BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur adalah Pembangunan Ekonomi. Pembangunan Ekonomi itu sendiri cakupan yang sangat luas, sehingga harus diuraikan sesuai dengan bidang-bidang tertentu, salah satunya adalah dalam bidang keuangan, yang merupakan satu bidang yang sangat penting bagi sebuah negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang senantiasa bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan yang semakin maju, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi, termasuk Perbankan yang telah diratifikasikan beberapa perjanjian internasional di bidang perdagangan barang dan jasa, diperlukan penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan khususnya dalam sektor perbankan. Bidang keuangan sangat berkaitan erat dengan hampir seluruh sendi kehidupan perekonomian suatu bangsa, yang apabila sendi-sendi pengaturan sistem keuangan tidak baik, maka perekonomian negara tersebut akan sulit untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Lembaga keuangan memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Lembaga keuangan dalam dunia keuangan bertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan ini adalah 1
termasuk perbankan, building society (sejenis koperasi di Inggris), Credit Union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun, dan bisnis serupa lainnya. Keberadaan lembaga keuangan atau biasa disebut lembaga intermediary dalam bidang perekonomian membawa berbagai dampak dalam kelancaran pelaksanaan pembangunan dari masa ke masa, baik secara nasional maupun internasional. Lembaga keuangan ini menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar utang yang bertanggung jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan sehingga resiko dari para investor ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan. Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan. Salah satu contoh dari Lembaga Keuangan adalah Bank. Seiring dengan meningkatnya tingkat kebutuhan masyarakat, khususnya di bidang perekonomian mendorong peranan perbankan semakin dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, khususnya dalam menyalurkan fasilitas pembiayaan bagi masyarakat, baik badan hukum maupun perorangan. Dalam menyalurkan fasilitas pembiayaan kepada masyarakat, Bank Umum diwajibkan berpedoman kepada perangkat hukum yang terkait, antara lain Undang-Undang No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UU Perbankan). Didalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur
jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya. Agunan atau jaminan ini digolongkan berdasarkan Objek/Bendanya berupa benda bergerak yang dibedakan atas benda bergerak yang berwujud, pengikatannya dengan gadai (pand) dan fidusia, dan benda bergerak yang tidak berwujud, yang pengikatannya dengan gadai (pand), cessie dan account revecieble
maupun benda tidak
bergerak. Dalam Komitmen Pengembangan Potensi Daerah yang mengulas mengenai komitmen pemerintah untuk meningkatkan populasi hewan ternak terutama populasi sapi melalui skim Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Pemerintah bekerjasama dengan Bank Pelaksana untuk mengucurkan kredit untuk para peternak atau kelompok peternak yang ingin mengembangkan usaha ternak mereka dengan menjadikan hewan ternaknya sebagai objek jaminan kredit. Penyaluran kredit ini tidak dalam bentuk cash, begitu ada sapi (betina produktif), baru di bayar dengan kata lain ada barang ada uang. Peternak yang ingin mengajukan kredit wajib membuat proposal guna memperoleh rekomendasi dari Dinas Peternakan dan atau Ditjen Peternakan. Dalam proposal itu antara lain terdapat rincian biaya pembelian bibit, bantuan kandang, bantuan pakan, dan biaya inseminasi buatan. Setelah mendapatkan rekomendasi dari Dinas Peternakan dan atau Ditjen Peternakan baru dibawa ke Bank Pelaksana. Kemudian Bank Pelaksana akan menilai jaminan. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.05/2009 tentang Kredit Usaha Pembibitan Sapi berdasarkan hasil putusan Rapat Koordinator Terbatas (Rakortas) antara Wakil Presiden dengan beberapa Menteri Kabinet Indonesia Bersatu pada tanggal 24 Juni 2008, dipandang perlu adanya dukungan pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun. Dalam rangka bantuan pengadaan satu juta ekor sapi tersebut diperlukan penyediaan bibit sapi yang
berkelanjutan melalui peningkatan produktivitas peternak, terkait dengan upaya peningkatan produktivitas peternak tersebut diperlukan dukungan pendanaan dari perbankan. Agar penyediaan, penyaluran, dan pertanggungjawaban pendanaan dapat berjalan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien, perlu diciptakan suatu mekanisme kredit usaha yang terpadu. Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka penulis tertarik ingin mengetahui dan mendalami lebih jauh tentang pembebanan jaminan kredit yang menggunakan hewan ternak dan tanggung jawab pihak dalam perkreditan yang menggunakan hewan ternak tersebut. Adapun judul skripsi yang penulis pilih adalah : “Legalitas Hewan Ternak Sebagai Objek Jaminan Fidusia”. 1.2 Rumusan Masalah Sehubungan dengan judul dan latar belakang masalah tersebut diatas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah yaitu: 1. Apakah hewan ternak dapat dijadikan objek jaminan kredit dan bagaimanakah pembebanannya ? 2. Bagaimana apabila hewan ternak yang dijadikan objek jaminan fidusia mengalami kematian ? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang lingkup penelitian merupakan kerangka penelitian, yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian.1 Agar tidak jauh menyimpang dari materi yang akan dibahas dan adanya batasan-batasan yang akan dibahas, maka ruang lingkup masalah dari penelitian ini antara lain : 1. Menyangkut dapat atau tidaknya hewan ternak dijadikan sebagai objek jaminan kredit dan pembebanannya. 1
Bambang Sunggono, 2005, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 111.
2. Setelah diketahui pembebanan hewan ternak yang dijadikan objek jaminan kredit serta perjanjian yang benar sesuai dengan yang diatur oleh Undang-Undang, maka dapat dibahas lebih lanjut mengenai pertanggung jawaban pihak pemberi fidusia dalam hal kematian hewan ternak yang dijadikan objek jaminan kredit. 1.4 Orisinalitas Penelitian Guna menunjukkan tulisan skripsi ini memang benar orisinil (asli) , karya sendiri dan tidak merupakan hasil plagiat, maka saya tunjukkan beberapa skripsi yang pernah dibuat oleh penulis sebelumnya yang juga mengangkat tentang fidusia adalah sebagai berikut :
NO.
SKRIPSI
1.
Pembatalan Perjanjian Pembiayaan
TAHUN RUMUSAN MASALAH 2012
1. Faktor-faktor apakah yang
Konsumen Yang Jaminan Fidusia
menyebabkan terjadinya
Tidak Didaftarkan Pada PT. Federal
pembatalan perjanjian
International Finance (PT. F.I.F.)
pembiayaan konsumen pada PT.
Karangasem
F.I.F Karangasem? 2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pembatalan perjanjian pembiayaan konsumen pada PT. F.I.F. Karangasem yang jaminan fidusianya tidak didaftarkan?
2.
Perjanjian Leasing Dengan Jaminan Fidusia Pada PT. Astra Credit
2012
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian leasing dengan
Companies Denpasar
jaminan fidusia pada PT. Astra Credit Companies Denpasar? 2. Bagaimanakah akibat hukum dan upaya penyelesaiannya terhadap Penyewa Guna Usaha (Lessee) yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian leasing dengan jaminan fidusia pada PT. Astra Credit Companies Denpasar?
3.
Pelaksanaan Ketentuan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Dengan Sistem KREASI ( Kredit Angsuran
2012
1.
Bagaimana pembebanan benda jaminan pada perjanjian kredit dengan sistem KREASI ( Kredit
Fidusia ) Bagi Pengusaha Mikro
Angsuran Fidusia ) di Perum
dan Kecil di Perum Pegadaian
Pegadaian Cabang Singaraja?
Cabang Singaraja
2. Bagaimana penyelesaian cidera janji debitur pada perjanjian redit dengan sistem KREASI ( Kredit Angsuran Fidusia ) di Perum Pegadaian Cabang Singaraja?
1.5 Tujuan Penelitian
Ilmu dan penelitian mempunyai hubungan yang sangat erat. Menurut Almack, hubungan antara ilmu dan penelitian seperti hasil dan proses.2 Penelitian adalah proses, sedangkan hasilnya adalah ilmu. Tujuan penelitian ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tujuan, yaitu meliputi tujuan umum dan tujuan khusus : 1.5.1
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengembangkan ilmu hukum dan menuangkan pikiran secara ilmiah berupa skripsi terutama mengenai legalitas hewan ternak sebagai objek jaminan fidusia.
1.5.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah mendalami permasalahan hukum secara khusus yang bersifat tersirat dalam rumusan permasalahan penelitian. Dan adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan memahami dapat atau tidaknya hewan ternak digunakan sebagai objek jaminan kredit dan pembebanannya. 2. Mengetahui dan memahami pertanggung jawaban pihak pemberi fidusia bila hewan yang digunakan sebagai objek jaminan kredit mengalami kematian saat masih digunakan sebagai jaminan.
2
Moh. Nazir, 1988, Metode Penelitian Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.15
1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan hukum dan memberikan sumbangan untuk pengembangan ilmu pengetahuan bidang hukum khususnya yang menyangkut tentang penggunaan hewan ternak sebagai jaminan kredit yang diikat dengan fidusia. 1.6.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bacaan atau penambah ilmu bagi mahasiswa lain dan bagi pembaca khususnya mereka yang bergerak di bidang hukum mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penggunaan jaminan dalam perkreditan khususnya yang berkaitan dengan penggunaan hewan ternak sebagai jaminan fidusia.
1.7
Landasan Teoritis Pengertian hukum menurut doktrin yaitu “ keseluruhan dari norma-norma yang secara
mengikat mengatur hubungan yang berbelit-belit antara manusia dalam masyarakat.”
3
Dalam
mendukung penelitian ini sesuai dengan permasalahannya sehingga dapat diwujudkan sebagai suatu karya tulis, telaah pustaka memuat tentang konsep-konsep, teori, pandangan para sarjana yang dapat digunakan sebagai justifikasi teoritis dalam membahas judul skripsi legalitas hewan ternak sebagai objek jaminan fidusia. Dengan berpedoman pada perundang-undangan yang mengatur tentang hukum jaminan dan jaminan fidusia yang meliputi : Kitab Undang-Undang
3
Sudarsono, 2002, Kamus Hukum, cet.III, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hal.67
Hukum Perdata, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor:131/ PMK.05/2009. Jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Dalam hukum jaminan atau perikatan atas suatu jaminan, pada dasarnya jaminan tersebut terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu : 1. Jaminan perseorangan (persoonlijke zekerheid) Jaminan perseorangan menimbulkan hak-hak perseorangan, sehingga terdapat hubungan hukum secara khusus antara kreditur dan orang yang menjamin pelunasan utang debitur (penjamin). 2. Jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid) Jaminan ini merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu, berupa bagian dari harta kekayaan debitur atau penjamin, sehingga memberikan kedudukan preference (diutamakan) kepada kreditur daripada kreditur lainnya atas benda tersebut. Untuk menetapkan suatu bentuk pengikatan atas jaminan tertentu, bergantung pada jenis bendanya, jaminan kebendaan terdiri dari : a. Benda tetap (tidak bergerak). Contohnya : tanah dan benda-benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, seperti bangunan, mesin-mesin, atau tanaman yang ditanam di atas tanah dan tidak mudah dipindah-pindahkan. Jenis benda tersebut akan dibebani dengan hak tanggungan sesuai dengan UU.No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan beserta benda-benda lain yang terdapat diatasnya.
b. Benda bergerak. Contohnya : mobil, motor, mesin-mesin, piutang dagang (tagihan atas hasil usaha atau pekerjaan), saham-saham, atau bahkan hak-hak atas kenikmatan suatu barang tertentu, seperti hak sewa, tagihan (piutang) terhadap proyek-proyek yang sedang dikerjakan, dan sebagainya. Benda-benda tersebut biasanya dibebani dengan tiga jenis jaminan, yaitu : 1. Fidusia berdasarkan Undang-Undang No.42 Tahun 1999 2. Gadai atas saham-saham 3. Cessie atas tagihan Dalam Undang-Undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dijelaskan bahwa : Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.4 Dan Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Pemberian jaminan dalam perjanjian kredit diharuskan dalam dunia perbankan konvensional karena pada dasarnya, sumber dana yang disalurkan berasal dari masyarakat atau tabungan masyarakat itu sendiri. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan dalam Pasal 1 menyatakan bahwa:
4
M. Bahsan, SH.,SE., 2010, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 51
“Bank di definisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Berdasarkan pengertian tersebut telah diketahui bahwa bank berperan sebagai agent of intermediary yang memiliki fungsi-fungsi: 1. Fungsi menghimpun dana. 2. Fungsi pengkreditan. 3. Fungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. 4. Fungsi sebagai penyedia informasi, pemberian konsultasi dan bantuan penyelenggaraan administrasi. Kredit adalah kepercayaan atas kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan datang. Dapat disimpulkan bahwa kredit mencakup dua pihak yaitu pihak yang memberi dan pihak yang menerima. Apa yang diserahkan sekarang merupakan prestasi, sedangkan pembayaran, pengembalian maupun balas jasa di masa yang akan datang merupakan kontra prestasi. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan : “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Dalam praktek pelaksanaan pemberian kredit dari Bank tersebut dikenal suatu cara yang dinamakan fidusia sebagai lembaga jaminan kredit kepada masyarakat guna mengembangkan usahanya, dimana benda yang menjadi jaminan tetap berada ditangan debitur, sehingga hal ini
seringkali dipakai masyarakat kecil untuk mendapatkan modal dalam mengembangkan usahanya.5 Jaminan fidusia merupakan jaminan perseorangan, dimana antara Pemberi fidusia dan Penerima fidusia saling memberikan kepercayaan, pemberi fidusia menyerahkan hak kepemilikannya kepada penerima fidusia, namun penerima fidusia tidak langsung memiliki objek yang menjadi jaminan fidusia tersebut yang diserahkan oleh pemberi fidusia, sehingga jaminan fidusia merupakan suatu teori jaminan. Didalam pembahasan mengenai jaminan fidusia yang dikaitkan dengan teori tersebut di atas, berpedoman pada suatu sistem hukum. Sistem hukum adalah keseluruhan tata tertib hukum yang didukung oleh sejumlah asas Hukum Jaminan yang terdiri dari beberapa asas. Menurut Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa asasasas hukum jaminan adalah sebagai berikut : 1. Pancasila sebagai asas filosofi/idealis, 2. UUD 1945 sebagai asas konstitutional, 3. TAP MPR sebagai asas politik, 4. Undang-Undang sebagai asas operasional. Selain teori tersebut diatas terdapat pula teori perlindungan. Menurut teori perlindungan yang dikemukakan oleh Telders, Van der Grinten dan Molengraff, “suatu norma baru dapat dianggap dilanggar, apabila suatu kepentingan yang dimaksudkan untuk dilindungi oleh norma itu dilanggar”. Teori ini menjadi pegangan yang kuat untuk menolak suatu tuntutan dari seseorang yang merasa dirugikan kepentingannya oleh suatu perbuatan melanggar hukum. Berkaitan dengan suatu sistem hukum tersebut, maka hukum jaminan fidusia mempunyai sifat dan asas, sifat-sifat tersebut antara lain yaitu jaminan kebendaan dan perjanjian ikutan (accesoir). Sedangkan asas-asas jaminan fidusia antara lain sebagai berikut : 5
http://ryandtuwaidan.blogspot.com/2011/05/analisis-masalah-pndaftaran-jaminan.html tanggal 25 Mei 2011
1. Asas hak mendahului dimiliki oleh KREDITUR 2. Asas objek jaminan fidusia yang mengikuti bendanya 3. Asas jaminan fidusia adalah perjanjian ikutan 4. Asas objek jaminan fidusia terhadap utang kontijen 5. Asas objek jaminan fidusia pada benda yang akan ada 6. Asas objek jaminan fidusia diatas tanah milik orang lain 7. Asas objek jaminan diuraikan lebih terperinci 8. Asas pemberi jaminan fidusia harus kompeten 9. Asas jaminan fidusia harus didaftarkan 10. Asas benda yang dijadikan objek jaminan fidusia tidak dapat dimiliki oleh Kreditur 11. Asas bahwa jaminan fidusia mempunyai hak prioritas 12. Asas bahwa pemberi fidusia harus beritikad baik 13. Asas bahwa jaminan fidusia mudah dieksekusi. Berdasarkan sifat fidusia, maka asas-asas yang digunakan dalam fidusia adalah : 1. Asas Droit de Suite :
Jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada
2. Asas Hak Preferent :
Dengan didaftarkannya jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia, memberikan kedudukan Hak yang didahulukan kepada Penerima Fidusia (Kreditur) terhadap kreditur lainnya.
Kualitas hak didahulukan Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya Kepailitan dan atau Likuidasi.
1.8 Metode Penelitian Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsipprinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah dalam melakukan penelitian. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisis dan memeriksa secara mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.6 Mengingat pentingnya metode penelitian dalam menemukan, menentukan dan menganalisis suatu masalah, maka dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1.8.1 Jenis Penelitian Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematika, dan konsisten.
7
Dalam rangka
pemecahan permasalahan dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang artinya mengkaji pokok permasalahan
6 7
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal.52 Ibid hal.42
dari segi hukum yang sumbernya berasal dari peraturan perundang-undangan, teori hukum, doktrin, dan pandangan-pandangan hukum sebagai dasar dan acuannya.8 1.8.2 Jenis Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan (the statue approach) dan pendekatan analisa konsep hukum (analytical and conceptual approach). Permasalahan penelitian dikaji dengan menggunakan interpretasi hukum, kemudian diberikan argumentasi secara teoritik berdasarkan teori-teori, asas, dan konsep hukum yang ada. 1.8.3 Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian normatif pada umumnya dibedakan antara penggunaan Bahan Hukum Primer dan Bahan Hukum Sekunder. Asas dan Kaidah Hukum berupa Peraturan PerundangUndangan termasuk Bahan Hukum Primer, sedangkan buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, kamus dan ensiklopedi hukum, dan internet dengan menyebut nama situsnya termasuk Bahan Hukum Sekunder. Adapun bahan-bahan hukum yang dimaksud adalah : 1. Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan memiliki kekuatan hukum, seperti peraturan perundang-undangan.9 Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penulisan ini meliputi: a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek) b. Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan c. Undang-Undang No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia d. Peraturan Pemerintah lain yang terkait.
8
Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja Atau Skripsi Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, hal.60 9 Amirudin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persaka, Jakarta, hal. 30
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi : a. Kepustakaan yang berhubungan dengan Hukum Jaminan b. Kepustakaan yang berhubungan dengan Jaminan Fidusia c. Buku-buku, makalah, artikel, dan bahan-bahan analisi lainnya yang berhubungan dengan penelitian.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini, dilakukan melalui studi dokumen. Bahan hukum yang diperoleh diidentifikasi dan kemudian diklasifikasikan, serta selanjutnya diolah secara sistematis dan terstruktur sesuai dengan kebutuhan penelitian. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.10 1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Berdasarkan bahan hukum yang berhasil dikumpulkan kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan teknik deskripsi, interpretasi, dan argumentasi. Adapun masing-masing dari teknik analisis tersebut dapat diberikan penjelasan sebagai berikut : 1. Teknik Deskripsi, yaitu uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau proposisi-proposisi hukum maupun non hukum. 2. Teknik Interpretasi, yaitu penggunaan jenis-jenis penafsiran dalam ilmu hukum, terutama penafsiran kontekstualnya. 3. Teknik Argumentasi, yaitu penilaian yang didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. 10
Rony Hanitidjo, 1988, Metode Penelitian Hukumdan Yurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal.98.