1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penyakit serebrovaskuler atau yang lebih dikenal dengan stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis
W D
menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Stroke merupakan penyebab kematian nomor enam di negara berpenghasilan rendah dan penyakit kedua penyebab kematian di negara berpenghasilan sedang dan tinggi. Pada tahun 2008, stroke dan penyakit
K U
cerebrovaskular lainnya menyebabkan 6,2 juta orang meninggal (WHO, 2008). Insidensi stroke pada negara berpendapatan tinggi menunjukkan penurunan namun meningkat pada usia tua (Shiue,2011).
©
Stroke adalah sindrom klinis yang pada awalnya timbul mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal dan global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau dapat menyebabkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak non traumatik (Mansjoer, Arief, 2000). Insidensi stroke bervariasi di berbagai negara di Eropa, diperkirakan terdapat 100200 kasus stroke baru per 10.000 penduduk per tahun (Hacke et al., 2003). Di Amerika diperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, yang menyebabkan lebih dari 160.000 kematian per tahun dengan 4,8 juta penderita stroke
yang
dapat
bertahan
hidup
1
(Goldstein
et
al.,
2006).
2
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh survei ASEAN Neurological Association(ASNA) di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia, pada penderita stroke akut yang di rawat di rumah sakit, dan dilakukan survei mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan, morbiditas dan mortalitasnya. Dari hasil survei tersebut menunjukkan penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8% , usia 45-
W D
64 tahun berjumlah 54,7% , dan usia diatas 65 tahun 33,5 % (Misbach, 2007). Menurut National Stroke Association - USA (NSA) stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Soeharto, 2004). Stroke iskemik (penyumbatan) memiliki persentase terbesar, yaitu sekitar 80% . Insidensi
K U
penyakit stroke hemoragik antara 15% - 30% dan untuk stroke iskemik antara 70% - 85% (Iskandar, 2004). Secara garis besar faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya stroke dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang
©
dapat diubah atau dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain hipertensi, diabetes melitus, dan dislipidemia. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah atau tidak dapat dimodifikasi diantaranya adalah usia, jenis kelamin ras/suku, dan faktor genetik (Harsono, 2005). Risiko stroke akan meningkat seiring dengan beratnya dan banyaknya faktor risiko. Risiko untuk timbulnya serangan ulang stroke yaitu 30% dan populasi yang pernah menderita stroke memiliki kemungkinan serangan ulang 9 kali dibandingkan dengan populasi normal. Hipertensi dan diabetes masih merupakan faktor risiko jangka panjang yang penting (Gilroy, 2000).
3
Stroke merupakan salah satu penyebab utama keterbatasan jangka panjang. Di Amerika Serikat sekitar 50-70% pasien stroke mendapatkan kembali kemampuan fungsionalnya, namun 15-30% cacat permanen dan 20% membutuhkan perawatan selama 3 bulan setelah onset (AHA, 2011). Jarak waktu antara onset gejala stroke hingga pasien ditangani oleh dokter merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesembuhan pasien (Saver et al., 2010). Stroke merupakan
W D
kedaruratan medik yang memerlukan penanganan yang cepat dan tepat untuk mempercepat pemulihan sekaligus mencegah terjadinya komplikasi (Harsono, 2005). Hal ini dikarenakan stroke mampu merubah dan atau mengganggu seluruh sistem yang ada pada tubuh penderita. Salah satu terapi yang direkomendasikan
K U
untuk stroke adalah trombolisis. Permasalahan yang muncul adalah sempitnya jendela terapi untuk penggunaan trombolisis bagi pasien stroke. Trombolisis hanya boleh dilakukan dalam batas waktu < 4,5 jam paska serangan stroke (Hacke
©
et al., 2008). Menurut Department of Health penanganan stroke sedini mungkin merupakan kunci penting dalam mengurangi kematian dan kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit ini.
Keterlambatan kedatangan pasien ke rumah sakit paska serangan stroke masih menjadi kendala sampai saat ini. Penelitian tentang keterlambatan kedatangan pasien ke rumah sakit sejak onset serangan stroke di Indonesia masih terbatas. Hal yang sama teramati pula untuk penelitian yang mengidentifikasi alasan keterlambatan pasien datang ke rumah sakit. Faktor demografik dan sosial budaya sangat mempengaruhi alasan keterlambatan seorang pasien stroke datang ke rumah sakit. Alasan utama keterlambatan pasien ke rumah sakit adalah kurangnya
4
pengetahuan tentang tanda dan gejala stroke, kurang dipahaminya stroke sebagai kedaruratan medik yang perlu penanganan segera, akses dan transportasi yang kurang memadai, pengambilan keputusan harus menunggu keluarga terdekat atau penanggung biaya, dan takut akan pembiayaan yang mahal. Hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa proporsi terbesar pasien yang datang ke rumah sakit > 24 jam pasca serangan stroke adalah 46%, dan hanya
W D
13% pasien yang datang ke rumah sakit < 3 jam pasca paska serangan stroke (Pinzon, 2012). Penelitian yang dilakukan di Australia menunjukkan bahwa ratarata keterlambatan pasien ke rumah sakit adalah 4,5 jam dengan proporsi 41% pasien datang ke rumah sakit kurang dari 3 jam dan lebih dari 45% pasien yang
K U
datang lewat dari 6 jam paska serangan stroke terjadi. Prediktor independen keterlambatan pasien yang datang dengan memakai ambulans memiliki median keterlambatan datang ke rumah sakit 2,7 jam sedangkan pasien yang datang
©
dengan menggunakan mobil pribadi memiliki keterlambatan 15,4 jam(Barr, et al., 2006).
Penelitian tentang penanganan stroke sedini mungkin telah banyak dilakukan di berbagai negara. Hasil sebuah penelitian menyatakan bahwa pasien yang ditangani oleh dokter lebih awal membutuhkan waktu perawatan lebih singkat di rumah sakit dengan median 11 hari pada pasien yang diperiksa dokter dalam 6 jam setelah onset dan median 19 hari pada pasien yang dievaluasi setelah 6 jam. Iskemia otak yang berlangsung lebih dari 6 jam berakibat pada kerusakan neurologis permanen. Ketika pasien stroke akut dievaluasi dalam 8 jam setelah onset, seringkali keadaan mereka memburuk (Davalos, 1995).
5
Sehingga, berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mempelajari apakah ada hubungan antara onset masuk rumah sakit dengan lama rawat inap pada pasien stroke. Pada penelitian ini, onset masuk rumah sakit merupakan rentang waktu sejak timbulnya serangan stroke sampai pasien tiba di rumah sakit untuk memperoleh penanganan medis.
W D
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka timbul suatu permasalahan yaitu : 1.
Stroke menimbulkan masalah serius karena angka kematian dan
K U
kecacatannya masih tinggi. 2.
Stroke merupakan kedaruratan medik yang memerlukan penanganan yang tepat dan cepat.
3.
©
Jarak waktu antara onset gejala stroke hingga penanganannya di rumah sakit mungkin berhubungan dengan lama rawat inap.
C. PERTANYAAN PENELITIAN
Apakah terdapat hubungan antara onset masuk rumah sakit dengan lama rawat inap di rumah sakit pada pasien stroke ?
6
D. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari peneltian ini dilakukan adalah : a. Untuk mengetahui adakah hubungan antara onset masuk rumah sakit dengan lama rawat inap pada pasien stroke. b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi lama rawat inap di rumah sakit pada pasien stroke.
W D
E. KEASLIAN PENELITIAN
Tabel 1: Keaslian Penelitian
K U
Penelitian
Metode
Subjek
Asmedi, Ahmad. 1993
Kohort Retrospektif
Pasien yang didiagnosis stroke sebanyak 104 pasien
©
Appelros, P. 2007
Kohort Retrospektif
Pasien stroke yang dirawat inap sebanyak 377 pasien
Pradana, Arya. 2009
Retrospektif Deskriptif
Pasien stroke hemoragik dan stroke non hemoragik sebanyak 154 pasien
Hasil Tidak ada hubungan kedinian datang ke rumah sakit terhadap prognosis awal, namun analisis lanjutan pada penderita sadar menunjukkan hasil yang bermakna. Keparahan stroke merupakan prediktor yang kuat dan terpercaya untuk lama rawat inap. Namun dalam penelitian ini tidak dibahas keterkaitan antara onset masuk rumah sakit dan lama rawat inap Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara lama rawat inap pasien dirumah sakit dengan jenis stroke.
Berdasarkan hasil penelusuran dari beberapa jurnal ilmiah kedokteran, didapatkan penelitian – penelitian yang membahas mengenai lama rawat inap
7
pada pasien stroke. Peneliti yang pertama membahas mengenai pengaruh interval onset datang kerumah sakit dengan prognosis awal stroke. Peneliti
kedua
membahas mengenai hubungan antara jenis-jenis stroke dengan lama rawat inap. Penelitian mengenai lama rawat inap pada pasien stroke juga pernah dilakukan namun dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai keterkaitan antara onset masuk rumah sakit dengan lama rawat inap pada pasien stroke. Pada penelitian
W D
ini, hendak diteliti hubungan antara onset masuk rumah sakit dengan lama rawat inap pada pasien stroke.
F. MANFAAT PENELITIAN
K U
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman dan menambah wawasan baru bagi peneliti terutama mengenai hubungan antara onset
©
masuk rumah sakit dengan lama rawat inap pada pasien stroke.
2. Bagi Kemajuan Ilmu Kedokteran
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu kesehatan di bidang stroke khususnya tentang lama rawat inap pada pasien stroke yang terlambat dibawa ke rumah sakit.
3. Bagi Klinisi dan Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi tenaga medis dalam memberikan edukasi pada pasien mengenai pentingnya kecepatan membawa pasien yang telah terdiagnosis stroke ke rumah sakit.
8
4. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan menjadi panduan bagi masyarakat umum bahwa antara onset masuk rumah sakit dan penanganan oleh dokter pada pasien stroke merupakan prediktor penting dalam menentukan lama perawatan.
W D
©
K U