BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Kemajuan industri teknologi dan bisnis Korea Selatan telah membawa Korea
Selatan menjadi negara maju, salah satu dampak ekspansi industri dan teknologi tersebut membuat banyak orang Korea berdatangan di negara di mana mereka berinvestasi, salah
satunya di Indonesia. Selain ingin melakukan perjalanan
bisnis, banyak orang Korea berdatangan ke Indonesia untuk berwisata, pendidikan, menetap karena alasan pekerjaan, pernikahan dan tentunya karena tertarik dengan budaya Indonesia. Kebutuhan dan keinginan akan pentingnya beradaptasi mendorong setiap individu untuk mempelajari pentingnya pemahaman tentang komunikasi antarbudaya yang berbeda ketika mereka berada di Indonesia. Minat masyarakat Korea untuk belajar budaya dan bahasa Indonesia terlihat di salah satu fasilitas pembelajaran bahasa Indonesia yakni BIPA UMN. BIPA merupakan singkatan dari Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing, sebuah program yang dirancangkan Continuing Education Department UMN untuk melatih siswa yang berasal dari luar Indonesia untuk dapat mengenal secara baik tentang budaya, bahasa dan ciri khas dari kehidupan masyarakat Indonesia kepada mereka. Berdasarkan data terakhir yang diterima dari BIPA UMN, sebanyak 90% dari seluruh peserta BIPA UMN berwarga negara Korea Selatan, baik siswa pertukaran pelajar maupun
1
1
warga Korea Selatan yang telah menetap di Indonesia tetapi belum memahami dan belum mengetahui secara mendalam bagaimana mereka dapat beradaptasi yang baik untuk menghadapi masyarakat dan budaya Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu bukti kuat mengenai besarnya minat masyarakat Korea Selatan untuk menyesuaikan diri dengan budaya Indonesia, dan BIPA UMN menjadi salah satu tempat yang telah dipercaya sebagai tempat pelatihan yang berkualitas. Tenaga pengajar BIPA UMN merupakan dosen-dosen berwarga negara Indonesia dan telah bersertifikasi. Dengan melihat adanya perbedaan budaya antara siswa yang berasal dari Korea Selatan dan pengajar BIPA UMN yang berasal dari Indonesia maka persinggungan dua budaya yang berbeda tidak dapat dihindarkan. Situasi ini menuntut masing-masing partisipan untuk memiliki kesadaran terhadap sensitivitas budaya. Budaya memberi pengaruh pada komunikasi di antara pengajar BIPA UMN dengan muridnya. Pada pola pengajaran para pengajar BIPA UMN ini, tidak semata terkait dengan transfer keilmuan saja, tetapi melibatkan juga aspek-aspek komunikasi. Melalui komunikasi yang efektif, maka akan menghasilkan proses pembelajaran bahasa Indonesia yang efektif juga. Dalam penelitian ini, situasi komunikasi yang akan dilihat adalah komunikasi di antara pengajar BIPA UMN dengan peserta yang berasal dari Korea Selatan dan fenomena ini akan dikaji melalui perspektif komunikasi antarbudaya. Komunikasi yang dibangun di antara kedua partisipan komunikasi ini, yakni pengajar BIPA UMN dan muridnya, melibatkan komunikasi antarbudaya. Komunikasi antar budaya secara umum dimaknai sebagai proses penyampaian
2
dan penerimaan pesan dilakukan oleh orang-orang yang berbeda budaya. Menurut Liliweri (2004:21) kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur cara pertukaran simbil-simbol dalam komunikasi, dan hanya dengan komunikasi lah pertukaran symbol-simbol dapat dilakukan. Kebudayaan yang berbeda memiliki sistem dan dinamika yang berbeda pula dalam mengatur symbol-simbol dalam komunikasi. Sementara menurut Samovar & Porter (1991:48) menyatakan, “It (culture) is the foundation of communication; and when cultures vary, communication practices may also vary” (budaya adaah dasar dari komunikasi; jika budaya berbeda, maka praktik komunikas juga berbeda). Lebih lanjut menurut Ting Toomey dalam Darmastuti (2013:63-64), komunikasi antarbudaya adalah proses pertukaran simbolik di mana individu-individu dari dua atau lebih komunitas kultural yang berbeda menegosiasikan makna yang dipertukarkan dalam sebuah interaksi yang interaktif. Fenomena ini menarik dikaji dalam proses pengajaran bahasa Indonesia yang melibatkan partisipan dari budaya yang berbeda khususnya antara pengajar yang berasal dari Indonesia dengan peserta BIPA yang berasal dari Korea Selatan seringkali mengalami hambatan-hambatan dalam komunikasi antarbudaya. Kesenjangan atau perbedaan budaya di antara pengajar BIPA UMN dengan peserta BIPA seringkali memunculkan persoalan. Permasalahan yang menganggu dalam proses pembelajaran dianggap penting sehingga menimbulkan persoalan dalam kasus ini antara lain terkait dengan perbedaan persoalan waktu yang dimana Indonesia menganut budaya waktu polikronik atau yang sangat toleransi terhadap waktu sedangkan Korea
3
Selatan menganut budaya waktu monokronik atau biasa disebut menghargai waktu, selain itu terkait persoalan lifestyle terlebih khusus cara berpakaian yang sering berbenturan antara budaya Indonesia dan Korea, serta munculnya prasangka-prasangka ketika masing-masing pihak menggunakan Bahasa mereka masing-masing ketika dalam proses pembelajaran. De Vito dalam Liliweri (2011:31) mengelompokan gangguan atau kendala yang dapat menciptakan hambatan dan konflik dalam komunikasi antarbudaya yang diuraikan dalam tiga kawasan, antara lain gangguan fisik, psikologis, dan semantik. Persoalan komunikasi antarbudaya yang muncul dari hasil pre-riset penelitian adalah kesenjangan kebudayaan yang menyebabkan berbagai permasalahan atau konflik yang terjadi di antara pengajar BIPA UMN dengan muridnya. Persoalan yang muncul pada proses komunikasi maupun proses pembelajaran di kelas antara lain adalah perbedaan bahasa, pola waktu monokronik dan polikronik, lifestyle, pola komunikasi verbal dan nonverbal, cara berfikir, nilai-nilai dan belief. Untuk mengatasi hal tersebut, maka kedua belah pihak, baik pengajar BIPA maupun peserta BIPA, perlu saling melakukan penyesuaian diri dari sisi komunikasi dan budaya dengan melihat kepada perspektif dari budaya lain. Seperti pentingnya pengajar BIPA mempelajari dan bermotivasi untuk memiliki pengetahuan tentang budaya Korea Selatan, serta melakukan pendekatan diri untuk lebih saling mengakrabkan diri dan terbuka terhadap budaya lain, dan memperhatikan nilai-nilai kehidupan dari budaya baik pengajar BIPA maupun muridnya. Karena pada hakikatnya komunikasi dan budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya dan merupakan satu kesatuan yang utuh
4
untuk menopang kepentingan satu sama lain. Oleh karenanya akan menjadi sangat menarik untuk diketahui kompetensi komunikasi antarbudaya dalam proses komunikasi antar peserta yang berasal dari Korea Selatan dengan pengajar Indonesia di BIPA UMN serta bagaimana strategi akomodasi komunikasi dalam mempengaruhi satu sama lain selama berinteraksi. Dalam penelitian ini peneliti akan mengkaji tentang bagaimana strategi akomodasi komunikasi antarbudaya dalam intercultural teaching pengajar BIPA UMN dan pelajar BIPA UMN yang berasal dari Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan paradigma post-positivisme. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori akomodasi komunikasi dan menggunakan metode studi kasus.
1.2
Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian
1.2.1
Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
fokus penelitian ini adalah menganalisa strategi akomodasi komunikasi antarbudaya dalam intercultural teaching yang diterapkan pengajar Indonesia BIPA UMN dengan peserta BIPA yang berasal dari Korea Selatan. 1.2.2
Pertanyaan Penelitian
a. Apa hambatan komunikasi antarbudaya pengajar BIPA UMN dengan peserta BIPA dari Korea Selatan?
5
b. Bagaimana strategi akomodasi komunikasi antarbudaya antara pengajar BIPA UMN dengan peserta BIPA UMN yang berasal dari Korea Selatan?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian 1. Untuk
mengetahui
penerapan
strategi
akomodasi
komunikasi
antarbudaya pada BIPA UMN. 2. Untuk mengetahui hambatan komunikasi antarbudaya pengajar BIPA UMN dengan peserta BIPA yang berasal dari Korea Selatan.
1.4
Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Kegunaan Teoretis Melalui hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberi kontribusi dalam perkembangan Ilmu Komunikasi dalam bidang komunikasi antarbudaya, terutama terkait dengan strategi adaptasi antarbudaya pengajar BIPA UMN dengan peserta BIPA dari Korea Selatan. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan atau referensi bagi mahasiswa yang ingin melakukan penelitian-penelitian selanjutnya dengan topik yang berkaitan dengan komunikasi antarbudaya.
6