1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula anti nyamuk yang telah banyak beredar di pasaran Indonesia saat ini adalah anti nyamuk bakar, semprot, oles maupun elektrik. Kebiasaan menggunakan anti nyamuk akan semakin meningkat pada musim pancaroba. Bermacam anti nyamuk yang telah beredar saat ini di masyarakat tidak menjamin kesehatan bagi manusia terutama anti nyamuk bakar sebab asap yang dikeluarkan mengandung polutan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh (Anonymous, 2009). Penggunaan anti nyamuk bakar lebih banyak diminati oleh masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di pedesaan, hal ini disebabkan karena harganya yang sangat terjangkau oleh tingkat ekonomi masyarakat, mudah dalam memperolehnya dan mudah dalam penggunaannya. Pada umumnya anti nyamuk bakar yang diperdagangkan mengandung bahan aktif insektisida yang berasal dari bahan sintesis yang tidak ramah lingkungan (Zulnely dan D. Martono, 2003). Salah satu bahan aktif insektisida dalam anti nyamuk bakar yaitu transfluthrin. Bahan aktif tersebut akan masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan dengan cara inhalasi (hirupan) lalu akan beredar dalam darah dan akhirnya akan menyebar pada sel-sel tubuh sehingga dapat membahayakan kesehatan tubuh. Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa
2
racun nyamuk yang mengandung transfulthrin dapat menurunkan kadar eritrosit atau sel darah merah (Anonymous, 2009). Eritrosit atau sel darah merah mengandung hemoglobin dan bertugas mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh, dan bila tubuh mengalami kekurangan eritrosit maka orang tersebut akan menderita anemia. Transfluthrin adalah pestisida golongan pyretroid yang merupakan bagian dari insektisida organik sintetik yang sering digunakan sebagai bahan insektisida rumah tangga (Marjuki, 2009). Akumulasinya dalam tubuh dapat menyebabkan stress oksidatif. Stress oksidatif adalah kondisi keseimbangan antara oksidan dan antioksidan yang berpotensi menimbulkan kerusakan. Stres oksidatif dapat disebabkan oleh paparan sinar x, ozon, asap rokok, pestisida, alkohol, bahan-bahan industri kimia dan polusi udara. Pyrethroid dapat menginduksi terjadinya stres oksidatif dan berpengaruh pada beberapa organ, jaringan dan sel seperti : hati, otak, ginjal dan eritrosit (Abdollahi et al. 2004). Radikal bebas dalam jumlah berlebih di dalam tubuh sangat berbahaya karena dapat berakibat pada rusaknya sel, asam nukleat, protein dan jaringan lemak. Radikal bebas terbentuk di dalam tubuh akibat produk sampingan proses metabolisme ataupun karena tubuh terpapar radikal bebas melalui pernapasan (Dalimarta & Sudibyo, 1998). Bahaya radikal bebas terhadap eritrosit diantaranya adalah dengan merusak struktur membran eritrosit sehingga elastisitas membran terganggu dan mudah pecah. Keadaan ini dapat menyebabkan turunnya jumlah eritrosit. Lemak tidak jenuh merupakan lemak yang peka terhadap serangan oksigen sehingga menimbulkan perubahan struktur kimia. Dalam sistem seluler
3
peroksidasi terjadi pada biomembran, akibatnya kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada menjadi sangat reaktif. Serangan radikal bebas pada lipid dapat menyebabkan terbentuknya peroksida yang disebut peroksidasi lipid (Suhartono et al. 2007). Peroksidasi lipid pada membran eritrosit dapat mengakibatkan hilangnya fluiditas membran dan meningkatkan fragilitas atau kerapuhan membran eritrosit yang selanjutnya mengakibatkan eritrosit akan mudah pecah atau hemolisis (Indera et al. 2006). Hemolisis yang terjdi akan menyebabkan hemoglobin terbebas,
sehingga jumlahnya semakin berkurang. Hal ini
mengakibatkan kadar hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit rendah. Selain itu hemoglobin juga sangat rentan terhadap oksidasi oleh oksidan, sehingga terbentuk methemoglobin yang tidak mampu mengangkut oksigen untuk dibawa ke sel-sel tubuh. Akibatnya sel-sel tubuh akan kekurangan oksigen. Bila kerusakan membran eritrosit terus berlanjut, maka kemungkinan akan menimbulkan penyakit anemia. Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas baik berupa antioksidan yang dibuat oleh tubuh (SOD, GPx, GSH), alami (vitamin C (asam askorbat), vitamin A (betakaroten), vitamin E (tokoferol), flavonoid dan senyawa
fenolik)
maupun
sintesis
(Butylated
Hroxyanisole
(BHA))
(Kumalaningsih, 2007). Namun seringkali antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh sehingga diperlukan antioksidan dari luar tubuh. Vitamin A, vitamin C dan
4
vitamin E merupakan antioksidan yang berasal
dari luar tubuh yang dapat
meredam aktivitas radikal bebas yang berlebihan. Berdasarkan diet essensial untuk produksi sel darah merah menunjukkan bahwa individu dengan diet yang banyak mengandung vitamin A, C dan E memiliki resiko lebih rendah terkena penyakit akibat spesies oksigen reaktif (ROS). Menurut Zada (2009) vitamin A dalam bentuk provitamin A (beta carotene) bekerja dalam jaringan pada tekanan parsial oksigen rendah. Selain itu juga keberadaan vitamin A terutama dalam sisntesis hemoglobin (Hb) sangat penting terutama untuk memobilisasi zat besi dan menstimulasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Vitamin C bekerja pada sitoplasma dan vitamin E bekerja pada membran sel serta pada tekanan oksigen yang tinggi. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Wuryati Ningsih (2009) menyebutkan bahwa penambahan vitamin C dan vitamin A pada suplementasi besi folat dengan dosis vitamin C 100 mg dan vitamin A 5.000 SI dapat meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil anemia. Pada penelitian lainnya menyebutkan bahwa vitamin E berperan sebagai antioksidan, dengan reaksi adisi dan substitusinya vitamin E mampu menangkap radikal bebas masuk ketubuh. Sehingga terbentuk radikal yang stabil, dan tidak mengganggu metabolisme sel juga organ (Hartini, 2005). Dengan adanya vitamin A, C dan E diharapkan dapat meredam aktivitas radikal bebas dan memberikan efek yang optimal dalam menghadapi aktivitas senyawa oksigen reaktif yang berasal dari luar tubuh. Berdasarkan latar belakang di atas, melalui penelitian ini peneliti mengharap akan mendapat pengetahuan yang benar dan akurat tentang :
5
“PENGARUH
ANTIOKSIDAN BERBAGAI VITAMIN (A, C DAN E)
TERHADAP JUMLAH ERITROSIT DAN KADAR HEMOGLOBIN DARAH TIKUS PUTIH (Rattus novergicus) YANG DIPAPAR ANTI NYAMUK BAKAR”
1.2 Rumusan Masalah 1.2.1
Apakah pemberian dosis vitamin A, C dan vitamin E dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yang dipapar asap anti nyamuk bakar?
1.2.2
Apakah pemberian dosis vitamin A, C dan vitamin E dapat mempengaruhi kadar hemoglobin yang dipapar asap anti nyamuk bakar?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Untuk mengetahui pengaruh vitamin A, C dan vitamin E dalam peningkatan jumlah eritrosit yang dipapar asap anti nyamuk bakar.
1.3.2
Untuk mengetahui pengaruh vitamin A, C dan vitamin E dalam peningkatan kadar hemoglobin yang dipapar asap anti nyamuk bakar.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipaki sebagai bahan informasi bagi masyarakat yang memerlukan, tertama bagi masyarakat yang bermasalah terhadap kesehatan yang berhubungan dengan pemakaian anti nyamuk bakar.
6
1.4.2
Dapat digunakan pula untuk menjelaskan efek pemberian vitamin A, C, dan E sebagai antioksidan yang mampu bertindak sebagai protektor terhadap penurunan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin yang disebabkan radikal bebas.
1.4.3
Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya dibidang keseimbangan gizi dan kesehatan, juga pengembangan konsep terapi dan pencegahan terjadinya kerusakan sel-sel tubuh akibat radikal bebas (dari asap anti nyamuk bakar) dengan konsumsi vitamin A, C dan E yang seimbang.
1.5 Batasan Masalah Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan batasan-batasan penelitian agar tidak menyimpang dari rumusan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.5.1
Dosis adalah takaran obat untuk sekali pakai dalam jangka waktu tertentu (Tim Perkamusan Ilmiah, 2005). Dosis yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah dosis vitamin A 59,94 mg/hari, vitamin C 1,8 mg/hari dan vitamin E 1,8 mg/hari.
1.5.2
Parameter yang digunakan adalah jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (hb).
1.5.3
Tikus putih (Rattus norvegicus ) yang digunakan adalah tikus putih jantan dengan berat badan rata-rata 200-300 gram dengan umur 3 bulan.
7
1.5.4
Penulis tidak membahas jenis anti nyamuk bakar yang digunakan sebagai penelitian. Kriteria anti nyamuk bakar yang digunakan dalam penelitian ini adalah anti nyamuk yang mengandung bahan transfulhtrin.
1.6 Definisi Istilah Agar tidak menimbulkan pengertian ganda, maka peneliti memberikan definisi istilah atau batasan istilah sebagai berikut : 1.6.1
Eritrosit adalah sel darah merah yang berfungsi mengirimkan hemoglobin yang membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton, 1996 dalam Sugandi, 2003).
1.6.2
Hemoglobin adalah suatu derivat perfirin yang mengandung besi yang berfungsi dalam hal pengikatan dan pengangkutan oksigen (Baron, 1998 dalam Lutfiani, 2001).
1.6.3
Tikus putih adalah hewan mamalia spesies Rattus novergicus dengan bulu berwarna putih, mata merah dan kulit tidak berpigmen (Kusumawati, 2004).
1.6.4
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang pada kulit terluarnya mengandung satu atau lebih elektron tak berpasangan (Lautan, 1997).
1.6.5
Antioksidan adalah semua substansi yang berada dalam konsentrasi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan substrat yang dapat teroksidasi, secara signifikan dapat menghentikan / mencegah oksidasi dari substrat tersebut (Pincemail, 1995).