BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Selama berabad-abad lamanya sejarah manusia telah beradaptasi dengan berbagai metode pengobatan dan perkembangannya. Salah satu hal yang konsisten dalam perjalanan perkembangan ilmu kedokteran adalah kemampuan tenaga kesehatan dalam perilaku dan berinteraksi, misalnya kemampuan komunikasi dalam penggalian informasi maupun penyampaian informasi, menghargai kepentingan pasien, simpati dan integritas dalam melaksanakan tugasnya, serta beberapa perilaku lain yang merupakan sifat-sifat kemanusiaan dan dianggap sebagai suatu standar profesi kedokteran dan kesehatan (Arnold, 2002). Ong
(1995)
menyatakan
bahwa
pasien
dan
keluarga
pasien
mengharapkan kemampuan dari seorang dokter atau tenaga kesehatan untuk dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya dengan cara yang efektif dan simpatik. Suatu komunitas mengharapkan akuntabilitas, transparansi dan standar profesionalisme dari tenaga kesehatan (Cruess et al., 2000). Kedokteran merupakan profesi yang membutuhkan penguasaan sejumlah besar pengetahuan dan keterampilan klinis, termasuk di dalamnya adalah standar yang tinggi akan kebiasaan dan perilaku yang tepat. Masyarakat serta dunia kedokteran dan kesehatan telah menjalin kontrak kesepakatan tentang
1
2
profesionalisme, namun sebagian besar dari komponen profesionalisme merupakan kesepahaman yang tidak tertulis (Cruess et al., 2000). Beberapa ahli memberikan pendapat tentang perilaku–perilaku yang diharapkan dari seorang tenaga kesehatan sebagai bagian dari komponen profesionalisme, antara lain kemampuan dalam melakukan tugas dengan baik sesuai dengan keilmuannya, bertanggungjawab, memiliki integritas, kemampuan berkomunikasi, autonomi, altruisme dan menghargai kepentingan orang lain (Flexner, 1915; Arnold & Stern, 2006; American Board of Internal Medicine, 2001). Perilaku profesional menjadi bagian kompetensi yang wajib dikuasai seorang dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006, 2012). Oleh karena itu, usaha pembelajaran sangat tepat jika dimulai sejak dini.
Jha et al. (2006)
menyatakan bahwa institusi pendidikan kedokteran yang melakukan penilaian perilaku mahasiswa sejak awal pembelajaran, akan mampu memberikan jaminan bahwa lulusan nantinya akan dapat mempraktikkan perilaku profesional yang diharapkan. Namun, penerapan dan penilaian profesionalisme sendiri dalam pendidikan kedokteran masih sangat sedikit. Profesionalisme masih menjadi salah satu objek yang belum dipetakan secara jelas dalam kurikulum standar pendidikan kedokteran, sedangkan nilai dan kepercayaan yang merupakan dasar dari profesionalisme sebaiknya disosialisasikan kepada mahasiswa seperti kemampuan dan keterampilan serta penilaiannya (Cruess & Cruess, 2009). Penelitian terhadap 18 fakultas kedokteran negeri dan swasta di Indonesia menunjukkan baru 55,5% fakultas yang mencantumkan profesionalisme dalam pemetaan kurikulumnya,
3
44,44% dilaksanakan secara integrasi, dengan 94,44% metode pembelajarannya melalui perkuliahan (Rahayu et al., 2011). Keadaan ini dapat disebabkan karena masih terbatasnya definisi operasional yang jelas tentang masing–masing komponen dari perilaku profesional itu sendiri (Jha et al., 2006). Beberapa penelitian mencoba memberikan keterangan dari komponen perilaku profesional, namun konsep yang diberikan masih samar serta penjelasan tentang perilaku yang
berhubungan
dengan sikap profesional masih dirasa kurang (Jha et al., 2006). Penilaian dan pengukuran perilaku profesional, terutama di lingkungan pendidikan, merupakan hal yang penting, dan untuk melakukan kegiatan tersebut diperlukan kesepakatan terhadap
penjelasan
dari
masing-masing
komponen
perilaku
dalam
profesionalisme. Oleh karena itu, diperlukan kajian dan analisis, terutama dari pelaksana pendidikan itu sendiri, untuk mendapatkan definisi yang jelas tentang perilaku profesional yang diharapkan dari seorang tenaga medis/dokter, sehingga dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran dalam fakultas kedokteran dilaksanakan dalam beberapa seting dan cara, salah satunya adalah pembelajaran dalam laboratorium klinik. Pembelajaran dalam laboratorium klinik mengadopsi seting pelayanan sebenarnya, namun masih memberi ruang bagi mahasiswa untuk mencoba, bahkan membuat kesalahan, sehingga proses ini menjadi penghubung antara pembelajaran di kelas dengan pengalaman yang sebenarnya (Kenaszchuk et al., 2011). Kelompok mahasiswa dalam pembelajaran laboratorium klinik akan dibimbing
4
oleh seorang instruktur. Institusi pendidikan kedokteran sebaiknya melaksanakan kegiatan preklinik dengan pendekatan pendidikan klinik, dilaksanakan dalam kelompok kecil dengan bimbingan instruktur klinis yang berpengalaman (Hays, 2006). Seorang instruktur akan memberikan gambaran dan pengetahuan yang pada beberapa hal tidak dijelaskan dalam buku teks, karena telah berpengalaman dalam penanganan kasus secara langsung (Launer, 2010). Selain itu, seorang instruktur juga berperan dalam proses role modelling bagi mahasiswa (Levy et al., 2009). Oleh karena itu, instruktur laboratorium keterampilan klinik dan mahasiswa memiliki interaksi serta peran yang penting dalam pengembangan dan perbaikan proses pembelajaran. Robbins dan Judge (2008) berpendapat bahwa perilaku seseorang didasarkan pada persepsi mereka terhadap suatu hal. Pendapat yang berkembang juga menyebutkan bahwa, suatu nilai dan kepercayaan yang terdapat dalam diri seseorang akan muncul dalam perilakunya sehari-hari (Aguilar et al., 2011). Kepercayaan dan nilai tersebut diperoleh melalui hasil penerimaan indera yang kemudian mengalami proses kognisi, dan membentuk persepsi (Thoha, 2012). Oleh karena itu, persepsi yang dimiliki seseorang akan turut melandasi perbuatan dan perilaku yang ditunjukkannya. Penelitian sebelumnya tentang persepsi menitikberatkan pada pemahaman mahasiswa terhadap integritas akademik (Musharyanti, 2010). Penelitian lain membahas persepsi dalam kegiatan tutorial (Yulistini, 2008; Fitri, 2011). Penelitian tentang persepsi terhadap profesionalisme
5
pernah dilakukan di Leeds (Jha et al., 2006), Chicago (Green et al., 2009) dan Georgia (Wagner et al., 2007). Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan salah satu pelopor pelaksanaan metode problem-based learning dalam pendidikan tinggi sebagai salah satu metode pembelajaran pelatihan keterampilan medik yang komperhensif sejak pertengahan tahun 1980, jauh sebelum metode problem-based learning diaplikasikan dalam pembelajaran. Hal tersebut menjadi awal pembentukan Laboratorium Keterampilan Klinik, yang diresmikan pada tahun 2006. Laboratorium Keterampilan Klinik Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada didukung oleh sejumlah profesional sebagai perencana dan pelaksana kegiatan, termasuk di dalamnya adalah instruktur laboratorium, yang merupakan profesional tenaga medis sekaligus membantu dalam pelaksanaan proses pembelajaran pada mahasiswa (Claramita & Widyandana, 2007, 2008). Proses perekrutan yang optimal serta jadwal pelatihan instruktur menjadikan jaminan sumber daya yang berkualitas bagi perkembangan Laboratorium Keterampilan Klinik Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan instruktur laboratorium keterampilan klinik berhubungan dengan pemberian feedback mahasiswa melalui pemanfaatan low cost material (Wineke, 2012). Pada beberapa penelitian, instruktur laboratorium mendapatkan pelatihan tertentu, sedangkan fokus penelitian lebih didasarkan pada persepsi dari mahasiswa terhadap instruktur
6
(Rahmawaty, 2006; Sanyoto, 2008; Pakarti, 2012). Belum ditemukan penelitian sebelumnya
yang berhubungan dengan persepsi instruktur laboratorium
keterampilan klinik dan mahasiswa terhadap definisi komponen perilaku dalam profesionalisme. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti berkeinginan untuk melakukan kajian terhadap persepsi instruktur Laboratorium Keterampilan Klinik dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada terhadap definisi komponen perilaku dalam profesionalisme. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai fokus penelitian, sebagai berikut : “Bagaimana
persepsi
instruktur
Laboratorium
Keterampilan
Klinik
dan
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tentang definisi komponen perilaku dalam profesionalisme?” I.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa tujuan , yaitu : I.3.1. Tujuan umum : Untuk mengetahui persepsi instruktur Laboratorium Keterampilan Klinik dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada dalam mendefinisikan komponen-komponen perilaku dalam profesionalisme.
7
I.3.2. Tujuan khusus : a. Untuk mendapatkan definisi dari komponen perilaku dalam profesionalisme berdasarkan persepsi dari instruktur laboratorium keterampilan klinik. b. Untuk mendapatkan definisi dari komponen perilaku dalam profesionalisme berdasarkan persepsi dari mahasiswa. c. Untuk mengetahui validitas dan reliabilitas dari persepsi instruktur Laboratorium Keterampilan Klinik dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tentang definisi komponen perilaku dalam profesionalisme. I.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat : a. Memberikan masukan tentang persepsi instruktur Laboratorium Keterampilan Klinik dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada tentang definisi komponen perilaku dalam profesionalisme. b. Memberikan gambaran tentang definisi dari komponen perilaku dalam profesionalisme dan profesionalisme dalam kedokteran. c. Memberi masukan bagi penyusunan kriteria dalam pembelajaran dan penilaian perilaku profesional mahasiswa.
8
I.5. Keaslian Penelitian Jha et al. (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pandangan dan pengalaman individual tentang profesionalisme di bidang kedokteran. Penelitian tersebut dilakukan di Leeds, Inggris. Subjek penelitian terdiri dari kelompok pendidikan, praktisi, tenaga kesehatan lain serta masyarakat. Penelitian tersebut menitikberatkan pada contoh perilaku yang menggambarkan komponen profesionalisme. Penelitian di Illinois, Chicago yang dilakukan oleh Green et al. (2009) merupakan penelitian profesionalisme. Variabel penelitian terfokus pada contohcontoh perilaku profesional. Penelitian tersebut menggunakan metode FGD yang anggotanya terdiri dari pasien, tenaga medis (physicians) dan perawat. Aguilar et al. (2011) melakukan penelitian melalui metode studi literatur
dengan
tujuan
untuk
melakukan
kajian
terhadap
pengertian
profesionalisme. Studi pustaka tersebut dilakukan dengan mengkaji definisidefinisi profesionalisme yang dilaksanakan dari berbagai disiplin ilmu dalam dunia kesehatan. Epstein et al. (2002) melakukan review pada data penelitian yang terdapat dalam MEDLINE
dari tahun 1996 sampai dengan 2001 yang
memuat penilaian kompetensi tenaga medis/dokter, mahasiswa kedokteran dan residen. Penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menyelidiki arti dari profesionalisme di bidang kedokteran dilakukan oleh Wagner et al. (2007). Metode penelitian tersebut melalui diskusi kelompok (focus group discussion /
9
FGD) yang diikuti oleh mahasiswa kedokteran, residen, bagian akademik dari fakultas dan pasien di Augusta, Georgia. Subjek penelitian memberikan keyakinan, pendapat dan harapan mereka tentang profesionalisme di bidang kedokteran. Penelitian
untuk
mengembangkan
model
perkembangan
profesionalisme dokter dilakukan oleh Rahayu et al. (2011), melalui wawancara terhadap narasumber yang mewakili sifat budaya bangsa Indonesia dan FGD terhadap stakeholder. Penelitian tersebut juga dilaksanakan dengan survei tentang pelaksanaan profesionalisme pada 18 Fakultas Kedokteran negeri dan swasta di Indonesia. Musharyanti (2010) melakukan penelitian yang mengkaji persepsi dan perilaku dari mahasiswa keperawatan tentang integritas akademik di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pada penelitian tersebut, peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan survei pada mahasiswa keperawatan tentang persepsi mereka akan integritas akademik yang dianggap salah dan benar. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada metode dan subjek penelitian. Penelitian tentang persepsi lainnya oleh Yuliana (2011) yang bertujuan untuk mengetahui persepsi mahasiswa dan dosen terhadap early clinical experience. Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Beberapa penelitian lain melakukan kajian terhadap persepsi, mahasiswa maupun tutor, pada kegiatan tutorial (Yulistini, 2008; Fitri, 2011).
10
Penelitian
sebelumnya
yang
berhubungan
dengan
instruktur
laboratorium keterampilan klinik mengenai pemberian feedback mahasiswa melalui pemanfaatan low cost material (Wineke, 2012). Belum ditemukan penelitian lain dengan instruktur laboratorium sebagai subjek penelitian. Tabel 1.1 menjelaskan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan. Berdasarkan penjelasan dan Tabel 1.1, penelitian yang secara khusus mengkaji definisi komponen dalam profesionalisme berdasarkan persepsi instruktur laboratorium keterampilan klinik dan mahasiswa belum pernah dilakukan sebelumnya. Dengan demikian, diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran definisi profesionalisme kedokteran berdasarkan dari sudut pandang berbeda.
11
Tabel 1.1 Keaslian penelitian Fokus penelitian Persepsi
Tahun
Metode
Tempat
2006
Jha et al.
Wawancara pada pengajar, Leeds, mahasiswa, dokter, dan tenaga Inggris. kesehatan tentang profesionalisme.
2007
Wagner et al.
FGD pada mahasiswa, residen Augusta, dan civitas akademika tentang Georgia, profesionalisme. Amerika Serikat.
2008
2009
2010
2011
2011
Profesional- 2002 isme 2011
2011
Instruktur skills lab
Peneliti
2012
Perbedaan 1.Subjek penelitian instruktur di skills lab. 2.Tempat penelitian di FK UGM (Indonesia).
1.Wawancara pada instruktur skills lab. 2.Tempat penelitian di FK UGM (Indonesia). Yulistini Wawancara pada mahasiswa FK UGM 1.Subjek penelitian dan tutor tentang kegiatan instruktur skills lab. tutorial. 2.Wawancara tentang perilaku dalam profesionalisme. Green FGD pada pasien, dokter dan Illinois, 1.Wawancara pada et al. perawat tentang Chicago, instruktur skills lab. profesionalisme. Amerika 2.Tempat penelitian di Serikat. FK UGM (Indonesia). Musharyanti Kuesioner pada mahasiswa S1 FK UGM 1.Subjek penelitian keperawatan tentang integritas instruktur skills lab. akademik. 2.Wawancara tentang perilaku dalam profesionalisme. Yuliana Wawancara pada mahasiswa STIK 1.Subjek penelitian dan dosen tentang early clinical Immanuel, instruktur skills lab. exposure. Bandung. 2.Wawancara tentang perilaku dalam profesionalisme. 3.Tempat penelitian di FK UGM. Fitri Wawancara pada mahasiswa FK UGM 1.Subjek penelitian dan tutor tentang kegiatan instruktur skills lab. tutorial. 2.Wawancara tentang perilaku dalam profesionalisme. Epstein Studi literatur hasil penelitian 1. Wawancara et al. dalam MEDLINE. 2.Tempat penelitian Aguilar Studi literatur tentang 1. Wawancara et al. profesionalisme dan proses 2.Tempat penelitian assassment. Rahayu -Survei terhadap 18 FK DIY 1. Tujuan penelitian et al. -Wawancara narasumber FK UGM 2. Subjek penelitian budaya Indonesia. 3. Metode penelitian -FGD stakeholder. Wineke Pemberian feedback dengan FK UGM Wawancara tentang pemanfaatan low cost material. persepsi terhadap perilaku profesional.
12
Penelitian ini menggali persepsi instruktur laboratorium klinik dan mahasiswa terhadap definisi komponen perilaku dalam profesionalisme terutama yang berlaku pada bidang kedokteran. Metode penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk memotret fenomena yang ada melalui wawancara mendalam kepada instruktur dan focus group disscussion kepada mahasiswa dalam pengumpulan data serta analisis data konstan-komparatif (pendekatan grounded theory), menjadikan penelitian ini berbeda dengan penelitian yang ada sebelumnya.