukan diplomasi internasional seperti apakah suatu kerjasama Sister City ini dapat terjalin dan bagaimana cara Pemerintah Daerah membuat kerjasama Sister City ini apakah sudah sesuai dengan proses dan mekanisme yang ada di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penting untuk meneliti bentuk serta status perjanjian internasional yang dibuat dalam kerangka kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) antara pemerintah daerah dari negara yang berbeda.
B. Rumusan Masalah Berkenaan dengan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan tentang perjanjian internasional dalam hukum internasional dan dalam hukum nasional ? 2. Bagaimana kesepakatan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Ichikawa ?
11
Memorandum of Understanding atau MoU adalah sebuah dokumen legal yang menjelaskan persetujuan antara dua belah pihak. MoU tidak seformal sebuah kontrak.
Universitas Sumatera Utara
3. Bagaimana status perjanjian internasional dalam kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Tujuan pembahasan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaturan tentang perjanjian internasional dalam hukum internasional dan dalam hukum nasional. b. Untuk
mengetahui
kesepakatan
kerjasama
Sister
City
(Kota
Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dengan Pemerintah Kota Ichikawa. c. Untuk mengetahui status hukum perjanjian internasional dalam kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa. 2. Manfaat Penulisan Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif baik dari segi teoritis maupun dari segi prakteknya. Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran serta pandangan mengenai konsep hukum internasional mengenai hukum perjanjian internasional. Selain itu, penulisan ini juga dapat dijadikan sebagai langkah awal untuk pengembangan serta penulisan yang lebih lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Secara praktis, pembahasan terhadap masalah dalam penulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Republik Indonesia (RI) dalam memahami norma-norma serta aspek-aspek hukum internasional dan hukum nasional yang terkait dengan perjanjian internasional dalam kaitannya dengan hubungan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penulisan sebelumnya dengan judul “Status Perjanjian Internasional dalam Kaitannya dengan Kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) yang Dibuat oleh Pemerintah Kota Medan dan Pemerintah Kota Ichikawa”. Namun pernah ada penulisan dari mahasiswa/i Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul : 1. Saudara Sondang br. Simanjuntak, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM : 830711247, Judul “Azas Reservasi dalam Perjanjian Internasional Wujud Kedaulatan Suatu Negara”. Dalam rumusan masalah : a. Dapatkah Negara yang mengadakan persyaratan menjadi peserta konvensi dan tetap mempertahankan persyaratan jika persyaratannya tersebut tidak disetujui oleh satu atau lebih peserta konvensi ? b. Bagaimana segi positif dan negatif dari reservasi ?
Universitas Sumatera Utara
c. Bagaimana Negara mengajukan persyaratan dan hubungannya dengan kedaulatan ? 2. Saudara Indra R. Muswar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM : 930200105, Judul “Ratifikasi Perjanjian Internasional menurut Sistem Hukum Indonesia”. Dalam rumusan masalah : a. Bagaimana pelaksanaan ratifikasi dan sistem yang diberlakukan di Indonesia? b. Bagaimana penyusunan perundang-undangan dari ratifikasi perjanjian internasional tersebut ? c. Bagaimana tata cara dan ketentuan ratifikasi perjanjian internasional yang dapat dipedomani ? d. Peraturan-peraturan apa saja yang diperlakukan pemerintah Indonesia dalam melaksanakan ratifikasi perjanjian Internasional terutama yang berhubungan dengan kepentingan nasional Indonesia ? 3. Saudara Imran Rinaldin, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, NIM : 950221019, Judul “Kedudukan Perjanjian Internasional dan Kebiasaan Internasional sebagai Sumber Hukum Internasional”. Dalam rumusan masalah : a. Apa segi positif dan negatif apabila ketentuan-ketentuan perjanjian internasional diberlakukan terhadap pohak ketiga yang bukan peserta perjanjian tersebut ? b. Bagaimana peranan hukum kebiasaan terhadap hukum perjanjian internasional yang diatur dalam Konvensi Wina tahun 1969 ?
Universitas Sumatera Utara
c. Secara praktis, kebiasaan-kebiasaan internasional dapat diterima menjadi hukum kebiasaan. Bagaimana bila suatu negara menolak diberlakukannya hukum kebiasaan tersebut ? Dalam permasalahan beberapa penulisan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, ternyata judul dan permasalahannya tidak ada yang serupa atau sama dengan yang ditulis saat ini. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli dan secara akademis dapat saya pertanggungjawabkan.
E. Tinjauan Kepustakaan Dalam tinjauan kepustakaan, dikemukakan beberapa pengertian dan batasan-batasan yang menjadi sorotan dalam membuat studi kepustakaan. Hal ini tentunya akan sangat berguna untuk membantu melihat ruang lingkup penulisan agar tetap berada di dalam koridor topik yang diangkat dalam permasalahan yang telah disebutkan di atas dan akan dijelaskan secara bertahap sehingga memudahkan pembaca untuk dapat lebih memahami apa-apa saja yang dituangkan dalam skripsi di bawah ini. Pada bagian ini, Penulis menggunakan landasan teori yang dapat mendukung kerangka pemikiran penulis tentang teori dan praktik yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dari proses pembuatan hingga pengesahan sebuah perjanjian internasional, baik yang bersifat bilateral, regional dan multilateral. Pembukaan UUD 1945 (amandemen) alinea keempat menyatakan bahwa tujuan pembentukan Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI) adalah : (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (ii)
Universitas Sumatera Utara
mewujudkan kesejahteraan umum, (iii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial. 12 Pada saat yang sama, dalam pelaksanaan hubungan antar negara yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia haruslah didasarkan pada Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara dan sumber dari segala sumber hukum. 13 Hukum Nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu negara yang terdiri atas prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati oleh masyarakat pada suatu negara. Hukum Nasional merupakan sebuah sistem hukum yang dibentuk dari proses penemuan, pengembangan, penyesuaian dari beberapa sistem hukum yang telah ada. Hukum Nasional di Indonesia adalah hukum yang terdiri atas campuran dari sistem hukum agama, hukum Eropa, dan hukum adat. Hukum Agama, itu karena mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam, maka syari’at Islam lebih mendominasi terutama pada bidang kekeluargaan, perkawinan dan warisan. Sistem Hukum Nasional yang diikuti sebagian besar berbasis pada hukum Eropa kontinental baik itu hukum perdata maupn hukum pidana. Hukum Eropa yang diikuti khususnya dari Belanda itu karena di masa lampau Indonesia merupakan negara jajahan Belanda. Sistem Hukum Adat juga merupakan bagian dari hukum nasional, karena di Indonesia masih kental dengan aturan-aturan adat setempat dari masyarakat serta budaya yang ada di wilayah Indonesia. 14
12
Undang-undang Dasar 1945 (Amandemen keempat), Bagian Pembukaan. Eddy Pratomo, Op.Cit., hlm. 23. 14 http://temukanpengertian.blogspot.com/2013/08/pengertian-hukum-nasional.html diunduh tanggal 19 Februari 2015. 13
Universitas Sumatera Utara
Romli Atmasasmita menyebutkan bahwa prinsip kedaulatan negara (state sovereignity) merupakan prinsip umum hukum internasional yang bersifat internasional. 15 Hubungan internasional sebagaimana tersebut di atas, diatur dalam tatanan yang disebut sebagai hukum internasional. Hukum internasional yang dimaksud disini adalah hukum internasional publik atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masingmasing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (obyeknya). Hukum Internasional adalah sekumpulan hukum (body of law) yang sebagian besar terdiri dari asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan negara-negara satu sama lain (sesuai dengan definisi yang diberikan
15
Prinsip state sovereignity memiliki 3 (tiga) pengertian, yaitu : Equality of States, Territorial Intergrity dan Non-intervention (Pasal 4 UN Convention Against Transnational Organized Crime, Pasal 4 UN Convention Against Corruption, Pasal 1 UN Charter, Pasal 2 (2) ASEAN Charter).
Universitas Sumatera Utara
Prof. Charles Cheney Hyde dalam bukunya “International Law”). 16 Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu : Hukum Internasional Regional Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika/Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (Conservation of The Living Resources of The Sea) yang mula-mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi Hukum Internasional Umum. Hukum Internasional Khusus Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negaranegara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbedabeda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara : a. Negara dengan negara b. Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama lain. 17
16
Drs. C. S. T. Kansil, S.H., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 461. 17 http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_internasional diunduh tanggal 19 Februari 2015.
Universitas Sumatera Utara
Dalam
konteks
kemampuan
melakukan
hubungan
internasional,
diperlukan kemampuan agent diplomatic Indonesia dakam proses negosiasi suatu draft konvensi. Kemampuan itu sendiri tidak dilahirkan melainkan dipelajari dan dilaksanakan secara benar. Treaty, adalah perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mengikatkan diri ke dalam suatu kepentingan bersama mengenai suatu objek tertentu. Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. 18 Cara mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian internasional di setiap negara berbeda-beda sesuai dengan sistem hukum yang dianut suatu negara baik itu civil law system 19 atau common law system 20. Bagi Indonesia yang menganut sistem hukum civil law, pemberlakuan perjanjian internasional ke dalam sistem hukum nasional masih memerlukan proses ratifikasi 21 DPR. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam UUD 1945 tentang sahnya suatu perjanjian internasional dan merujuk kepada Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Dalam hal melakukan perjanjian internasional oleh pemerintah daerah suatu negara haruslah pula sesuai dengan hukum nasional dari negara tersebut. Seperti Indonesia misalnya, hak ini diberikan kepada pemerintah daerahnya
18
Indonesia, Undang-undang tentang Perjanjian Internasional, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000, LN No. 185 Tahun 2000, TLN No. 4012., ps. 1 angka (1). 19 Civil Law diartikan sebagai the body of law imposed by the state, as opposed to moral law. Bryan A Garner (Editor), Black’s Law Dictionary Second Pocket Edition, Op. Cit., hlm. 101. 20 Common Law diartikan sebagai the body of law derived from judicial decisions, rather than from the statutes or constitutions. Ibid., hlm. 114. 21 Ratifikasi dapat dimaknai sebagai confirmation and acceptance of a previous act, thereby making the act valid from the moment it was done. Ibid., hlm. 582.
Universitas Sumatera Utara
sebagai
hak
otonomi
daerah
untuk
bisa
memperluas
jaringan
serta
mengembangkan daerahnya. Pengertian Pemerintahan Daerah disini adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantun dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 22 Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 23 Salah satu contoh yang dari bentuk perjanjian internasional yang dibuat oleh pemerintah daerah yang akan Penulis bahas disini yaitu Sister City (Kota Bersaudara). Pengertian Sister City adalah konsep penggandengan dua kota yang berbeda lokasi dan administrasi politik dengan tujuan menjalin hubungan budaya dan kontak sosial antar penduduk. Kota bersaudara pada umumnya memiliki persamaan keadaan demografi dan masalah-masalah yang dihadapi. Konsep kota kembar bisa diumpamakan sebagai sahabat pena antara dua kota. Hubungan kota kembar sangat bermanfaat bagi program pertukaran pelajar dan kerjasama di bidang budaya dan perdagangan. 24 Dan seperti yang diketahui pula, konsep kerjasama Sister City ini sudah berkembang di Indonesia dan sudah dilakukan oleh banyak daerah, termasuk Kota Medan sendiri. Dan disini penulis mengambil fokus membahas hubungan kerjasama Sister City antara Kota Medan dan Kota Ichikawa. 22
Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, LN No. 125 Tahun 2004, TLN No. 4437, ps. 1 angka (2). 23 Ibid., ps. 1 angka (3). 24 Sumber : “Kota kembar” sebagaimana yang dimaksud dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_kembar diakses pada tanggal 10 Oktober 2014.
Universitas Sumatera Utara
F. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah : 1. Jenis Penelitian Penulisan ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif. Metode deskriptif dimaksudkan untuk memaparkan status atas hukum perjanjian internasional, khususnya mengenai hubungan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) antara Pemerintah Kota Medan, Indonesia dengan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang. Sedangkan pendekatan yuridis normatif yang digunakan dalam penulisan ini yaitu penulisan mengenai norma hukum yang berhubungan dengan pokok masalah yang diteliti yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan 25 di bidang hubungan luar negeri, perjanjian internasional dan pemerintahan daerah yang berlaku dan mengikat masyarakat dengan cara meneliti bahan pustaka. 2. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder karena penulisan ini merupakan penelitian kepustakaan. Adapun data sekunder tersebut mencakup : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang mempunyai kekuatan mengikat, seperti norma-norma dasar, peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Bahan hukum primer dalam penulisan ini, yaitu : -
Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian.
25
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penulisan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkatan, cet. VII, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 13.
Universitas Sumatera Utara
-
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perubahan-perubahannya.
-
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1982 tentang Pengesahan Konvensi Wina Tahun 1961 mengenai Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina Tahun 1963 mengenai Hubungan Konsuler.
-
Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
-
Undang-undang
Nomor
24
Tahun
2000
tentang
Perjanjian
Internasional. -
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
-
Peraturan
Menteri
Luar
Negeri
Republik
Indonesia
No.
09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah. -
Permendagri Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah Daerah dengan Pihak Luar Negeri.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan isinya tidak mengikat. Bahan hukum sekunder yang digunakan disini adalah buku-buku, artikel, majalah, jurnal dan makalah dari berbagai seminar yang berhubungan yang membahas mengenai hukum internasional terutama yang terkait dengan perjanjian internasional dan mengenai kerjasama Sister City. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam
Universitas Sumatera Utara
kajian ini, bahan hukum tersier ang digunakan yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia yang digunakan untuk menyamakan definisi dari istilah-istilah yang terkait. Teknik pengumpulan data bagi penulisan ini dilakukan melalui studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber yang terkait dengan penulisan ini, seperti buku-buku, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah, kamus, ataupun artikel-artikel terkait dari internet.
G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini, diuraikan latar belakang penulisan skripsi ini, rumusan
masalah yang menjadi bahasan dalam penulisan skripsi ini, tujuan serta manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan dalam penulisan, metode penulisan yang digunakan dalam rangka pencarian data untuk penulisan skripsi ini serta bagaimana sistematika penulisan skripsi ini. BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL Dalam bab ini, diuraikan permasalahan yang terkait dengan Perjanjian Internasional. Bab ini terbagi atas tiga subbab, yaitu subbab mengenai Perjanjian Internasional
dalam
Hukum
Internasional,
subbab
mengenai
Perjanjian
Internasional berdasarkan Hukum Nasional di Indonesia dan subbab mengenai hubungan hukum internasional dengan hukum nasional di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
BAB III LATAR BELAKANG PERJANJIAN KERJASAMA SISTER CITY (KOTA BERSAUDARA) Dalam bab ini, diuraikan permasalahan yang terkait dengan Sister City (Kota Bersaudara) melalui pengertiannya, manfaat dan tujuan diadakannya Sister City (Kota Bersaudara), serta perkembangannya di Indonesia. Pada akhir bab ini juga akan dibahas bagaimana hubungan kerjasama Sister City (Kota Bersaudara) antara Pemerintah Kota Medan, Indonesia dan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang. BAB IV STATUS HUKUM PERJANJIAN INTERNASIONAL SISTER CITY (KOTA BERSAUDARA) YANG DIBUAT OLEH PEMERINTAH KOTA MEDAN DAN PEMERINTAH KOTA ICHIKAWA Dalam bab ini, diuraikan mekanisme pembuatan perjanjian internasional oleh pemerintah daerah dan membahas tentang status hukum perjanjian internasional mengenai Sister City (Kota Bersaudara) yang dibuat oleh Pemerintah Kota Medan, Indonesia dan Pemerintah Kota Ichikawa, Jepang. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini, penulis mencoba untuk memberikan kesimpulan dari apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis juga memberikan saran bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Universitas Sumatera Utara