1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah
pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove terdapat di sekitar teluk yang lautnya tenang dan daratannya berangsur – angsur melandai ke laut. Hutan mangrove menghendaki lingkungan dengan tempat tumbuh yang agak ekstrem dengan salinitas 10 – 30 ‰, adanya rentang pasang surut, frekuensi dan lama penggenangan air laut, kandungan oksigen terlarut, aerasi tanah, dan suhu yang menyebabkan perbedaan dalam penyebaran jenis dan suksesinya (Anwar dan Subiandono, 1997). Komponen tumbuhan hutan mangrove sebagian besar berupa jenis – jenis pohon dengan keanekaragaman jenis yang jauh lebih kecil daripada ekosistem hutan daratan. Komponen hewan pada hutan mangrove berupa hewan avertebrata (hewan tidak bertulang belakang), yang sebagian besar biota ini hanya terdapat dalam ekosistem mangrove dan sebagian kecil terdapat juga dalam ekosistem lain. Hutan mangrove terdiri dari beberapa komponen yang harus tetap terjaga kelestariannya. Komponen – komponen tersebut adalah komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah komponen yang berupa makhluk hidup yang berinteraksi langsung dengan hutan mangrove, antara lain: komponen vegetasi
(plankton), fauna (nekton), dan dekomposer (benthos). Komponen abiotik merupakan komponen yang mendukung komponen biotik yang berupa kondisi fisik – kimia perairan, antara lain: salinitas, pH, suhu, dan oksigen terlarut. Makrobenthos mempunyai peran dalam siklus nutrien melalui proses detrivory (pemakan partikel organik) (Sarpendoti dan Sesakumar, 1997). Makrobenthos berperan penting sebagai dekomposer dan bioakumulator semua zat atau senyawa yang turun ke dasar, beik yang berasal dari daratan ataupun dari lautan dan zat tersebut bersifat toksik ataupun tidak. Kehidupan makrobenthos di dasar perairan sudah teradaptasi sedemikian rupa walaupun tekanan lingkungan alamiah sudah cukup menghalangi untuk organisme lain. Makrobenthos sebagai organisme yang hidup di perairan peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya, hal ini tergantung pada toleransinya terhadap perubahan lingkungan. Makrobenthos selain berperan sebagai dekomposer, dan sebagai indikator perubahan lingkungan memiliki perana dalam siklus nutrient di dasar perairan. Makrobenthos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung aliran energi alga plantonik sampai konsumen tingkat tinggi dalam ekosistem perairan (Montagna et.al, 1989 dalam Suartini, 2005). Makrobenthos membantu mempercepat proses dekomposisi material organik. Makrobenthos bersifat herbivor dan detrivor dapat menghancurkan makrofit perairan yang masih hidup maupun yang sudah mati dan seresah yang masuk ke dalam perairan menjadi potongan – potongan lebih kecil, sehingga mempermudah mikroba untuk menguraikannya menjadi nutrisi bagi produsen perairan.
2
Dalam substansi dekomposisi, organisme mesofauna atau mesobenthos berperan sebagai organisme perombak awal bahan tanaman, seresah, dan bahan organik (missal: kayu dan akar). Mesobenthos mengkonsumsi bahan – bahan tersebut dengan cara melumat dan mengunyah serta mencampurnya dengan sisa – sisa bahan organik sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap di dekomposisi oleh mikrobia tanah. Pada proses dekomposisi, aktivitas golongan invertebrata yang relatif kecil sangat dibutuhkan terutama pada daun – daun yang telah rontok atau luruh. Bahan organik hasil dekomposisi ini merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan makrobenthos ataupun produktivitas perairan, terutama dalam peristiwa rantai makanan (Arief, 2003). Pentingnya makrobenthos dalam dekomposer, siklus nutrien, dan indikator perubahan lingkungan dalam ekosistem mangrove, maka penelitian tentang “Keanekaragaman Jenis Makrobenthos pada Tahun Tanam 2001 dan 2005 di Kawasan Rehabilitasi Mangrove, Rembang, Jawa Tengah” perlu dilakukan. Kelestarian hutan mangrove harus tetap terjaga, oleh karena itu diperlukan data dan informasi mengenai tingkat keberhasilan rehabilitasi salah satunya dapat dilihat melalui keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos. penelitian ini merupakan penelitian yang pertama dilakukan di Kawasan Rehabilitasi Mangrove, Desa Pasar Banggi, Rembang, Jawa Tengah, sehingga hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan hasil yang signifikan dengan peningkatan jenis makrobenthos seiring dengan pertambahan umur hutan mangrove. Penelitian ini diharapkan
mampu
memberikan
informasi
dan
pengetahuan
mengenai
keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos yang nantinya akan
3
memberikan peran penting dalam ilmu kehutanan khususnya untuk kawasan mangrove. 1.2.
Rumusan Masalah Makrobenthos merupakan dekomposer dan bioakumulator semua zat atau
senyawa yang turun ke dasar, baik yang berasal dari daratan ataupun dari lautan dan zat tersebut bersifat toksik ataupun tidak. Makrobenthos peka terhadap perubahan kualitas air tempat hidupnya sehingga akan berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis dan kepadatannya. Pemantauan salah satu komponen penyusun hutan mangrove perlu dilakukan agar keberadaan makrobenthos tetap terjaga. Data dan informasi akan digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan rehabilitasi di hutan mangrove. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos di Kawasan Rehabilitasi Mangrove, Desa Pasar Banggi, Rembang, Jawa Tengah. 1.3.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahu komposisi vegetasi mangrove pada tahun tanam 2001 dan 2005.
2.
Mengetahui keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos pada kedua tahun tanam.
3.
Mengetahui kondisi faktor fisik – kimia perairan pada kedua tahun tanam.
4.
Mengetahui perbedaan faktor fisik – kimia perairan, keanekaragaman jenis, dan kepadatan makrobenthos pada kedua tahun tanam.
4
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang dilakukan di Kawasan
Rehabilitasi Mangrove, Desa Pasar Banggi, Rembang, Jawa Tengah. Penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi mengenai komposisi vegetasi, faktor fisik – kimia perairan, keanekaragaman jenis dan kepadatan makrobenthos. Manfaat lain yang dapat diperoleh khususnya bagi ilmu pengetahuan adalah untuk mengetahui peranan hutan mangrove dalam menjaga dan memberikan ruang hidup bagi keberlangsungan kehidupan makrobenthos. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan rehabilitasi hutan mangrove di Kawasan Rehabilitasi Mangrove, Desa Pasar Banggi, Rembang, Jawa Tengah.
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan tipe hutan tropika basah dengan jenis
tanaman Rhizophora sp. Setiap jenis membentuk zona – zona yang memiliki sifat fisik tertentu. Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal dalam kondisi pasang surut dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen secara terus menerus. Hutan mangrove dapat tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang saat pasang dan bebas genangan di saat surut dengan komunitas vegetasi yang dapat bertoleransi dengan salinitas. Hutan mangrove dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (tanah berpasir, tanah lumpur, lempung, dan tanah berbatu) yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove. Mangrove mempunyai peranan ekologis yang besar bagi ekosistem pantai, terutama sebagai penyubur untuk daerah pesisir pantai, sebagai tempat asuhan (nursery ground) bagi berbagai hewan perairan seperti udang, ikan, kerang, dan lainnya. Fungsi hutan mangrove selain sebagai perlindungan wilayah pesisir dari pengikisan atau abrasi oleh gelombang air laut, menghambat intrusi air laut ke darat, dan mempunyai kemampuan menetralkan limbah pencemar (Hendrasarie, 2001). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Definisi mengenai hutan mangrove