1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Menurut Roitt (2006) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. WHO (Global Immunization Data) tahun 2010 menyebutkan 1.5 juta anak meninggal karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan hampir 17% kematian pada anak
< 5 tahun dapat dicegah dengan imunisasi.
Berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2007, pneumoni merupakan penyebab kematian no. 2 di Indonesia, 1/3 etiologi pneumoni disebabkan karena Hib. Meningitis merupakan radang selaput otak dan Hib merupakan penyebab utama meningitis pada bayi usia ≤ 1 tahun, jika penyakit ini tidak diobati 90% kasus akan mengalami kematian dan jika disertai pengobatan adekuat 9-20 % kasus akan mengalami kematian. Dalam dunia kesehatan dikenal 3 pilar utama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat yaitu prefentif atau pencegahan kuratif atau pengobatan dan rehabilitative. Dua puluh tahun terakhir upaya pencegahan telah membuahkan
hasil
yang
dapat
mengurangi
kebutuhan
kuratif dan
rehabilitative. Melalui upaya pencegahan penularan dan transmisi penyakit infeksi yang berbahaya akan mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada anak, terutama kelompok di bawah umur 5 tahun. Penyediaan air
2
bersih, nutrisi yang seimbang, pemberian asi eksklusif, menghindari pencemaran udara di dalam rumah, keluarga berencana dan vaksinasi (imunisasi merupakan unsur utama dalam upaya pencegahan). Penyakit infeksi yang berbahaya berarti penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian dan kecatatan seumur hidup dan akan menyebabkan beban masyarakat di kemudian hari. Sampai saat ini telah dikenal secara luas adanya vaksin sebagai alat yang efektif dan murah sebagai pebaikan umat manusia, anak-anak disemua Negara telah mendapatkan imunisasi untuk mencegah penyakit berbahaya sehingga imunisasi merupakan dasar kesehatan masyarakat. Namun masih banyak Negara berkembang yang masih belum dapat mencapai universal child immunization ( UCI) karna cakupan imunisasi yang rendah. Sebenarnya apabila UCI dapat dicapai kita dapat menyelamatkan tiga juta anak yang meninggal akibat penyakit yang dapat di cegah dengan imusasi setiap tahun ( Ranuh, 2011). Imunisasi itu sangat penting bagi tumbuh kembang bayi atau anak. Jika tanpa ada imunisasi, akan ada banyak bayi yang akan terserang penyakit tertentu yang bahkan bisa menyebabkan kematian. Menurut informasi yang bersumber dari data stastistik, kita bisa tahu bahwa tanpa imunisasi, kira-kira 3 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit campak; 2 dari 100 kelahiran anak meninggal karena batuk rejan; 1 dari 100 kelahiran anak akan meninggal karena penyakit tetanus; dan dari setiap 200.000 anak, 1 akan menderita penyakit polio (Maulana, 2009).
3
Menurut Undang-Undang
kesehatan Nomor 23
tahun 1992
“Paradigma Sehat” dilaksanakan melalui beberapa kegiatan antara lain pencegahan penyakit.salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah upaya pengebalan/ imunisasi (DepKes 2005). Perhitungan terdahulu mengatakan bahwa laju pertumbuhan penduduk akan terus turun bahkan pada tahun 2020-2025 dimungkinkan mencapai 0,92%. Namun kenyataan dewasa ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia telah mencapai angka yang cukup tinggi: 1,3% (Kompas, 17 November 2006). Jumlah anak di bawah umur 15 tahun masih merupakan golongan penduduk yang sangat besar, yaitu kurang lebih sebesar 70 juta (30,26%) dan usia balita sebesar 23,7 juta (10,4%). Pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi kelengkapan imunisasi yang di terima anak. Apabila pengetahuan ibu tentang imunisasi kurang, tidak terasa butuh atau ikut-ikutan, pemberian imunisasi pada anaknya tidak sesuai dengan jadwal, hingga program imunisasi memenuhi kuantitas dan kualitas kesehatan bayi akhirnya berdampak pada peningkatan status kesehatan dan sumberdaya masyarakat berada di masa depan (Mila, 2006). Profil aceh barat tahun 2013 melaporkan bahwa sasaran imunisasi 3906 bayi, yang mendapatkan imunisasi lengkap 2583 bayi (Dinkes Aceh Barat, 2013). Berdasarkan survey awal di wilayah kerja UPTD puskesmas Peureumeu, sasaran bayi berjumlah 434 orang yang mendapatkan imunisasi
4
lengkap berjumlah 327 orang ,jadi jumlah bayi yang belum mendapatkan imunisasi lengkap yaitu 107 orang ( UPTD Puskesmas Peureume, 2013) Dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa ibu yang mempunyai bayi mereka mengatakan bahwa pendidikan ibu di Kaway XVI hanya 60 % tamat SD dan ibu
tersebut mengatakan bahwa mereka tidak pernah
mendapatkan informasi tentang imunisasi. Ibu juga mengatakan tidak mau di imunisasi lagi, karena pada waktu anak pertama ketika di imunisasi terjadi demam, dan bengkak di tempat punyuntikan akibat terjadi demam dan bengkak tersebut, suami melarang pergi ke posyandu untuk dilakukan imunisasi. Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengkaji tentang Pengaruh Pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway Xvi Kabupaten Aceh Barat.
B. Rumusan Masalah Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat?
5
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh
Barat. b. Untuk mengetahui pengaruh informasi terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh
Barat. c. Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan
Kaway XVI Kabupaten Aceh
Barat. d. Untuk mengetahui pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan Barat.
Kaway XVI Kabupaten Aceh
6
D. Manfaat penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi yang berarti Karena dapat di manfaatkan untuk dapat menambah ilmu teori dan memberikan informasi pengetahuan bagi setiap bidan, kemudian secara praktis dapat juga di temukannya beberapa manfaat di antaranya yaitu: 1. Bagi Peneliti Untuk menerapkan ilmu yangtelah di dapat di bangku kuliah serta mengamalkan secara nyata dalam bentuk skripsi. 2. Bagi lokasi penelitian Sebagai data dasar untuk peneliti selanjutnya. Diharapkan supaya informasi dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pihak UPTD Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI tentang imunisasi sehingga smua staf dapat memberi ilmu pengetahuan yang lebih tentang imunisasi terhadap mahasiswi yang praktik di Puskesmas. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk melengkapi sumber bacaan di perpustakaan terutama mengenai pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan 1. Pengertian Fitriani (2011) menyatakan bahwa, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancainderanya. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia (Mubarak, 2011). Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (misalnya perilaku karena paksaan atau adanya aturan wajib) (Mubarak, 2011).
8
Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall) materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima (Mubarak, 2011). 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterpretasikannya secara luas (Mubarak, 2011). 3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata (Mubarak, 2011). 4. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut (Mubarak, 2011).
9
5. Sintesis (synthesis) Sintesis formulasi
baru
adalah suatu kemampuan untuk menyusun dari
formulasi-formulasi
yang
telah
ada
(Notoatmodjo, 2005). 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat (Notoatmodjo, 2005). B. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi Proses imunisasi adalah dimana seseorang memperoleh kekebalan tubuh (daya tahan) terhadap penyakit infeksi biasanya dengan melakukan vasinasi atau antigen, vaksin menstimulasi sistem kekebalan tubuh (antibody) untuk melindungi seseorang dari infeksi yang menyusul atau penyakit. Imunisasi merupakan salah satu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Imunisasi dasar merupakan pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang perlindungan (Depkes, 2005).
10
Mengingat imunisasi sangat diperlukan agar proses tumbuh kembang anak tidak terganggu maka setiap orang tua harus memahami imunisasi yan diberikan pada anak. Namun imunisasi tidaklah menjadi 100 persen anak akan terhindar dari penyakit jadi mungkin saja anak menderita sakit namun penyakitnya ringan dan mencegah resiko cacat atau
bahkan kematian. Sangatlah
penting bagi orang tua untuk
mengetahui mengapa kapan, dimana dan
berapa
kali
anak harus
diimunisasi orang tua juga perlu mengetahui bahwa imunisasi tetap aman bagi anak yang sedang sakit, kurang
gizi atau cacat sekalipun (Unicef,
2002). Upaya imunisasi dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1956. Ini merupakan upaya sehat masyarakat yang efektif untuk mencegah penyakit menular. Dengan imunisasi terbukti bahwa penyakit cacar dapat dicegah dan Indonesia dinyatakan bebas dari penyakit cacar sejak tahun 1974. Mulai tahun 1997, upaya imunisasi diperluas wilayah Program Pengembangan Imunisasi. Dalam Rangka Pencegahan Pelayanan Terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B, penyakit lain yang sudah dapat ditekan adalah polio, tetanus maternal dan neonatal serta campak (Depkes, 2005). Menurut Roitt (2006) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
11
sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Depkes, 2000). Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2004). 2.
Tujuan Imunisasi dan Tujuan Program Imunisasi a. Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola keadaaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusai, seperti misalnya penyakit difteria dan poliomyelitis (Suyitno, dkk : 2011). b. Tujuan program imunisasi adalah : 1.
Tercapainya target Universal Child Imunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di seratus desa pada tahun 2010.
2.
Tercapainya eliminasi Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2008.
3.
Eradikasi polio pada tahun 2008.
4.
Tercapainya reduksi campak pada tahun 2006.
12
3.
Manfaat Imunisasi Untuk mencegah suatu panyakit tertentu, yang memungkinkan terjadinya kecacatan dan kematian, walaupun
vaksinasi tidak
melindungi 100%, tetapi dapat memperkecil resiko tertular dan memperingankan dampak bila terjadi infeksi (Ranuh, 2008). 4.
Kekebalan Imunisasi Menurut Supartini (2004: 175) ada dua jenis klasifikasi imunitas yaitu : a. Kekebalan aktif Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat sendiri dalam tubuh untuk menolak suatu penyakit tertentu dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama. Kekebalan aktif dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu: 1.
Kekebalan aktif
alamiah dimana tubuh anak membuat
kekebalan sendiri setelah mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Misalnya anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi. 2.
Kekebalan aktif buatan yaitu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi) misalnya anak diberi vaksinasi BCG, DPT, Polio dan lain- lain.
13
b. Kekebalan Pasif Kekebalan pasif yaitu tubuh anak tidak membuat antibodi sendiri tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari luar setelah memperoleh zat
penolak sehingga proses cepat tetapi tidak
bertahan lama. Kekebalan pasif ini dapat terjadi dengan 2 cara: 1.
Kekebalan pasif alamiah atau kekebalan pasif bawaan, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi kekebalan ini tidak
sejak
lahir
dari
ibunya
berlangsung lama, (kira- kira 5 bulan
setelah lahir) misalnya tetanus. 2.
Kekebalan pasif buatan, dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolak. Misalnya pemberian ATS (Anti Tetanus Serum).
5.
Jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan Kendati
imunisasi
sangat
penting,
namun
pemerintah
mewajibkan lima jenis imunisasi pada anak usia di bawah satu tahun yang harus dilakukan: a.
Imunisasi BCG 1. Pengertian BCG Menurut Aziz Alimul, (2009 : 55) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin), merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang berat sebab terjadinya penyakit TBC yang primer atau yang ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan imunisasi BCG.
14
TBC yang berat contohnya adalah TBC pada selaput otak, TBC miller pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang. Vaksin BCG merupakan vaksin yang mengandung kuman TBC yang telah dilemahkan. Vaksin BCG diberkan melalui intradermal. Menurut Mardi Elfian & Effa Yuliastry, (2009 : 141) Imunisasi BCG diberikan pada bayi ketika bayi berumur kurang dari 2 bulan. Sebaiknya sebelum dilakukan imunisasi BCG pada bayi, perlu dilakukan tes martoux. Tes ini berfungsi untuk mengetahui apakah bayi sudah membawa penyakit TBC sejak lahir atau tidak, tetapi langkah ini jarang sekali dilakukan oleh para ibu karena untuk melakukan satu kali tes martoux memerlukan biaya yang cukup mahal. Sebenarnya ibu dapat mendeteksi bayi terjangkit penyakit TB dengan beberapa cara. Indikasi yang pertama adalah berat badan bayi sulit bertambah, bayi sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, mengalami demam, berkeringat dimalam hari, dan juga diare persisten. Untuk megetahui lebih jelas, lakukan rontgen pada bayi untuk mengetahui apakah terdapat flek pada paru-paru bayi. Tes martoux yang berfungsi untuk mengetahui peningkatan kadar sel darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada tidaknya gangguan laju endapan darah, ditambah lagi biasanya dokter melakukan wawancara tentang ada tidaknya kontak
15
antara
pasien
dengan
penderita
TB.
Penyakit
TB
(Tuberkolusis) sendiri merupakan penyakit yang berkaitan dengan virus Tubercle bacii yang hidup didarah manusia. Oleh karena itu, tubuh bayi dimasukkan jenis basil yang tidak berbahaya, yaitu vaksinasi BCG (Bacillus Celmette Guerin). Lokasi penyuntikan biasanya terletak dibagian lesngan kanan atas. Pasca imunisasi BCG, jarang sekali ditemukan efek samping, biasanya sudah dapat hilang dalam waktu 2-3 hari. Para ibu kerap khawatir jika pasca-penyuntikan bayi akan mengalami pembengkakan diketiak atau dileher bagian bawah. Hal ini merupakan proses yang sangat wajar sehingga dirasa belum terlalu perlu untuk membawa bayi kedokter. Imunisasi ini dianggap berhasil apabila muncul bisul kecil dan bernanah pada bagian bekas suntikan. Ibu tidak perlu khawatir karena bisul dapat sembuh sendiri dan meninggalkan bekas parut. Jika tanda-tanda berupa bisul tidak ditemukan pada bayi, ibu tidak perlu khawatir karena antibodi tetap terbentuk, tetapi dalam kadar yang cukup rendah. Imunisasi BCG yang sudah dilakukan tidak perlu diulang karena bayi akan membentuk antibodinya sendiri secara alamiah. 2. Penularan BCG Penularan penyakit TBC terjadi melalui udara karena terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC.
16
Kuman ini paling sering menyerang paru-paru dan dapat menyerang berbagai organ tubuh lain, seperti kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak. Imunisasi BCG cukup diberikan satu kali saja. Daerah tempat suntikan akan menjadi bengkak dan luka bernanah, yang akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu dan timbul jaringan parut pada tempat bekas suntikan. Pemberian vaksin BCG tidak memberi kekebalan 100% terhadap penyakit ini, tetapi bila sampai anak terinfeksi kuman ini, penyakitnya akan lebih ringan. 3. Efek samping Efek samping pemberian imunisasi BCG adalah terjadinya ulkus pada daerah suntikan, limfadenitis regional, dan reaksi panas. Imunisasi BCG penting bagi anak balita dalam pencegahan TBC millier, otak, dan tulang karna masih tingginya kejadian TBC pada anak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muclastriningsih (2005) terhadap sejumlah pasien tuberkolusis paru BTA (+) rawat jalan selama tahun 2000-2002, pada tahun 2001 ditemukan sebanyak 520 anak dibawah 1 tahun menderita tuberkolusis BTA (+) dan tahun 2002 turun menjadi 117 anak. Keadaan ini menimbulkan keprihatinan karena pasien balita akan mengalami hambatan pertumbuhan
yang
tentu
akan
mempengaruhi
17
perkembangannya. Balita biasanya belum jauh sehingga dapat diprediksi ada kasus tuberkolusis disekitarnya. 4. Jadwal Pemberian BCG BCG diberikan sejak lahir, apabila bayi berumur > 2 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. b.
Imunisasi Hepatitis B a.
Pengertian Hepatitis B Hepatitis B yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B. Hepatitis B untuk melindungi bayi dengan memberi kekebalan bayi dengan memberi kekebalan bayi dengan memberi kekebalan terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit infeksi lever yang dapat menyebabkan kanker dan kematian. Menurut Aziz Alimul (2009 : 56), Imunisasi Hepatitis B merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak 3 kali dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi ini diberikan melalui intramuskular. Angka kejadian hepatitis
B pada anak
balita
juga
sangat
tinggi dalam
mempengaruhi angka kesakitan dan kematian balita. Menurut Mardi Elfian & Effa Yuliastry (2009 : 143), Jenis imunisasi ini diberikan pada bayi secara bertahap yaitu tahap pertama ketika bayi sekurang-kurangnya 12 jam setelah lahir, tetapi
18
dengan syarat kondisi bayi stabil tidak ada kelainan paru-paru dan jantung, berusia satu bulan, dan ketika bayi berusia enam bulan. Tahap kedua diberikan pada bayi berusia satu bulan. Tahap ketiga diberikan ketika bayi berusia liima bulan. Imunisasi ini diberikan kepada bayi untuk mencegah masuknya virus hepatitis B. Virus hepatitis B dapat menyebabkan penyakit hepatitis B yang berdampak pada pengerutan hati, bahkan bisa lebih buruk yaitu kanker hati. Penyakit ini tidak memiliki ciri-ciri khusus, kondisi bayi dalam keadaan baik, makan lahap, berat badan pun normal. Penyakit ini baru dapat diketahui apabila ibu membawa bayi untuk di-screening untuk mengetahui apakah sikecil membawa virus atau tidak. Imunisasi hepatitis B diberikan dibagian paha bayi lewat anterolateral yaitu otot-otot bagian depan luar. Penyuntikan vaksin tidak dianjurkan didaerah bokong karena berpengaruh pada efektivitas vaksin. Biasanya, tanda keberhasilan imunisasi terlihat apabila dilakukan pemeriksaan darah dengan pengecekan hepatitis B ketika bayi berusia 12 bulan. Indikasi dinyatakan berhasil atau tidaknya imunisasi adalah kadar hepatitis B. Apabila kadar hepatitis B di atas 500 maka daya tahan tubuh untuk tidak terjangkit hepatitis B berlangsung selama 5 tahun. Apabila kadar hepatitis B di atas 200, daya tahan tubuhnya 3 tahun. Apabila kadarnya hanya 100, berarti dalam setahun efek imunisasi akan
19
hilang apabila kadar menunjukkan angka nol, berarti si bayi harus disuntik ulang sebanyak tiga kali. Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir, dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu. c.
Imunisasi DPT 1. Pengertian DPT DPT yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus. Menurut Mardi Elfian & Effa Yuliastry, (2009 : 145) Imunisasi DPT berfungsi untuk memberikan imunitas difteri, pertusis, dan tetanus. Difteri merupakan penyakit radang tenggorokan yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian bayi hanya dalam beberapa hari saja. Pertusis merupakan penyakit radang pernapasan (paru-paru) yang biasa disebut batuk 100 hari atau batuk rejan. Penyakit ini memang menyerang pasien cukup lama, biasanya batuk rejan mencapai tiga bulan atau lebih. Ciri-ciri dari penyakit ini adalah batuk yang bertahap, panjang, dan lama, diakhiri dengan muntah, mata terlihat bengkak, bahkan penderita dapat meninggal karena sulit bernapas. Tetanus merupakan penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut tertutup tidak bisa terbuka. Imunisasi DPT diberikan dengan cara vaksin yang diteteskan kedalam mulut atau disuntikkan ketubuh bayi.
20
2. Penularan DPT Penularan umumnya melalui udara (batuk/bersin) seain itu dapat melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan difteri, pertusis, dan tetanus sebanyak 3 kali sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang penyuntikan 1-2 bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. 3. Efek samping DPT. Efek samping vaksin DPT adalah demam tubuh dalam 24-48 jam setelah vaksinasi, yang biasanya dapat diatasi dengan obat penurun panas (paracetamol). Bila setelah imunisasi DPT terjadi demam 40 C, demam lebih dari 3 hari, atau reaksi kejang, segera beritahukan dokter. Saat ini terdapat vaksin DaPT yaitu vaksin DPT yang dibuat dengan menghilangkan sel pertusis yang memberi efek demam, sehingga efek samping demam sangat jarang, tapi tentu saja harganya mahal dibanding dengan DPT biasa, selain itu efek samping yang mungkin timbul nyeri dan bengkak pada permukaan kulit. d.
Imunisasi Polio 1. Pengetian Polio Polio yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit polio. Menurut A. Samik Wahab, (2002 Imunisasi Polio)
21
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah
terjadinya
penyakit
poliomyelitis
yang
dapat
menyebabkan kelumpuhan pada anak. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi polio diberikan melalui oral. Di Indonesia, program eradikasi polio dilaksanakan sesuai kesepakatan pada WHA ke-41 (1988) yang sebenarnya mengharapkan eradikasi polio didunia sebelum tahun 2000. Ada empat strategi untuk pencapaian tujuan tersebut, yaitu imunisasi rutin (oral polio virus) dengan cakupan tinggi, imunisasi tambahan, surveilans AFP dan investigasi laboratorium, serta mop-up untuk memutus rantai penularan terakhir. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imnisasi ulang DPT. Imunisasi polio memiliki fungsi yang luar biasa untuk bayi. Imunisasi polio akan memberikan kekebalan terhadap serangan virus polio. Polio merupakan penyakit radang yang menyerang saraf dan bisa menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Imunisasi polio diberikan pada bayi melalui tiga tahap yaitu tahap pertama ketika bayi berumur 2 bulan, selanjutnya ketika bayi berumur 4 bulan, dan ketika bayi berumur 6 bulan. Pemberian imunisasi polio ada dua macam yaitu polio vaccine dan inactived polio. Polio vaccine merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara meneteskan vaksin kedalam mulut, sedangkan inactived polio vaccine yaitu
22
pemberian vaksin dengan cara disuntik. Dampak pada bayi yang tidak mendapatkan gimunisasi polio adalah terjadinya kerusakan pada sumsum tulang belakang dan batang otak yang berakibat pada) Vaksin poliomielitis oral mengandung tiga tipe virus polio hidup yang dilemahkan (virus polio 1, 2 dan 3). Karena harganya yang murah, mudah pemberianya, dapat menginduksi imunitas intensinal dan berpotensi menginfeksi secara sekunder
kontak
rumah
tangga
dan
komunitas,
WHO
merekomendasikan pemberian vaksin polio oral trivalen sebagai vaksin pilihan untuk pemberantasan poliomielitis. Hasil penelitian di negara-negara maju menunjukkan bahwa angka serokonversi sesudah tiga dosis vaksin polio oral yang cukup tinggi (> 90%) untuk ke tiga tipe virus. Namun, angka serokonversi di negara-negara berkembang lebih rendah, yaitu 73% (36%-99%) untuk tipe 1, 90% (71%-100%) untuk tipe 2, dan 70% (40%-99%) untuk tipe 3, efektivitas tiga dosis vaksin polio oral untuk mencegah polio paralitik di negara berkembang berkisar antara 72%-98% bila rantai pendingin (cold chain) di pertahankan dengan baik (EPI WHO, 1993). Selain
masalah
rantai
pendigin,
faktor-faktor
yang
mengurangi respons imun di negara berkembang adalah interferensi dari enterovirus yang lain dan interferensi di antara ketiga vaksin virus. Di banyak negara berkembang, imunisasi rutin saja tidak
23
cukup untuk menghentikan penyebaran virus polio ganas karena rendahnya angka serokonversi sehingga dianjurkan pemberian imunisasi tambahan. IDAI 1999 menganjurkan satu dosis imunisasi polio pada saat bayi lahir, di samping pemberian imunisasi dasar tiga dosis. 2. Efek samping Imunisasi polio juga tidak menimbulkan efek samping. Pada dasarnya memang tidak ada vaksin yang benar-benar 100% aman, tetapi imunisasi polio ini hanya mempunyai sedikit saja efek samping sehingga dapat dikatakan tidak mempunyai efek samping jika ada efek samping yang mungkin terjadi sangat minimal dapat berupa kejang-kejang. e.
Imunisasi Campak 1. Pengertian campak Campak yaitu imunisasi yang diberikan untuk mencegah penyakit campak. Menurut Aziz Alimul (2009 : 57), Imunisasi campak merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada anak karena termasuk penyakit menular. Kandungan vaksin ini adalah virus yang dilemahkan. Imunisasi campak diberikan melalui subkutan. Angka kejadian campak juga sangat tinggi dalam mempengaruhi anggka kesakitan dan kematian anak.
24
Hasil penelitian Muchlastrinigsih (2008), menunjukan bahwa pasien campak yang di rawat jalan paling banyak dari golongan usia 5-14 tahun (30,6%). Menurut A. Samik Wahap (2002 : 60), Campak merupakan penyakit yang sangat menular yang dapat disebabkan oleh sebuah virus yang disebut virus campak. Vaksin campak merupakan preparat virus hidup yang dilemahkan dan berasal dari berbagai strain virus yang isolasi pada tahun 1950. Vaksin campak harus didinginkan pada suhu sesuai (2-8°C) karena sinar matahari atau panas dapat membunuh virus vaksin campak. Bila virus vaksin mati sebelum disuntikkan, vaksin tersebut akan mampu menginduksi respon imun. Banyak kegagalan vaksinasi akibat kesalahan penyimpanan. Dinegara yang sedang berkembang angka serokonversi biasanya lebih dari 85%. Dari data insiden campak dan angka serokonversi terhadap vaksin campak berdasarkan umur dinegara yang sedang berkembang, pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi
dapat
menimbulkan
serokonversi
pada
sekurang-
kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian besar kasus dan kematian. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi pada umur 9 bulan untuk program imunisasi rutin dinegara berkembang.
25
2. Gejala Campak Gejala dari penyakit campak adalah: Demam, Pilek, Bercakbercak pada permukaan kulit 3-5 hari setelah anak menderita demam a. Penularan campak Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan penderita. Tingkat penularan campak tinggi tanpa program imunisasi attack rate 93,5 per 1000 kelahiran hidup. Kekebalan meternal yang dibawa anak berangsur-angsur kurang dan menghilang sampai berumur 9 bulan walaupun demikian ditemukan kasus morbili pada bayi umur 4,5 bulan. b. Komplikasi campak Komplikasi dari penyakit campak ini adalah: Radang paru, Radang pada saraf, Radang pada sandi dan radang pada otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanent. c. Efek samping Efek samping campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari 39,4° c) yang terjadi 8-10 hari setelah vaksinasi berlangsung selama sekitar 24-28 jam (insidens sekitar 2%) dan selama sekitar 1-2 hari (insidens sekitar 2%). Efek samping yang lebih berat seperti ensefasilitas sangat jarang terjadi kuarang dari 1 setiap 1-3 juta dosis yang diberikan. Penyakit campak sangat berbahaya bagi penderita gangguan kekebalan. Vaksin campak dapat mengakibatkan preumonia pada penderita
26
leukemia sehingga vaksin campak ini tidak boleh diberikan pada penderita gangguan sistim imun berat. Meskipun demikian, vaksin campak terbukti aman untuk penderita HIV (Human Immunodeficiency
Virus)
positif
dan
AIDS
(Asquired
Immunodefenciency Syndrome). Karena imunolobin atau prodak darah yang lain mungkin mengandung antibodi terhadap yang dapat mengganggu timbulnya respon imun. d. Pencegahan Pencegahan penyakit campak adalah dengan cara menjaga
kesehatan
kita
dengan
makanan
yang
sehat,
berolahraga yang teratur dan istirahat yang cukup dan yang paling efektif pencegahannya adalah dengan melakukan imunisasi. Pemberian imunisasi akan memberi kekebalan aktif dan bertujuan untuk melindungi terhadap penyakit campak hanya dengan sekali suntikan dan diberikan pada usia anak 9 bulan atau lebih. Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang sangat menular masih dapat terjadi pada usia sekolah meskipun 85,90% anak sudah mempunyai imunitas. Oleh karena itu, program eradikasi campak diperlukan pemberian ulangan vaksinasi pada usia sekitar 5-7 tahun. Tujuan adalah untuk menekan jumlah individu yang rentan terjangkit campak sampai dibawah 1%.
27
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan 1.
Pendidikan a.
Pengertian Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar
mempunyai
ciri-ciri:
belajar
adalah
kegiatan
yang
menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan (Notoadmodjo, 2007). Ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan.
Bahwa penggunaan posyandu
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dapat membuat orang menjadi berpandangan lebih luas berfikir dan bertindak secara rasional sehingga latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan (Notoadmodjo, 2007). Pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Ibu dengan pendidikan yang relative tinggi cenderung memiliki kemampuan untuk menggunakan sumber daya keluarga yang lebih baik
28
dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah, karena pengetahuan makanan yang bergizi sering kurang dipahami oleh ibu yang tingkat pendidikannya rendah, sehingga memberi dampak dalam mengakses pengetahuan khususnya dibidang kesehatan untuk penerapan dalam kehidupan keluarga terutama pada pengasuh anak balita (Notoadmodjo, 2007). 2.
Informasi a. Pengertian Informasi adalah keterangan, gagasan, maupun kenyataankenyataan yang perlu diketahui oleh masyarakat. Menurut Depkes informasi adalah pesan yang disampaikan oleh tenaga kesehatan kepada masyarakat. Menurut Notoatmodjo (dalam Asmawati, 2011), sumber informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan kemampuan, serta menambah pengetahuan. Sumber informasi dapat di peroleh dari media cetak (surat kabar, majalah, buku), media elektronik (TV, radio, internet) dan melalui tenaga kesehatan seperti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh (dokter, bidan, dan perawat). Kepada ibu tentang metode KB yang paling cocok untuk ibu (mempertimbangkan semua faktor fisik, social dan budaya); memastikan bahwa wanita mudah mencapai fasilitas KB, dan
29
menginformasikan kepada wanita tentang waktu yang optimal untuk menggunakan metode kontrasepsi yang dipilih (Hartanto, 2008). Salah satu langkah dalam memberikan informasi kepada masyarakat yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan ialah dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat secara intensif, terutama yang ditujukan kepada masyarakat yang datang ke klinik dan masyarakat di lingkungan klinik (Saifuddin, 2010). Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seseorang yang tingkat ekonominya lebih tinggi akan lebih mudah mendapatkan informasi karena kemampuannya dalam penyediaan media informasi. Seseorang yang mempunyai sumber informasi lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Soekanto, 2004). 3.
Pengalaman a.
Pengertian Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (KBBI, 2005 ).
30
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaan
orang
lain.
Pemgalaman
yang
diperoleh
dapat
memperluas pengetahuan seseorang (notoatmodjo, 2005) 4.
Dukungan keluarga a.
Pengertian Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan kebudayaan sekitarnya. Pengaruh keluarga terhadap pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap imunisasi kurang begitu respon dan bersikap tidak menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi. Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
D. Kerangka Teori
Pekerjaan
Pengalaman
Pendidikan
Informasi
Pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun
Umur
Dukungan keluarga
Sikap Sosial Ekonomi
31
E. Kerangka konsep Kerangka konsep penelitian ini sesuai dengan teori Notoatmojo (2005) hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan. Tentang pengetahuan (Notoatmojo,2003) juga menjelaskan bahwa pengetahuan yang baik tentang kesehatan membuat orang cenderung berprilaku positif. Berdasarkan kerangka teori di atas, maka kerangka konsep dari hubungan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi1 tahun :
Variabel Independent
Variabel Dependent
Pendidikan
Informasi
Pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun
Dukungan keluarga
Pengalaman
Gambar 2.1 : Kerangka Konsep
32
F. Hipotesis 1.
Ada pengaruh pendidikan dengan pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
2.
Ada pengaruh informasi dengan pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
3.
Ada pengaruh dukungan keluarga dengan pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di Puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
4.
Ada pengaruh pengalaman dengan pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di Puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014.
33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain penelitian dengan metode
survey
analitik
dengan
pendekatan
waktu
secara Cross
sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data
sekaligus
pada
suatu
saat
atau point
time
approach (Notoatmodjo, 2005). Rancangan penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi dengan kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peurembeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
B. Populasi dan Sample Penelitian 1.
Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti. Berdasarkan pendapat diatas maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi 1 tahun di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013-2014, yang jumlah keseluruhannya sebanyak 434 orang.
34
2.
Sampel Menurut Notoatmodjo, (2010) sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sampel pada penelitian ini adalah Ibu-Ibu Yang Mempunyai Bayi 1 Tahun Di UPTD Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI. Sampel yang representatif, cara pengambilan sampel menggunakan tehnik
proporsional
sampling
yaitu
dengan
cara
di
undi.
Penghitungannya menggunakan rumus proporsi random sampling dengan cara di undi (Sugiyono, 2007). Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan memakai rumus Slovin (1960, dikutip dari Notoatmodjo, 2005) sebagai berikut : n=
(
)
Keterangan: N : Besar populasi n : Besar sampel d : tingkat kepercayaan (ketepatan yang diinginkan) sebesar 10%. n=
( , )
n=
( ,
n= n=
,
,
n = 82
)
35
Jadi jumlah sampel dibulatkan menjadi 82 orang. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara menggunakan tehnik proporsional sampling yaitu dengan cara di undi. Penghitungannya menggunakan rumus proporsional random sampling dengan cara di undi (Sugiyono, 2007). SPI = JS Keterangan: SPI = Jumlah sampel pada tiap-tiap subpopulasi n
= Jumlah responden dalam subpopulasi
N
= Jumlah responden dalam populasi
JS = Jumlah sampel yang dibutuhkan
Beuregang
Jumlah Responden dalam Suppopulasi 18
Jumlah Sampel yang Dibutuhakan 4
2
Kd aron
13
2
3
Kp mesjid
16
3
4
Padang mancang
10
2
5
Menasah buloh
9
2
6
Alue tampak
25
4
7
Pasi jambu
14
2
8
Marek
8
2
9
Tumpok lading
10
2
No
Desa
1
36
10
Menasah ara
6
1
11
Menasah rayeuk
19
3
12
Pasi tengoh
11
2
13
Peunia
13
2
14
Simpang
8
2
15
Tanjong
8
2
bungong 16
Putim
8
2
17
Menasah rambot
10
2
18
Pasi jempa
9
2
19
Muko
3
1
20
Palimbungan
6
1
21
Blang genang
8
1
22
Alue on
6
1
23
Puuk
5
1
24
Menasah
12
2
gantung 25
Pungki
11
2
26
Menasah tanjong
8
1
27
Pasi megat
10
2
28
Babah meulaboh
2
1
29
Tanjong
6
1
37
meulaboh 30
Alue pedeung
10
2
31
Teuladan
5
1
32
Pucok pungki
4
1
33
Pasi ara
6
1
34
Drien cale
4
1
35
Teuping panah
9
2
36
Blang dalam
4
1
37
Alue lhee
5
1
38
Kede tanjong
8
2
39
Pasi kumbang
11
2
40
Sawang teube
15
2
41
Alue lhok
9
2
42
Padang sikabu
42
7
43
Keramat
10
2
Total
434
82
Apabila suatu populasi terdiri dari unit yang mempunyai karakteristik
yang
berbeda-beda
atau
heterongen,
maka
teknik
pengambilan sampel yang tepat di gunakan adalah stratified sampling. Hal ini di lakukan dengan cara mengidentifikasi karakteristik umum dari anggota populasi kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakteristik unit-unit tersebut (Notoatmodjo, 2010 )
38
C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI . 2. Waktu Penelitian dilaksanakan pada tanggal 15 – 21 Februari tahun 2014. D. Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data a. Data primer Data primer adalah data yang diambil dengan cara membagikan kuesioner kepada seluruh ibu yang mempunyai bayi 1 tahun di Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013-2014. b. Data sekunder Data sekunder berupa data penelitian dan data yang didapatkan dari Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. E. Instrumen Penelitian Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Yang terdiri dari, variabel kelengkapan imunisasi bayi 1 tahun berjumlah 15 pertanyaan dengan katagori pengukuran pengetahuan di bagi dalam tiga bagian yaitu Baik jika (76%-100%), Cukup jika (56%-75%) dan Kurang jika
39
(<56%). Untuk variabel pendidikan berjumlah 1 pertanyaan dengan alternative Tinggi (D III/ S 1/ S2), Menengah ( SLTA/Sederajat/ D-I) dan Rendah (SD/ SLTP). Untuk variabel informasi berjumlah 5 pertanyaan dengan alternative “Pernah” dan “Tidak pernah”. Untuk variabel dukungan keluarga berjumlah 5 pertanyaan dengan alternative “mendukung” dan “tidak mendukung”. Untuk variabel pengalaman berjumlah 5 pertanyaan dengan alternative “ada” dan “tidak” jadi keseluruhan kuesioner berisikan 31 pertanyaan.
F. Tehnik pengolahan Data Pengolahan data meliputi
tahap yaitu penyuntingan (editing),
pengkodean (coding), entry data dan Cleaning (Pembersihan) Notoatmodjo (2010) : 1.
Editing Editing adalah tahap memeriksa seluruh daftar pertanyaan antara lain kesesuaian jawaban, kelengkapan, pengisian serta ketetapan jawaban yang diisi dan dikembalikan oleh responden.
2. Coding Coding adalah kegiatan memproses data memberikan skor pada kolom sebelah kanan daftar pertanyaan sesuai jawaban yang diberikan responden.
40
3. Entry data Data yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk ”kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau ”software” komputer. Software komputer ini bermacam-macam, masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk ”entri data” penelitian adalah paket program SPSS for window. 4. Cleaning (Pembersihan) Merupakan kegiatan mengecek ulang data yang sudah di entri, apakah ada kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian lakukan pembetulan.
G. Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional N o
Variabel
Dependen Pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun
Independen
Defenisi Opersional Bayi yang telah mendapatkan imunisasi dengan lengkap
Cara Ukur Wawancara dibantukan kuesioner Baik:(76%100% ) Cukup: ( 56%-75% ) Kurang (<56 %)
Alat Ukur Kuesioner
Hasil Ukur Baik Cukup Kurang
Skala Ukur Ordinal
41
1
Pendidikan
Jenjang - Wawancara Kuesioner pendidikan D -III/ SI/S2 formal yang SLTA/sederajat/ pernah D-I diselesaikan ibu, SD / SLTP dan ddibuktikan dengan ijazah
2
Informasi
Hal- hal yang dimiliki/ diketahui ibu yang berhubungan dengan imunisasi
3
Dukungan keluarga
Motivasi yang Wawancara berikan oleh dibantukan keluarga terdekat kuesioner Yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan kriteria Mendukung jika x≥ (7,5) Tidak mendukung jika x< (7,5)
Pengalaman
Peristiwa yang benar-benar dialami/dilihat oleh responden
4
Wawancara Kuesioner dibantukan kuesioner Yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan kriteria pernah jika x≥ (7,5) Tidak pernah jika x< (7,5)
Wawancara dibantukan kuesioner Yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan kriteria Ada jika x≥ (7,5) Tidak ada jika x< (7,5)
Kuesioner
kuesioner
Tinggi Menengah Rendah
Ordinal
Pernah Tidak pernah
Ordinal
Mendukung Tidak mendukung
Ordinal
Ada Tidak
Ordinal
42
H. Analisis Data Teknik Analisa Data yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah analisis univariat yang digunakan untuk mengetahui distribusi dan persentasi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2005). 1.
Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel yang diteliti. Selanjutnya data yang telah diolah dari kuesioner dimasukkan kedalam tabel distribusi frekuensi, kemudian di persentase ke tiap-tiap kategori dengan menggunakan rumus sudijono (2005) sebagai berikut: P=
f x100% n
Keterangan : P = persentase f = rekuwensi yang diamati n = jumlah sampel 2. Analisa Bivariat Analisis
ini
digunakan
untuk
menguji
hipotesis
dengan
menentukan hubungan antar variabel independen dan dependen melalui uji Chi-Squaer Tes (
), untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan
statistik antara 2 variabel digunakan batas kemaknaan 0,05% (95%) (p < 0,05), karena pada umumnya penelitian-penelitian dibidang pendidikan menggunakan taraf signifikan 0,05 (Arikunto, 2006).
43
Rumus : x2 =
∑[(
)]
Keterangan : x2 = Chi-Squaer test O = Frekuensi observasi E = Frekuensi harapan Sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna secara statistik,menggunakan program SPSS for windows l6.00.melalui perhitungan Khi Kuadrat (Chi- square) tes selanjutnya di tarik kesimpulan dengan ketentuan bila nilai p lebih kecil dari alpha (p < 0,05) maka Ho di tolak dan Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen ,dan jika P lebih besar dari alpha (P > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara variabel dependen dengan variabel independen. Aturan yang berlaku untuk uji khi kuadrat (chi-square), untuk program komputerisasi seperti SPSS adalah sebagai berikut: 1.
Bila pada tabel contingency 2x2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah Fisher ExactTest.
2.
Bila pada tabel contingency 2x2 tidak dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil yang digunakan adalah continuity Correction.
44
3.
Bila tabel contingency yang lebih dari 2x2 misalnya 3x2,3x3, dan lain-lain, maka hasil yang digunakan adalah pearson Chi-Square.
4.
Bila tabel contingency 3x2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (e) kurang dari 5 maka akan dilakukan meger sehingga menjadi tabel contingency 2x2.
45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian UPTD puskesmas peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Menempati area seluas 4396 km2, dengan jumlah penduduk 20.241 jiwa, yang Kepala Keluarga berjumlah 4940. Statusnya merupakan puskesmas perawatan di wilayah kerja mencakup 43 gampong, selain puskesmas peureumeu ( Puskesmas induk) juga memiliki 8 puskesmas pembantu, 5 polindes, 2 pos kesdes dan 4 posyandu plus. Secara geografis, wilayah kerja UPTD Puskesmas Peureumeu adalah wilayah daratan yang terletak di antara wilayah kerja puskesmas-puskesmas lain, dengan batasan sebagai berikut ; 1.
Bagian Utara berbatasan dengan wilayah kerja UPTD Puskesmas Pante Ceureumen dan Meutulang.
2.
Bagian Selatan berbatasan dengan Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Meureubo dan Johan Pahlawan.
3.
Bagian Timur berbatasan dengan Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Pante Ceureumen dan Kabupaten Nagan Raya.
4.
Bagian barat berbatasan dengan Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Sama Tiga dan Kuta Padang Layung.
46
B. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 15 sampai dengan 21 Februari 2014. Dari data yang dikumpulkan terdapat 82 responden yang dijadikan sampel dari seluruh populasi ibu yang memiliki bayi yang berumur 1 tahun pada tahun 2013 di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI sebanyak 434 orang. Data dikumpulkan melalui kuesioner, data dari hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut : 1.
Analisa univariat Dari hasil penelitian yang dilakukan maka hasil penelitian dapat disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: a. Pengetahuan Tabel 4.1 Distribusi Konsep Berdasarkan Pengetahuan Pada Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat No
Pengetahuan
f
%
1
Baik
21
25,61
2
Cukup
20
24,39
3
Kurang
41
50,00
82
100
Jumlah
Sumber data primer (di olah tahun 2014) Berdasarkan tabel 4.1 dari 82 responden dengan pengetahuan kurang sebanyak 41 orang (50,00%), dan yang baik 21 orang (25,61%).
47
b. Pendidikan Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendidikan Pada Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat No 1 2 3
Pendidikan f Tinggi 17 Menengah 29 Dasar 36 Jumlah 82 Sumber data primer (di olah tahun 2014)
% 20,73 35,37 43,90 100
Berdasarkan tabel 4.2 dari 82 responden dengan pendidikan dasar sebanyak 36 orang (43,90%), dan yang tinggi hanya 17 orang (20,73%). c. Informasi Tabel 4.3 Distribusi frekuensi berdasarkan Informasi Pada Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat No 1 2
Informasi
f Ada 38 Tidak 44 Jumlah 82 Sumber data primer (di olah tahun 2014)
% 46,34 53,66 100
Berdasarkan tabel 4.3 dari 82 responden yang tidak ada informasi sebanyak 44 orang (53,66%).
48
d. Dukungan keluarga Tabel 4.4 Distribusi frekuensi berdasarkan Dukungan Keluarga Pada Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat No 1 2
Dukungan Keluarga f Mendukung 16 Tidak mendukung 66 Jumlah 82 Sumber data primer (di olah tahun 2014)
% 19,51 80,49 100
Berdasarkan tabel 4.4 dari 82 responden dapat dilihat sebagian besar ibu tidak mendapatkan dukungan dari keluarga sebanyak 66 orang (80,49%). e. Pengalaman Tabel 4.5 Distribusi frekuensi berdasarkan Pengalaman Pada Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat No 1 2
Pengalaman f Ada 28 Tidak ada 54 Jumlah 82 Sumber data primer (di olah tahun 2014)
% 34,15 65,85 100
Berdasarkan tabel 4.5 diatas maka dapat dilihat bahwa dari 82 responden sebagian besar ibu tidak mempunyai pengalaman sebanyak 54 orang (65,85%).
49
2.
Analisa bivariat a. Pengaruh
pendidikan
terhadap
pengetahuan
ibu
tentang
kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Tabel 4.6 Pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Pengetahuan Ibu Tentang N Pendidikan Kelengkapan Imunisasi pada Bayi 1 o tahun Baik Cukup Kurang f % f % f % 1 Tinggi 9 52,9 5 29,4 3 17,6 2 Menengah 3 10,3 6 20,7 2 69,0 3 Rendah 9 25,0 9 25,0 18 50,0 Jumlah 21 25,6 20 24,4 23 50 Signifikasi : p > 0,05
Jumlah
f 17 29 36 82
% 100 100 100 100
Uji statistik p-value 0,009
Berdasarkan tabel 4.6 diatas,dari 17 responden yang pendidikan tinggi terdapat 9 responden (52,9%) yang memiliki pengetahuan yang baik tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya, dari 29 responden yang pendidikan menengah terdapat 6 responden (20,7%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya, dan dari 36 responden yang pendidikan rendah terdapat sebanyak 18 responden (50,00%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,009 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi
50
pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. b. Pengaruh informasi terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Tabel 4.7 Pengaruh informasi terhadap pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi pada Bayi 1 N Informasi tahun o Baik Cukup Kurang f % f % f % 1 Ada 8 21,1 4 10,5 26 68,4 2 Tidak 13 29,5 16 36,4 15 34,1 Jumlah 21 25,6 20 24,4 41 50 Signifikasi : p > 0,05
Jumlah f 38 44 82
% 100 100 100
Uji statistik p-value 0,004
Berdasarkan tabel 4.7 diatas, diketahui dari 38 responden yang ada informasi sebanyak 26 responden (68,4%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya,dan dari 44 responden yang tidak ada informasi hanya 16 responden (36,4%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,004 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh informasi terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi
51
pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. c. Pengaruh dukungan keluarga terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun Tabel 4.8 Pengaruh dukungan keluarga terhadap pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat
No
Dukungan Keluarga
Pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi pada Bayi 1 tahun Baik Cukup Kurang f % f % f % 8 50,0 2 12,5 6 37,5
1
Mendukung
2
Tdak mendukung 13
Jumlah
21
Jumlah
Uji statistik
f 16
% 100
p-value 0,041
19,7
18
27,3
35
53,0
66
100
25,6
20
24,4
41
50
82
100
Signifikasi : p > 0,05 Berdasarkan tabel 4.8 diatas, diketahui dari 16 responden yang mendapat dukungan keluarga hanya 8 responden (50,0%) yang memiliki pengetahuan baik tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya,dan dari 66 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga sebanyak 35 responden (53,0%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingka kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,041 yang berarti lebih kecil dari ∝value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh dukungan keluarga
52
terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat d. Pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun Tabel 4.9 Pengaruh pengalaman terhadap pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi 1 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat No
Pengetahuan Ibu Tentang Kelengkapan Imunisasi pada Bayi 1 tahun
Pengalaman Baik f 1 Ada 11 2 Tidak 10 Jumlah 21 Signifikasi: p > 0,05
% 39,3 18,5 25,6
Cukup
Kurang
f 9 11 20
f 8 33 41
% 32,1 20,4 24,4
% 28,6 61,1 50,0
Jumlah f 28 54 82
Uji statistik p-value
% 100 100 0,018 100
Berdasarkan tabel 4.9 diatas, diketahui dari 28 responden yang ada pengalaman hanya 11 responden (39,3%) yang memiliki pengetahuan baik tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya,dan dari 54 responden yang tidak ada pengalaman sebanyak 33 responden (61,1%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,018 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh pengalaman ;terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat.
53
C. Pembahasan 1.
Pengaruh
pendidikan
terhadap
pengetahuan
ibu
tentang
kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa pendidikan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.6 diatas,dari 17 responden yang pendidikan tinggi terdapat 9 responden (52,9%) yang memiliki pengetahuan yang baik tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya, dari 29 responden yang pendidikan menengah terdapat 6 responden (20,7%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya, dan dari 36 responden yang pendidikan dasar terdapat sebanyak 18 responden (50,00%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chisquare dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,009 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun diwilayah kerja puskesmas peureumeu kecamatan kaway XVI kabupaten aceh barat. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Yanti (2010) Di Puskesmas Besuki Tanggulturus, Bandung, mengatakan bahwa ada
54
pengaruh antara pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapa imunisasi pada bayi 1 tahun. Pendidikan terjadi melalui kegiatan atau proses belajar yang dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Kegiatan belajar mempunyai ciri-ciri : belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar, baik aktual maupun potensial. Ciri kedua dari hasil belajar bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama. Ciri yang ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi karena usaha, dan didasari bukan karena kebetulan (Notoadmodjo, 2007). Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa pengaruh ibu dalam memberikan imunisasi pada bayinya itu sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang, karena semakin tinggi pendidikan semakin baik terhadap pemahaman tentang kelengkapan imunisasi. dalam penelitian ini dari 82 responden terdapat 36 responden yang berpendidikan rendah sehingga pemahaman terhadap imunisasi pada bayi yang berdampak terhadap potensi penyakit-penyakit tertentu. misalnya penyakit TBC, campak, polio, hepatitis B, difteri, pertusis dan tetanus . 2.
Pengaruh informasi terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun.
55
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa informasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.7 diatas, diketahui dari 38 responden yang ada informasi sebanyak 26 responden (68,4%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya,dan dari 44 responden yang tidak ada informasi hanya 16 responden (36,4%) yang memiliki pengetahuan cukup tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chisquare dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,004 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh informasi terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun diwilayah kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putri dan Matondang (2012) di Puskesmas Majoagung Kabupaten Jombang, Jawa Timur, yang menyatakan adanya pengaruh bermakna antara informasi dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Menurut
Notoatmodjo
(dalam
Asmawati,
2011),
sumber
informasi adalah segala sesuatu yang menjadi perantara dalam
56
menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan kemampuan, serta menambah pengetahuan. Sumber informasi dapat di peroleh dari media cetak (surat kabar, majalah, buku), media elektronik (TV, radio, internet) dan melalui tenaga kesehatan seperti pelatihan dan penyuluhan yang diadakan oleh (dokter, bidan, dan perawat). Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa informasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun . Pada penelitian ini ditemukan masalah yaitu terdapat 26 responden yang mendapatkan informasi akan tetapi pengetahuan tentang kelengkapan imunisasi pada bayi masih dirasakan sangat kurang, disebabkan karena pada saat ibu mendapatkan informasi tentang imunisasi namun pemahaman ibu tetang imunisasi sangat kurang sehingga informasi yang diperoleh ibu-ibu belum mendukung untuk melakukan imunisasi secara lengkap pada bayi. 3.
Pengaruh dukungan keluarga terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.8 diatas, diketahui dari 16 responden yang mendapat dukungan keluarga hanya 8 responden (50,0%) yang memiliki pengetahuan baik tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya,dan dari 66 responden yang tidak mendapat dukungan keluarga sebanyak 35
57
responden (53,0%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya. Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chisquare dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,041 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa
ada
pengaruh
dukungan
keluarga
terhadap
pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun diwilayah kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Anni Kartika Putri (2012) di Puskesmas Jatilawang Desa Tanjung, Jawa Tengah, yang menyatakan adanya pengaruh bermakna antara dukungan keluarga dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Teori lingkungan kebudayaan dimana orang belajar banyak dari lingkungan
kebudayaan
sekitarnya.
Pengaruh
keluarga
terhadap
pembentukan sikap sangat besar karena keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anggota keluarga yang lain. Jika sikap keluarga terhadap
imunisasi
kurang
begitu
respon
dan
bersikap
tidak
menghiraukan atau bahkan pelaksanaan kegiatan imunisasi. Maka pelaksanaan imunisasi tidak akan dilakukan oleh ibu bayi karena tidak ada dukungan oleh keluarga (Suparyanto, 2011).
58
Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun . Pada penelitian ini ditemukan masalah yaitu terdapat 35 responden yang tidak mendapatkan dukungan keluarga dan
pengetahuan tentang kelengkapan imunisasi
pada bayi sangat kurang. Sebaiknya keluarga memberikan motivasi atau dorongan kepada ibu dan keluarga memberikan pemahaman terhadap pentingnya memberikan imunisasi kepada bayinya. Keluarga juga bisa membantu ibu untuk melakukan imunisasi jika ibu berhalangan segera datang ke posyandu atau ke puskesmas dan membawakan bayinya untuk melakukan imunisasi, sehingga bayinya akan mendapatkan imunisasi yang lengkap. 4.
Pengaruh
pengalaman
terhadap
pengetahuan
ibu
tentang
kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa pengalaman
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Hal ini dapat dilihat dari tabel 4.9 diatas, diketahui dari 28 responden yang ada pengalaman
hanya 11 responden (39,3%)
yang
memiliki
pengetahuan baik tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya,dan dari 54 responden yang tidak ada pengalaman
sebanyak 33 responden
(61,1%) yang memiliki pengetahuan kurang tentang kelengkapan imunisasi pada bayinya.
59
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chisquare dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,018 yang berarti lebih kecil dari ∝-value (0,05). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh pengalaman; terhadap pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun diwilayah kerja Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Putri Kusnita
(2012) di Puskesmas Kemrajen, Desa
Wijahan, Jawa Tengah, yang menyatakan adanya pengaruh bermakna antara pengalaman dengan
pengetahuan ibu tentang kelengkapan
imunisasi pada bayi 1 tahun. Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (KBBI, 2005). Berdasarkan uraian diatas peneliti berasumsi bahwa pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Pada penelitian ini ditemukan masalah yaitu 8 responden yang memiliki pengalaman namun pengetahuan tentang kelengkapan iminisasi sangat kurang , hal ini terjadi karena pada saat mengulang kembali pengalaman lalu ibu tidak dapat memecahkan masalah tersebut, misalnya pada saat anaknya di imunisasi
60
DPT dan anaknya demam seperti yang lalu tetapi ibu masih tetap merasakan kecemasan dalam menghadapinya dan timbul rasa untuk tidak memberikan imunisasi lagi kepada anaknya.
61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan data dan hasil penelitian pada BAB sebelumnya, peneliti membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Ada pengaruh pendidikan dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, ditandai dengan nilai p-value (0,009) < ∝-value (0,05).
2.
Ada pengaruh informasi dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, ditandai dengan nilai p-value (0,004) < ∝-value (0,05).
3.
Ada pengaruh dukungan keluarga dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, ditandai dengan nilai p-value (0,041) < ∝-value (0,05).
4.
Ada pengaruh pengalaman dengan pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 Tahun di puskesmas Peureumeu Kecamatan kaway XVI Kabupaten Aceh Barat Tahun 2014, ditandai dengan nilai p-value (0,018) < ∝-value (0,05).
62
B. Saran 1. Bagi Peneliti Agar peneliti mendapat ilmu yang lebih banyak lagi tentang kelengkapan imunisasi dan bisa memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang lain. Peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian tentang kelengkapan imunisasi dengan variabel yang belum peneliti lakukan. 2. Bagi lokasi penelitian Agar dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk pihak UPTD Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI tentang imunisasi sehingga smua staf dapat member ilmu pengetahuan yang lebih tentang imunisasi terhadap mahasiswi yang praktik di Puskesmas. Dan untuk memberikan penyuluhan tentang imunisasi kepada masyarakat yang lain. 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai sarana sumber bacaan di perpustakaan terutama mengenai pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun. Dan ada memberika perkuliahan tambahan tentang imunisasi yang diberikan oleh petugas imunisasi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Anni Kartika Putri. 2012. Pengaruh pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Puskesmas Jatilawang Desa Tanjung. Skripsi Kedokteran. Jawa Tengah A. Samik Wahab (2006), Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis. Fitramaya : Yogyakarta. Aziz Alimul (2009). Jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan. Fitramaya : Yogyakarta. DepKes. 2005. Undang-Undang kesehatan Nomor 23 tahun 1992 Paradigma Sehat. Jakarta .Rineka Cipta. Dinkes. 2013. Profil melaporkan bahwa sasaran imunisasi 3906 bayi. Aceh Barat. Depkes (2005), Polio, Tetanus Maternal Dan Neonatal Serta Campak. Fitramaya : Yogyakarta. Effa Yuliastry ,Mardi Elfian (2009), Angka kejadian hepatitis B pada anak balita. Jakarta. Salemba Medika. Fitriani. 2011. Menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Jakarta. Informedika. https://www.google.com/search?q=pengetahuan+kelengkapan+imunisasi&i e=utf 8
64
&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:en-US:official&client=firefoxKompas. 2006. Pertumbuhan Penduduk akan terus turun. Indonesia. http://id.she.yahoo.com/14-jenis-imunisasi-wajib-untuk-anak031921172.html http://www.imunisasi.net/Imunisasi%20Dasar%20pada%20Bayi.html Maulana. 2009. Imunisasi itu sangat penting bagi tumbuh kembang. Jakarta. Informedika Mila. 2006. Pengetahuan ibu tentang imunisasi mempengaruhi kelengkapan imunisasi yang di terima anak. Fitramaya : Yogyakarta. Mubarak. 2011. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. Fitramaya : Yogyakarta. Notoatmodjo (2005), Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Jakarta. Rineka Cipta Putri Kusnita. 2012. Pengaruh pengetahuan ibu tentang kelengkapan imunisasi pada bayi 1 tahun di Puskesmas Kemrajen Desa Wijahan. Skripsi FKM. Jawa Timur Ranuh (2008), Manfaat Imunisasi. Indonesia. Salemba Medika. Ranuh. 2011. Imunisasi Untuk Mencegah Penyakit Berbahaya. Indonesia. Salemba Medika. Rikesdes. 2007. Pneumoni Merupakan Penyebab Kematian. Indonesia
65
Roitt. 2006. Imunisasi adalah Suatu Cara Untuk Meningkatkan. Jakarta. Supartini. 2004. Kekebalan Imunisasi. Jakarta. Rineka Cipta. Supartini. 2004. Pencegahan Penyakit Merupakan Upaya Terpenting Dalam Pemeliharaan Kesehatan Anak. Jakarta. Rineka Cipta. Suyitno, dkk (2011), Tujuan Imunisasi dan Tujuan Program Imunisasi. Jakarta. Salemba Medika. WHO. 2010. Global Immunization Data. Jakarta.