BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sudah tidak asing lagi di Indonesia. Setiap tahun insidensinya selalu meningkat seiring dengan terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan. Hampir di setiap daerah di Indonesia terdapat kasus DBD baru tak terkecuali dengan Propinsi Jawa Timur. Sampai bulan September 2012 lalu, ada 5.140 penderita DBD di Jatim. Dari jumlah tersebut, 69 orang diantaranya meninggal dunia. Wilayah yang berstatus KLB (Kejadian Luar Biasa) juga cukup banyak, yakni 12 kabupaten/kota1. Berdasarkan data Dinkes Jatim, yang termasuk lima besar sampai September 2012 adalah Kota Surabaya dengan 960 penderita, Kediri 259 penderita, Gresik 259 penderita, Jombang 247 penderita dan Bojonegoro 212 penderita. Lima daerah tersebut hanya Kediri dan Bojonegoro yang berstatus KLB. Kota Surabaya Gresik dan Jombang, masih belum memenuhi kriteria KLB. Sedangkan berdasarkan data Dinkes Jatim sampai Juli 2012, terdapat 12 daerah yang berstatus KLB. Mereka adalah Kediri 259 penderita, Sumenep 212 penderita, Bojonegoro 206 penderita, Lamongan 177 penderita, dan Jember 161 penderita. Lainnya adalah Kabupaten Madiun 120 penderita, Bondowoso 118 penderita, Kota Blitar 114 penderita, Tulungagung 107 penderita, Kabupaten Mojokerto 57 penderita, Kota Madiun 38 penderita, dan Pamekasan 32 penderita1.
1
1.2 Pernyataan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah gambaran kasus DBD di Kabupaten Blitar, khususnya di Kecamatan Srengat. b. Jika terdapat kasus DBD di Kabupaten Blitar, khususnya di Kecamatan Srengat tindakan apa yang akan dilakukan agar kasusnya tidak semakin meluas.
1.3 Tujuan a. Untuk mengetahui gambaran kasus DBD di Kabupaten Blitar, khususnya di Kecamatan Srengat. b. Membantu mencegah meluasnya kasus DBD di Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar
1.4 Manfaat a. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD semakin meningkat, sehingga mereka memiliki kesadaran untuk ikut serta dalam mencegah terjadinya penyakit DBD. b. Membantu pihak puskesmas dalam hal pendataan penyakit DBD di Kecamatan Srengat.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Etiologi2 Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis hemoragik dan perembesan plasma. Yang membedakan demam berdarah dengue dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae dengan diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut semuanya telah ditemukan di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah DEN-3.
2.2 Epidemiologi2 Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk (pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi virus dengue melalui
3
vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; (3) Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
2.3 Patogenesis2 Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua perubahan patofisiologis yang signifikan, yaitu:
Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3 dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD, 4
namun demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti. Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue sebelumnya. Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta respons imun cellmediated terlibat juga dalam patogenesis DBD.
2.4 Manifestasi Klinis2 Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi. Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat yaitu dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997, terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik. 2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan: - Uji tourniquet positif - Petekia, ekimosis, purpura
5
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi - Hematemesis dan atau melena
Kriteria Laboratoris : - Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml) - Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi 4 derajat seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit Kategori
Derajat
Gejala
Laboratorium -
leukopenia
-
trombositopenia ringan
-
tidak ada tanda kebocoran
Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri DD
kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot dan nyeri sendi plasma
DBD
DBD
I
II
-
trombositopenia <100.000 /ml
-
ada kebocoran plasma
-
trombositopenia <100.000 /ml
-
ada kebocoran plasma
-
trombositopenia <100.000 /ml
-
ada kebocoran plasma
Syok berat (nadi tidak teraba, tekanan
-
trombositopenia <100.000 /ml
darah tidak terukur)
-
ada kebocoran plasma
Gejala di atas + uji tourniquet positif
Gejala di atas + perdarahan spontan
Gejala di atas + tanda-tanda pre-syok DBD
III
(kulit dingin, lembab, dan gelisah, nadi cepat, tekanan darah turun)
DBD
IV
6
Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage) antara lain: -
peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin
-
penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
-
hipoproteinemia
-
hiponatremia
-
efusi pleura atau asites
2.5 Diagnosis2,3 Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis DBD antara lain:
a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis leukosit untuk melihat ada tidaknya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (LPB).
7
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena teknik ini masih sulit dilakukan dan biayanya mahal maka dapat digunakan juga uji serologis yang dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap virus dengue dengan memeriksa kadar IgM dan IgG. Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan darah adalah:
Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3 dapat ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai limfosit plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok akan meningkat jumlahnya
Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT jika dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran plasma
Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT
Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika terjadi syok
Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari ke-3 sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari, serta
8
terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau hari ke-2 (infeksi sekunder)
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum pada fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan interpretasi seperti pada tabel berikut ini. Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi Interval Serum I-II
Kenaikan Titer
Titer Serum II
Kesimpulan
≥ 7 hari Berapapun < 7 hari
≥ 4 kali ≥ 4 kali ≥ 4 kali
≤ 1: 1280 ≥ 1: 1560 ≤ 1: 1280
Berapapun
tidak ada
≥ 1: 2560
≥ 7 hari < 7 hari
tidak ada tidak ada
≤ 1: 1280 ≤ 1: 1280
Infeksi Primer Infeksi Sekunder Infeksi primer atau infeksi sekunder Mungkin infeksi dengue Bukan infeksi dengue Tidak bisa disimpulkan Tidak bisa disimpulkan
Hanya 1 serum
≤ 1: 1280
b. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu mendeteksi komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi pleura dapat dilihat pada foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat ditemukan pada pemeriksaan USG Abdomen.
2.6 Penatalaksanaan a. Promotif Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di masyarakat adalah melalui semboyan “3M plus” yaitu menguras bak mandi minimal 9
seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan air, mengubur barangbarang bekas yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, pemberian bubuk abate di tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat penampungan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan fogging atau pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.
b. Preventif Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan nyamuk, yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent), menggunakan insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik), memakai kaos kaki yang panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang masih sekolah atau menggunakan celana panjang maupun baju lengan panjang, serta tidur dengan menggunakan kelambu.
c. Kuratif2 Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama adalah dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan intravaskular merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan demam berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus dijaga terutama cairan oral. Apabila asupan secara oral tidak dapat terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan secara parenteral untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi darah.
10
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:
Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta digunakan sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Adapun hal-hal yang harus dilakukan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Keluhan mengarah DBD (Kriteria WHO 1997))
Hb, Hematokrit, dan Trombosit Normal
Hb & Hematokrit Normal
Hb & Hematokrit Normal
Hb & Hematokrit Meningkat
Trombosit
Trombosit
Trombosit
100.000-150.000
<100.000
Normal/Turun
Observasi Rawat Jalan Periksa Hb, Hematokrit, dan Trombosit 24 jam berikutnya
RAWAT INAP
Gambar 1. Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)
11
Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini. 1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg – 20)}
atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Tabel Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-Segar
Berat Badan (kg)
Kebutuhan Cairan
≤ 10 kg
100 cc/kgBB/hari
11 – 20 kg
50 cc/kgBB/hari
> 20 kg
20 cc/kgBB/hari
Misal: Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah (10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250 cc/hari = 1250 cc/hari
12
Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10 kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari
Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di ruang rawat dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Suspek DBD Perdarahan spontan & massif (-) Tanda-tanda syok (-)
Hb, Hematokrit Normal Trombosit < 100.000 Infus Kristaloid Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam
Hb, Hematokrit ↑ 10-20% Trombosit < 100.000 Infus Kristaloid Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam
Hb, Hematokrit ↑ >20% Trombosit <100.000
Penanganan dengan Protokol III
Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di Ruang Rawat)
Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20% Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit cairan tubuh sebanyak kurang lebih 5%. Penatalaksanaannya seperti yang terlihat pada bagan berikut ini.
13
Defisit Cairan 5%
Terapi awal cairan IV 6-7 cc/kgBB/jam Evaluasi 3-4 jam TIDAK MEMBAIK Hematokrit ↑, Nadi ↑ Tensi ↓ <20 mmHg Diuresis ↓
MEMBAIK Hematokrit ↓ Nadi ↓, Tensi ↑ Diuresis ↑ 2 cc/kgBB/Jam
Kurangi infus kristaloid 5 cc/kgBB/jam
Tanda Vital dan Hematokrit Memburuk
Tambah infus kristaloid 10 cc/kgBB/jam
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK
Kurangi infus kristaloid 3 cc/kgBB/Jam
Tambah infus kristaloid 15 cc/kgBB/jam
MEMBAIK
Terapi cairan dihentikan dalam 24-48 jam
MEMBAIK
TIDAK MEMBAIK Tanda Syok (+)
Penanganan dengan Protokol V
Gambar 3. Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%)
14
Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa epistaksis,
hematemesis,
melena,
hematokezia,
hematuria,
perdarahan
intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya. Pada keadaan seperti ini pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi tanda vital, Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali. Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation). Tranfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb < 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit < 50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda DIC. Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan (PT dan aPTT memanjang). KASUS DBD: Perdarahan spontan masif Tanda-tanda syok (-)
Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Hemostasis, Golongan Darah, Uji Cross-Match
DIC (+): Tranfusi komponen darah (k/p) Heparinisasi 5000-10.000/hari drip Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 46 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
DIC (-): Tranfusi komponen darah (k/p) Observasi tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 46 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian
Gambar 4. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD) 15
Dalam memberikan transfusi komponen darah hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan kebutuhan transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi PRC dapat digunakan rumus: (Hb target – Hb pasien) x Berat Badan (kg) x 3
Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa 50 cc suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-10.000/mm3 pada pasien dengan berat badan minimal 50 kg. Ada beberapa institusi yang menyatakan bahwa untuk membantu meningkatkan kadar trombosit dapat juga ditambahkan
Dexamethason
atau
Metilprednisolon
(parenteral).
Namun
pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.
Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok (DBD Derajat III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit ini. Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan berikut ini.
16
Kristaloid 10-20 cc/kgBB/30 menit O2 2-4 liter/menit Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, Golongan Darah
MEMBAIK Kristaloid 7 cc/kgBB/jam
MEMBAIK Kristaloid 5 cc/kgBB/jam
MEMBAIK Kristaloid 3 cc/kgBB/jam
Evaluasi 24-48 jam, jika tetap stabil berikan cairan maintenance
TIDAK MEMBAIK Kristaloid 20-30 cc/kgBB/30 menit
MEMBURUK Kembali Ke Awal
Hematokrit ↑ Koloid tetes cepat 10-20 cc/kgBB/10-15 menit
MEMBAIK Menuju ke
MEMBAIK Menuju ke
HIPOVOLEMIK Kristaloid pantau tiap 10-15 menit
Kombinasi KoloidKristaloid
Hematokrit ↓ Transfusi WB 10 cc/kgBB Dapat diulang sesuai kebutuhan
TIDAK MEMBAIK Koloid 30 cc/kgBB/jam
TIDAK MEMBAIK Pasang PVC
NORMOVOLEMIK Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder
Perbaikan terhadap vasopressor
- Inotropik - Vasopressor - After load
PERBAIKAN
Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder
Gambar 5. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)
17
BAB III. METODE
3.1 Jenis Metode Kegiatan ini menggunakan metode penyuluhan langsung dengan pendekatan kelompok. Dalam hal ini penyuluhan ditujukan kepada kelompok kader tiwisada se-Kecamatan Srengat.
3.2 Sasaran Sasaran pada kegiatan ini adalah para siswa sekolah dasar se-Kecamatan Srengat yang ditunjuk oleh sekolah masing-masing sebagai kader tiwisada (dokter kecil).
3.3 Media Media yang digunakan dalam kegiatan ini adalah slide (powerpoint) serta leaflet.
18
BAB IV. HASIL
4.1 Profil Komunitas Umum Kecamatan Srengat merupakan bagian dari Kabupaten Blitar. Terletak pada jalur segitiga Blitar, Tulungagung, dan Kediri. Kecamatan Srengat memiliki wilayah yang tidak terlalu luas dengan jumlah penduduk yang cukup banyak. Penduduknya rata-rata bekerja sebagai pedagang, petani, dan peternak ayam. Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kecamatan Srengat berupa 30 SD (27 negeri dan 3 swasta), 6 SMP (3 negeri dan 3 swasta), dan 3 SMA (1 negeri dan 2 swasta). Mayoritas penduduk Srengat beragama Islam (52.435 orang) sisanya menganut agama Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha4.
4.2 Data Geografis Kecamatan Srengat memiliki luas sekitar 53,98 km2. Terdiri dari 4 kelurahan, 12 desa, 74 rukun warga (RW), dan 339 rukun tetangga (RT). Berada pada ketinggian ±133 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 19,18 mm/tahun4. Batas wilayah Kecamatan Srengat meliputi: Utara : Kecamatan Ponggok Selatan : Kabupaten Tulungagung Timur : Kecamatan Sanan Kulon Barat : Kecamatan Udanawu dan Kecamatan Wonodadi
19
4.3 Data Demografik Menurut hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di Kecamatan Srengat kurang lebih 62.071 jiwa. Kepadatan penduduk mencapai 1150 jiwa/km2 dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 0,93%4.
4.4 Sumber Daya Kesehatan yang Ada Pada tahun 2010, jumlah tenaga kesehatan yang ada di Kecamatan Srengat sebanyak 24 orang dengan rincian 1 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 7 orang perawat, 14 orang bidan dan 1 orang sanitarian4. Jumlah ini belum termasuk dokter/dokter gigi praktek swasta, bidan praktek swasta, serta tenaga kesehatan lain yang bekerja di RS swasta.
4.5 Sarana Pelayanan Kesehatan yang Ada Dari hasil survey BPS tahun 2010 diketahui bahwa di Kecamatan Srengat terdapat 1 rumah sakit umum, 1 puskesmas, 3 puskesmas pembantu, 12 buah polindes, dan 75 posyandu4.
4.6 Data Kesehatan Masyarakat Berdasarkan data yang masuk ke Puskesmas sejak Januari hingga Oktober 2012, jumlah penderita DBD di Kecamatan Srengat sebanyak 12 orang dengan rincian seperti pada tabel berikut ini.
20
Tabel 4. Jumlah Penderita DBD di Kecamatan Srengat BULAN
JUMLAH PENDERITA DBD TAHUN 2012 HIDUP
MATI
TOTAL
JANUARI
2
-
2
FEBRUARI
2
-
2
MARET
-
-
-
APRIL
-
-
-
MEI
1
-
1
JUNI
-
-
-
JULI
1
-
1
AGUSTUS
1
-
1
SEPTEMBER
2
-
2
OKTOBER
3
-
3
NOPEMBER
belum ada data
belum ada data
belum ada data
DESEMBER
belum ada data
belum ada data
belum ada data
12
0
12
TOTAL
KETERANGAN
Secara keseluruhan pada tahun 2011, Angka Bebas Jentik (ABJ) di Provinsi Jawa Timur baru mencapai 84%. Di Kecamatan Srengat sendiri ABJ pada tahun 2011 juga baru mencapai 71,11%, seperti halnya yang terjadi di Kelurahan Srengat di mana dari 135 rumah yang dipantau terdapat 39 rumah yang positif terdapat jentik-jentik nyamuk5.
21
BAB V. PEMBAHASAN
Dari data yang dipaparkan pada Bab. IV terlihat bahwa hampir setiap bulan pada tahun 2012 terdapat penderita DBD baru, kecuali bulan Maret, April dan Juni. Hal ini disebabkan karena perubahan iklim dan cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini. Menurut survey BPS tahun 2007-2008 di Kecamatan Srengat terjadi peningkatan curah hujan pada bulan Januari hingga Juni dan pada bulan Oktober hingga Desember. Pada tahun 2009, peningkatan curah hujan justru terjadi pada bulan Januari hingga Juli dan bulan Oktober hingga Desember. Sedangkan pada tahun 2010, terjadi peningkatan curah hujan setiap bulannya, sehingga bisa dikatakan pada tahun 2010 Kecamatan Srengat diguyur hujan sepanjang tahun4. Mengenai ABJ, target Provinsi Jawa Timur harus mencapai 95%5. Untuk itu Puskesmas Srengat sendiri telah memiliki beberapa program untuk mencegah mewabahnya penyakit DBD, antara lain pemantauan jentik nyamuk oleh jumantik (juru pemantau jentik) serta sosialisasi PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dengan metode 3M Plus kepada masyarakat khususnya pelajar sekolah dasar. Untuk membantu pencapaian target tersebut, penulis telah melakukan penyuluhan mengenai DBD dan PSN 3M Plus kepada perwakilan siswa-siswi sekolah dasar se-Kecamatan Srengat yang ditunjuk oleh pihak sekolah sebagai kader tiwisada (dokter kecil) pada tanggal 20 November 2012, pukul 08.00. Dengan begitu diharapkan para kader tiwisada dapat ikut serta secara aktif membantu petugas puskesmas untuk mensosialisasikan materi tentang DBD dan PSN 3M Plus ini
22
kepada guru-guru dan teman-teman lainnya di sekolah serta kepada keluarga dan tetangganya di rumah, sehingga pemahaman masyarakat tentang DBD dan PSN 3M Plus juga meningkat.
23
BAB VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan a. Kasus DBD di Kecamatan Srengat hingga Oktober 2012 telah mencapai 12 orang dan ABJ baru mencapai 71,11%. Meskipun belum dikatakan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) tetapi sudah mulai ada peningkatan insidensi DBD dan Kecamatan Srengat belum mencapai target ABJ ≥ 95%. b. Banyak faktor yang mempengaruhi rendahnya ABJ serta tingginya kasus DBD di Kecamatan Srengat antara lain faktor cuaca, kebersihan lingkungan, serta pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD dan PSN 3M plus.
6.2 Saran a. Sosialisasi mengenai penyakit DBD dan PSN 3M Plus hendaknya dilakukan secara berkala agar masyarakat tetap ingat dan semakin paham mengenai pencegahan DBD. b. Puskesmas hendaknya mempersiapkan sarana dan prasarana serta sumberdaya tenaga kesehatan di lingkungan Kecamatan Srengat agar tetap waspada jika sewaktu-waktu terjadi KLB DBD di wilayah Kecamatan Srengat.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2012. Difteri Belum Rampung, Giliran DBD Serang Jatim. http://www.surabayapagi.com/index.php?3b1ca0a43b79bdfd9f9305b8129829 62cce749c91bea2ee1325011080704f528. Diakses pada tanggal 16 Nopember 2012. 2. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. “Demam Berdarah Dengue”. Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue. J Kedokter Trisakti 18(1): 77-90 4. BPS dan Bappeda Kabupaten Blitar. 2011. Kabupaten Blitar dalam Angka 2011. Blitar: BPS Kabupaten Blitar 5. Seksi P2 Dinkes Provinsi Jatim. 2012. Program Pengendalian Penyakit Menular di Jawa Timur. http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/P2.pdf. Diakses 20 Oktober 2012.
25