BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur materiil dan spiritual yang merata di seluruh wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pembangunan nasional diperlukan keselarasan antara sumber daya alam dan sumber daya manusia agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kedua sumber daya tersebut digunakan secara bersama-sama dan saling melengkapi dalam upaya tercapainya pemerataan pembangunan nasional di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan nasional memerlukan manusia yang potensial dan produktif. Kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan tidak saja ditentukan secara kuantitatif oleh jumlah penduduk dan angkatan kerja dari tahun ketahun, melainkan juga secara kualitatif ditentukan oleh tingkat kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja yang diperlukan sesuai dengan tingkat teknologi yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan tersebut. Jumlah penduduk yang melimpah merupakan aset penting dalam pembangunan nasional. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak, namun hal tersebut bukan jaminan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional dapat berjalan optimal dan mencapai tujuan. Di satu sisi dengan jumlah penduduk yang besar akan menjadi sumber daya pelaksana pembangunan nasional. Masyarakat akan berperan sebagai tenaga kerja yang dapat melaksanakan
1
2
pembangunan tersebut. Di sisi lain, jumlah penduduk yang besar dan selalu bertambah
juga
dapat
menimbulkan
masalah
yang
berkaitan
dengan
ketenagakerjaan. Hal ini dapat terjadi apabila pemerintah tidak dapat mengatur jumlah penduduk yang besar menjadi input pembangunan, yaitu dengan menyediakan lapangan kerja yang memadai. Bertambahnya jumlah penduduk maka bertambah pula jumlah angkatan kerja yang harus diikuti juga oleh perluasan lapangan kerja. Persoalan mendasar dari semua aspek kependudukan adalah tidak tersedianya tenaga kerja terdidik dan terlatih. Dalam arti luas, kualitas tenaga kerja di Indonesia relatif rendah, sehingga menjadi penghalang bagi pelaksanaan pembangunan. Indonesia termasuk dalam negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber daya tenaga kerja yang melimpah dan sebagian besar masih berkualitas rendah dilihat dari latar belakang pendidikan yang diperoleh. Hal yang sering terjadi saat ini adalah banyaknya penduduk usia kerja yang tidak semuanya dapat memperoleh ketrampilan dan keahlian tertentu dari pendidikan formal. Banyak yang ingin melanjutkan sekolah tetapi tidak dapat karena tidak memiliki biaya. Dari permasalahan tersebut berakibat pada banyaknya pemuda yang tidak melanjutkan sekolah. Pada akhirnya mereka berusaha untuk mendapatkan pekerjaan namun tidak semuanya dapat terserap dalam lapangan kerja. Hal ini dikarenakan kurangnya pendidikan dan ketrampilan serta keahlian yang dimiliki. Oleh karena itu, penyiapan tenaga kerja terampil dan ahli melalui pendidikan dan pelatihan kerja yang tepat dan terarah sangat diperlukan.
3
Tuntutan dunia kerja akan tenaga kerja terampil mendorong pencari kerja untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kerja nonformal untuk menambah ketrampilan dan keahlian mereka. Pendidikan dan pelatihan kerja merupakan sarana penting dalam pengembangan sumber daya tenaga kerja. Pengembangan tenaga kerja ini diharapkan nantinya menjadi tenaga kerja yang siap pakai, dalam arti bisa langsung terjun ke lapangan kerja. Orientasi program pendidikan dan pelatihan kerja tersebut sangat diperlukan mengingat sebagian besar angkatan kerja di Indonesia masih bekerja pada sektor informal dengan produktivitas yang sangat rendah. Dari hal tersebut terlihat bahwa sistem pendidikan dan pelatihan kerja sangat relevan memberikan kontribusi sebagai sarana pengembangan tenaga kerja. Dengan kata lain, semakin tinggi relevansi program pendidikan dan pelatihan kerja dengan pasar kerja semakin besar kemungkinan program tersebut mempersiapkan tenaga kerja terdidik dan terlatih. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang dan pelatihan yang pernah diikuti mencerminkan kemampuan intelektual dan jenis ketrampilan yang dimiliki adalah alat pengukur kemampuan teknisnya. Menurut UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dijelaskan bahwa Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Program latihan kerja perlu diprioritaskan baik dalam rangka menghadapi era globalisasi dan persaingan
4
dunia,
maupun
untuk
mengatasi
dampak
krisis
ekonomi
mengurangi
pengangguran. Dalam melaksanakan pelatihan kerja itu sendiri hendaknya diarahkan ke sektor-sektor lapangan kerja yang banyak menyerap tenaga kerja sehingga pelatihan kejuruaan yang diikuti akan membantu menjamin angkatan kerja dapat bekerja. Upaya pengembangan sumber tenaga kerja merupakan tanggung jawab bersama dari semua sektor terkait mencakup instansi pemerintah, swasta, industri serta organisasi profesi lainnya. Oleh karena itu, pemerintah sebagai salah satu komponen yang bertanggungjawab mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, menempuh berbagai cara dan menetapkan berbagai kebijakan di bidang ketenagakerjaan. Dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dalam salah satu kebijakannya yaitu mendirikan Balai Latihan Kerja Industri Berbagai upaya dan program perlu dilakukan oleh pemerintah khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Upaya peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia baik dari segi keahlian maupun keterampilan. Upaya peningkatan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan melalui : 1. Pengembangan kemampuan tenaga kerja, misalnya melalui pelatihan kerja. 2. Pengelolaan prestasi tenaga kerja, misalnya dengan meningkatkan profesionalisme. 3. Pengelolaan fungsi sumber daya manusia, misalnya peningkatan gizi, kesehatan dan kualitas mental dan spiritual.
5
Flippo dalam Moekijat (1991), pelatihan adalah tindakan untuk meningkatkan
pengetahuan
dan
kecakapan
seseorang
pegawai
untuk
melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Sedangkan Sastrohadiwiryo (2003), pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar system pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan pasar kerja, perlu adanya hubungan timbal balik antara pihak masyarakat yang membutuhkan dan lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat), baik yang bersifat formal maupun non formal. Salah satu bentuk hubungan timbal balik tersebut adalah pihak masyarakat pengguna harus merumuskan standar kualifikasi SDM yang dibutuhkan sesuai dengan bidang kerjanya, sedangkan pihak lembaga pendidikan dan pelatihan menggunakan standar kualifikasi tersebut untuk digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum atau program kegiatan pendidikan dan pelatihan tersebut. Kebutuhan kualifikasi SDM ini diwujudkan dalam bentuk Standar Kompetensi Bidang Keahlian yang merupakan refleksi dari kompentensi yang diharapkan dimiliki orang-orang atau seseorang yang akan bekerja di suatu bidang. Perlunya peningkatan keahlian dan keterampilan melalui berbagai pelatihan. Sebab pelatihan tidak terlepas dari konsep pengembangan SDM. Sulit rasanya suatu Negara dapat maju tanpa dukungan pelatihan SDM yang baik.
6
Karena itu pelatihan bukan alternative tapi prioritas. Pada sisi lain abad ke-21, merupakan era human capital dimana SDM menjadi nilai penting bagi dunia. Akibat kurangnya pelatihan dan pembekalan yang baik bagi calon tenaga kerja, akhirnya banyak tenaga kerja yang menemui kendala. Sumber daya manusia (man) adalah merupakan asset investasi yang apabila dimanfaatkan merupakan modal yang sangat berharga dalam pelaksanaan pembangunan di samping sumber-sumber modal lainnya. Pembangunan nasional sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya, dengan sasaran utama tercapainya kualitas manusia Indonesia seutuhnya yang mampu bersaing dengan bangsabangsa lain. Menurut Martoyo (2000), bahwa sumber daya manusia harus dapat diubah menjadi suatu asset keterampilan yang bermanfaat bagi pembangunan. Untuk itu berbagai keahlian, keterampilan dan kesempatan harus dibekalkan kepada sumber daya manusia, sesuai dengan kemampuan biologis dan rohaninya. Tindakan yang cermat dan bijaksana harus dapat diambil dalam membekali dan mempersiapkan sumber daya manusia, sehingga benar-benar menjadi asset pembangunan bangsa yang produktif dan bermanfaat. Kata kunci dari pendapat tersebut adalah sumber daya manusia sebagai asset yang harus dibekali keahlian, keterampilan dan kesempatan yang bermanfaat bagi pembangunan. Senada dengan pendapat tersebut dikatakan oleh Anoraga (2000) adalah “Dalam organisasi atau perusahaan, keterampilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, karena keterampilan tersebut dapat meningkatkan produktivitas karyawan”. Mengenai keterampilan ini, Siagian
7
(1981) mengemukakan keterampilan adalah kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu kegiatan tertentu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Artinya pengembangan keterampilan merupakan bagian dari kegiatan pendidikan yang berarti dilakukan secara sadar, pragmatis dan sistematis, khususnya berbagai bidang yang sifatnya teknis dalam penerapannya lebih ditunjukkan kepada kegiatan-kegiatan operasional. Pembekalan kepada para tenaga kerja dengan pemberian pelatihan menjadi sesuatu yang wajib dilakukan dan pelatihan yang diberikan haruslah dapat menambah nilai jual (potensi SDM) dari tenaga kerja itu sendiri yang disesuaikan dengan tuntutan kerja saat ini. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan dan mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja. Pelatihan kerja dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kualifikasi keterampilan atau keahlian yang pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang, berkait dan berlanjut. Pelatihan kerja yang merupakan hak setiap pekerja dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya diselenggarakan oleh lembaga pelatihan pemerintah, swasta dan perusahaan. Penyelenggaraan pelatihan kerja wajib memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Tersedianya tenaga pelatihan
8
2. Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja 3. Kurikulum 4. Akreditasi 5. Sarana dan Prasarana pelatihan kerja Ketersediaan lembaga pelatihan yang didukung dengan sumber daya manusia, perlengkapan pelatihan dan program yang memadai merupakan suatu hal yang penting dalam mengembangkan suatu system pelatihan guna menghasilkan peserta pelatihan yang mempunyai kompetensi dan dapat memenuhi harapan pasar kerja. Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans) melalui Balai Latihan Kerja Industri Semarang mengimplementasikan kebijakan three in one (3 in 1) yaitu pelatihan, sertifikasi dan penempatan. Sehubungan dengan itu, maka program pelatihan yang dilaksanakan harus terkait sertifikasi dan penempatan, baik dalam hubungan kerja maupun usaha mandiri di dalam negeri maupun ke luar negeri. Untuk dapat terlaksananya pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, diperlukan upaya , seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2006 tentang Sistem Pelatihan Kerja Nasional. Para pencari kerja, korban PHK, buruh lepas harian dan kelompok kerja yang rentan kemiskinan lainnya mereka membutuhkan layanan Balai Latihan Kerja, karena berbasis kompetensi dan sertifikasi merupakan gerbang utama
9
mereka masuk dalam dunia kerja. Balai Latihan Kerja adalah pilihan, harapan dan karir masa depan. Selain itu, Balai Latihan Kerja juga menjadi tiket pekerja professional dan pengusaha yang tangguh. Berbagai upaya dan program perlu dilakukan oleh pemerintah khususnya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Salah satu usaha untuk memperluas kesempatan kerja dan perbaikan mutu tenaga kerja adalah melalui pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja, Pelatihan kerja harus dipandang sebagai modal awal untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi dan pengangguran, itu yang menjadi sasaran prioritas. Selanjutnya perlu dirumuskan suatu strategi yang mampu meningkatkan kualitas dan kuantitas output pelatihan, serta program-program pelatihan di Balai Latihan Kerja dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan nasional yang menyangkut orientasi dan sasaran program serta stratregi dalam menjalankan program sesuai dengan visi dan misi Balai Latihan Kerja. Untuk mengetahui (a) Bagaimana efektivitas pelatihan kerja pada Balai Latihan Kerja Industri Semarang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya (b) Apa faktor – faktor yang menghambat efektivitas pelatihan kerja yang dihadapi Balai Latihan Kerja Industri Semarang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya maka penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Analisis Efektivitas Pelatihan Kerja pada Balai Latihan Kerja Industri Semarang”. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian Balai Latihan Kerja merupakan lembaga strategis yang diharapkan dapat ikut memecahkan permasalahan kependudukan terutama ketenagakerjaan
10
yaitu pengangguran dan kualitas tenaga kerja, akan tetapi isu yang muncul bahwa lembaga tersebut kurang efektif dalam melakukan pelatihan dan penempatan hasil lulusan banyak disuarakan oleh masyarakat. Kondisi potensi Balai Latihan Kerja Industri Semarang yang tersedia saat ini terutama dari unsur kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana sudah memadai sebagai unit pelatihan kerja. Tetapi kenyataannya belum dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana yang diharapakan Balai Latihan Kerja Industri Semarang sebagai salah satu Unit Pelakana Tehnis Pusat dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mempunyai wilayah kerja di Jawa Tengah dan Kota Semarang pada khususnya
harus pula melaksanakan visi dan misi Balai Latihan Kerja
Industri Semarang secara umum . Dengan segala sumber daya pelatihan yang ada di Balai Latihan Kerja Industri Semarang segala upaya harus dilakukan agar tugas pokok dan fungsi Balai Latihan Kerja Industri Semarang dalam melaksanakan pelatihan serta penempatan tenaga kerja dapat optimal sehingga mampu meningkatkan nilai efektivitas pelatihan kerja yang mampu di berikan oleh Balai Latihan Kerja Industri Semarang dalam menghasilkan calon-calon tenaga kerja yang trampil sesuai kebutuhan pasar kerja.. Untuk itu diperlukan kajian mendalam apakah Balai Latihan Kerja Industri Semarang telah melaksanakan pelatihan dan penempatan tenaga kerja di Jawa Tengah pada umumnya atau di Semarang pada khususnya dengan melihat tingkat Efektifitas Pelatihan Tenaga Kerja di Balai Latihan Kerja Industri Semarang.
11
1.3 Pertanyaan Penelitian (a) Bagaimana efektivitas pelatihan kerja pada Balai Latihan Kerja Industri Semarang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya ? (b) Apa faktor – faktor yang menghambat efektivitas pelatihan kerja yang dihadapi Balai Latihan Kerja Industri Semarang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya? 1.4 Tujuan Penelitian (a) Mengetahui tingkat efektivitas pelatihan pokoBalai Latihan Kerja Industri Semarang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya terutama dalam pelatihan, sertifikasi dan penempatan tenaga kerja (b) Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi Balai Latihan Kerja Industri Semarang 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat/kegunaan
penelitian
yang
dapat
diperoleh
dalam
pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang efektifitas pelaksanaan pelatihan tenaga kerja yang sudah dilaksanakan oleh Balai Latihan Kerja Industri Semarang selama ini.
2
Menjadi dasar untuk kebijakan pengembangan Balai Latihan Kerja pada umumnya dan Balai Latihan Kerja Industri Semarang pada khususnya dimasa mendatang.