BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang berlangsung terus-menerus (Brashers, 2007). Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami. Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri, dan volume laju, serta kekentalan darah. Hipertensi dengan peningkatan sistole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan sistole lebih sering terdapat pada dewasa muda. Hipertensi dapat pula digolongkan sebagai esensial atau idiopatik, tanpa etiologi spesifik, yang paling sering dijumpai. Bila ada penyebabnya, disebut hipertensi sekunder (Tambayong, 2000). Hipertensi sering digolongkan sebagai ringan, sedang, dan berat berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan bila tekanan darah diastole 95-104, hipertensi sedang tekanan diastole-nya 105-114, sedangkan hipertensi berat tekanan diastolenya lebih dari 115 (Tambayong, 2000). Klasifikasi hipertensi menurut standar dari Joint National Committee Clasification of Blood Pressure (JNC-IV, 1988) apabila tekanan diastolik kurang dari 85 maka termasuk kategori tekanan darah normal, tekanan diastolik antara 85-89 maka termasuk kategori tekanan darah normal tinggi,
tekanan diastolik antara 90-104 maka termasuk kategori hipertensi ringan, dan tekanan diastolik antara 105-114 maka termasuk kategori sedang, dan tekanan diastolik lebih dari 115 maka termasuk kategori hipertensi berat. Apabila diastolik 90 dengan tekanan sistolik kurang dari 140 maka termasuk kategori tekanan darah normal, tekanan sistolik antara 140-159 maka termasuk kategori hipertensi sistolik terisolasi perbatasan, dan tekanan sistolik lebih dari 160 maka termasuk kategori hipertensi sistolik terisolasi (Gunawan, 2007). Kasus hipertensi sangat sering dijumpai diberbagai belahan dunia, prevalensi hipertensi dunia mencapai 29,2% pada laki-laki dan 24,8% pada perempuan. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada laki-laki sebanyak 32,5% dan pada perempuan sebanyak 29,3% (World Health Statistic, 2012). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2011, kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) di unit rawat jalan seluruh rumah sakit di Bali ditemukan hipertensi menempati urutan kedua dengan 9.283 kasus. Data yang didapat dari unit rawat inap PTM, hipertensi menempati urutan ketiga dengan 3.248 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013). Hipertensi dalam jangka panjang serta penanganan yang kurang tepat dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya. Komplikasi hipertensi diantaranya, penyakit jantung koroner (PJK), infark miokard, stroke, gagal ginjal, aneurisma, dan retinopati hipertensi. Hipertensi juga merupakan risiko utama terjadinya perdarahan otak yang merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia (Underwood, 1999). Kerusakan organ-organ tersebut dikarenakan peningkatan tekanan darah yang sangat tinggi dalam waktu yang lama. Organ-organ ini disebut juga target organ hipertensi (Gunawan, 2007).
Pengobatan hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan secara farmakologi dan nonfarmakologi. Pengobatan farmakologi dapat dilakukan dengan pemberian diuretika, penyekat reseptor beta adrenergic, penyekat saluran kalsium, inhibitor Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) atau penyekat reseptor alfa adrenergic (Price dan Wison, 2005). Pengobatan farmakologis tidak hanya memiliki dampak yang menguntungkan, tetapi juga merugikan. Harga obat yang relatif mahal, dosis obat yang tidak praktis, dan jenis obat yang sulit untuk didapat mengakibatkan pasien berhenti mengkonsumsi obat sehingga terapi pengobatan yang dilakukan menjadi tidak efektif. Terapi farmakologi pada hipertensi juga sering terjadi kekambuhan dan menimbulkan efek samping obat yang berbahaya dan menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan penderita sehingga dapat memperburuk keadaan penyakit. Pengobatan hipertensi secara farmakologi juga belum memperlihatkan penurunan yang signifikan karena hanya menurunkan prevalensi sebesar 8% (Jansen, Karim, & Misrawati, 2013). Harga obat yang relatif mahal dan tingginya kejadian efek samping obat menjadikan pengobatan non farmakologi menjadi pilihan yang tepat. Pengobatan non farmakologi adalah pengobatan yang tidak menggunakan bahan dari senyawa kimia, antara lain dari bahan tumbuhan, menjaga pola makan, olahraga teratur, mengurangi asupan alkohol dan merokok, refleksi, dan jenis-jenis terapi kesehatan (Ana, 2007). Tren pengobatan hipertensi saat ini dengan menggunakan terapi alternatif atau terapi komplementer, salah satunya adalah terapi bekam basah atau hijamah (Jansen, Karim, & Misrawati, 2013).
Bekam basah atau hijamah adalah terapi yang metode penyembuhan dengan mengeluarkan darah perifer melalui permukaan kulit dengan cara melukai kulit dengan jarum dilanjutkan dengan penghisapan menggunakan piranti kop yang divakumkan. Bekam basah sering disebut terapi yang berfungsi mengeluarkan darah kotor dan salah satu manfaat terapi bekam basah adalah menurunkan tekanan darah (Dalimartha, Purnama, Sutarina, Mahendra, & Darmawan, 2008). Bekam basah hanya mengambil darah perifer untuk berbagai jenis pengobatan penyakit. Perbedaan dari setiap jenis penyakit hanya pada titik yang menjadi incaran pengambilan darah. Kebanyakan darah yang diambil yakni di daerah tengkuk, kaki, dan punggung (Fatahillah, 2007; Nashr, 2005). Mekanisme kerja terapi bekam basah terjadi di bawah kulit dan otot yang terdapat banyak titik saraf. Titik ini saling berhubungan antara organ tubuh satu dengan lainnya sehingga bekam dilakukan tidak selalu pada bagian tubuh yang sakit namun pada titik simpul saraf terkait (Armani, 2004). Pada penelitian yang dilakukan Fera Mustika, Atih Rahayuningsih, dan Lili Fajria (2012) dengan judul Pengaruh Terapi Bekam terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Klinik Bekam DeBesh Center Ar Rahmah dan Rumah Sehat Sabbihisma Kota Padang tahun 2012 yang telah dilakukan pada 20 koresponden menunjukkan dari hasil uji Wilcoxon, terdapat pengaruh pada tekanan darah sistolik dan diastolic pasien hipertensi sebelum dan setelah terapi bekam dengan nilai p 0,000 (sistolik) dan 0,003 (diastolik) dimana p < 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terapi bekam dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain namun terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian sebelumnya, diantaranya adalah Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti
Tahun Judul
Populasi
Teknik Sampling
Fera Mustika, Atih Rahayuningsih, dan Lili Fajria 2012 Pengaruh Terapi Bekam terhadap Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Klinik Bekam DeBesh Center Ar Rahmah dan Rumah Sehat Sabbihisma Kota Padang tahun 2012 Pasien yang menderita hipertensi di Klinik Bekam DeBesh Center Ar Rahmah dan Rumah Sehat Sabbihisma Kota Padang Accidental sampling
Indah Dewi Rachmawati
2014 Pengaruh Terapi Bekam Basah terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi, S.Ked
Seluruh pasien yang menderita hipertensi primer di Praktek Home Care dr. Marini Dwi
Total sampling
Peneliti memilih melakukan penelitian mengenai terapi bekam basah karena terapi bekam basah mempunyai efek nonfarmakologis yang baik untuk mengatasi masalah tekanan darah pada penderita hipertensi dan meminimalkan penggunaan obat-obatan antihipertensi dalam penanganan hipertensi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 14 Februari 2014 di Praktek Home Care dr. Marini Dwi diperoleh bahwa pasien yang menjalani terapi bekam sebanyak 70 orang dan pasien hipertensi yang menjalani terapi bekam basah sebanyak 15 orang. Pada tanggal 18 April 2014 dilakukan wawancara sepuluh pasien hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi. Setelah
dilakukan terapi bekam basah sebanyak enam kali dalam tiga bulan, hasil yang ditemukan menunjukkan sembilan dari sepuluh pasien mengatakan tidak merasakan nyeri saat dilakukan terapi bekam basah dan sepuluh pasien mengatakan tidak merasakan efek samping setelah diberikan terapi bekam basah. Tekanan darah pasienpasien tersebut mengalami penurunan setelah diberikan terapi bekam basah dengan membandingkan antara tekanan darah sebelum dibekam basah dengan tekanan darah setelah dibekam basah. Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Terapi Bekam Basah terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi, S.Ked.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Adakah pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh terapi bekam basah terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi
1.3.2 a.
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi sebelum diberikan terapi bekam basah di Praktek Home Care dr. Marini Dwi
b.
Mengidentifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi setelah diberikan terapi bekam basah sebanyak enam kali selama tiga bulan di Praktek Home Care dr. Marini Dwi
c.
Menganalisi pengaruh pemberian terapi bekam basah terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Praktek Home Care dr. Marini Dwi atau fasilitas kesehatan lainnya untuk dapat menerapkan terapi bekam basah sebagai salah satu terapi komplementer dalam pengobatan hipertensi.
1.4.2 Manfaat Teoritis a.
Mengembangkan dan menambah wawasan di bidang perawatan komplementer tentang hubungan terapi bekam basah terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Praktek Home Care dr. Marini Dwi.
b.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai evidence based dan menambah informasi untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.