BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga, jika entitas mengalamai kondisi yang sebaliknya entitas tersebut menjadi bermasalah (Petronela, 2004). Going concern disebut juga sebagai kontinuitas akuntansi yang memperkirakan suatu bisnis akan terus berlanjut dalam waktu tidak terbatas (Syahrul,2000). Asumsi going concern memiliki arti bahwa suatu badan usaha dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan likuidasi dalam jangka waktu yang pendek. Kelangsungan usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola perusahaan. Ketika suatu perusahaan mengalami permasalahan keuangan (financial distress), kegiatan operasional akan terganggu. Hal itu akhirnya berdampak pada tingginya risiko perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya pada masa mendatang. Hal ini akan mempengaruhi opini audit yang diberikan oleh auditor (Ayu, 2010). Kondisi dan peristiwa yang dialami oleh suatu perusahaan dapat memberikan indikasi kelangsungan usaha (going concern) perusahaan, seperti kerugian operasi yang signifikan dan berlangsung secara terus menerus sehingga menimbulkan keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan (Foroghi, 2012)
1
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Dalam laporan keuangan tahunan, opini going concern diberikan setelah paragraf pendapat. Auditor mengeluarkan opini audit going concern untuk memastikan apakah perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan usahanya atau tidak. Opini audit going concern sangat berguna bagi investor untuk menetapkan keputusan investasi. Clarkson (1994) melakukan studi yang mengidentifikasi reaksi investor terhadap opini audit yang memuat informasi kelangsungan hidup perusahaan berdasarkan pengungkapan hasil analisis laporan keuangan. Studi tersebut menemukan bukti bahwa ketika investor akan melakukan investasi maka ia perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan,
dengan
melihat
laporan
auditor
terutama
menyangkut
kelangsungan hidup perusahaan. Auditor memerlukan berbagai informasi mengenai kondisi keuangan dalam penilaian atas ada atau tidaknya kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Auditor yang independen akan memberikan opini atas hasil penilaian laporan keuangan perusahaan
sesuai dengan kondisi
perusahaan sebenarnya. Opini audit going concern akan diberikan kepada perusahaan yang oleh auditor diragukan kemampuannya dalam menjaga kelangsungan usaha perusahaan sedangkan opini audit non going concern
2
diberikan jika auditor tidak menemukan adanya kesangsian besar terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Sari, 2012). Sulitnya
memprediksi kelangsungan hidup suatu perusahaan
menyebabkan banyak auditor yang mengalami dilema moral dan etika dalam memberikan opini going concern (Januarti, 2008). O’Reilly (2010) menyatakan asumsi dasar bahwa opini audit going concern haruslah berguna bagi investor sebagai sinyal negatif tentang kelangsungan hidup perusahaan. Sebaliknya opini non going concern dianggap sebagai sinyal positif bagi investor sebagai penanda bahwa perusahaan dalam kondisi yang baik. Auditor yang baik dianggap memiliki kemampuan untuk menyediakan sinyal-sinyal kepada pasar. Kemampuan menyediakan sinyal ini diperoleh dari kewenangan auditor mengakses informasi perusahaan dan kemampuan auditor dalam menilai isu going concern. Kasus bangkrutnya perusahaan energi Enron merupakan salah satu contoh terjadinya kegagalan auditor untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Kebangkrutan perusahaan Enron terjadi karena adanya skandal akuntansi yang melibatkan pihak manajemen dan auditor eksternal perusahaan. Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis pihak pengadilan karena melakukan mark up pendapatan dan menyembunyikan hutang lewat business partnership. Weiss (2002)
3
menemukan
bahwa
dari
228
perusahaan
publik
yang
mengalami
kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan (Tucker et al, 2003). Dari kasus tersebut dapat disimpulkan pemberian opini dari auditor jelaslah sangat penting. Ketika perusahaan tersebut seharusnya diberikan opini going concern tetapi auditor tersebut malah memberikan opini wajar tanpa pengecualian sehingga di tahun berikutnya perusahaan tersebut malah bisa menyebabkan hilangnya kelangsungan usaha perusahaan tersebut. Banyaknya penelitian-penelitian sebelumnya tentang faktor-faktor keuangan dan non keuangan yang berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern pada perusahaan manufaktur, tetapi ada juga hasil yang berbeda yang menyatakan tidak terdapat pengaruh terhadap opini audit going concern. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai opini audit
going concern. Praptitorini et al. (2007) masalah going concern
merupakan hal yang kompleks dan terus ada sehingga diperlukan faktor-faktor untuk menentukan status going concern perusahaan dan konsistensi faktorfaktor tersebut harus terus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuaktif, status going concern tetap dapat di prediksi. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri (Sartono, 2001:122). Return On Asset (ROA) adalah rasio yang diperoleh dengan membagi laba/rugi bersih dengan total asset. Rasio ini digunakan untuk
4
menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan. Semakin besar rasio ini menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik untuk menghasilkan laba sehingga tidak menimbulkan keraguan auditor akan kemampuan perusahaan untuk
melanjutkan
usahanya
dan
dapat
memperkecil
kemungkinan
penerimaan opini going concern. Penelitian Chen dan Church (1992), Behn et al. (2001), Widyawati (2009) dan Widyantari (2011)
menemukan bahwa
rasio ini berpengaruh negatif signifikan untuk memprediksi pembuatan keputusan opini going concern. Namun penelitian Hani dkk. (2003), Rahayu (2007), Januarti dan Fitrianasari (2008), Juanidi (2010) menemukan bahwa rasio profitabilitas tidak berpengaruh signifikan pada penerbitan opini audit going concern. Leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya (Sartono, 2001:120). Leverage dapat diproksikan dengan debt ratio yaitu membandingkan antara total kewajiban dengan total aktiva. Rasio ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total aktiva yang dimiliki atau seberapa besar tingkat persentase total aktiva dibiayai dengan utang. Semakin tinggi rasio leverage menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Penelitian Carcello dan Neal (2000) serta Masyitoh dan Adhariani (2010) menemukan bahwa leverage berhubungan positif dengan pemberian opini audit going concern
5
sedangkan penelitian Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Rudyawan dan Badera (2008) menyatakan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh signifikan pada kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Likuiditas suatu perusahaan sering ditunjukkan oleh current ratio yaitu membandingkan aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Makin rendah nilai current ratio menunjukkan semakin rendah kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya dan sebaliknya semakin tingginya likuiditas, maka perusahaan dianggap mampu untuk melakukan kewajiban jangka pendeknya sehingga dapat menghindarkan dari penerimaan opini audit going concern oleh auditor. Dalam penelitian sebelumnya, Januarti dan Fitrianasari (2008) serta Sari (2012) menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh secara negatif terhadap opini audit going concern, sedangkan menurut Amilin dan Indrawan (2008) dan Wati (2013) menyatakan bahwa likuiditas tidak memiliki pengaruh terhadap opini audit going concern. Opini audit going concern yang diterima pada auditee pada tahun sebelumnya menjadi faktor pertimbangan bagi auditor dalam mengeluarkan opini audit going concern tahun berjalan. Ini terjadi jika kondisi keuangan perusahaan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan atau tidak adanya rencana manajemen yang dapat direalisasikan untuk memperbaiki kondisi perusahaan. Pratiwi (2013) dan Kartika (2012) menyatakan bahwa opini audit sebelumnya berpengaruh terhadap opini audit going concern. Adanya fakta perusahaan-perusahaan yang memiliki nilai profitabilitas rendah bahkan
6
mendapatkan kerugian usaha yang berulang kali tetapi tidak mendapatkan opini audit going concern, seperti PT AKKU, PT BRPT, PT FPNI dan lain ssebagainya yang menyebabkan peneliti ingin meneliti apakah adanya faktor lain yang mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit going concern. Berdasarkan latar belakang diatas, maka diperlukan adanya penelitian lanjutan guna memastikan apakah profitabilitas, leverage, likuiditas dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh pada opini audit going concern. Penelitian ini merujuk pada penelitian Sari (2012) yang menganalisis faktor penerimaan opini audit going concern dengan variabel independen yaitu audit tenure, reputasi KAP, disclosure, likuiditas, opini audit tahun sebelumnya. Penelitian tersebut menguji sejauh mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi penerimaan opini audit going concern. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu profitabilitas, leverage dan likuiditas. Keunikan dari penelitian ini yang berbeda dari penelitian sebelumnya terletak pada opini audit tahun sebelumnya yang ditempatkan sebagai variabel moderating. Variabel moderating adalah variabel independen yang akan memperkuat atau memperlemah hubungan antar variabel independen lainnya terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006:199). Tujuan dari opini audit sebelumnya sebagai variabel moderating karena apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan
7
semakin besar kemungkinan perusahaan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan (Kartika, 2012). Oleh karena itu, ketika perusahaan mendapatkan opini going concern pada tahun sebelumnya maka kemungkinan untuk menerima opini going concern pada tahun berjalan akan semakin besar, karena opini audit sebelumnya menjadi landasan dalam pemberian opini tahun berjalan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
berjudul:
“Kemampuan
Opini
Audit
Tahun
Sebelumnya
Memoderasi Pengaruh Profitabilitas, Leverage dan Likuiditas pada Opini Audit Going concern (Studi empiris pada perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2010 – 2013)”
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1) Apakah opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh profitabilitas pada opini audit going concern ? 2) Apakah opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh leverage pada opini audit going concern ? 3) Apakah opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh likuiditas pada opini audit going concern ?
8
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, yang menjadi tujuan dari penelitian ini antara lain: 1) Untuk mengetahui kemampuan opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh profitabilitas pada opini audit going concern. 2) Untuk mengetahui kemampuan opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh leverage pada opini audit going concern. 3) Untuk mengetahui kemampuan opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh likuiditas pada opini audit going concern.
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini
diharapkan memberikan manfaat secara
teoritis maupun praktis bagi semua pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, antara lain : 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna mengenai teori yang berkaitan dengan profitabilitas, leverage, likuiditas, opini audit sebelumnya terhadap opini audit going concern pada perusahaan manufaktur. 2) Kegunaan Praktis a. Manfaat bagi investor untuk mempermudah dalam pengambilan keputusannya.
9
b. Manfaat bagi profesi akuntansi, hasil dari penelitian ini dijadikan dasar pembelajaran dan referensi untuk memberikan opini yang lebih baik.
1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan yang lain dan disusun secara terperinci serta sistematis untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dari masing-masing bab skripsi ini, dapat dilihat dalam sistematika penyajian berikut: BAB I, Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan, serta Sistematika Penulisan. BAB II, berisi Landasan Teori yang merupakan acuan pemikiran dalam pembahasan masalah yang diteliti dan mendasari analisis yang diambil dari berbagai literatur, Hipotesis dan penelitian sebelumnya. BAB III, Metode Penelitian, merupakan cara-cara meneliti yang menguraikan variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan. BAB IV, Pembahasan Hasil Penelitian, pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum tentang sejarah singkat lokasi penelitian,deskripsi variabel penelitian dan pembahasan serta rumusan masalah yang diuraikan dalam bab sebelumnya serta hasil analisis penelitian.
10
BAB V, Simpulan dan Saran, kesimpulan dari pembahasan pada bab sebelumnya merupakan isi dari bab ini, disamping itu disertakan pula beberapa saran yang diharapkan mampu memberikan wawasan kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan
11