1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Profesi hukum termasuk didalamnya profesi Notaris, merupakan suatu profesi khusus yang sama dengan profesi luhur lainnya yakni profesi dalam bidang
pelayanan
kesehatan,
pelayanan
pendidikan,
dan
pelayanan
kerohaniawan. Kekhususannya adalah bahwa pada hakikatnya profesi ini terjadi dalam suatu pelayanan pada manusia atau masyarakat, artinya meskipun orang yang menjalankan profesi itu hidup dari profesi tersebut akan tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang menjadi motivasi utamanya, melainkan kesediaan untuk melayani sesama.1 Sehingga profesi tersebut khususnya profesi Notaris disebut juga sebagai officium nobile. Lembaga kemasyarakatan yang dikenal sebagai Notariat timbul dari kebutuhan dalam pergaulan sesama manusia, yang menghendaki adanya alat bukti baginya mengenai hubungan hukum keperdataan yang ada dan/ atau terjadi diantara mereka; suatu lembaga dengan para pengabdinya yang ditegaskan oleh kekuasaan umum (Openbaargezag) untuk dimana dan apabila undang-undang mengharuskan demikian atau dikehendaki oleh masyarakat, membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik.2 Tujuan utama dari pelembagaan Notaris adalah untuk memberikan jaminan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat, oleh karena itu tidak boleh dilupakan, bahwa Notaris mempunyai fungsi yang harus diabdikan bagi masyarakat umum dan tidaklah dimaksudkan oleh Undang-Undang untuk 1
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm.60-61. 2 G. H. S Lumbun Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hlm. 2.
2 memberikan kepada Notariat suatu kedudukan yang kuat bagi kepentingan Notariat itu sendiri, melainkan untuk kepentingan umum. Meskipun kepada Notariat diberikan oleh Undang-Undang kewenangan dan kepercayaan istimewa. Semuanya dimaksudkan tidak lain agar Notaris dapat melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan umum bukan untuk kepentingan sendiri.3 Pengertian Notaris berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan UndangUndang lainnya. Peran penting dimiliki Notaris dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, karena dalam melakukan hubungan hukum tersebut dibutuhkan adanya pembuktian tertulis melalui sebuah akta otentik. Kebutuhan akan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang meningkat dewasa ini, sejalan dengan tuntutan perkembangan hubungan ekonomi dan sosial, baik ditingkat nasional, regional maupun global. Akta otentik diharapkan akan menentukan secara jelas hak dan kewajiban para pihak, menjamin kepastian hukum dan dapat menghindari terjadinya sengketa. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya berpegang teguh pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Jabatan Notaris. Kode Etik yang berlaku saat ini adalah Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) berdasarkan Kongres Luar Biasa di Bandung tahun 2005. Kode etik profesi merupakan kode etik terapan yang dapat berubah ataupun diubah sesuai
3
Ibid, hlm. 12
3 dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kode etik profesi merupakan perwujudan nilai moral yang hakiki dan tidak dapat dipisahkan dari luar, oleh karena itu hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri, sehingga dapat menjadi tolak ukur perbuatan anggota kelompok profesi dalam mengupayakan pencegahan berbuat yang tidak etis bagi anggotanya.4 Pada tahun 2014 DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan Notaris (UUJN). Dasar pertimbangan hukum diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tenatang Perubahan Atas Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) antara lain termuat dalam konsideran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menyebutkan antara lain: a.
b.
c.
d.
Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga Negara. Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat dihadapan atau oleh pejabat yang berwenang. Bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Bahwa beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentanhg Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan.
Notaris setelah diangkat dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus melakukan sumpah jabatan. Sumpah jabatan ini berfungsi untuk menjaga kehormatan Notaris dalam menjalankan tugasnya. Pengambilan sumpah ini 4
Abdul Ghofur Anshori, Op.cit, hlm. 111-112
4 bertujuan untuk menjaga keluhuran profesi Notaris sehingga dalam menjalankan tugas jabataannya seorang Notaris berlaku profesional sehingga marwah jabatan tersebut tetap terjaga. Kewajiban bagi notaris untuk mengucapkan sumpah sebelum menjalankan jabatannya sebagai notaris telah ada sejak dahulu. Dalam sumpah jabatan notaris ditetapkan bahwa notaris berjanji dibawah sumpah untuk merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturanperaturan itu. Peraturan yang dimaksudkan itu adalah peraturan dalam Peraturan Jabatan Notaris (Staatsblaad 1860 Nomor 3) khususnya Pasal 40, yang berisikan larangan bagi notaris untuk memberikan groose akta, salinan/ kutipan atau memperlihatkan atau memberitahukan isi-isi aktanya selain kepada orang yang berkepentingan pada akta itu, para ahli waris nya dan para penerima hak mereka, kecuali dalam yang diatur dalam perturan-peraturan umum. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyatakan lebih luas, bahwa kewajiban merahasiakan ini juga meliputi keterangan yang diperoleh notaris dalam pelaksanaan jabatannya. Hal ini dikarenakan jabatan yang diemban oleh notaris adalah jabatan kepercayaan sehingga seseorang mempercayakan suatu kepercayaan kepadanya. Dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris sebagai orang yang dipercaya oleh klien maka Notaris wajib merahasiakan semua yang diberitahukan oleh klien kepadanya. Hal ini merupakan dasar dari pelaksanaan confidential
profession
(jabatan
kepercayaan)
yang
telah
diberikan
5 masyarakat, khusus nya klien kepadanya. Rahasia ini tetap harus dijaga meskipun hubungan antara notaris dan klien secara professional telah berakhir. Disisi lain, Pasal 1909 KUHPerdata (Kitab Undang-Undang hukum Perdata) menjelaskan bahwa setiap orang yang cakap wajib untuk menjadi saksi dan memberikan kesaksian dimuka pengadilan. Pada umumnya setiap orang dapat menjadi saksi, namun dalam Pasal 168 dan 170 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) juga mengatur beberapa pihak yang tidak dapat menjadi saksi. Pasal 168 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) memberikan
pengecualian
terhadap
saksi
yang
memiliki
hubungan
kekeluargaan dengan Terdakwa. Sedangkan dalam Pasal 170 ayat (1) KUHAP (Kitab
Undang-undang
Hukum
Acara
Pidana)
menjelaskan
tentang
verschoningsrecht (hak mengundurkan diri) memberikan kesaksian bagi mereka yang karena jabatan, harkat dan martabat dan pekerjaan nya wajib menyimpan rahasia. Menurut Pasal 322 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) serta menurut Pasal 146 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan Pasal 277 RIB (Reglement Indonesia) ada kategori-kategori orang yang karena jabatan atau pekerjaannya dianggap sebagai wajib menyimpan rahasia. Menurut Pasal 322 KUHP (Kitab Undang-Undang hukum Pidana) terdapat sanksi pidana terhadap orang-orang yang dikategorikan tersebut yang dengan sengaja membuka rahasia. Sedangkan menurut Pasal 146 HIR (Herzien Inlandsch Reglement)
6 dan Pasal 277 RIB (Reglement Indonesia) mereka boleh menolak memberikan kesaksian mengenai rahasia jabatan tersebut.5 Apabila Notaris dipanggil menjadi saksi dalam sidang pengadilan, berdasarkan Pasal 1909 ayat (2) KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 146 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan Pasal 227 RIB (Reglement Indonesia), Notaris dapat menggunakan hak nya untuk mengundurkan diri sebagai saksi, dengan jalan menuntut penggunaan Verschoningsrecht (hak mengundurkan diri) yang merupakan pengecualian terhadap ketentuan umum mengenai saksi, yaitu setiap orang yang dipanggil sebagai saksi, wajib memberikan kesaksian.6 Hak mengundurkan diri (Verschoningsrecht) selain merupakan hak, tetapi merupakan kewajiban karena apabila dilanggar, akan terkena sanksi menurut Undang-Undang. Notaris dalam menjalankan jabatannya, yang perlu dirahasiakan bukan hanya apa yang tercantum dan tertuang dalam akta yang dibuat dihadapannya, tetapi juga apa yang diketahui dalam rangka pembuatan akta. Seiring dengan kebutuhan akan perlindungan dan kepastian hukum serta perkembangan zaman, jumlah Notaris semakin meningkat dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan terhadap alat bukti otentik. Dalam praktek tidak mungkin dihindari adanya Notaris-Notaris yang dipanggil menjadi saksi untuk memberikan kesaksian tentang akta yang dibuat nya di depan persidangan, bahkan ada Notaris yang dimintai keterangannya oleh penyidik dalam proses penyidikan.
5 6
G. H. S Lumbun Tobing, Op.Cit hlm. 4 Ibid, hlm.120
7 Notaris sebagai pejabat yang melaksanakan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Namun
Verschoningsrecht (hak
mengundurkan dir) belum diatur secara sempurna dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Seiring perkembangan dinamika hukum di Indonesia lahirlah UndangUndang yang mengatur terkait dengan perkembangan jenis-jenis kejahatan baru. Kejahatan baru tersebut juga sedikit banyak menggunakan jasa Notaris untuk mendapatkan kepastian hukum. Salah satu kejahatan yang sekarang sedang berkembang di Indonesia adalah Tindak Pidana Pencucian Uang. Pencucian Uang (money laundering) termasuk kategori kejahatan kerah putih (white colar crime) atau lebih terkenal dengan kejahatan berdasi. Dalam white colar crime pelaku kejahatan sangat berbeda dengan pelaku kejahatan konvensional lainnya, biasanya pelaku dalam white colar crime adalh orang yang terpandang dan memiliki pendidikan yang tinggi. Pencucian uang (money laundering) adalah proses atau perbuatan yang menggunakan uang hasil tindak pidana, kelanjutan perbuatan itu, uang disembunyikan atau dikaburkan asal usul nya oleh pelaku, seakan akan uang tersebut adalah dari hasil yang sah. Usaha untuk memberantas dan mencegah money laundering telah diupayakan secara maksimal oleh dunia Internasional, salah satu nya dengan dibentuknya The Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) dengan tujuan untuk menyusun tugas dan rekomendasi internasional untuk memerangi money laundering. Selain itu ditandai dengan lahirnya konvensi
8 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tahun 1988 atau yang lebih dikenal dengan Konvensi Wina. Usaha pemerintah Indonesia sampai saat ini sudah terlihat, dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dan yang paling baru adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Selain itu tindakan nyata pemerintah Indonesia dalam memerangi money laundering adalah dengan membentuk lembaga PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) sebagai lembaga independen yang mengawasi segala transaksi yang dianggap mencurigakan. Lembaga ini juga berfungsi sebagai lembaga otoritas (financial intelegence unit) yang menerima berbagai laporan mengenai segala transaksi yang terindikasi mencurigakan. Dalam perjalanannya para pelaku pencucian uang juga menggunakan jasa Notaris untuk mengkaburkan tindakan mereka. Penggunaan jasa Notaris ini bertujuan untuk memberi kepastian hukum terhadap perbuatan mereka itu sah dimata hukum sehingga kejahatan mereka tertutupi. Tak jarang terhadap perbuatan pencucian uang (money laundering) juga menyeret Notaris sebagai saksi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh client. Notaris sendiri dalam menjalankan tugasnya juga mendapatkan hak istimewa wajib untuk menjaga kerahasian dari client nya. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang karena Jabatan Notaris adalah officium nobile. Salah satu hak istimewa yang dimiliki notaris adalah hak mengundurkan diri (verschoningsrecht). Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris diatur mengenai hak mengundurkan Notaris sebagai hak yang harus dilaksanakan oleh Notaris.
9 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Pasal 44 dinyatakan bahwa untuk kepentingan pelaksanaan tugas Pusat Pelaporan dan Analisis Tranksaksi Keuangan (PPATK) 7 dapat meminta keterangan dari pihak yang berkaitan dengan indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang. Salah satu pihak yang dimungkinkan untuk dimintai keterangan tersebut adalah Notaris, karena pelaku tindak pidana pencucian uang menggunakan jasa Notaris untuk mendapatkan keabsahan hukum. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik mengadakan penelitian yang nantinya akan dituangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul “Hak Mengundurkan Diri (Verschoningsrecht) Notaris Sebagai Saksi Dalam Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang ( Analisis Putusan Pengadilan Nomor 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas Penulis menarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) Notaris ditinjau dari perspektif ilmu hukum? 2. Bagaimana penggunaan Hak Mengundurkan diri (verschoningsrecht) Notaris sebagai saksi dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang pada Putusan Pengadilan Nomor 20/ PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST
C. Tujuan Penelitian Pembuatan dari penelitian dan penulisan yang didasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan di atas, memiliki beberapa tujuan, yaitu: 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang
10 1. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris terkait hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) notaris sebagai saksi dalam perkara Tindak Pidana Pencucian Uang. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis tentang hak mengundurkan diri (Verschoningsrecht) Notaris sebagai saksi secara teori terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang hendak diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum kenotariatan pada khususnya, serta sebagai bahan kepustakaan bagi peneliti yang berhubungan dengan pelaksanaan atau penerapan hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) menurut undang-undang jabatan notaris dan undangundang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan dan sumber informasi bagi masyarakat khususnya bagi notaris untuk mendapat pemahaman yang lebih mengenai penerapan undang-undang tentang
jabatan
notaris
terhadap
hak
mengundurkan
(verschoningsrecht) notaris dalam perkara pencucian uang.
diri
11 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dan pengamatan kepustakaan Fakultas hukum Universitas Gadjah Mada yang dilakukan oleh penulis, penelitian yang berjudul
“IMPLEMENTASI
(VERSCHONINGSRECHT)
HAK
MENGUNDURKAN
NOTARIS
SEBAGAI
SAKSI
DIRI DALAM
PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN NOMOR 20/PID.SUS/TPK/2013/PN.JKT.PST)” belum pernah dilakukan sebelumnya, namun demikian penulis dalam hal ini menemukan beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang hendak penulis tulis, yaitu: 1.
Penelitian Tesis oleh Septidarson
8
dari Program Studi Magister
Kenotariatan yang berjudul “Analisis Yuridis Penggunaan Hak Ingkar Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Di Wilayah Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Bukit Tinggi”. Penelitian tersebut membahas mengenai pelaksanaan hak ingkar Notaris berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris di tingkat Majelis Pengawas Daerah Notaris di tingkat penyidik/ polisi maupun ditingkat pengadilan, serta apakah hak ingkar tersebut bersifat mutlak dan dapat diterobos. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis. Perbedaan terletak pada masalah yang diteliti, penulis akan membahas bagaimana pelaksanaan hak
8
Septidarson, 2009, “Analisis Yuridis Penggunaan Hak Ingkar Notaris Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Di Wilayah Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Bukit Tinggi”,Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm.13.
12 mengundurkan diri (verschoningsrecht) Notaris dalam perkara Pencucian Uang 2. Penelitian tesis oleh Hendry Julian Noor9 dari Program Studi Magister Kenotariatan yang berjudul “Jasa Notaris Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Memperkuat Rezim Anti Pencucian Uang”. Penelitian ini membahas jasa Notaris sebagai salah satu upaya memperkuat rezim anti pencucian uang. Selain itu membahas bahwa Notaris
wajib
melaporkan
setiap
transaksi
nya
terkait
dengan
pemberantasan dan pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis. Perbedaan terletak pada masalah yang diteliti, penulis akan membahas
bagaimana
pelaksanaan
hak
mengundurkan
diri
(verschoningsrecht) Notaris dalam perkara Pencucian Uang. 3. Penelitian tesis oleh Arya Alexander 10 dari Program Studi Magister Kenotariatan yang berjudul “Penerapan Hak Ingkar Notaris Sebagai Tergugat Dalam Perkara Perdata Pada Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 58/Pdt.G/2011/PN.YK”. Penelitian ini membahas mengenai penerapan hak ingkar notaris selaku Tergugat II dalam perkara pada pengadilan negeri Yogyakarta Nomor 58/Pdt.G/2011/PN.YK serta akibat yang ditimbulkan oleh notaris selaku tergugat dalam menerapkan hak ingkar pada putusan pengadilan tersebut.
9
Hendry Julian Noor,2010,”Jasa Notaris Sebagai Salah Satu Upaya Dalam Memperkuat Rezim Anti Pencucian Uang”,Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 14 10 Arya Alexander,2013,”Penerapan Hak Ingkar Notaris Selaku Tergugat Dalam Perkara Perdata Pada Putusan pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 58/Pdt.G/2011/PN.YK”,Tesis,Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,hlm. 15.
13 Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh penulis. Perbedaannya terletak pada permasalahan yang diteliti, dimana penulis dalam hal ini melakukan penelitian mengenai Perbedaan terletak pada masalah yang diteliti, penulis akan membahas bagaimana pelaksanaan hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) Notaris dalam perkara Pencucian Uang.