BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan (Kay and Alder, 1999). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, nilai wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai kepentingan yang ada di wilayah pesisir. Wilayah pesisir adalah wilayah yang dihuni oleh masyarakat dengan karakteristik keluarga yang khas. Dominasi penduduk atau penghuni setiap harinya adalah wanita dan anak-anak. Sebagian lelaki yang terdiri dari suami maupun remaja, banyak mempergunakan waktunya untuk melaut. Berdasarkan survei cepat yang dilakukan oleh ibu-ibu Dharma Wanita Persatuan diberbagai daerah pesisir Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2003, didapatkan hasil bahwa pada umumnya kaum perempuan ditinggal melaut antara 1-2 minggu, sedangkan sisanya adalah nelayan biasa (melaut malam hari) dan sebagian lagi berlayar sampai sebulan atau lebih (ikut kapal besar), sehingga dapat dikatakan sebagian
Universitas Sumatera Utara
besar tanggungjawab kelangsungan hidup sehari-hari pada keluarga tersebut ada di tangan wanita sebagai ibu sekaligus ayah (temporal single parent). Hal-hal seperti ini menjadikan upaya-upaya pemberdayaan atau intervensi yang dilakukan untuk mensejahterakan keluarga nelayan perlu dititikberatkan pada kemampuan wanita yang ada disana (nurgreni). Kondisi krisis ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini berdampak sangat luas dan memberatkan kehidupan masyarakat dari semua lapisan. Dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu, nelayan pada dasarnya harus menyesuaikan diri. Antara lain dengan memanfaatkan anggota rumah tangga untuk bekerja sebagai upaya meningkatkan pendapatan keluarga nelayan. Upaya peningkatan pendapatan ini ditempuh melalui usaha produktivitas seluruh sumber daya manusia yang ada dalam keluarga nelayan. Diantara anggota keluarga nelayan yang produktif untuk menambah pendapatan adalah para istri nelayan (purwanti, 1998). Pada hakekatnya perempuan adalah sumberdaya insani yang memiliki potensi yang dapat didayagunakan dalam berbagai bidang dan sektor pembangunan nasional. Populasi penduduk perempuan Indonesia yang cenderung bertambah terus, pada sisi tertentu sering di pandang sebagai masalah kependudukan. Namun pada sisi lain justru memandang populasi penduduk perempuan ini sebagai masalah kependudukan. Wanita merupakan suatu potensi, dimana saat ini dalam persaingan global yang semakin menguat dan ketat, maka program pemberdayaan wanita menjadi sangat penting dalam menjawab berbagai tantangan sekaligus memanfaatkan peluang dimasa yang akan datang. Posisi
Universitas Sumatera Utara
wanita yang selama ini cenderung diletakkan lebih rendah daripada laki-laki, menyebabkan kemampuan wanita untuk berkontribusi dan mengembangkan potensi tidak maksimal. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia pengangkatan harkat dan martabat perempuan sebagai makhluk termulia bersama-sama dengan kaum pria sesungguhnya memiliki sejarah yang panjang. Belajar dari sejarah tersebut yang lebih banyak tertampilkan adalah kaum perempuan yang sering terpinggirkan dibandingkan dengan kaum pria. Seolah-olah pengalaman sejarah itu telah menjadi sumber legitimasi masyarakat untuk mengatakan bahwa perempuan kurang beruntung. Kondisi ini terus berlanjut, sehingga kaum perempuan sendiri telah mempersepsikan
dan mengkonsepkan diri mereka memang tidak layak
untuk menjalankan peran-peran tertentu dalam pembangunan. Namum demikian, pada suatu saat ternyata perjalanan sejarah itulah yang membuktikan juga bahwa kaum perempuan telah salah mempersepsikan dan mengkonsepkan diri mereka sendiri. Penduduk wanita yang jumlahnya mencapai setengah dari jumlah total penduduk Indonesia merupakan sumber daya pembangunan yang cukup besar. Partisipasi aktif pria dan wanita dalam setiap proses pembangunan akan mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Kurang berperannya salah satu pihak akan dapat memperlambat proses pembangunan atau bahkan dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri. Wanita-wanita nelayan mempunyai potensi sebagai motor penggerak pemberdayaan masyarakat pantai.
Universitas Sumatera Utara
Persentase wanita yang lebih besar daripada laki-laki di daerah pesisir pantai cermin yang berada di Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai merupakan potensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan, dimana posisi wanita yang selama ini hanya berfungsi sebagai ibu rumah tangga ditingkatkan sebagai pencari nafkah. Berbagai kegiatan industri rumah tangga mereka lakukan untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Bukan hanya bekerja sebagai buruh pada pabrik, bahkan mereka juga melakoni pekerjaan yang mereka lakukan di sela-sela jam-jam kosong mereka. Misalnya membuat ikan asin, buruh cuci dan sebagainya. Saat ini fenomena perempuan bekerja bukan lagi barang aneh dan bahkan dapat dikatakan sudah merupakan tuntutan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja, yang dapat menaikkan harkat perempuan, yang sebelumnya selalu dianggap hanya sebagai pengurus anak, suami dan rumah tangga sematamata. Bahkan sebelumnya banyak gagasan dan strereotip tentang perempuan sebagai omongan yang acuh tak acuh pada lingkungan, bodoh dan kurang memiliki kemampuan yang akhirnya merendahkan martabat perempuan (Wolfman, BR, 1989) . Pendapat seperti ini biasanya juga tidak berasas dari belenggu nilai-nilai tradisional yang menjadi tekanan sosial yang mengakar dari pendapat kuno para bangsawan, bahwa perempuan harus selalu ingat akan masak, macak dan manak (memasak, bersolek dan melahirkan anak) sebagai tugas utamanya. Sekarang perempuan dituntut aktif secara ekonomi, meskipun disisi lain ada juga tuntutan agar perempuan yang berkeluarga dapat menghasilkan uang tanpa mengganggu fungsinya sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
Harapannya terhadap pemberdayaan perempuan desa adalah agar mereka mendapat posisi yang sesuai dengan kemampuannya. Misalnya, punya keberanian untuk mengambil resiko dan keputusan dalam menghadapi suatu masalah. Sebab, pemberdayaan pada hakekatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutus atau break down dari hubungan antara subyek dengan obyek. Proses ini mementingkan pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Menurut Soetrisno (Soetrisno, L. 1997) bahwa ada lima tugas utama perempuan yang disebut Panca Tugas Perempuan. Kelima panca tugas perempuan itu adalah 1) Sebagai istri supaya dapat mendampingi suami, sebagai kekasih dan sahabat bersama-sama membina keluarga yang bahagia; 2) Sebagai ibu pendidik dan pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani dan jasmani dalam menghadapi segala tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa; 3) Sebagai ibu pengatur rumah tangga supaya rumah merupakan tempat aman dan teratur bagi seluruh anggota keluarga; 4) Sebagai tenaga kerja dan dalam profesi, bekerja di pemerintahan, perusahaan swasta, dunia politik, berwiraswasta dan sebagainya untuk menambah penghasilan keluarga; 5) Sebagai anggota organisasi masyarakat terutama organisasi perempuan, badan-badan sosial dan sebagainya untuk menyumbangkan tenaga kepada masyarakat. Pemberdayaan perempuan di Desa Kuala Lama antara lain dengan menempuh berbagai upaya untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, sosial, budaya mereka. Oleh karena itu perlu motivasi dan adanya strategi tepat guna dan hasil guna dengan cara memberdayakan mereka. Dan mereka tidak hanya obyek pembangunan saja tetapi juga harus mampu menjadi subyek bahkan kalau mungkin menjadi aktor pembangunan desa. Harapannya dapat membebaskan
Universitas Sumatera Utara
mereka dari belenggu keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. Demikian pula kaitannya dengan peranan perempuan desa pantai atau pesisir dalam mengembangkan sumber daya sebagai wahana pembinaan dan pengembangan masyarakat nelayan (termasuk perempuan) di daerah perdesaan. Melalui wahana ini mereka dapat mengembangkan usaha-usaha produktif di sektor jasa dan perikanan. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam perempuan memiliki peranan yang sangat besar dalam pembangunan. Perempuan memiliki kemampuan untuk menyususn rencana dan menjalankan tugas dengan kualitas yang tidak kalah dari kaum pria. Bahkan dalam dunia teknologi banyak kaum perempuan yang sudah menunjukkan prestasinya. Dalam berbagai bidang perempuan telah berpartisipasi, misalnya di bidang kesehatan, bidang pemerintahan dan sebagainya. Perempuan yang mendapatkan bimbingan dan arahan yang tepat, khususnya perempuan yang terdapat di pesisir pantai akan menjadi tenaga kerja yang berkualitas tinggi. Misalnya memberi pelatihan dalam pengolahn berbagai hasil tangkapan dari laut. Dengan berperannya perempuan, selain menjadi tiang dalam rumah tangga, sebagai insane pendidik anak-anaknya, perempuan juga dapat menopang perekonomian keluarga. Dari seorang perempuan yang memiliki kualitas pengetahuan yang baik, akan terlahir generasi bangsa yang berkualitas pula. Ini berarti perempuan memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan. Namun
dalam
aplikasinya,
kesempatan
bagi
perempuan
untuk
mendapatkan pendidikan, bantuan kredit sampai pada pengenalan teknologi,
Universitas Sumatera Utara
masih sangat jauh dibandingkan dengan kesempatan yang diperoleh kaum pria. Sejalan dengan perkembangan teknologi dan informasi yang tidak berbatas, perempuan di perkotaan mulai menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini mendorong
kaum
perempuan
untuk
memperjuangkan
haknya
dalam
mengaktualisasikan dirinya agar lebih berperan dan mendapat akses yang seimbang di segala bidang pembangunan. Sebaliknya perkembangan tersebut relatif lambat untuk wanita yang tinggal di pedesaan terutama daerah pesisir, karena keterbatasan fasilitas umum yang tersedia, seperti informasi dan sentuhan teknologi, sehingga aktualisasinya dalam pembanguan masih jauh dari harapan. Tentunya dibutuhkan perhatian dan tindakan nyata dari pihak yang bersangkutan untuk menghadapi masalah ini. Sehingga segala potensi perempuan daerah pesisir dapat dikembangkan demi kemajuan bangsa umumnya dan kemajuan daerah pesisir khususnya. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti sejauh manakah pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan. Untuk itu penulis tertarik untuk mengangkat judul penelitian ”Pemberdayaan Perempuan di Pesisir Pantai di dalam Pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)”. 1.2. Perumusan Masalah Beranjak dari uraian diatas, maka penulis mencoba membuat perumusan masalah yakni :
Universitas Sumatera Utara
1. Bagaimanakah
pemberdayaan
perempuan
pesisir
pantai
di
dalam
pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)? 2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pemberdayaan perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui pemberdayaan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan (Studi pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai).
2.
Untuk
mengetahui
gambaran
faktor-faktor
penghambat
dalam
pemberdayaan perempuan pada Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Secara teoritis memberi kontribusi keilmuan tentang teori memberdayakan perempuan di pesisir pantai di dalam pembangunan
2.
Secara praktis
sebagai masukan dan saran bagi masyarakat dan
stakeholders untuk peningkatan kualitas pemberdayaan perempuan di daerah peisisr khususnya.
Universitas Sumatera Utara
3.
Memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar kesarjanaan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Sumatera Utara.
1.5 .Kerangka Teori Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan teoritis dan menjadi pedoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.5.1.Konsep Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan dan memberdayakan merupakan terjemahan dari kata empowerment dan empower menurut Webster dan Oxford English Dictionary, kata empower mengandung pengertian pertama adalah to give power or authority to yang artinya sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain, sedangkan arti yang kedua adalah to give ability to or enable yaitu sebagai upaya memberikan kemampuan atau keberdayaan (Pranarka dan Prijono, 1996 : 34). Konsep tentang pemberdayaan telah ditelaah dalam berbagai tinjauan. Pemberdayaan telah didefinisikan sebagai suatu proses (Gutierrez, 1990), sebagai suatu intervensi (Salomo, 1976), dan sebagai suatu keterampilan. Pemberdayaan
Universitas Sumatera Utara
juga telah dipandang sebagai suatu strategi khusus untuk memberdayakan perempuan (Browne, 1995). Dalam teori feminismenya Rosemerie (1989) dalam Achmad (1994), ingin mengangkat harkat dan martabat perempuan sebagai manusia dengan tujuan akhir bagi perempuan untuk menjadi mandiri dengan cara menciptakan yang baru bagi keberadaan perempuan, menghapuskan yang tidak sesuai bagi perempuan, serta mereformasi yang tidak lurus bagi perempuan. Konsep pemberdayaan perempuan pada dasarnya merupakan paradigma baru pembangunan yang lebih dikenal dengan sifat-sifat people centered, participatori
emproving
sustainable
(Kartasasmita,
1996).
Konsep
ini
dikembangkan dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari upaya apa yang antara lain oleh Friedman (1992), disebut alternative development yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equality. Bila dibandingkan dengan laki-laki, kaum perempuan lebih banyak diharapkan pada jaringan-jaringan kekuasaan yang merangkap mereka pada citra baku yang justru menggelisahkan mereka (Dzuhayatin, 1996). Konsep pemberdayaan sebagai paradigma sebenarnya juga telah dikaji oleh Moser (1993). Menurut dia bahwa inti strategi pemberdayaan sesungguhnya bukan bermaksud menciptakan perempuan yang lebih unggul daripada kaum pria. Pendekatan pemberdayaan ini kendati menyadari pentingnya meningkatkan kekuasaan
perempuan,
namun
pendekatan
ini
lebih
berupaya
untuk
mengidentifikasi kekuasaan bukan sekedar dalam kerangka dominasi yang satu
Universitas Sumatera Utara
terhadap yang lain, melainkan lebih dalam kerangka kapasitas perempuan untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal. Selanjutnya dalam rangka menganalisis konsep pemberdayaan tersebut, menurut Sukesi (1999) dapat dirujuk pada lima dimensi, yaitu : (1) Kesejahteraan (2) Akses atas sumberdaya (3) Kesadaran kritis (4) Partisipasi; dan (5) Kontrol. Menurut Widaningroem, dkk (1999). Strategi perempuan dalam mata rantai perdagangan hasil perikanan sebagai berikut : Perempuan mempunyai peranan pada sektor domestik dan publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar rumah dan kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat. Perempuan menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini untuk meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal dalam kelompok. Dalam rangka meningkatkan peran perempuan di pedesaan tersebut, diperlukan strategi dalam pemberdayaan peran perempuan sesuai kondisi sosial, ekonomi dan budaya setempat atau yang spesifik lokasi. Salah satu strategi akselerasi peran perempuan dalam rangka pemberdayaan perempuan adalah dengan memperhitungkan dan bekerja sama dengan kaum lelaki (Kantor Negara Pemberdayaan Perempuan, 2009). Pada intinya peng-arus utama-an gender (Gender Mainstreaming) dilaksanakan dengan penekanan pada azas hubungan timbal balik, proporsionalitas, kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan
Universitas Sumatera Utara
laki-laki (Vitayala, 2001). Melalui pendekatan semacam ini, maka persoalan ketidakadilan gender dan marginalisasi perempuan diharapkan secara sistematis dapat diminimalkan. Ketidakadilan gender dalam masyarakat pedesaan secara faktual sangat menonjol. Untuk pekerjaan yang sama misalnya di bidang pertanian, perempuan sering memperoleh upah yang lebih rendah dibandingkan upah yang diterima lakilaki. Selain itu laki-laki lebih mendominasi sektor publik, sedangkan perempuan hanya berada di sektor domestik yang secara ekonomis dianggap kurang strategis. Bahkan untuk berbagai pekerjaan yang secara tradisional merupakan pekerjaan perempuan, jika teknologi mekanis sudah masuk ke dalamnya dan secara ekonomis dianggap lebih menguntungkan, maka biasanya laki-laki akan mengambil peran tersebut atau menggantikan peran perempuan. Dengan demikian insentif ekonomi tampaknya memegang peranan penting dalam menentukan peran gender (Harsoyo et al., 1999). Untuk itu keterampilan perempuan perlu ditingkatkan agar dapat bekerja dengan kualitas yang sebanding, bahkan lebih baik dengan yang dilakukan laki-laki. Erat kaitannya dengan keterampilan tersebut adalah kegiatan pengolahan ikan di desa pesisir pantai. Kegiatan pengolahan ikan pasca tangkap bertujuan untuk mempertahankan kualitas ikan agar dapat dikonsumsi dalam waktu lebih lama. Selain itu, pengolahan juga bertujuan untuk menghasilkan produk baru yang karakteristiknya jauh berbeda dari ikan segar. Jenis pengolahan ini ada yang sifatnya masih tradisional dan ada yang sudah lebih maju. Termasuk pengolahan tradisional, adalah pengeringan dengan sinar matahari, pengasinan, fermentasi dan
Universitas Sumatera Utara
pemindangan. Pada pengolahan yang sifatnya lebih maju telah memasukkan unsur teknologi yang lebih tinggi, misalnya pendinginan dan pembekuan (Anonim, 2002) . Faktor pendukung peningkatan peranan perempuan adalah kemampuan kerjanya tinggi, dorongan keluarga cukup kuat, dan lokasi kegiatan merupakan obyek wisata potensial yang membutuhkan aktivitas perempuan dalam perdagangan. Kendala yang dihadapi rendahnya akses perempuan terhadap sumber daya modal, transportasi dan informasi. Tantangan terhadap kemajuan dan keberadaan perempuan dalam perdagangan di daerah tersebut masuknya bakul pria dengan modal yang lebih kuat yang mampu memberikan penawaran yang lebih tinggi. Yang perlu dilakukan adalah pendekatan melalui peningkatan kualitas hidup wanita agar tidak dianggap sebagai beban dengan menerapkan strategi pemberdayaan wanita. Dalam konsep pemberdayaan diperlukan 3 persyaratan, yaitu: (1) pemberian kemampuan, (2) pemberian peran dan peluang, dan (3) pemberian fasilitas dan dana. Strategi yang dipilih perempuan untuk mempertahankan eksistensi dan posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha. Hal ini untuk meminimalkan persaingan diantara perempuan dan memperkuat modal dalam kelompok. Strategi perempuan untuk meningkatkan pendapatannya adalah dengan memperluas jangkauan pemasaran, memasuki desa-desa dan membawa
Universitas Sumatera Utara
dagangan. Kemungkinan masih adanya praktek dalam masyarakat yang berakibat timbulnya ketimpangan gender belum dapat diungkap secara tuntas karena data gender masih sangat terbatas. Oleh karena itu, guna memperbaiki kondisi ketimpangan menuju kesetaraan dan keadilan gender maka Kantor Pemberdayaan Perempuan melakukan Kegiatan Sosialisasi Kesetaraan dan Keadilan Gender terhadap ibu– ibu anggota Kelompok Kerja Pemberdayaan Perempuan yang ada di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai. Kegiatan Sosialisasi tersebut dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender diperlukan upaya yang lebih besar untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai persepsi gender mereka., sehingga berbagai ketimpangan sebagai akibat dari masalah structural serta nilai dan norma sosial budaya dapat diatasi (Pembangunan Manusia Berbasis Gender, 2005).
1.5.2. Peran Ganda Perempuan dalam Kehidupan Bermasyarakat Sapatari dan Holzner dalam Marhaeni (2008) mengungkapkan bahwa sebuah pekerjaan masih dianggap berharga apabila dibayarkan dengan upah hal ini berarti ada anggapan bahwa pekerjaan perempuan yang didominasi pengasuhan tidak masuk kedalam kategori tersebut karena hanya dalam lingkup rumah tangga. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh para aktivis perempuan mengungkapkan bahwa perempuan pada umumnya mempunyai aktivitas sehari–hari hari sebagai berikut. Bangun tidur pukul 04.00, lalu
Universitas Sumatera Utara
merapikan tempat tidur, menyiapkan minuman pagi, menyapu halaman rumah, menyiapkan sarapan pagi, pergi berbelanja, memasak, mencuci pakaian, mengambil air dan bahan bakar, mengerjakan pekerjaan di sawah atau lading. Semua kegiatan tersebut memakan waktu antara 12-16 jam per hari. Menurut (Marhaeni, 2008:71) contoh peran yang dilakukan oleh perempuan seperti yang dijelaskan di atas ternyata belum tampak dalam statistik nasional, karena sebagian besar masyarakat kita menganggap pekerjaan tersebut tidak membawa upah atau dilakukan di dalam rumah. Pekerjaan wanita selama ini umumnya terbatas pada sektor rumah tangga (sektor domestik), walaupun kini wanita mulai menyentuh pekerjaan di sektor publik, jenis pekerjaan inipun merupakan perpanjangan dari pekerjaan lainnya yang lebih banyak memerlukan keahlian manual. Peran tradisi atau domestik mencakup peran wanita sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Sementara peran transisi meliputi pengertian wanita sebagai tenaga kerja, anggota masyarakat dan manusia pembangunan. Yusuf (2007) mengungkapkan bahwa kemajuan ekonomi dan globalisasi membuat pasar kerja semakin kompleks. Dampak lain dari kemajuan tersebut, terlihat dari makin membaiknya status serta lowongan kerja bagi wanita. Walaupun angka partisipasi angkatan kerja wanita meningkat, namun tidak sedikit wanita yang bekerja penggal waktu (part time) atau bekerja di sektor informal. Hal ini berkaitan erat dengan peran ganda wanita sebagai ibu yang bertanggung jawab atas urusan rumah tangga termasuk membesarkan anak, serta sebagai pekerja perempuan. Partisipasi wanita saat bukan sekedar menuntut persamaan hak, tetapi juga ketidakadilan yang menimpa kaum wanita akan memunculkan
Universitas Sumatera Utara
persepsi bahwa wanita dilahirkan untuk melakukan pekerjaan yang jauh lebih terbatas jumlahnya dengan status pekerjaan rendah dengan imbalan yang rendah pula. 1.5.3. Peran Produktif Marhaeni (2008) mengatakan bahwa definisi tentang kerja atau peran produktif penuh dengan kompleksitas. Kadang kala produktif secara panjang lebar didefinisikan
sebagai
tugas
atau
aktifitas
yang
menghasilkan
income
(penghasilan), oleh karena itu mempunyai nilai tukar, aktual, atau potensial. Dapat disederhanakan bahwa peran produktif adalah peran–peran yang jika dijalankan akan mendapatkan uang atau upah langsung atau dalam bentuk upah–upah yang lain. Misalnya, sebagai guru, pedagang, usaha salon di rumah, usaha menjahit, usaha kelontong, membuka warung, dan sebagainya. Pekerjaan rumah tangga tidak dinilai sebagai pekerjaan karena alasan ekonomi semata dan akibatnya pelakunya tidak dinilai bekerja. Permasalahan yang muncul kemudian adalah pekerjaan rumah tangga sebagai bagian dari pekerjaan non produksi tidak menghasilkan uang, sedangkan pekerjaan produksi (publik) berhubungan dengan uang. Uang berarti kekuasaan, berarti akses yang besar ke sumbersumber produksi, berarti status yang tinggi dalam masyarakat (Yusuf, 2007). Dalam perkembangan budaya, konsep tersebut di atas berakar kuat dalam adat istiadat yang kadang kala membelenggu perkembangan seseorang. Pantang keluar rumah, seorang anak perempuan harus mengalah untuk tidak melanjutkan sekolah, harus menerima upah yang lebih rendah, harus bekerja keras sambil menggendong anak, hanya karena dia wanita (Sukesi, 1991).
Universitas Sumatera Utara
1.5.6. Peran Reproduktif Selama ini peran reproduktif dikonstruksikan secara sosial dan budaya sebagai tugas dan tanggung jawab perempuan. Dimana pun berada dan dalam peran apapun, tugas dan tanggung jawab itu tidak boleh ditinggalkan, sehingga tidak jarang perempuan merasa bersalah jika harus keluar meninggalkan pekerjaan rumah. Di banyak negara dunia ketiga pelabelan laki–laki sebagai pencari nafkah utama dan perempuan sebagai pekerja reproduktif sangat dominan. Pandangan itu tidak berubah meskipun beberapa kasus perempuan sebagai pencari nafkah utama dan suami mereka pengangguran (Astuti,2005). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa
peran
reproduktif
adalah
peran–peran
yang
tidak
menghasilkan uang dan biasanya dilakukan di dalam rumah. Misalnya, pengasuhan, pemeliharaan anak, menjamin seluruh anggota keluarga sehat, menyapu rumah, mencuci pakaian, memasak, bersosialisasi dengan anggota keluarga, dan sebagainya (Marhaeni,2008:74). 1.5.7. Peran Kemasyarakatan Peran perempuan untuk mengatur dan mengorganisir masyarakat masih jauh dari harapan, seperti masih adanya aktivitas yang teridentifikasi lebih bersifat dan menjadi bagian dari kerja reproduktif, contohnya dalam kegiatan masyarakat di tingkat RT perempuan kebanyakan ditempatkan menjadi panitia konsumsi, sekretaris, atau hal lain yang dianggap biasa dan tidak prestisius. Secara sederhana peran kemasyarakatan adalah peran atau aktivitas perempuan yang dilakukan di tingkat masyarakat yang dilakukan secara bersama-sama misalnya pelayanan kesehatan di Posyandu, pengelolaan sampah rumah tangga, keikutsertaan dalam
Universitas Sumatera Utara
Musrenbang, menjadi kepala desa, keanggotaan dalam kelompok–kelompok pemberdayaan,
keikutsertaan
sebagai
anggota
parpol,
dan
sebagainya.
(Marhaeni,2008:75). 1.5.8. Pengertian Pembangunan Pembangunan
adalah
suatu
keadaan
di
mana
ada
perbaikan.
Pembangunan juga dapat diartikan segai sebuah proses yang mengakibatkan terjadi perbaikan atau peningkatan kualitas maupun kuantitas dalam berbagai aspek, misalnya aspek ekonomi, social budaya dan sebagainya. Sedangkan pengertian pembangunan masyarakat dapat didefenisiskan sebagai berikut: 1. Pembangunan masyarakat adalah seluruh kegiatan pembangunan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. 2. Pembangunan
masyarakat
adalah
aktivitas
yang
dilakukan
oleh
masyarakat, dimana mereka mampu mengidetifikasi kebutuhan dan masyaralhnya secara bersama 3. Pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi-kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat. 4. Pembangunan masyarakat adalah perpaduan antara pembangunan sosial ekonomi dan pengorganisasian masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
1.5.8. Peran Perempuan Dalam Pembangunan Setelah kita mempunyai pemahaman yang sama tentang konsep gender, berikut ini akan dibahas peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender. Peranan wanita dalam pembangunan adalah hak dan kewajiban yang dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan, baik pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial budaya maupun pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan, baik di dalam keluarga maupun di dalam masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau peran perempuan sebagaimana telah di bahas di depan, mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran kemasyarakatan yang sifatnya dinamis. Dinamis dalam arti, dapat berubah atau diubah sesuai dengan perkembangan keadaan, dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa berbeda lintas budaya. Pada perkembangannya, pada tahun 2000 telah diterbitkan Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Inpres ini berisi instruksi kepada menteri, bupati/ walikota, kepala lembaga pemerintah non departemen untuk : 1. Melaksanakan
pengarusutamaan
gender
guna
terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas, fungsi serta kewenangan masingmasing
Universitas Sumatera Utara
2. Memperhatikan secara sungguh-sungguh Pedoman Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional 3. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan : a. Memberikan bantuan teknis kepada instansi dan lembaga pemerintah di tingkat Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan pengarusutamaan geder b. Melaporkan hasil pelaksanaan pengarusutamaan gender kepada presiden. 4. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing, menetapkan ketentuan lebih lanjut diperlukan bagi pelaksanaan Instruksi Presiden ini.
Menurut Sennet & Cabb (1972) dan Conway (1979) dalam jurnal kajian politik dan masalah pembangunan oleh Aris Munandar, ketidakberdayaan disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan, dan adanya ketegangan fisik maupun emosional. Apabila dilakukan analisis tentang hambatan dan kendala yang dihadapi perempuan untuk lebih aktif di dunia kerja, menurut Sri Mulyani I Sumarton, dijelaskan bahwa hambatan dan kendala tersebut dapat dikelompokkan sebagai: 1. Hambatan bersifat ekternal antara lain masalah tata nilai sosio-kultural masyarakat yang memang belum memiliki kesadaran gender yang memadai sehingga laki-laki selalu memiliki peluang dan kesempatan lebih
Universitas Sumatera Utara
luas daripada perempuan. Ideologi patriarki merupakan salah satu penyebab tetapi bukanlah satu-satunya. 2. Hambatan bersifat internal yang datang dari kaum perempuan sendiri antara lain kesiapan, kesediaan, kemauan, dan konsistensi dalam perjuangan sehingga dapat diakui dan dihargai pihak lain. Pemberian peluang dengan kelonggaran tidak bisa dipertahankan dalam jangka panjang ke depan. Perempuan harus mempersiapkan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki apakah akan berkarir di profesional, politik, atau administrator di berbagai lembaga. 3. Hambatan dari sistem pemerintahan antara lain dari peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Persepsi penting yang perlu diinformasikan dan di bangun untuk mengupayakan peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan atau berperspektif gender, dimaksudkan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender atau kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita di dalam pembangunan bukan untuk menyaingi atau menggeser posisi laki-laki, tetapi lebih diarahkan untuk membangun kemitraan yang setara dan seimbang delam berbagai bidang kehidupan baik domestik maupun publik. Dalam proses pembangunan kenyataannya wanita sebagai sumber daya insani masih mendapat perbedaan perlakuan (diskriminasi). Terutama, jika wanita bergerak di sektor publik dirasakan banyak ketimpangan, meskipun ada pula ketimpangan gender yang dialami oleh pria. Untuk mewujudkan kemitra sejajaran yang harmonis antara pria dengan wanita tersebut, perlu didukung oleh perilaku saling menghargai atau
Universitas Sumatera Utara
saling menghormati, saling membutuhkan, saling membantu, saling peduli dan saling pengertian antara pria dengan wanita. Dengan demikian, tidak ada pihakpihak (pria atau wanita) yang merasa dirugikan dan pembangunan akan menjadi lebih sukses.
1.6. Defenisi Konsep Konsep
merupakan
abstarkasi
mengenai
suatu
fenomena
yang
dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989 : 34). Dalam penelitian ini, penulis memberikan batasan masing-masing konsep yang akan digunakan. Tujuan dari defenisi konsep adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda atau tumpang tindih atas variabel yang menjadi objek penelitian. Adapun defenisi konsep dalam penelitian ini adalah : 1.
Pemberdayaan perempuan mempunyai peranan pada sektor domestik dan publik. Akses perempuan untuk bekerja di luar rumah dan kontrol perempuan terhadap pendapatan keluarga menjadi kuat. Perempuan menjalankan peranan produksi dengan menempati beberapa posisinya dalam perdagangan adalah dengan membentuk kelompok usaha.
2.
Peranan perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender, berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau peran perempuan sebagaimana telah di bahas di depan, mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran kemasyarakatan yang sifatnya dinamis.
Universitas Sumatera Utara
Maka
indikator-indikator
yang
berkaitan
dalam
pemberdayaan
perempuan adalah : 1.
Hambatan yang bersifat eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat yaitu : a. Adat merupakan perwujudan ideal dari kebudayaan. Adat selengkapnya sebagai adat tata kelakuan. Adat dibagi atas empat tingkatan, yaitu 1) tingkat nilai budaya, 2) tingkat norma, 3). tingkat hukum, 4) tingkat aturan khusus. Adat yang berada pada tingkat nilai budaya bersifat sangat abstrak, ia merupakan ide-ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan suatu masyarakat. Misalnya nilai gotong royong dan nilai yang meletakkan prestasi pada usaha sendiri dalam masyarakat. Adat pada tingkat norma merupakan nilai-nilai budaya yang telah terkait pada peranan tertentu (rules). Peran sebagai pemimpin, sebagai guru dan sebagainya misalnya membawakan sejumlah norma yang menjadi pedoman bagi kelakuannya dalam hal memainkan peranannya dalam berbagai kedudukan tersebut. Selanjutnya adat pada tingkat hukum terdiri dari hukum adat dan hukum tertulis. Sedangkan adat pada aturan-aturan khusus merupakan aturan-aturan yang mengatur kegiatan-kegiatan khusus yang jelas dan terbatas ruang lingkupnya, umpamanya sopan santun. b. Budaya adalah keseluruhan dari gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang berupa satu sistem dalam rangka kehidupan masyarakat yang dibiasakan oleh manusia dengan belajar. Juga merupakan hasil dari budi
Universitas Sumatera Utara
daya atau akal manusia baik yang berwujud moril maupun materil. Dengan kata lain adat berada dalam budaya atau bahagian dari budaya. 2. Hambatan yang bersifat internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam
masyarakat
yang
menyebabkan
timbulnya
perubahan
pada
masyarakat itu sendiri baik secara individu, kelompok ataupun organisasi. Berikut ini faktor-faktornya yaitu : a. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau reaksi. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika masyarakat sudah memiliki kesiapan maka hasilnya akan lebih baik. b. Kesediaan adalah kesedian dalam upaya pemberdayaan yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan seperti memberikan pelatihan, bantuan materil untuk bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri c. Kemauan adalah salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif (misalnya memiliki dorongan, keinginan, hasrat dan sebagainya) dan berhubungan dengan pelaksanaan tujuan. d. Konsistensi adalah upaya menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan,
penegakkan
aturan,
dan
kebijakan
yang
mendorong
munculnya kondisi keterbukaan dari masyarakat untuk membuka peluang kerja. 3.
Hambatan dari sistem pemerintah. Sebagai pemegang kebijakan, pemerintah berupaya melindungi rakyatnya dari kesewenang-wenangan
Universitas Sumatera Utara
dan keadilan. Maka dikeluarkan
Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan. Dengan peraturan tersebut pemerintah menjamin berlangsungnya proses pemakmuran bangsa hingga dapat mencegah praktek-praktek organisasi yang dapat memiskinkan bangsa.
Universitas Sumatera Utara
SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I
: Pendahuluan yang dimulai dengan latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan dari penelitian, manfaat dari penelitian, kerangka teori yang membahas tentang gender, konsep pemberdayaan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, peran produktif, peran reproduktif,
peran
kemasayarakatan,
peran
perempuan
dalam
pembangunan. Dilanjutkan dengan defenisi konsep dan defenisi operasional BAB II
: Metode penelitian yang dimulai dengan jenis penelitian, lokasi penelitian,informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.
BAB III
: Deskripsi lokasi penelitian yaitu berkaitan dengan profil Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.
BAB IV
: Penyajian data membahas data identitas responden dimulai dari jenis kelamin, tingkat usia, pendidikan serta tentang variabel tunggal dari pemberdayaan perempuan yang dilakukan dengan penyebaran angket atau kuesioner.
BAB V
:
Analisa
data
tentang
indikator
yang
berhubungan
dengan
pemberdayaan perempuan di pesisir pantai dalam pembangunan (Studi kasus Desa Kuala Lama Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai)
yaitu
hambatan
ekternal,
hambatan
internal,
serta
pemberlakuan peraturan pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI :
Penutup yang membahas untuk membantu kesimpulan dan saran
untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan yang ada di pantai pesisir dalam pembangunan
Universitas Sumatera Utara