BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Upaya membangun sumber daya manusia ditentukan oleh karakteristik manusia dan masyarakat masa depan yang dikehendaki. Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terusmenerus untuk menemukan diri sendiri melalui suatu proses (to) learn to be. Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya.1 Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2
K’uan T’zu yang hidup 551-479 SM, menyatakan arti pentingnya pendidikan bagi manusia dengan pernyataan sebagai berikut: “Give people a handout or a tool, and he will live al little better. Give them an education, and they change the world”. Berikanlah manusia keterampilan, dan dia akan hidup 1
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), 55. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003), 7. 2
1
2
sedikit lebih baik, berikanlah mereka (manusia) pendidikan, dan mereka akan merubah dunia.3 Setiap praktik pendidikan atau pengajaran sesungguhnya disadari atau tidak, selalu memiliki landasan teoritis-filosofis mengenai apa itu proses belajar dan apa itu pengetahuan.4 Selama lebih dari dua dasa warsa terakhir ini, dunia pendidikan mendapat sumbangan pemikiran dari teori belajar konstruktivisme sehingga banyak warga negara mengadakan perubahan-perubahan secara mendasar terhadap sistem dan praktik pendidikan mereka, termasuk di negara kita. Harold Spears menyatakan, bahwa: “learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction”. Belajar adalah suatu kegiatan untuk meneliti, membaca, meniru, mencoba sesuatu dengan sendirinya, mendengar, dan terlibat langsung.5 Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer “konstruktivisme” adalah kehidupan merancang dan membangun atau budaya membangun.6 Konstruktivisme itu sendiri, sebenarnya adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi)
3
Suparman Sumaharjaya, Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan (Bandung: Angkasa, 2003), V. 4 Balipostcetak. “Proses Berfikir Aktif Siswa yang Terabaikan”. Artikel Pendidikan. 8 Mei 2005. (online). http://www.balipost.com. Diakses 19 Februari 2008. 5 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995), 247. 6 Pius Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 365.
3
kita sendiri,7 bukan tiruan dari realitas (positivisme), bukan juga gambaran dari kenyataan yang ada (post positivisme).8 Diakui bahwa permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi di Al-Mawaddah saat ini secara umum menunjukkan bahwa, proses pembelajaran di sekolah masih didominasi oleh pendekatan ekspositorik, sehingga dalam pembelajaran tersebut, para siswa selalu diposisikan sebagai pemerhati ceramah guru. Metode pembelajaran masih bersifat klasik, siswa hanya sebagai penerima ilmu tanpa ikut dalam proses pembelajaran. Akibatnya, suasana kelas akan membosankan karena komunikasi hanya berjalan satu arah.9 Al-Qur'an dan al-Sunnah diturunkan Allah SWT sebagai sumber hukum agama,
serta
menganjurkan
manusia
menggunakan
akal
pikirannya
memperhatikan kejadian makhluk hidup dan alam sekitarnya. Dalam pengajaran agama Islam, fiqih khususnya telah ditekankan pada penetapan dan penjelasan hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan tindakan manusia (kognitif).10
7
Bruner JS, “On Knowing: Essays For The Left Hand, Pembelajaran Konstruktivis”. Artikel Pendidikan. 30 Desember 2007. (Online). http://gurupkn.wordpress.com. Diakses 19 Februari 2008. 8 Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Belukar, 2005), 85. 9 Observasi Awal di MA Al-Mawaddah, 19 Februari 2008. 10 Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqih (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), 1.
4
Pembelajaran fiqih khususnya di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah, dipandang sebagai suatu pengetahuan penting yang harus benar-benar difahami oleh peserta didik karena berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran fiqih di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah lebih menekankan pada cara berfikir peserta didik terhadap pemecahan realitas atau masalah yang mereka
hadapi dalam situasi yang baru sesuai dengan materi-materi yang
diajarkan melalui diskusi yang terjadi dalam kelompok-kelompok kecil, sehingga timbul pertanyaan dan sudah menjadi tanggung jawab siswa untuk berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan yang ada, agar siswa memiliki kesadaran besar untuk terus belajar.11 Hal ini merupakan suatu fenomena yang layak untuk diteliti lebih dalam sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, khususnya dalam materi Pendidikan Agama Islam Konsekuensi dari kenyataan tersebut, guru merupakan kunci sekaligus ujung tombak pencapaian misi pembaharuan pendidikan, mereka berada dititik sentral untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.12 Oleh karena itu, secara tidak langsung guru dituntut untuk lebih inovatif dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran. Sehingga, dapat dikatakan bahwa dalam proses pembelajaran keaktifan peserta didik sangat menentukan berkembangnya pengetahuan. Hal ini sesuai 11
Observasi Awal di MA Al-Mawaddah, 20 Februari 2008. Hasil Wawancara dengan Umi Mas’amah (Waka Bagian Kurikulum MA. Al-Mawaddah) Pada Selasa, 19 Februari 2008, Pukul 09.10 WIB di Kantor Guru MA Al-Mawaddah. 12
5
dengan pola pendidikan modern dimana murid dipandang sebagai titik pusat terjadinya proses belajar.13 Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan motifator belajar murid, membantu dan memberikan kemudahan agar murid mendapatkan pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya,14 sehingga terjadi interaksi aktif. Sesuai dengan pandangan konstruktivistik tentang belajar yang merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, dalam melakukan kegiatan berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.15 Secara tidak langsung mengantarkan peserta didik menjadi seorang “mujtahid” (penyelidik suatu masalah atau ahli hukum Islam).16 Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik mengambil judul skripsi tentang “IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DALAM MATA PELAJARAN FIQIH KELAS XI MA AL-MAWADDAH COPERJETIS-PONOROGO”.
B. Fokus Penelitian Untuk menghindari terjadinya penyimpangan terhadap pembahasan objek penelitian sebagaimana tujuan awal penelitian ini, maka perlu diadakan fokus penelitian terhadap ruang lingkup penelitian. 13
KLCC, “Teori Pembelajaran Konstruktivisme dalam Reka Bentuk dan Pembinaan Perisian Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK)”. (Online). http://planet.time.net.my. Diakses 19 Februari 2008. 14 Skpmtdon Notes, “Teori Konstruktivis”, (Online). http://www.sabah.edu.my. Diakses 19 Februari 2008. 15 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, 58. 16 Pius Partanto, Kamus Ilmiah Populer, 493.
6
Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas maka masalahmasalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo? 2. Apa faktor pendukung dan penghambat implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo? 3. Bagaimana hasil belajar siswa dengan
menggunakan
teori belajar
konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo?
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mendeskripsikan implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo. 2. Untuk mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA AlMawaddah Coper-Jetis-Ponorogo.
7
3. Untuk mendeskripsikan hasil belajar siswa dengan menggunakan teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo.
E. Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka manfaat penelitian yang diharapkan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran sekaligus dapat memperkaya khasanah ilmiyah dalam mata pelajaran fiqih. 2. Secara Praktis a. Bagi lembaga pendidikan: penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk belajar mengajar fiqih, sehingga siswa dapat memahami fiqih secara benar. b. Bagi pendidik: sebagai bahan informasi bagi guru agama untuk menambah wawasan tentang kegiatan belajar-mengajar dengan teori belajar yang tepat. c. Bagi penulis: sebagai sarana untuk menambah wawasan dan memperkaya pengetahuan dalam bidang pendidikan agama Islam.
8
d. Bagi pemerintah dan masyarakat: sebagai sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah pendidikan yang dihadapi pemerintah, terutama dalam bidang peningkatan mutu pendidikan agama Islam.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam penelitian ini digunakan metodologi penelitian dengan pendekatan kualitatif, yang memiliki karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan daripada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif dan makna merupakan hal yang esensial. Ada enam macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu etnografi, studi kasus, teori grounded, penelitian interaktif, penelitian ekologikal dan penelitian masa depan. Dalam hal ini jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus yaitu suatu deskripsi intensif dan analisis fenomena tertentu atau satuan sosial seperti individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Studi kasus dapat digunakan secara tepat dalam banyak bidang. Di samping itu merupakan penyelidikan secara rinci satu setting, satu subjek tunggal satu kumpulan dokumen atau satu kejadian tertentu.
9
2. Kehadiran Peneliti Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, atau partisipan penuh pengumpul data.17 Maka tindakan awal peneliti adalah meminta izin kepada pimpinan lembaga pendidikan yang akan dijadikan tempat penelitian dalam hal ini kepala sekolah Madrasah Aliyah AlMawaddah lalu menghubungi waka bagian kurikulum untuk mengetahui informasi tentang guru yang mengajar mata pelajaran fiqih, menghubungi bagian tata usaha untuk memperoleh dokumen-dokumen yang dibutuhkan. 3. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian dilandasi oleh pertimbangan teknis operasional.18 Untuk itu, lokasi penelitian dipertimbangkan berdasarkan kemungkinan dapat tidaknya dimasuki dan dikaji lebih mendalam. Hal ini penting karena betapapun menariknya suatu kasus, tetapi jika sulit dimasuki lebih dalam oleh seseorang peneliti, maka akan menjadi kerja yang sia-sia. Selanjutnya, penting juga dipertimbangkan apakah lokasi penelitian memiliki interaksi dan instruktur sosial yang memungkinkan untuk didekati. Dengan memperhatikan pertimbangan di atas, maka kemudian peneliti menetapkan bahwa lokasi penelitian adalah kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo.
117. 135-136.
17
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002),
18
Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006),
10
4. Sumber Data Untuk dapat memperoleh data dalam penelitian ini, maka peneliti memanfaatkan dua sumber data, yaitu: a. Sumber data primer (informan) meliputi: waka kurikulum, kepala sekolah, guru dan siswa. b. Sumber data sekunder (dokumen) seperti: arsip, buku-buku yang ada kaitannya dengan penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data Awalnya, peneliti berusaha untuk mengadakan observasi secara langsung terhadap berbagai realitas yang berpengaruh dan dipengaruhi oleh fenomena di lapangan. 1. Observasi Adalah bentuk alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan.19 Pengamatan dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. Jenis teknik observasi, yaitu:20 a. Observasi partisipatif (pengamatan terlibat) Jadi, observer ikut aktif berpartisipasi pada aktifitas dalam segala bentuk yang diselidiki. 19
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek (Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004), 62-63. 20 Ibid., 64-68.
11
b. Observasi non partisipatif (pengamatan tidak terlibat) Jadi, observer hanya mendapatkan gambaran objeknya sejauhmana penglihatan dan tidak dapat merasakan keadaan yang sesungguhnya terjadi pada objeknya. Dalam skripsi ini, peneliti menggunakan observasi partisipatif untuk menggali data tentang implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih, sarana dan prasarana. 2. Interview (Wawancara) Esterberg mendefinisikan interview sebagai berikut: “a meeting of two persons to exchange information and idea through question and responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.21 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis wawancara tidak terstruktur
yaitu
wawancara
yang
bebas
dimana
peneliti
tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data.22 Metode ini digunakan untuk memperoleh dari sumber data, yaitu: kepala sekolah, waka kurikulum, guru yang mengajar Pendidikan Agama 21 22
138-141.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), 72. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2006),
12
Islam khususnya fiqih, dan siswa kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-JetisPonorogo. 3. Dokumentasi Yaitu setiap bahan yang tertulis baik berupa catatan, transkrip buku, surat kabar, majalah, prasasti, agenda ataupun film.23 Metode ini digunakan untuk mencari data-data yang berupa catatan, struktur organisasi sekolah, dan keadaan guru, keadaan siswa, dan lain-lain. 6. Analisis Data Bogdan menyatakan bahwa “Data analysis is the process of sistematically searching and arranging the interview trankripts, fieldnotes, and other materials that you accumulate eto increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to other”. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.24 Analisis data di lapangan (kualitatif) model Miles dan Huberman,25 dapat digambarkan sebagai berikut:
23
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 161. Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, 244. 25 Ibid., 246-253. 24
13
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data Kesimpulan
a. Data Reduction (Reduksi Data) Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, dalam mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada halhal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian yang telah direduksikan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya. b. Data Display (Penyajian Data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data atau menyajikan data ke dalam pola dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data selama penelitian, maka pola tersebut sudah menjadi pola yang baku yang tidak lagi berubah. Pola tersebut selanjutnya didisplaykan pada laporan akhir penelitian.
14
c. Conclusion Drawing/Verification Langkah ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi (konfirmasi atau pembuktian kebenaran). 7. Pengecekan Keabsahan Temuan Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep
kesahihan
(validitas)
dan
keandalan
(reliabilitas).
Derajat
kepercayaan keabsahan data (kredibilitas data), dapat diadakan pengecekan dengan teknik pengamatan yang triangulasi ketekunan pengamatan yang dimaksud adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang dicari.26 Ketekunan pengamatan ini dilaksanakan peneliti dengan cara: (a) mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktorfaktor yang menonjol yang ada hubungannya dengan implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA AlMawaddah Coper-Jetis-Ponorogo, (b) menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik, sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor yang ditelaah sudah difahami dengan cara biasa. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
26
2008), 56.
Abdul Mun’im dkk, Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo (Ponorogo: STAIN Ponorogo,
15
atau sebagai pembanding terhadap data itu.27 Ada empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber-sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini digunakan teknik triangulasi dengan sumber, yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif, hal itu dapat dicapai peneliti dengan jalan: (a) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, (b) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (c) membandingkan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (d) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan, (e) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahapan-tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian dalam penelitian ini ada tiga tahapan dan ditambah dengan tahap terakhir dari penelitian yaitu tahap penulisan laporan hasil penelitian. Tahap-tahap penelitian tersebut adalah: (1) tahap pra lapangan mulai 15 sampai 29 Februari 2008, yang meliputi: menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai keadaan lapangan, memilih dan memanfaatkan 27
Ibid., 56.
16
informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan yang menyangkut persoalan etika penelitian. (2) tahap pekerjaan lapangan mulai 1 sampai 20 Maret 2008, yang meliputi: memahami latar penelitian dan persiapan diri, memasuki lapangan dan berperan serta sambil mengumpulkan data, (3) tahap analisis data mulai 21 sampai 31 Maret 2008, yang meliputi: analisis selama dan setelah pengumpulan data; (4) tahap penulisan hasil laporan penelitian.
G. Sistematika Pambahasan Pembahasan skripsi ini disajikan dalam satu kesatuan yang terdiri dari beberapa sub. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam pembahasan tersebut, maka penulis kemukakan secara global yang terkandung dalam skripsi ini. Bab satu (pendahuluan) berisi tentang penjelasan secara umum atau gambaran mengenai isi skripsi yang meliputi: latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab dua (landasan teoritik dan atau telaah pustaka) berisi uraian tentang teori belajar konstruktivistik yang meliputi: pengertian, tujuan, prinsip, proses, kelebihan dan kendala teori belajar konstruktivistik, dan pembelajaran fiqih. Bab tiga (temuan ilmiah) berisi tentang implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah yang meliputi gambaran umum dan deskripsi data. Gambaran umum terdiri dari:
17
sejarah berdirinya MA Al-Mawaddah, letak geografis, keadaan guru, keadaan murid, sarana dan prasarana, struktur organisasi, dan kurikulum. Deskripsi data meliputi: implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah, faktor pendukung dan penghambat implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA AlMawaddah, hasil belajar siswa dengan menggunakan teori belajar kostruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah. Bab empat (pembahasan) menguraikan tentang analisa data secara kualitatif mengenai implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah, faktor pendukung dan penghambat implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA
Al-Mawaddah
Coper-Jetis-Ponorogo,
hasil
belajar
siswa
dengan
menggunakan teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo. Bab lima (penutup) bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, di dalamnya menguraikan tentang kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan dan saran yang terkait dengan hasil penelitian.
18
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................
i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................
v
MOTTO..................................................................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................................ vii KATA PENGANTAR............................................................................................... viii DAFTAR ISI .............................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xvi PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................... xvii BAB I
: PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................
1
B. Fokus Penelitian.................................................................................
5
C. Rumusan Masalah..............................................................................
6
D. Tujuan Penelitian ...............................................................................
6
E. Manfaat Penelitian .............................................................................
7
19
F. Metode Penelitian ..............................................................................
8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian....................................................
8
2. Kehadiran Peneliti .........................................................................
9
3. Lokasi Penelitian ...........................................................................
9
4. Sumber Data.................................................................................. 10 5. Prosedur Pengumpulan Data ......................................................... 10 6. Analisis Data ................................................................................ 12 7. Pengecekan Keabsahan Temuan ................................................... 14 8. Tahapan-tahapan Penelitian ......................................................... 15 G. Sistematika Pembahasan.................................................................... 16 BAB II : TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PEMBELAJARAN FIQIH...................................................................................................... 18 A. Teori Belajar Konstruktivistik ........................................................... 18 1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik ................................... 18 2. Tujuan dan Pandangan Pembelajaran Konstruktivistik............... 23 a. Tujuan Pembelajaran Konstruktivistik.................................. 23 b. Pandangan Pembelajaran Konstruktivistik............................ 26 3. Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivistik ............................ 29 4. Proses dan Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik............... 31 a. Proses Pembelajaran Konstruktivistik................................... 31 b. Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik ........................... 34
20
5. Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik.................................... 37 6. Kendala Teori Belajar Konstruktivistik....................................... 39 B. Pembelajaran Fiqih ............................................................................ 41 1. Materi Pembelajaran Fiqih .......................................................... 41 2. Metode Pembelajaran Fiqih......................................................... 44 BAB III : IMPLEMENTASI
TEORI
BELAJAR
KONSTRUKTIVISTIK
DALAM MATA PELAJARAN FIQIH KELAS XI MA ALMAWADDAH
COPER-JETIS-PONOROGO
TAHUN
AJARAN
2007-2008 .............................................................................................. 48 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 48 1. Sejarah Berdirinya MA Al-Mawaddah........................................ 48 2. Letak Geografis ........................................................................... 51 3. Kurikulum.................................................................................... 51 4. Keadaan Guru .............................................................................. 52 5. Keadaan Murid ............................................................................ 54 6. Sarana dan Prasarana ................................................................... 54 7. Struktur Organisasi ...................................................................... 55 B. Deskripsi Data .................................................................................. 57 1. Data Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-JetisPonorogo...................................................................................... 57
21
2. Data Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo................................... 63 3. Data Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA AlMawaddah Coper-Jetis-Ponorogo ............................................... 68 BAB IV : ANALISA
TENTANG
IMPLEMENTASI
TEORI
BELAJAR
KONSTRUKTIVISTIK DALAM MATA PELAJARAN FIQIH KELAS XI MA AL-MAWADDAH COPER-JETIS-PONOROGO...... 72 A. Analisa Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo 72 B. Analisa Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo ................................................ 76 C. Analisa Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA AlMawaddah Coper-Jetis-Ponorogo...................................................... 81 BAB V : PENUTUP .............................................................................................. 83 A. Kesimpulan ........................................................................................ 83 B. Saran .................................................................................................. 84 DAFTAR RUJUKAN LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
22
BAB II TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DAN PEMBELAJARAN FIQIH
H. Teori Belajar Konstruktivistik 1. Pengertian Teori Belajar Konstruktivistik Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan konstruksi adalah cara membuat (menyusun) bangunanbangunan (jembatan dan sebagainya), dan dapat pula berarti susunan dan hubungan kata di kalimat atau di kelompok kata.28 Konstruktivisme itu sendiri, sebenarnya adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menyatakan bahwa positivisme dan post positivisme merupakan paham yang keliru dalam mengungkapkan realitas dunia.29 Dengan demikian, tidak ada realitas yang dapat dijelaskan secara tuntas oleh suatu ilmu pengetahuan. Realitas ada sebagai seperangkat bangunan yang menyeluruh dan bermakna yang bersifat konfliktual (tindakan) dan dialektis (perkataan).30 Dengan kata lain, konstruksi merupakan bentukan mental, berdasarkan pengetahuan sosial, bersifat lokal dan spesifik, dan tergantung pada orang yang melakukannya.
520.
28
W. J. S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991),
29
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, 82. Ibid., 83.
30
23
Sedangkan teori berarti pendapat yang dikemukakan sebagai suatu keterangan mengenai suatu peristiwa (kejadian), dan berarti pula asas-asas dan hukum-hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan. Selain itu, teori dapat pula berarti pendapat, cara-cara, dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu.31 Kata teori atau apapun tentang variasinya menyebabkan reaksi. Menurut Merriam dan Caffarella “teori adalah satu set konsep yang saling berhubungan yang menjelaskan beberapa aspek dari suatu bidang dengan cara yang singkat”.32 Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata menyebutkan bahwa sebagian besar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.33 Lantas, apa sesungguhnya belajar itu? Menurut Moh. Surya: “Belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya”.34
31
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), 165. Lisa Baumgaster, “Dasar-dasar Teori Pembelajaran Orang Dewasa”, (Online). 1 Agustus 2007. http://blog.persimpangan.com, Diakses 19 Februari 2008. 33 Akhmad Sudrajat, “Hakikat Belajar”, (Online). 31 Januari 2008. http://akhmadsudrajat.wordpress.com. Diakses 23 Februari 2008. 34 Ibid., 1. 32
24
Menurut Syaiful Bahri: “Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari”.35 Menurut Oemar Hamalik: “Belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang pengalaman dan pelatihan”.36 Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa kata kunci dari belajar adalah perubahan perilaku. Setelah mengetahui pengertian dari masing-masing kata teori, belajar, dan konstruktivistik, maka dapat diartikan bahwa teori belajar konstruktivistik adalah suatu cara untuk memperoleh perubahan perilaku yang terjadi karena bentukan kita sendiri (self constructions).37 Pengetahuan yang didapatkan bukan karena meniru dan bukan pula menggambar realitas di luar diri siswa tetapi dibentuk atau disusun sesuai hasil dari konstruksi kognitif siswa melalui kegiatan membuat struktur, kategori, konsep dan skema yang diperlukan untuk membentuk sebuah pengetahuan.38 Sehingga dapat dikatakan bahwa teori belajar konstruktivistik mengandung proses-proses mental yang bernilai tinggi, disamping proses kegiatan fisik lainnya.
21.
35
Syaiful Bahri, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru (Surabaya: Usaha Nasional, 1994),
36
Oemar Hamalik, Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA (Bandung: CV. Sinar Baru,
1991), 16.
37
Ajisaka, “Proses Belajar Siswa”. (Online). 17 Desember 2007. http://ajisaka.sosblog.com. Diakses 23 Februari 2007. 38 Ahmad Faqih, “Mengenal Teori Konstruktivisme”. (Online). http://ahmadfaqih.multiply.com. Diakses 23 Februari 2007.
25
Mengajar dengan teori belajar seperti ini berarti menciptakan sistem lingkungan
yang
memungkinkan
semua
kemampuan
siswa
dapat
dikembangkan dalam proses belajar mengajar. Komponen-komponen yang ada dari sistem itu disusun sedemikian rupa, sehingga aktivitas siswa dapat dikerahkan secara maksimal dengan arah yang tepat antara lain, materi harus disajikan merangsang, kemampuan siswa diperhitungkan, guru yang berfungsi sebagai fasilitator, motivator, organisator, dan media pembelajaran yang cukup
komunikatif.
Adapun
gambaran
umum
model
pembelajaran
konstruktivistik adalah model pembelajaran antara lain sebagai berikut: a. Menghargai keanekaragaman peserta didik. Implikasinya: pendidik harus menggunakan berbagai macam pendekatan sesuai karakteristik peserta didik, menyesuaikan kecepatan pengajarannya dengan tingkat penyerapan peserta didik yang berbeda-beda, dan lain-lain. b. Meletakkan keberhasilan proses pembelajaran lebih besar di pundak peserta didik dari pada di tangan pendidik. Implikasinya: pendidik harus memberikan berbagai metode belajar kepada peserta didik sehingga mereka mampu belajar secara mandiri, mempercayai bahwa peserta didik merupakan makhluk normal yang mampu menguasai materi yang harus diselesaikan dan pendidik sebagai fasilitator dan motivator, dan lain-lain. c. Memberi kesempatan peserta didik mengekspresikan pikiran dan penemuannya.
Implikasinya:
pendidik
harus
mengurangi
alokasi
waktunya di dalam kelas untuk berceramah dan memberi waktu yang luas
26
kepada peserta didik untuk saling berinteraksi dengan temannya maupun dengan pendidiknya. Membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas-tugas dan mempresentasikan di kelas. d. Mendorong peserta didik mampu memanfaatkan sumber belajar yang ada di
lingkungannya. Implikasinya: pendidik harus mendesign materi
pelajarannya sedemikian rupa sehingga peserta didik terdorong untuk mencari sumber-sumber pengetahuan dari berbagai tempat di luar fasilitas sekolah, misalnya: perpustakaan kota, internet, media masa, wawancara dengan orang-orang yang ahli di bidangnya, dan lain-lain. e. Memasukkan penugasan portofolio sebagai salah satu alat penilaian. Implikasinya: pendidik harus memberi kesempatan lebih luas kepada peserta didik secara individu dalam bentuk pembimbingan untuk mengerjakan penugasan tersebut. Dalam peranan ini pendidik juga harus mampu mendorong peserta didik untuk mencari penemuan-penemuan baru, meski dalam level sekecil apapun.39 Ringkasnya, teori belajar konstruktivistik adalah suatu faham yang menyatakan bahwa pengetahuan, ide atau konsep baru dibentuk secara aktif berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan pengetahuan yang disesuaikan, ide atau konsep yang diterima struktur kognitif karena bentukannya sendiri atau hasil dari interaksi sosial.
39
Rohadi Wicaksono, “Mengapa Harus Konstruktivistik”. Artikel Pendidikan. (Online). 19 Juli 2007. http://rohadieducation.wordpress.com. Diakses 23 Februari 2008.
27
Pengetahuan yang sudah
ada
atau
Proses
Konsep pengeta-
Proses
meta-
Disesuaikan/ diselaraskan
Pengetahuan baru
Lingkungan/ sosial/individu Gambaran Pengertian Konstruktivisme 2. Tujuan dan Pandangan Pembelajaran Konstruktivistik a. Tujuan Pembelajaran Konstruktivistik Suatu usaha tanpa tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Ibarat seseorang yang bepergian tak tentu arah, maka hasilnyapu tidak lebih dari rasa capek yang mendera. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan yang jelas. Sehingga diharapkan dalam penerapannya tidak akan kehilangan arah dan pijakan. Prof. H. M. Arifin, M.Ed. menjelaskan bahwa: “Tujuan proses pendidikan Islam adalah idealitas (cita-cita) yang mengandung nilai-nilai Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan
28
ajaran Islam secara bertahap serta dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sama bagi seluruh umat Islam”.40 Jadi, tujuan merupakan faktor yang terpenting dalam kegiatan dan proses belajar mengajar. Meskipun demikian, bila metode dan materi yang digunakan tidak memadai, bisa jadi proses kependidikan akan mengalami kegagalan. Mengingat rumusan tujuan pembelajaran dibuat oleh guru, maka guru harus memahami tiga hal pokok, yakni: Guru harus mempelajari kurikulum, sebab bahan yang harus diajarkan dan tujuan umum bahan tersebut ada dalam kurikulum. Memahami tipe-tipe hasil belajar, sebab tujuan pengajaran pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan dapat dikuasai siswa. Cara merumuskan tujuan pengajaran, sehingga tujuan tersebut jelas isinya dan dapat dicapai oleh siswa setelah siswa menerima pengajaran tersebut.41 Untuk mengaktualisasikan dan memfungsikan potensi tersebut di atas
diperlukan ikhtiar kependidikan yang sistematis, berencana,
berdasarkan pendekatan dan wawasan yang interdisipliner. Karena manusia semakin terlibat ke dalam proses perkembangan sosial itu sendiri
40 41
2002), 61.
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Angkasa, 1990), 16. Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algensindo,
29
menunjukkan adanya interaksi dan interelasi dari berbagai aspek kepentingan. Oleh karena itu, proses kependidikan Islam memerlukan konsepkonsep yang pada gilirannya nanti dapat dikembangkan menjadi teoriteori yang teruji dalam praktisasi di lapangan salah satunya adalah teori belajar konstruktivistik yang sudah lebih dari dua dasa warsa terakhir ini menyumbangkan pemikirannya pada dunia pendidikan. Adapun tujuan dari teori belajar konstruktivistik, antara lain: 1) Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengutamakan peran siswa berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif, siswa didorong untuk belajar mandiri. 2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya. 3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap. 4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.42 Dalam implementasi teori belajar konstruktivistik mata pelajaran fiqih seorang guru menyajikan bahan pelajaran tidak dalam bentuk yang final.
Siswalah
yang
diberikan
kesempatan
untuk
memproses
pembentukan suatu pengetahuan terhadap objek yang diamati melalui 42
Bruner J. S. “On Knowing: Essays For The Left Hand. Pembelajaran Konstruktivistik”, 3.
30
interaksi jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam lingkungan kelas maupun di luar kelas. Oleh sebab itu, siswa harus aktif melakukan kegiatan aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang diamati. Dari uraian-uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan dari implementasi teori belajar kostruktivistik adalah agar siswa mampu menciptakan pemahaman baru yang menuntut kreatifitas produktif dalam konteks nyata, yang mendorong siswa untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan, sehingga proses belajar mengajar mata pelajaran fiqih dapat berhasil dan berdaya guna sehingga dapat melahirkan calon mujtahid-mujtahid baru sebagai motivasi bagi siswa untuk belajar Pendidikan Agama Islam, serta mau menerapkan dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam fiqih di kehidupan sehari-hari. b. Pandangan-pandangan Teori Belajar Konstruktivistik Pada bagian ini akan dibahas pandangan konstruktivistik dari aspek siswa, guru, lingkungan belajar, strategi pembelajaran, evaluasi dan sarana belajar. 1) Peranan siswa menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang
31
sedang dipelajari. Dengan istilah lain, dapat dikatakan bahwa hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada siswa. Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal itu akan menjadi dasar dalam pembentukan pengetahuan baru.43 2) Peranan guru dalam belajar konstruktivistik sebagai pembantu proses pengkonstruksian pengetahuan agar berjalan lancar. Guru tidak mentransfer pengetahuan yang dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Guru dituntut lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar.44 Peran
kunci
guru
dalam
interaksi
pendidikan
adalah
pengendalian, meliputi: a) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak. b) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa. c) Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar, agar siswa mempunyai peluang optimal untuk berlatih.45
43
Paul Suparno, Guru Demokratis di Era Reformasi (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), 3. 44 SKPMT, “Teori Konstruktiv”, 3-4. 45 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, 59.
32
3) Lingkungan belajar dalam konstruktivistik bersifat ketidakpastian. Siswa bebas menjadi unsur yang esensial dalam lingkungan belajar. Kegagalan atau keberhasilan, kemampuan atau ketidakmampuan dilihat sebagai interprestasi yang perlu dihargai. Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Karena siswa adalah subjek yang harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. 4) Strategi pembelajaran dalam konstruktivistik a) Penyajian isi menekankan pada penggunaan pengetahuan secara bermakna, mengikuti urutan dari keseluruhan bagian. b) Aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada keterampilan berfikir kritis. c) Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk meladeni pertanyaan atau pandangan siswa. d) Pembelajaran menekankan pada proses. 5) Evaluasi dalam konstruktivistik a) Evaluasi menekankan pada penyusunan makna secara aktif yang melibatkan
keterampilan
terintegrasi
dengan
menggunakan
masalah dalam konteks nyata. b) Evaluasi menggali munculnya pemecahan masalah ganda, bukan hanya satu jawaban yang benar.
33
c) Evaluasi merupakan bagian utuh dari belajar dengan cara memberikan tugas-tugas yang menuntut aktivitas belajar siswa yang bermakna, serta menerapkan apa yang dipelajari dalam konteks nyata. Evaluasi menekankan pada keterampilan proses dalam kelompok.46 6) Sarana belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa pemeran utama dalam kegiatan belajar adalah siswa. Jadi, segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu membentuk pengetahuan baru. Siswa diberi kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapi.47 Dengan demikian, siswa akan terbiasa dan berlatih untuk berfikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional. 3. Prinsip-prinsip Teori Belajar Konstruktivistik Permasalahan
pendidikan
selalu
muncul
bersamaan
dengan
berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan
yang
ada,
pengaruh
informasi
dan
kebudayaan,
serta
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk dapat bertahan dalam
46
Hijrah Saputra, “Teori Belajar dan Pembelajaran”. (Online). http://www.freewebs.com. Diakses 19 Februari 2008. 47 Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, 59-60.
34
situasi yang semakin kompleks seperti ini, dibutuhkan sebuah prinsip agar bisa tetap eksis. Adapun prinsip-prinsip teori belajar konstruktivistik, antara lain: a. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa. b. Struktur
pembelajaran
seputar
konsep
utama
pentingnya
sebuah
pertanyaan. c. Mencari dan menilai pendapat siswa. d. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa. e. Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.48 Karena itu, pembelajaran konstruktivistik selalu melibatkan guru-guru yang memiliki daya kreatifitas tinggi, untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Menerima inisiatif siswa. b. Menggunakan data interaktif dan nyata. c. Ketika memberi tugas, menggunakan istilah kognitif, seperti: klasifikasi, analisa, meramalkan, ciptakan atau bentuk. d. Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
48
Ibid., 3.
35
e. Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang mendalam dan juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang lain.49 Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip-prinsip yang ada dalam teori belajar konstruktivistik sangat membantu siswa agar lebih siap untuk menghadapi masalah-masalah yang ada di kehidupannya saat ini atau yang akan datang. 4. Proses dan Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik a. Proses Pembelajaran Konstruktivistik Dalam teori belajar konstruktivistik yang sangat penting adalah bahwa dalam proses belajar, siswalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungannya untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditangani secara kognitif. Untuk itu, manusia harus mengembangkan pemikirannya lebih umum 49
atau
rinci,
atau
perlu
perubahan,
menjawab
dan
KKCL, “Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Rekabentuk dan Pembinaan, Perisian, Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK)”, 7-8.
36
menginterprestasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses pembelajaran konstruktivistik, meliputi: 1) Skema atau skemata adalah struktur kognitif seseorang untuk beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori untuk mengidentivikasikan rangsangan yang datang dan terus berkembang. 2) Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur
kognitif
yang
ada
sekarang.
Asimilasi
juga
tetap
mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci. 3) Akomodasi adalah proses pembentukan struktur kognitif karena konsep awal yang dibangun sudah tidak cocok lagi, sehingga harus disesuaikan dengan informasi yang diterima. 4) Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi, sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamnya (skema), karena proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menjadi equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.50
50
Ahmad Faqih, “Mengenal Teori Konstruktivistik”, 1-2.
37
Sedangkan
Dina Gasong dalam artikel pendidikannya yang
berjudul “Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran” berpendapat bahwa: 1) Asimilasi adalah proses kognitif di mana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan atau pergantian skema melainkan perkembangan skema. Asimilalsi adalah salah
satu
proses
individu
dalam
mengadaptasikan
dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru. 2) Akomodasi
digunakan
untuk
menghadapi
rangsangan
atau
pengalaman baru seseorang yang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan struktur kognitif yang dimiliki. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang sesuai dengan rangsangan atau pengalaman baru. 3) Bagi Piaget, adaptasi merupakan suatu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi yang bisa disebut equilibrasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya, maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrasi). Akibat ketidakseimbangan itu, maka tercapailah akomodasi dan
38
struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan struktur yang baru, pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan seimbang dan ketidakseimbangan (equlibrasi dan disequilibrasi). Tetapi, bila terus terjadi keseimbangan perubahan struktur kognitif, maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi dari sebelumnya.51 Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa proses pembelajaran konstruktivistik sangat membantu siswa membentuk sendiri struktur kognitifnya. Jika dihubungkan dengan isi dari materi-materi yang diajarkan dalam mata pelajaran fiqih akan memudahkan siswa mencerna suatu realita yang ada disekitarnya. Seperti: mencoba membuat pendapat baru, menentukan hukum dari suatu tindakan dan lain-lain. b. Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik Berdasarkan teori J. Peaget dan Vygotsky, maka pembelajaran konstruktivistik dapat dirancang atau didesain sebagai berikut: Pertama, identifikasi awal terhadap gagasan yang mereka miliki terhadap lingkungannya, dijaring untuk mengetahui kemungkinankemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview.
51
Dina Gasong, “Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran”, Artikel Pendidikan. Februari 2008. (Online). http://trimanjuniarsofiles.wordpress.com. Diakses tanggal 23 Februari 2008, 4-5.
39
Kedua, penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran. Ketiga, orientasi dan elisitasi, situasi pembelajaran yang kondusif dan
mengasyikkan
sangatlah
perlu
diciptakan
pada
awal-awal
pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau mengemukakan gagasannya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Ungkapan gagasan tersebut dapat melalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasangagasan
tersebut
kemudian
dipertimbangkan
bersama.
Suasana
pembelajaran dibuat santai dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendiriya melalui penalarannya dalam tahap konflik kognituf. Keempat, refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasangagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elisitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukrisasikannya. Kelima, restruksisasi ide, (a) tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat
40
diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu. (b) konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan. Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang mereka lihat. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasitasnya sebagai fasilitator dan mediator. (c) membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari gagasan yang lama. Keenam, aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudian menguji
penyelesaian
secara
empiris.
Mereka
akan
mampu
membandingkan secara eksplisit miskonsepsi mereka dengan penjelasan secara keilmuan.
41
Ketujuh, review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran
yang
telah
berlangsung
dalam
upaya
mereduksi
miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.52 Berdasarkan uraian di atas, maka untuk mengatasi beraneka ragam persoalan dalam pembelajaran yang semakin rumit, maka perlu mencari alternatif pembelajaran yang lebih mampu mengatasi semua persoalan pembelajaran yang ada. Konstruktivistik menghargai perbedaan keunikan individu, dan keragaman dalam menerima dan memaknai pengetahuan. 5. Kelebihan Teori Belajar Konstruktivistik Setiap teori pembelajaran mempunyai batas-batas kebaikan dan kelemahan, bukan saja terhadap tujuan tertentu tetapi juga situasi tertentu. Dengan kata lain, semua teori pembelajaran tidak ada yang sempurna, disamping memiliki kelebihan dan kekurangan. Bahkan tidak jarang terjadi teori pembelajaran yang sama secara efektif dan efisien dilakukan oleh seorang guru, gagal di tangan guru lain. Karena itu, masih tergantung pada 52
Ibid., 9-10.
42
masing-masing guru untuk mempertinggi efektifitas dengan berbagai teknik, antara lain dengan menggunakan alat-alat bantu mengajar sebagai alat peraga, maupun manusia sebagai sumber dan lain sebagainya. Demikian halnya dengan teori belajar konstruktivistik, disamping memiliki kelebihan juga memiliki kendala. Berikut ini kelebihan atau segi positif yang dimiliki teori belajar kostruktivistik dalam proses belajar mengajar, antara lain: a. Kefahaman yang lebih jelas tentang suatu konsep dan ide di mana pelajar terlibat secara langsung dalam membentuk pengetahuan baru dan mengaplikasikannya dalam kehidupan atau situasi yang baru. b. Hasil dari proses pemahaman konsep, pelajar dapat melatih ingatan jangka panjang tentang suatu konsep melalui keterlibatannya secara aktif dalam menghubungkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang sudah ada untuk membentuk pengetahuan yang baru. c. Menambah keyakinan siswa untuk berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru. d. Disamping itu, siswa juga dapat meningkatkan kecakapan sosialnya yaitu dapat bekerjasama dengan orang lain dalam menghadapi berbagai masalah. Kecakapan ini dapat diperoleh jika siswa berinteraksi dengan teman-teman dan guru dalam pembentukan pengetahuannya. e. Hasil dari pembelajaran secara konstruktivistik adalah membantu pelajar untuk memperoleh pengetahuan, siswa aktif memunculkan konsep dan ide-
43
ide baru, kefahaman siswa yang meningkat, siswa akan merasa lebih yakin dan bersemangat untuk terus belajar sepanjang hayat walaupun banyak terjadi halangan dan rintangan.53 Dari penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi teori belajar konstruktivistik dalam pengajaran dapat membantu siswa berproses secara mandiri dengan daya otak yang dimilikinya untuk membentuk sebuah pengertian dari suatu konsep. 6. Kendala Teori Belajar Konstruktivistik Dalam proses belajar mengajar, disamping memiliki kelebihan dari segi positif. Teori belajar konstruktivistik juga memiliki beberapa kendala dalam implementasinya, antara lain: a. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan pendekatan tradisional. b. Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media. c. Pendekatan konstruktivis menuntut perubahan siswa yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat. d. Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.
53
KKCL, “Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Rekabentuk dan Pembinaan, Perisian, Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK)”, 10.
44
e. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.54 Melihat beberapa kendala yang mungkin saja muncul, maka perlu dikembangkan
kondisi
obyektif
di
lapangan.
Hal-hal
yang
perlu
dikembangkan, antara lain: a. Kurikulum disajikan dan kesatuan bagian dengan penekanan konsep utama. b. Sangat menghargai pertanyaan siswa. c. Kegiatan kurikulum bertumpu pada sumber data primer dan materi yang digunakan. d. Siswa dianggap sebagai pemikir. e. Pada umumnya guru berperilaku secara interaktif, menggunakan lingkungan sebagai media belajar. f. Guru mencari sudut pandang siswa untuk memahami konsep yang disajikan pada siswa untuk keperluan pembelajaran lebih lanjut. g. Penelitian terjalin menjadi satu dengan pembelajaran dan dilaksanakan dalam bentuk observasi terhadap kerja siswa atau tugas atau tampilan. h. Siswa bekerja dalam kelompok.55 Siswa akan terdorong untuk melakukan sesuatu bila merasa itu adalah suatu kebutuhan. Motivasi dalam diri siswa akan berkembang mengikuti 54
Bruner J. S, “On Knowing: Essays For The Left Hand. Pembelajaran Konstruktivistik”, 4. Administrator, “Tafsir Konstruktivis Atas KTSP”. (Online). http:www.sman2bdg.or.id. Diakses 19 Februari 2008. 55
45
proses belajar mengajar yang ada, bagaimana cara mencari dan menambah pengetahuan agar dapat membangkitkan rasa ingin tahu dalam dirinya. Dalam teori konstruktivisme yang sangat penting adalah siswa harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan karena adanya perintah guru atau orang lain.
Pembelajaran Fiqih Materi Pembelajaran Fiqih Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermatabat. Menyadari betapa pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia, maka internalisasi nilai-nilai
agama
dalam
kehidupan
setiap
pribadi
menjadi
sebuah
keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi spiritual mencakup pengalaman, pemahaman dan penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif masyarakat. Peningkatan potensi
46
spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harta dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. Salah satu cakupan dari Pendidikan Agama Islam adalah mata pelajaran fiqih. Arti dari fiqih itu sendiri menurut Abu Hanifah yang dikutip oleh Ma’ruf Asrori adalah pengetahuan jiwa seseorang mengenai apa yang bermanfaat dan berbahaya baginya.56 Bertujuan untuk: a. Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli. Pengetahuan tersebut diharapkan menjadi pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial. b. Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar. Pengalaman tersebut diharapkan dapat menumbuhkan ketaatan dalam menjalankan hukum Islam, disiplin dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.57 Adapun ruang lingkup atau bahan kajian fiqih, khususnya pada kelas XI, meliputi: a. Pembunuhan b. Qishas c. Diyat dan kifarat d. Zina dan qodzaf 56
Ma’ruf Asrori, Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu (Surabaya: Al-Miftah, 1996), 13. Departemen Agama, Standar Kompetensi Madrasah Aliyah (Surabaya: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Timur, 2005), 49. 57
47
e. Minuman keras f. Mencuri g. Buqhah h. Nikah i. Pernikahan j. Hak dan kewajiban suami istri k. Proses pernikahan l. Perceraian m. Ruju’ n. Waris o. Halangan waris p. Ahli waris q. Pembagian warisan r. Wasiat.58 Dalam pembelajaran fiqih, guru mengajarkan pendahuluan, dengan mengemukakan tujuan pembelajaran dan menguraikan masalah yang dihadapi. Metode ceramah dan metode demonstrasi lebih diutamakan. Metode yang digunakan bervariasi dan menyesuaikan materi yang disampaikan.59
58
Ibid., 55-59. Kunti Sholihah, “Upaya Guru Mata Pelajaran Fiqih dalam Mengaktifkan Belajar Siswa Kelas X di Madrasah Aliyah “Darul Huda” Mayak Ponorogo” (Skripsi: STAIN Ponorogo, 2006), 79. 59
48
Hal ini dilakukan agar materi yang ada dalam mata pelajaran fiqih berpengaruh pada keseharian siswa, sehingga siswa menjadi manusia yang matang. Metode Pembelajaran Fiqih Karena materi-materi mata pelajaran fiqih, khususnya kelas XI merupakan realitas yang ada di kehidupan sehari-hari, maka setelah diperhatikan ada beberapa strategi pembelajaran baru yang terdapat di dalamnya internalisasi konstruktivistik meliputi skema (pemikiran yang terus berubah), asimilasi (pengalaman dalam pemikiran), akomodasi (pemikiran terhadap pengalaman baru), dan equilibrasi (keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi) antara lain: a. Critical incident (pengalaman penting) Strategi ini digunakan untuk melihat pengalaman siswa, terutama pada mata pelajaran yang bersifat praktis. Dalam critical incident guru dapat melihat sejauhmana pengetahuan siswa terhadap materi yang akan diajarkan melalui pengalaman yang diperoleh dari keseharian siswa, khususnya yang berkaitan dengan mata pelajaran fiqih. Dalam critical incident asimilasi dan akomodasi siswa terus terasah
sehingga
mempermudah
siswa
untuk
kesimpulan dari hasil pemikiran mereka sendiri.
mengambil
suatu
49
b. Inquiring minds want to know (melihat pengetahuan siswa) Tehnik ini dapat membangkitkan keingintahuan siswa dengan meminta siswa untuk membuat perkiraan-perkiraan tentang topik yang dipelajari. Dalam inquiring minds want to know lebih ditekankan pada hasil pemikiran siswa terhadap suatu kejadian yang membutuhkan perkiraan. Dalam mata pelajaran fiqih hal ini dibutuhkan untuk memutuskan suatu hukum atau tindakan tertentu, dimaksudkan agar proses skema, asimilasi, akomodasi dan equlibrasi siswa terus berproses sehingga kesimpulan yang diambil siswa dapat diperoleh dengan tepat. c. Learning starts with a question (pembelajaran dimulai dengan pertanyaan) Belajar sesuatu yang baru akan lebih efektif jika siswa aktif dengan membuat siswa bertanya sebelum ada klarifikasi. Agar struktur kognitif siswa terus terlatih guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya baik sesama teman atau sesama guru, berkaitan dengan materi yang diajarkan agar equlibrasi yaitu keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi siswa terus terjaga sehingga kesimpulan yang ada sesuai apa yang diharapkan guru dan murid. d. Peer lessons (mengajar sesama teman) Strategi ini sesuai digunakan untuk bertukar pikiran antara teman. Langkah-langkah: 1) Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sesuai materi.
50
2) Topik yang diberikan saling berhubungan. 3) Setiap kelompok menyiapkan strategi penyampaian materi kepada teman-temannya, selain menggunakan metode ceramah atau seperti membaca laporan. 4) Beri siswa waktu yang cukup untuk persiapan, baik di dalam atau di luar kelas. 5) Setelah presentasi, diadakan tanya jawab, dan klarifikasi dibantu oleh guru. Saran-saran 1) Menggunakan contoh-contoh relevan. 2) Melibatkan siswa dalam pembelajaran melalui diskusi, studi kasus, dan lain-lain. 3) Memberi kesempatan siswa untuk bertanya dan menjawab. Adapun beberapa strategi yang tidak jauh beda dengan strategi di atas antara lain: brainstorming (curah gagasan) dan small group discussion (diskusi kelompok kecil). Karena teori belajar konstruktivistik menghendaki agar peserta didik belajar bertukar pikiran dalam kelompok, strategi-strategi di atas cocok untuk digunakan. Siswa berhak untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang ada dalam kelompoknya seputar kasus baru yang mereka hadapi.
51
e. Annotated portofolios (portofolio) Strategi ini adalah bentuk kumpulan life atau tugas tertentu yang didukung oleh catatan-catatan atau komentar-komentar siswa terhadap tugas yang diberikan. Strategi ini menitik beratkan pada kecakapan kreatifitas berfikir siswa dalam menghubungkan teori-teori dengan tugastugas kreatif yang berkesinambungan. Portofolio merupakan sarana agar siswa menemukan pengetahuan baru sesuai bentukan struktur kognitifnya sendiri.60 Pembelajaran konstruktivistik memang menekankan siswa untuk terus mengasah pengetahuan yang dimilikinya, bukan karena takut kepada guru atau lingkungan sekitarnya, tetapi tumbuh karena rasa tanggung jawabnya untuk terus belajar. Dalam teori belajar konstruktivistik siswa berhak memproses pemikirannya sendiri untuk mengambil suatu kesimpulan baru.
60
Hisyam Zaini, Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi (Yogyakarta: CTSD (Center For Teaching Staff Development) Institut Agama Islam Sunan Kalijaga, 2002), 173-176.
52
BAB III IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DALAM MATA PELAJARAN FIQIH KELAS XI MADRASAH ALIYAH AL-MAWADDAH COPER JETIS PONOROGO
I. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sejarah Berdirinya Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Al-Mawaddah Pesantren Putri Al-Mawaddah adalah lembaga pendidikan Islam khusus mendidik remaja putri yang didirikan pada tanggal 9 Dzul-Qa’dah 1409 H/21 Oktober 1989, sebagai realisasi dari ide dan cita-cita alm. KH. Ahmad Sahal, pendiri dan pengasuh Pondok Modern Gontor, yang diwasiatkan dan diamanatkan kepada istri dan putra-putri beliau sebagai kelengkapan dari Pondok Modern Gontor yang khusus putra. Beberapa tahun sebelum mendirikan Pondok Modern Gontor (didirikan pada tahun 1926), KH. Ahmad Sahal telah terlebih dahulu merintis Tarbiyatul Athfal (TA) di mana para santrinya terdiri dari santri putra dan putri yang diasuh langsung oleh beliau. Setelah nama Pondok Modern Gontor semakin terkenal, dan semakin banyak santri yang datang dari luar daerah, Pondok Modern Gontor tidak lagi menerima santri putri. Akan tetapi, bukan berarti cita-cita untuk memajukan pendidikan putri dilepaskan pula oleh beliau. Pesantren putri harus tetap diselenggarakan, tetapi
53
tempatnya harus terpisah dari pondok putra. Oleh karena itu, ketika beliau membeli tanah dari keluarga Nyai Hj. Soetichah Sahal (isteri beliau) di Desa Coper (tahun 1957), beliau mengikrarkan bahwa tanah tersebut kelak dipergunakan untuk pondok putri. Cita-cita tersebut menjadi wasiat dan amanat yang selanjutnya direalisasikan oleh Nyai Hj. Soetichah Sahal dengan mendirikan Pesantren Putri Al-Mawaddah, pada tahun 1989, yang dikelola dan dikembangkan oleh Yayasan Al-Arham (akte notaris No. 12 tahun 1989). Kemudian pada tahun itu juga (1989) dimulailah penggalian pondasi pesantren, setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan. Akhirnya ditetapkan namanya yaitu “Pesantren Putri AlMawaddah” yang berlandaskan pada Q.S Asy-Syura ayat 23.
...MَOْQSُ Tْ اVِX د َةZ \َ ]َ Tْ ^ اZTًا ِإQa ْ َأcِ dْ eَf َ ْghُ Tُiَj ْ َ^ َأT ْklُ ... Artinya: “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku, kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan”.61 Visi dan Misi Pesantren Visi Pesantren Putri Al-Mawaddah: pembentukan kader-kader muslimah yang mandiri, kreatif, produktif dan berkualitas menuju ridho Illahi. Misi
didirikannya
Pesantren
Putri
Al-Mawaddah
adalah
untuk
mempersiapkan kader-kader muslimah yang berkualitas dalam pembentukan almar’atus sholihah yang berbudi tinggi (moral being), berbadan sehat (physical 61
Haramain Asy-Syarifain, Al-Qur'an dan Terjemahnya (Saudi Arabia: Lembaga Percetakan Al-Qur'an Raja Fahd, 1419 H), 784.
54
being), berpengetahuan luas (intellectual being), berfikiran bebas (social being), berjiwa ikhlas (religious being), serta tetap berpegang teguh pada kodrat kewanitaannya. Untuk mencapai tujuan dan cita-cita tersebut, ditanamkan dalam jiwa dan perilaku keseharian santriwati yang selalu berorientasi pada keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, ukhuwah Islamiyah, dan kebebasan.62 Pesantren
Putri Al-Mawaddah berstatus swasta penuh dan berpegang
pada prinsip “di atas dan untuk semua golongan” dengan nama “Ma’had alMawaddah al-Islamy lil Banaat”. Lembaga pendidikan ini di bawah naungan Yayasan Al-Arham (akte notaris No. 12 tahun 1989), yang juga merencanakan pendidikan mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Pada tanggal 29 September 1997 Pesantren Putri Al-Mawaddah memperoleh al-Mu’adalah (persamaan ijasah) dari Universitas Al-Azhar Mesir, sesuai dengan surat keputusan No.46/23/9/1997, sehingga para alumni Pesantren Putri Al-Mawaddah dapat melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar Mesir. Selanjutnya berturut-turut mendapatkan al-Mu’adalah dari berbagai perguruan tinggi, antara lain: al-Ahgaff University di Yaman, Sudan University, Damascus University di Syria, serta Universitas Antar Bangsa Malaysia. Pada tahun 2002, Madrasah Aliyah Al-Mawaddah mengukir prestasi dengan mewakili Propinsi Jawa Timur dalam Lomba Prestasi Madrasah Aliyah Tingkat Nasional, dan meraih peringkat 10 besar. 62
Imam Zarkasy, Diktat Khutbatul Iftitah dalam Pekan Perkenalan (Ponorogo: t.p., tt), 8-10.
55
Sejak tahun pelajaran 2004/2005, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Al-Mawaddah, Pesantren Putri Al-Mawaddah telah terakreditasi “A” (unggul). Letak Geografis Pesantren Putri Al-Mawaddah berada di Desa Coper Kecamatan Jetis Kabupaten Ponorogo Jawa Timur, arah tenggara dari kota Ponorogo (jurusan Trenggalek pada km 15) atau (3 km dari Pondok Modern Gontor Ponorogo) arah selatan. Kurikulum Kurikulum Pesantren Putri Al-Mawaddah adalah perpaduan antara kurikulum Pondok Modern Gontor dengan kurikulum Departemen Agama (MTsN/MAN).
Team
kurikulum
pesantren
berusaha
memadukan
dan
merampingkan kedua kurikulum dengan tujuan mencari efisiensi dan relevansi tujuan pendidikan dan pengajaran di Pesantren Putri Al-Mawaddah yakni pembentukan al-maratus shalihah yang berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas, berfikir bebas dan berjiwa ikhlas yang berpegang teguh pada kodratnya. Agar dapat melaksanakan dan mencapai target kurikulum Pondok Modern Gontor dan Departemen Agama secara sistematis, maka berdasarkan musyawarah team kurikulum, pelajaran yang diberikan secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
56
a. Program Umum Al-Qur'an, tauhid, tafsir, hadist, tajwid, muthala’ah, fiqih, ushul fiqih, adyan, tarjamah, faroid, Bahasa Indonesia, PPKN, penjaskes, tata negara, ekonomi dan geografi. b. Program Penunjang Bahasa Arab, nahwu, shorof, balaghoh, mahfudlot, imla’, insya’, khot, Bahasa Inggris, sosiologi, antropologi, fisika, kimia, biologi, matematika, sejarah Indonesia, grammar, compasation dan kesenian. c. Program Khusus Tarbiyah, ta’limul muta’alim, fiqhun nisa, tarikh Islam, sejarah peradaban Islam dan hafalan juz ‘amma. Keadaan Guru Pendidik merupakan figur yang menjadi uswah khasanah dan diteladani anak didiknya. Pendidik harus tampil sebagai pembimbing dan membina bagi santriwati dalam mengembangkan kreativitas dan potensi diri, sebagai pendorong dan motivator yang akan membantu para santriwati dalam mencapai tujuan dan cita-citanya, sehingga terjadi kesatuan langkah dan tindakan, yang tepat guna, berdaya guna dan berhasil guna. Tenaga atau guru di Pesantren Putri AlMawaddah terdiri dari asatidz (guru-guru putera dengan syarat sudah menikah) dan ustadzat (guru-guru putri) dari berbagai lembaga pendidikan yang sesuai dengan bidang studi masing-masing. Antara lain alumni dari Pondok Modern
57
Gontor, Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar, ITB Bandung, IPB Bogar, Universitas Brawijaya Malang, STAIN, IAIN, UIN, UNEJ, LIPIA, IPD Gontor, IAIRM Ngabar dan tenaga pengabdian dari alumni Pesantren Putri Al-Mawaddah sendiri. Adapun tenaga pendidik di Pesantren Putri Al-Mawaddah sesuai dengan sistem yang dikelompokkan menjadi dua bagian: - Untuk tingkat MTs (kelas I sampai dengan III) sebanyak 50 orang guru. - Untuk tingkat MA (kelas IV sampai dengan VI) sebanyak 63 orang guru. Dan jumlah tersebut, 50 orang guru tinggal di dalam pesantren untuk membimbing, membina, mengarahkan dan sebagai tempat bertanya para santriwati dalam memecahkan masalah-maslaah yang mereka hadapi seharihari.63
Keadaan Murid Yang dimaksud siswa adalah mereka yang secara resmi menjadi siswa Madrasah Aliyah Al-Mawaddah dan terdaftar dalam buku induk sekolah. Adapun pada saat penelitian ini dilakukan, jumlah siswa yang ada di Madrasah Aliyah AlMawaddah adalah 399 siswa. Untuk kelas X sebanyak 159 siswa, kelas XI sebanyak 143 siswa dan kelas XII sebanyak 97 siswa. 63
Zainal Arif dkk, Warta Al-Mawaddah (t.k: Pesantren Putri Al-Mawaddah, 2007), 5-6.
58
Di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah terdapat dua jurusan yaitu jurusan IPA dan IPS. Penjurusan dilakukan khususnya untuk murid yang duduk di kelas XI sedangkan untuk kelas X belum ada. Sarana dan Prasarana Dalam pelaksanaan aktivitas proses belajar mengajar, terutama di lembaga pendidikan tidak lepas dari beberapa instrumen pembelajaran baik yang langsung berhubungan dengan aktivitas tersebut, maupun yang bersifat infrastruktur atau yang tidak langsung berhubungan. Sarana yang langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar biasanya disebut media pembelajaran, sedangkan yang tidak berhubungan dengan proses belajar mengajar biasanya disebut sarana dan prasarana pendidikan. Mengenai sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah adalah: -
Luas areal : 5500 M2.
-
Jumlah dan kondisi ruangan
Jenis Ruang R. Belajar R. Kepsek R. Adm/TU R. Guru R. BP Keterangan:
Jml. Luas Ruang (M2) 17 1 1 1 1
456 16 15 65 15
Kondisi Ruang (Jumlah Ruang) B RR RB 14 3 1 1 1 1
Ket Beberapa ubin pecah
Beberapa ubin pecah
59
B
: Baik
RR : Rusak ringan RB : Rusak berat Fasilitas lain yang bersifat fungsional, antara lain: -
Laboratorium IPA, komputer, dan bahasa.
-
OHP : 1 kondisi rusak ringan.
-
LCD : 2 kondisi baik dan rusak ringan.
Struktur Organisasi Struktur organisasi adalah suatu hal yang sangat penting bagi suatu lembaga, baik yang formal maupun non formal, hal ini dimaksudkan untuk pembagian tugas diantara pengelola suatu lembaga. Dengan demikian tidak akan terjadi percekcokan diantara pengurus, bahkan dapat dikatakan struktur yang baik akan memperlancar suatu lembaga. Dalam menyusun struktur organisasi Madrasah Aliyah Al-Mawaddah diharapkan dapat lebih memudahkan sistem yang telah ditentukan agar tidak terjadi over line dan penyalahgunaan hak dan kewajiban orang lain. Adapun struktur organisasi Madrasah Aliyah Al-Mawaddah adalah sebagai berikut: Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo 2007/2008 Yayasan Al-Arham Drs. H. Muctar RM,SH.M.Ag
60
Pengasuh Dra. Siti Aminah Sahal, M.Ag
Direktur H. Ustuchori, S.Ag
Kepala Madrasah Drs. Irhamni, M.Si
BP3/BMOG
TU.Ur.Sarana/ Prasarana Habibah M,S.Ag Ka. Bid. Pesantren Musthofa, S.Ag
TU. Ur. Surat Binti Shofia, SE
Kurikulum Umi Mas’amah, S.Ag
Wali Kelas
TU. Ur. Keuangan Triwahyuni
Kesiswaan Dra. Nurhayati
Ka. Bid Umum Mujianto
UR. Humas Khoirul Anam
BP Islani Sumarsono, S.Pd.I
Santriwati/Murid Sumber data: Papan Statistik Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo Deskripsi Data Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo Madrasah Aliyah Al-Mawaddah senantiasa berusaha meningkatkan kualitas peserta didiknya dengan berbagai cara melalui kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran merupakan tugas guru untuk bisa menentukan suatu cara agar siswa yang dibimbingnya bisa meraih prestasi yang baik untuk mata pelajaran fiqih, maka keterlibatan siswa dalam
61
proses belajar mengajar harus ditonjolkan dalam menemukan dan mengungkap atau menjelaskan materi fiqih, untuk itu salah satu teori belajar yang dipakai oleh guru adalah dengan konstruktivistik. Adapun untuk melakukan implementasi konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah dimulai dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Perencanaan Langkah awal yang dilakukan guru dalam perencanaan adalah sebagai berikut: Guru melihat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun standar kompetensi dalam materi thalaq adalah memiliki pemahaman dan penghayatan yang lebih mendalam terhadap ajaran Islam tentang thalaq serta mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi dasarnya adalah memahami konsep tentang perceraian, ruju’, dan hikmahnya. Guru merumuskan masalah sebagai topik. Dalam hal ini peneliti mengamati RPP guru pada salah satu materi fiqih yang diajarkan yaitu thalaq dengan indikator sebagai berikut: a) Menjelaskan pengertian dan hukum perceraian b) Menjelaskan pengertian dan hukum thalaq. c) Menyebutkan syarat dan rukun thalaq. d) Menyebutkan macam-macam thalaq.
62
e) Menjelaskan pengertian khuluk dan fasakh. f) Menjelaskan pengertian dan macam-macam iddah. g) Menjelaskan hikmah perceraian, thalaq, khuluk dan fasakh. h) Menyebutkan kewajiban suami pada masa iddah. i) Menjelaskan hadanah.64 Guru menentukan media dan sumber belajar. Adapun sumber belajar yang digunakan adalah buku paket, LKS, dan tambahan sumber referensi dari guru. Menjelaskan skenario pembelajaran konstruktivistik.65 a) Penjelasan singkat tentang thalaq. b) Tanya jawab tentang pengertian thalaq. c) Penjelasan dasar hukum thalaq. d) Mendiskusikan thalaq, khuluk, dan fasakh. e) Menyimpulkan hikmah thalaq. Pelaksanaan Guru menjelaskan kemampuan dasar yang akan dicapai siswa. Siswa dibagi menjadi empat kelompok, satu kelompok beranggotakan enam anak, kemudian diberi materi yang berbeda. Siswa selain mendapat referensi dari buku paket dan LKS, juga mendapat referensi tambahan yang disediakan guru. 64
Lihat transkrip dokumentasi nomor: 12/D/F-3/23.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 65 Lihat transkrip observasi nomor: 01/O/F-2/15.III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
63
Siswa dalam kelompok diperintahkan untuk mencari dan menyelidiki secara kritis, logis, sistematis dan analisis materi yang diberikan oleh guru. Siswa diberikan kesempatan bertanya tentang bagaimana jalannya pembelajaran konstruktivistik, jika memang belum jelas. a) Siswa menemukan kesimpulan atau pendapat sementara beserta alasan-alasannya b) Siswa mempresentasikan hasil temuannya di depan kelompok lainnya. c) Ada beberapa siswa dalam kelompok lain yang tidak sependapat, angkat tangan dan bertanya kepada juru bicara utusan kelompok yang sedang presentasi. d) Kelompok lain menanggapi pertanyaan yang ada, atau kelompok yang sesuai dengan materi yang ditanyakan menanggapi. e) Klarifikasi dari semua pendapat yang ada, dibantu oleh guru. Evaluasi 1) Penilaian lembar kerja (hasil kesepakatan kelompok). 2) Tes akhir baik secara lisan maupun tulisan. 3) Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. 4) Portofolio. Hasil observasi di kelas XI IPS D, pembelajaran fiqih dengan menggunakan pembelajaran konstruktivistik juga dilaksanakan di dalam
64
kelas, pembelajaran tersebut meliputi tiga langkah yaitu pendahuluan, penyajian, penutup: Pendahuluan 1) Mengucap salam. 2) Mengecek kehadiran siswa. 3) Mengadakan review. 4) Mengadakan tes awal secara lisan. Penyajian Pada tahap ini guru menjelaskan kemampuan dasar yang akan dicapai siswa, kemudian siswa dibagi menjadi empat kelompok masingmasing kelompok beranggotakan enam anak. Dalam menyampaikan materi dengan menggunakan metode inquiring mind what to know, problem solving, small group discussion. Guru memberikan foto copy materi tentang thalaq dan setiap kelompok mendapat bahasan yang berbeda. Kemudian siswa disuruh mempelajari, membahas, menganalisa dan membuat kesimpulan, yang akhirnya dipresentasikan di depan kelompok lain, hasil presentasi dibuat kesimpulan oleh siswa yang dibantu guru. Dalam penyampaian materi fiqih ini ditunjang dengan media pembelajaran yakni foto copy materi, LKS dan papan tulis. Penutup Pada akhir pertemuan langkah guru adalah sebagai berikut: 1) Membuat kesimpulan bersama siswa dari materi yang baru dibahas.
65
2) Mengadakan tes akhir baik secara lisan maupun tulis. 3) Memberitahu materi selanjutnya supaya siswa lebih mempersiapkan diri. 4) Memberi motivasi siswa. 5) Menutup pelajaran dengan salam.66 Berdasarkan hasil observasi di kelas XI IPS A, pembelajaran fiqih dengan menggunakan metode learning starts with a question dan small group discussion dilaksanakan di luar kelas, tepatnya di lapangan hijau kampus 3. Pembelajaran tersebut meliputi tiga langkah yaitu pendahuluan, penyajian dan penutup. Adapun gambarannya adalah sebagai berikut: a. Pendahuluan Pada awal langkah guru adalah sebagai berikut: 1) Mengucap salam. 2) Mengkondisikan kelas, antara lain merapikan posisi duduk para siswa. 3) Mengecek kehadiran siswa. 4) Mengadakan review. 5) Mengadakan tes awal (pre test) secara lisan sesuai dengan sub pokok bahasan yang akan dibahas. b. Penyajian
66
Hasil observasi proses belajar mengajar fiqih pada sabtu, 22 Maret 2008, pukul 10.10-10.50 WIB di kelas XI IPS D Madrasah Aliyah Al-Mawaddah.
66
Pada tahap ini guru menjelaskan kemampuan dasar yang akan dicapai siswa, kemudian menyampaikan materi dengan menggunakan metode learning starts with a questions yang dilanjutkan dengan small group discussion sebagaimana rencana pembelajaran yang sudah dipersiapkan, di mana perwakilan setiap kelompok sebelumnya sudah diberitahu untuk mencari buku di perpustakaan yang terkait dengan bahasan thalaq. Kemudian buku tersebut dipelajari, dipahami dan dibahas dalam kelompok-kelompok hasil kerja dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan, akhirnya hasil laporan kerja kelompok dipresentasikan, dan terjadilah diskusi. Dari presentasi inilah kesimpulan akan dirumuskan siswa yang dibantu guru sebagai kelanjutan hasil kerja kelompok. Dalam penyampaian materi ditunjang dengan media pembelajaran yang ada yakni papan tulis dan buku diktat dari perpustakaan. c. Penutup Pada akhir acara pertemuan langkah guru adalah sebagai berikut: 1) Membuat resume bersama siswa dari materi yang baru disampaikan. 2) Mengadakan tes akhir secara lisan dari materi yang baru disampaikan. 3) Memberi tugas atau memberitahu materi selanjutnya supaya siswa mempersiapkan diri. 4) Memberi motivasi kepada siswa.
67
5) Menutup pelajaran dengan salam.67 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Teori Belajar Kostruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo Faktor-faktor pendukung implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo Pada hakikatnya keberhasilan suatu usaha banyak tergantung kepada faktor pendukung. Adanya faktor pendukung yang memadai akan meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar. Adapun faktor pendukung dari implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih adalah sebagai berikut: 1) Adanya semangat dan tanggung jawab yang tinggi pada diri guru dalam melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar Dengan adanya semangat dan tanggung jawab yang tinggi tersebut ternyata membangkitkan motivasi dan membuat siswa aktif baik secara fisik dan mental. Hal ini juga mendorong siswa untuk belajar fiqih baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini terbukti bahwa, setiap hari Selasa pada saat ngaji sore sebelum adzan maghrib disetiap firqoh atau kelompok yang terdiri dari sepuluh anak terdapat 67
Hasil observasi proses belajar mengajar fiqih pada ahad, 23 Maret 2008, pukul 07.40-08.20 WIB di kelas XI IPS A Madrasah Aliyah Al-Mawaddah.
68
bahasan tentang fiqih yang berkaitan dengan keseharian siswa, khususnya bagi siswa yang tinggal di asrama yang dipandu oleh ustadzah yang tinggal di asrama.68 2) Sikap kreatif dan inovatif yang ada pada diri guru dalam membangkitkan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan siswa sendiri selama proses belajar berlangsung Dengan adanya sikap kreatif dan inovatif tersebut ternyata dapat membangkitkan kegairahan siswa agar dapat berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. Guru sebagai fasilitator hendaknya memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan peserta didik dari berbagai arah. Dalam menguatkan siswa untuk memelihara keterlibatan dalam proses belajar mengajar maka guru hendaknya menciptakan suasana yang nyaman, fleksibel dan jauh dari tekanan, dapat membangkitkan kegairahan dan kegembiraan belajar peserta didik pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. Hal ini dapat diketahui dari hasil interview beberapa siswa menyatakan senang dengan
pembelajaran
ini.69
Sangat
membantu
siswa
berani
mengungkapkan pendapat, bertanya, dan bertukar fikiran dengan
68
Lihat transkrip wawancara nomor: 14/14-W/F-1/21-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 69 Lihat transkrip wawancara nomor: 09/09-W/F-1/14-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
69
teman,70 sehingga terjadi komunikasi aktif antar peserta didik dan terbentuk suatu interaksi sosial. Sebagai salah satu upaya untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas guru yang mempunyai peranan yang dominan untuk tercapainya tujuan pendidikan, maka Pesantren Putri Al-Mawaddah rutin mengadakan up grading guru setiap tahunnya.71 Faktor-faktor penghambat implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo Dalam menyelenggarakan kegiatan berwujud apapun, maka sudah barang tentu akan menemui hambatan-hambatan. Begitu juga dalam penyelenggaraan pendidikan di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis
Ponorogo,
khususnya
pada
implementasi
teori
belajar
konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih. Apabila hal itu tidak segera dicarikan jalan keluarnya, maka akan mengganggu jalannya proses belajar mengajar, sehingga akan berakibat tidak baik bagi peserta didik.
70
Lihat transkrip wawancara nomor: 10/10-W/F-1/14-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 71 Lihat transkrip dokumentasi nomor: 04/D/F-3/23-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
70
Berdasarkan hasil observasi di kelas XI Madrasah Aliyah AlMawaddah,
faktor-faktor
penghambat
implementasi
teori
belajar
konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik siswa Perbedaan karakteristik siswa merupakan hambatan utama dalam implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo. Karakter siswa ini bisa dilihat salah satunya dengan keberanian mereka bertanya dan menemukan jawaban atas persoalan yang mereka hadapi di dalam kelas atau menumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan beberapa siswa yang menyatakan teman susah diajak berdiskusi.72 Dari 15 siswa yang diberikan pertanyaan oleh peneliti, 7 orang diantaranya mengutarakan jawaban yang sama sehingga dapat disimpulkan
50%
diantara
informan
menyadari
keragaman
karakteristik diantara mereka. Hal ini bisa terjadi karena berbagai alasan baik internal (dalam diri) siswa itu sendiri ataupun eksternal (lingkungan sekitar) siswa, dua faktor ini sangat mempengaruhi jalan hidup seseorang. 2. Kurangnya alat dan media yang memadai
72
Lihat transkrip wawancara nomor: 11/11-W/F-1/14-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
71
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pada hakekatnya di dalam proses belajar mengajar merupakan satu upaya untuk mencapai tujuan (kedewasaan siswa), dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya seperangkat sarana dan prasarana atau alat yang menunjang tujuan pengajaran (siswa mempunyai buku sebagai referensi atau selain LKS). Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan beberapa informan menyatakan bahwa referensi kadang diperoleh
dari
guru.73
Kurikulum
yang
telah
berlaku
juga
menghendaki perbaikan, karena beberapa informan berpendapat bahwa waktu yang menjadi kebijakan sekolah berdurasi 40 menit setiap satu mata pelajaran, tidak mencukupi untuk membahas satu materi baru.74 Sehingga siswa menggunakan waktu dalam belajar kelompok sore untuk melanjutkan diskusi yang mungkin sempat tertunda di kelas. Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo Di bawah ini penulis sajikan hasil penelitian penulis tentang hasil belajar siswa dengan implementasi pembelajaran konstruktivistik dalam mata 73
Lihat transkrip wawancara nomor: 10/10-W/F-1/14-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 74 Lihat transkrip wawancara nomor: 08/08-W/F-1/12-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
72
pelajaran fiqih kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo. Untuk mengetahui hasil, maka harus diadakan penelitian, cara yang digunakan oleh peneliti adalah menilai kemampuan siswa dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan materi yang diperoleh dalam mata pelajaran fiqih dalam kehidupan sehari-hari. Adapun teknik yang digunakan penulis adalah dengan menggunakan hasil wawancara dengan informan dari 143 siswa kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah yang diwakilkan 20% diantaranya, yaitu 15 siswa, serta ditunjang dengan hasil interview dengan empat orang guru mata pelajaran fiqih, observasi dalam proses belajar mengajar yang berlangsung, dan dokumentasi proses belajar mengajar mata pelajaran fiqih baik di dalam maupun di luar kelas. Untuk mengetahui hasil pembelajaran fiqih menggunakan teori belajar konstruktivistik kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah dapat dilihat dari kemampuan siswa yang mencakup 3 ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Adapun kemampuan siswa tersebut dapat diketahui melalui data berikut: Ranah Kognitif Kemampuan dalam ranah kognitif dapat diketahui melalui pengakuan
siswa
dalam
memahami
materi
fiqih
menggunakan
pembelajaran konstruktivistik. Dari 15 informan yang dimintai keterangan menyebutkan antusiasnya dalam pembelajaran fiqih dengan mencoba untuk bertanya
73
demi menemukan pemahaman yang jelas,75 banyak membaca untuk berlatih pembentukan
pengetahuan baru dari berbagai referensi,76
mencoba menemukan jawaban dari referensi-referensi yang dimiliki,77 meningkatkan memori jangka panjang,78 dengan bukti 5 informan diantaranya berani mengungkapkan nilai raport yang diterimanya pada semester lalu. Hal
ini
menunjukkan
bahwa
implementasi
teori
belajar
konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih juga membantu siswa memupuk kepercayan diri mereka. Ranah Afektif Kemampuan dalam ranah afektif dapat diketahui melalui pengakuan siswa bersikap terhadap orang lain. Hal ini dapat diketahui dari hasil interview dengan siswa dan guru mata pelajaran. Dari 15 informan 8 orang diantaranya menyatakan bahwa implementasi belajar konstruktivistik membantu mereka untuk lebih
75
Lihat penelitian ini. 76 Lihat penelitian ini. 77 Lihat penelitian ini. 78 Lihat penelitian ini.
transkrip wawancara nomor: 04/04-W/F-1/07-III/2008 dalam lampiran laporan hasil transkrip wawancara nomor: 06/06-W/F-1/12-III/2008 dalam lampiran laporan hasil transkrip wawancara nomor: 08/08-W/F-1/12-III/2008 dalam lampiran laporan hasil transkrip wawancara nomor: 10/10-W/F-1/14-III/2008 dalam lampiran laporan hasil
74
mudah bersosialisasi dengan teman-teman sekelas79 pada khususnya. Dan masyarakat luas pada umumnya. Pengakuan keberadaan siswa dalam kelas yang notabennya terdiri dari beberapa karakteristik yang berbeda, sangat mempengaruhi siswa untuk belajar bagaimana cara mengambil sikap yang tepat. Ranah Psikomotorik Kemampuan dalam psikomotorik dapat ketahui melalui pengakuan siswa dalam mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari mata pelajaran fiqih dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan informan yang menyatakan bahwa dengan pembelajaran konstruktivistik sangat membantu siswa untuk lebih siap berada dalam berbagai situasi80 yang terjadi pada saat ini atau yang akan datang. Realita yang dihadapi oleh siswa merupakan implementasi materi yang diperoleh, khususnya mata pelajaran fiqih. Dari penjabaran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran fiqih dengan teori belajar konstruktivistik yang diterapkan dari perpaduan dari berbagai strategi seperti critical incident, learning starts with a questions, peer lessons, brain strorming, small
group
discussion, dan penugasan portofolio secara continue yang dipelopori
79
Lihat transkrip wawancara nomor: 18/18-W/F-1/22-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini. 80 Lihat transkrip wawancara nomor: 16/16-W/F-1/22-III/2008 dalam lampiran laporan hasil penelitian ini.
75
Ustadzah Hasanatin selama dua tahun belakangan ini merupakan bukti bahwa pembelajaran konstruktivistik yang selama ini dikenal sebagai teori belajar mata pelajaran exsak yang sifatnya pasti juga dapat diterapkan dalam pembelajaran yang bersifat sosial masyarakat seperti halnya fiqih khususnya kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah. Sehingga diakui atau tidak pembelajaran konstruktivistik memang lebih menekankan pada ranah kognitif siswa atau bagaimana siswa berfikir.
76
BAB IV ANALISIS TENTANG IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK DALAM MATA PELAJARAN FIQIH KELAS XI MADRASAH ALIYAH AL-MAWADDAH COPER-JETIS-PONOROGO
Sebagai tindak lanjut dari paparan data, maka akan dikemukakan analisis data yang berhubungan dengan paparan data khusus (rumusan masalah). Adapun analisa data tersebut adalah sebagai berikut: A. Analisa Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo Dalam implementasi pembelajaran konstruktivistik, sebelum mengajar guru membuat perencanaan seperti merumuskan masalah topik yang akan dipelajari, mengambil standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan oleh pemerintah, menentukan media dan skenario pembelajaran konstruktivistik. Pelaksanaannya, guru menjelaskan kemampuan dasar yang akan dicapai siswa, siswa dibagi menjadi empat kelompok, satu kelompok beranggotakan enam orang anak, kemudian diberi materi yang berbeda. Siswa selain mendapat referensi dari LKS dan buku paket juga mendapat referensi tambahan yang disediakan guru. Siswa dalam kelompok diperintahkan untuk mencari dan menyelidiki secara kritis, logis, sistematis dan analisis materi yang diberikan oleh guru. Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya tentang bagaimana jalannya pembelajaran konstruktivistik jika memang belum jelas.
77
Siswa menemukan kesimpulan atau pendapat sementara beserta alasan-alasannya. Siswa mempresentasikan hasil temuan di depan kelompok lainnya. Diskusi kelas hasil presentasi masing-masing kelompok diambil kesimpulan oleh siswa dibantu oleh guru. Untuk evaluasi diambilkan dari penilaian lembar kerja (hasil kesepakatan kelompok), tes akhir baik lisan maupun tulisan, keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, dan tugas portofolio sebagai sarana penemuan baru bagi siswa. Dengan implementasi pembelajaran konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah, siswa dapat menghayati hal-hal yang dipelajari secara langsung menunjukkan adanya proses skema, belajar kelompok, dan siswa dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya antara lain kemampuan mengamati, mengaplikasikan konsep dan mengkomunikasikan hasil penemuannya secara lisan dan tulisan menunjukkan adanya proses keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi yang biasa disebut dengan equlibrasi. Siswa yang mempunyai cara berfikir yang baik, dalam arti bahwa cara berfikirnya dapat dipergunakan untuk menghadapi suatu fenomena baru menunjukkan adanya proses akomodasi, sehingga siswa dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan yang lain. Hal ini menunjukkan adanya proses asimilasi. Sesuai dengan proses pembelajaran konstruktivistik yang diutarakan oleh Ahmad Faqih meliputi skema/skemata, asimilasi, akomodasi, dan
78
equlibrasi.81
Sedangkan
Dina
Gasong
mencakup
proses
pembelajaran
konstruktivistik dalam tiga langkah saja yaitu asimilasi, akomodasi, dan equlibrasi.82 Dalam rancangan pembelajaran konstruktivistik berdasarkan teori J. Piaget dan Vygotshy menyebutkan bahwa pembelajaran dilakukan dengan: 1. Identifikasi awal melalui tes awal untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan siswa. 2. Membuat situasi belajar yang mengasyikkan melalui diskusi kelompokkelompok kecil. 3. Menunjukkan bahwa konsep ilmiah yang baru memiliki keunggulan dari gagasan yang lama. 4. Tinjauan keberhasilan strategi pembelajaran untuk perbaikan proses pembelajaran.83 Di
Madrasah
Aliyah
Al-Mawaddah
rancangan
pembelajaran
konstruktivistik berjalan sesuai dengan proses yang ada, akan tetapi masih kurang maksimal karena waktu yang terbatas. Sedangkan gambaran umum pembelajaran konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI Madrasah Aliyah Al-Mawaddah Coper Jetis Ponorogo: 1. Menghargai keanekaragaman siswa. Implementasinya, guru menggunakan berbagai pendekatan untuk menetralisir penyerapan siswa yang berbeda-beda terhadap materi yang diajarkan. 81
Ahmad Faqih, “Mengenal Teori Konstruktivistik”, 1-2. Dina Gasong, “Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternatif Mengatasi Masalah Pembelajaran”, 4-5. 83 Ibid., 9-10. 82
79
2. Meletakkan keberhasilan proses pembelajaran lebih besar pada siswa daripada guru. Implementasinya, siswa berhak bertanya dan mencari jawaban sesuai pertanyaannya agar tumbuh rasa tanggung jawab untuk belajar. 3. Memberikan
kesempatan
siswa
mengekspresikan
pikirannya.
Implementasinya berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil. 4. Memaksimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada. Implementasinya dalam hal ini masih belum maksimal dikarenakan keterbatasan sumber belajar terutama buku yang ada di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah sehingga guru harus memberikan sumber belajar tambahan. 5. Memasukkan tugas portofolio sebagai salah satu alat penilaian. Dalam peranan ini pendidik hendaknya mampu mendorong peserta didik untuk mencari temuan-temuan baru meski dalam level sekecil apapun.84 Sehingga dapat disimpulkan pembelajaran fiqih dengan implementasi teori belajar konstruktivistik di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah kelas XI IPS berusaha untuk dimaksimalkan dengan segala keterbatasan yang ada terutama sumber belajar. Sementara itu, seorang siswa yang sekedar menemukan jawaban benar, belum pasti dapat memecahkan persoalan yang baru, karena mungkin ia tidak mengerti bagaimana proses menemukan jawaban itu sendiri. Bila pembentukan struktur kognitif siswa keliru atau tidak sesuai dengan yang ia kehendaki, ia masih bisa memperbaiki dan mengembangkannya pada situasi yang lain, karena 84
Rohadi Wicaksono, “Mengapa Harus Konstruktivistik”. Artikel Pendidikan. (Online). 19 Juli 2007. http://rohadieducation.wordpress.com. Diakses 23 Februari 2008.
80
proses berfikir seseorang itu bersifat tidak tetap. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa upaya peningkatan thingking skill siswa dengan pembelajaran konstruktivistik telah berjalan sesuai dengan tujuannya yaitu memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. B. Analisa Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo 1. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo a. Adanya semangat dan tanggung jawab yang tinggi pada diri guru dalam melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar Dengan adanya semangat dan tanggung jawab yang tinggi tersebut, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sebelum masuk kelas. Sesuai dengan peranan guru dalam pembelajaran konstruktivistik sebagai pembantu proses pembentukan pengetahuan siswa.85 Sehingga kelebihan dari pembelajaran konstruktivistik dalam dirasakan siswa dengan hasil dari pemahaman konsep, pelajar dapat melatih ingatan jangka panjang tentang suatu konsep melalui keterlibatannya secara aktif dalam menghubungkan pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang sudah ada untuk membentuk pengetahuan baru. Disamping itu siswa
85
SKPMT, “Teori Konstruktiv”, 3-4.
81
dapat meningkatkan kecakapan sosialnya yaitu dapat bekerjasama dengan orang lain dalam menghadapi berbagai masalah. Kecakapan ini dapat diperoleh jika siswa berinteraksi dengan teman dan guru dalam pembentukan pengetahuannya.86 Menurut analisa penulis yang diperoleh dari hasil interview siswa dan guru, observasi kelas, maupun dokumentasi yang ada, penelitian ini masuk dalam kategori baik. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas siswa yang tiada bosan-bosannya memperdalam materi yang telah diajarkan guru, melalui kelompok ngaji sore ataupun belajar kelompok malam. Karena siswa beranggapan fiqih adalah realita kehidupan. b. Sikap kreatif dan inovatif yang ada pada diri guru dalam membangkitkan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan siswa sendiri selama proses belajar mengajar berlangsung Dengan adanya sikap yang dimiliki oleh guru tersebut, dapat meningkatkan gairah siswa dalam berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar. Sesuai dengan peranan siswa yang pada hakekatnya memegang kendali sepenuhnya dalam implementasi pembelajaran konstruktivistik.87 Sehingga
kelebihan
dari
pembelajaran
konstruktivistik
dapat
menghasilkan kepahaman yang lebih jelas tentang suatu konsep dan ide di mana pelajar terlibat langsung dalam membentuk pengetahuan baru dan 86
KKCL, “Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Rekabentuk dan Pembinaan, Perisian, Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK)”, 10. 87 Paul Suparno, Guru Demokratis di Era Reformasi, 3.
82
mengaplikasikannya dalam kehidupan atau situasi yang baru. Bisa juga menambah keyakinan siswa untuk berani menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang baru.88 Menurut analisa penulis yang diperoleh dari hasil interview guru dan siswa, observasi kelas, maupun dokumentasi yang ada, penelitian ini masuk dalam kategori baik, karena tujuh informan diantara 15 orang yang mewakili siswa kelas XI MA AlMawaddah menyatakan bahwa rasa percaya dirinya bertambah dengan pembelajaran konstruktivistik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa posisi guru sebagai fasilitator dituntut harus memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan peserta didik dari berbagai arah termasuk kategori baik, berdasarkan hasil interview dengan empat guru mata pelajaran fiqih diperoleh hasil bahwa guru tanggap dengan situasi kelas yang mulai membosankan dialihkan pada belajar membaca realita, belajar siswa aktif dengan pertanyaan dan jawaban yang diperoleh siswa itu sendiri dalam menemukan gagasan atau ide-ide baru, sehingga terjadi interaksi aktif dalam proses belajar mengajar. Sebagai sarana untuk mendukung sepak terjang guru untuk dapat menciptakan suasana yang nyaman dan fleksibel selama siswa terlibat
88
KKCL, “Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Rekabentuk dan Pembinaan, Perisian, Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK)”, 10-11.
83
dalam proses belajar mengajar, maka guru mendapatkan pengetahuan tambahan setiap tahunnya adalah acara up grading guru. 2. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo a. Karakteristik Siswa Karakteristik siswa ini bisa dilihat salah satunya dengan keberanian siswa di dalam kelas atau siswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri pada siswa itu sendiri. Hal ini sesuai dengan kendala yang ada pada pembelajaran konstruktivistik yaitu pendekatan konstruktivistik menuntut perubahan pada siswa yang mungkin belum bisa dilakukan secara optimal karenanya adaptasi atas pembelajaran ini masih terus dibutuhkan.89 Menurut analisa penulis, baik melalui interview siswa dan guru, observasi kelas serta dokumentasi, penelitian ini masuk dalam kriteria cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari 15 informan tujuh diantaranya menyatakan rasa percaya dirinya bertambah dengan pembelajaran konstruktivistik. b. Kurangnya alat dan media yang memadai Salah satu sarananya adalah buku sebagai referensi pengajaran fiqih selain LKS. Jadi segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, dan 89
Bruner J.S., “On Knowing: Essays For The Left Hand, Pembelajaran Konstruktivistik”, 4.
84
fasilitas lainnya harus disediakan sebagai sarana untuk membantu membentuk pengetahuan baru siswa.90 Mendorong peserta didik mampu memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungannya. Menurut analisa penulis berdasarkan interview guru dan siswa, observasi kelas serta dokumentasi yang ada menyebutkan empat orang dari 15 informan menyatakan referensi yang disediakan kurang memadai, sehingga guru mensiasatinya dengan membawakan foto kopi referensi lain yang dimiliki oleh guru, bagi yang tidak mukim di dalam kampus berkesempatan mengakses internet. Sehingga dapat disimpulkan penelitian ini termasuk dalam kriteria cukup baik. Kurikulum yang sudah berlaku juga menghendaki perbaikan, satu jam mata pelajaran tidak mencukupi hanya dalam empat puluh menit saja. Hal ini sesuai dengan kendala yang dihadapi dalam pembelajaran konstruktivistik maka fleksibilitas kurikulum memang masih sulit diterima apalagi bagi guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.91 Solusi untuk masalah ini dituntut adanya kerjasama antara sekolah dan dinas pendidikan setempat.
90 91
5.
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, 59. Bruner J.S., “On Knowing: Essays For The Left Hand, Pembelajaran Konstruktivistik”, 4-
85
C. Analisa
Hasil
Belajar
Siswa
dengan
Menggunakan
Teori
Belajar
Konstruktivistik dalam Mata Pelajaran Fiqih Kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo Hasil belajar siswa dengan menggunakan teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al.-Mawaddah dapat diketahui melalui kemampuan setiap ranah, sebagai berikut: 1. Ranah Kognitif Kemampuan siswa dalam memahami materi-materi fiqih dengan pembelajaran konstruktivistik. Dapat memupuk kepahaman siswa yang lebih jelas tentang suatu konsep dan ide di mana siswa terlibat secara langsung dalam membentuk pengetahuan baru.92 Hasil dari proses pemahaman konsep dapat melatih ingatan jangka panjang siswa. Berdasarkan interview, observasi dan dokumentasi menyatakan sembilan informan dari 15 siswa mampu memahami. Hal tersebut dikarenakan guru pada waktu mengajar selalu mengikutsertakan siswa secara aktif, dan memberi bimbingan atau arahan yang bisa dipahami. Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemampuan siswa dalam memahami materi-materi fiqih disampaikan guru dengan baik. 2. Ranah Afektif Kesanggupan siswa untuk selalu bersikap baik terhadap orang lain. Dalam pembelajaran konstruktivistik siswa dapat meningkatkan kecakapan
92
KKCL, “Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Reka Bentuk dan Pembinaan, Perisian, Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK)”, 10.
86
interaksi sosialnya yaitu dapat bekerjasama dengan orang lain dalam menghadapi berbagai masalah.93 Karena siswa belajar dalam situasi berkelompok.94 Berdasarkan interview dari 15 informan delapan diantaranya menyatakan bahwa implementasi teori belajar konstruktivistik membantu mereka untuk lebih mudah bersosialisasi baik di dalam maupun di luar kelas, sehingga membantu siswa agar lebih mudah mengambil sikap dalam keragaman karakter. Maka hal ini dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa dalam ranah afektif baik. 3. Ranah Psikomotorik Kemampuan siswa dalam mengamalkan pengetahuan yang diperoleh dari mata pelajaran fiqih dengan implementasi pembelajaran konstruktivistik dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini akan meningkatkan kefahaman siswa untuk terus belajar sepanjang hayat dan lebih siap menghadapi segala situasi yang mungkin akan terjadi.95 Berdasarkan interview lima orang dari 15 informan menyatakan lebih siap dengan realita yang sudah dan akan mereka hadapi, karena memang semua materi yang diajarkan dalam mata pelajaran fiqih adalah realita. Dengan demikian dapat dikatakan kemampuan siswa dalam ranah psikomotorik adalah cukup baik. Dari penjabaran di atas dapat diketahui, bahwa hasil belajar siswa dengan pembelajaran konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih adalah baik. 93
Ibid., 10. Administrator, “Tafsir Konstruktivis Atas KTSP”, 4. 95 KKCL, “Teori Pembelajaran Konstruktivistik dalam Reka Bentuk dan Pembinaan, Perisian, Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (PPBK )”, 10. 94
87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang penulis lakukan mengenai implementasi teori belajar konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al.-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi melalui kegiatan pembelajaran: pemberian skema, asimilasi, akomodasi, dan equlibrasi. Sehingga pembelajaran konstruktivistik yang ada di Madrasah Aliyah Al-Mawaddah sesuai dengan cara belajar siswa aktif. 2. Faktor
pendukung
dan
penghambat
implementasi
teori
belajar
konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-Jetis-Ponorogo. a. Faktor-faktor pendukung meliputi: adanya semangat dan tanggung yang tinggi, serta sikap kreatif dan inovatif pada diri guru. b. Faktor-faktor penghambat meliputi: karakteristik siswa yang berbedabeda dan alat serta media pembelajaran yang kurang memadai. 3. Hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran konstruktivistik dalam mata pelajaran fiqih kelas XI MA Al-Mawaddah Coper-JetisPonorogo.
88
a. Kognitif, siswa terlatih untuk memiliki ingatan jangka panjang. b. Afektif, siswa mudah bersosialisasi baik di dalam maupun di luar kelas. c. Psikomotorik, hasil belajar yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan pembelajaran konstruktivistik adalah baik.
B. Saran 1. Diharapkan guru hendaknya selalu berusaha meningkatkan kualitas pendidikan dalam mata pelajaran fiqih dengan solusi yang ditawarkan oleh model pembelajaran konstruktivistik serta dituntut untuk sabar dan ikhlas dalam melakukan semua tanggung jawab. 2. Diharapkan siswa hendaknya selalu meningkatkan minat baca khususnya yang terkait dengan mata pelajaran fiqih serta dituntut memiliki referensi lebih.
89
DAFTAR RUJUKAN
Administrator. “Tafsir Konstruktivis http://www.sman2bdg.or.id. Ajisaka. “Proses Belajar Siswa”. http://ajisaka.sosblog.com.
Atas
(Online).
KTSP”. 17
(Online).
Desember
2007.
Arifin. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Angkasa, 1990. Arif, Zainal, dkk. Warta Al-Mawaddah. t.k. Pesantren Putri Al-Mawaddah, 2007. Asrori, Ma’ruf. Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu. Surabaya: Al-Miftah, 1996. Asy-Syarifain, Haramain. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Saudi Arabia: Lembaga Percetakan Al-Qur'an Raja Fahd, 1419 H. Bahri, Syaiful. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional, 1994. Balipost cetak. “Proses Berfikir Aktif Siswa yang Terabaikan”. Artikel Pendidikan. 8 Mei 2008. (Online). http://www.balipost.com, Diakses 19 Februari 2008. Baumgaster, Lisa. “Dasar-dasar Teori Pembelajaran Orang Dewasa”. (Online). 1 Agustus 2007. http://blog.persimpangan.com. Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2005. Bungin, Burhan. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Departemen Agama. Standar Kompetensi Madrasah Aliyah. Surabaya: Departemen Agama Kantor Wilayah Propinsi Jawa Timur, 2005. Faqih,
Ahmad. “Mengenal Teori http://ahmadfaqih.multiply.com.
Konstruktivisme”.
(Online).
Gasong, Dina. “Model Pembelajaran Konstruktivistik Sebagai Alternative Mengatasi Masalah Pembelajaran”. Artikel Pendidikan. Februari 2008. (Online). http://trimanjuniarsofiles.wordpress.com. Diakses 23 Februari 2008.
90
Hamalik, Oemar. Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: CV. Sinar Baru, 1991. JS, Bruner. “On Knowing: Essays For The Left Hand, Pembelajaran Konstruktivis”. Artikel Pendidikan. 30 Desember 2007. (Online). http://gurupkn.wordpress.com. Diakses 19 Februari 2008. KLCC. “Teori Pembelajaran Konstruktivis dalam Reka Bentuk dan Pembinaan Perisian Pengajaran dan Pembelajaran Berbantukan Komputer (BPBK)”. (Online). http://planet.time.net.my. Diakses 19 Februari 2008. Muslih, Muhammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar, 2005. Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Notes, Skpmtdon. “Teori Konstruktivis”. (Online). http://www.sabah.edu.my. Diakses 19 Februari 2008. Partanto, Pius. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka, 1994. Mun’im, Abdul, dkk. Pedoman Skripsi STAIN Ponorogo. Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2008. Purwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1991. Saputra, Hijrah. “Teori Belajar http://www.freewebs.com.
dan
Pembelajaran”.
(Online).
Sholihah, Kunti. “Upaya Guru Mata Pelajaran Fiqih dalam Mengaktifkan Belajar Siswa Kelas X di Madrasah Aliyah “Darul Huda” Mayak Ponorogo”. Skripsi: STAIN Ponorogo, 2006. Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya, 2004. Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002. Sudrajat, Ahmad. “Hakikat Belajar”. http://ahmadsudrajat.wordpress.com.
(Online).
31
Januari
2008.
91
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2005. ---------. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2006. Sumaharjaya, Suparman. Pendidikan Karakter Mandiri dan Kewiraswastaan. Bandung: Angkasa, 2003. Suparno, Paul. Guru Demokratis di Era Reformasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004. Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara, 2003. Wahhab, Abdul. Ilmu Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Amani, 2003. Wicaksono, Rohadi. “Mengapa Harus Konstruktivistik”. (Online). 19 Juli 2007. http://rohadieducation.wordpress.com. Zarkasyi, Imam. Diktat Khutbatul Iftitah dalam Pekan Perkenalan. Ponorogo: t.p.t.t. Zaini, Hisyam. Strategi Pembelajaran Aktif di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD (Center For Teaching Staff Development) Institut Agama Islam Sunan Kalijaga, 2002.