BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker menjadi salah satu masalah kesehatan banyak negara di dunia dan termasuk penyakit yang menjadi perhatian serius pada bidang kedokteran. Kanker menjadi penyakit yang dianggap serius oleh masyarakat, sebab insiden dan angka kematiannya terus bertambah setiap tahunnya (Apriany, 2010). Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa melainkan juga anak-anak. Menurut Hockenberry dan Wilson (2007), empat jenis kanker yang sering terjadi pada anak meliputi leukemia, limfoma, tumor sistem saraf pusat dan tumor padat. Leukemia menjadi kanker yang paling sering terjadi pada anak. Leukemia ada dua jenis yakni Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) dan Leukemia Mieloblastik Akut (LMA). Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) 5 kali lebih sering ditemukan dibandingkan Leukemia Mieloblastik Akut (LMA) (Beltson, et al , 2007 dalam Chandrayani, 2009). Menurut WHO (2010) leukemia terjadi hampir di seluruh dunia. Registrasi kanker mencatat sekitar 250.000 kasus baru per tahun. Berdasarkan data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2006 di Indonesia, kasus leukemia (5.93%) berada pada peringkat kelima setelah kanker payudara, kanker leher rahim, kanker hati dan saluran empedu intrahepatik, limfoma nonhodgkin dari seluruh pasien kanker rawat inap rumah sakit di Indonesia. Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus kanker baru 1
2
di seluruh Indonesia. Berdasarkan data rekam medis RSUP Sanglah jumlah penderita kanker tahun 2012 sebanyak 176 pasien, dimana 23,7% diantaranya adalah leukemia yang menduduki insiden tertinggi (Rekam Medis RSUP Sanglah, 2013). Berdasarkan data tersebut menyatakan bahwa kejadian Leukemia sangat tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Penatalaksanaan kanker antara lain pembedahan, radioterapi, terapi biologis dan kemoterapi. Kemoterapi yakni salah satu pengobatan dengan membunuh sel kanker yang telah terlepas dari sel kanker induk atau yang bermetastase melalui aliran darah dan saluran limfatik ke bagian tubuh lainnya (Smeltzer, et al., 2008 dalam Apriany, 2010). Kemoterapi efektif untuk menangani kanker yang tidak dapat diatasi secara tuntas dengan pembedahan maupun radiasi, termasuk leukemia (Bowden, et al., 1998 dalam Apriany, 2010). Kemoterapi berfungsi untuk membunuh sel kanker, namun memberikan efek samping yang tidak nyaman (Apriany, 2010). Bagi penderita kanker merasa sulit untuk memutuskan menjalani kemoterapi karena menimbulkan efek samping yang tidak nyaman. Efek samping yang ditimbulkan meliputi mukositis, alopesia, infertilitas, trombositopenia, dan mual muntah. Gangguan mual dan muntah menjadi efek samping frekuensi terbesar (Yusuf, 2007). King 1997, dalam McDonald, 2001 menyebutkan bahwa lebih dari 60% pasien yang dikemoterapi mengeluh adanya keluhan mual dan muntah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUP Sanglah 75% pasien yang dikemoterapi mengeluh merasa mual muntah. Keluhan mual dan muntah setelah kemoterapi digolongkan menjadi 3 tipe yaitu akut, lambat (Delayed) dan terantisipasi
3
(Anticipatory). Mual muntah yang sering terjadi yakni saat 24–120 jam setelah kemoterapi atau disebut mual muntah lambat. Berdasarkan data studi pendahuluan 60% pasien menyatakan merasa mual muntah setelah 24 jam kemoterapi. Hal ini disebabkan karena efek langsung terhadap jalur gastrointestinal dan menstimulasi pusat muntah oleh Chemoreceptor Trigger Zone sebagai efek samping dari obat-obat yang digunakan pada kemoterapi (Desen, 2008 dalam Apriany, 2010). Mual muntah yang dialami anak akibat kemoterapi akan menimbulkan penurunan nafsu makan sehingga menurunkan intake nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Selain itu, pada anak yang menjalani kemoterapi akan terjadi hipermetabolisme tubuh untuk membunuh sel-sel kanker. Kurangnya asupan nutrisi ditambah dengan terjadinya hipermetabolisme tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi. Pada proses tumbuh kembang anak tentunya memerlukan intake nutrisi yang optimal untuk menunjang proses tumbuh kembangnya baik secara fisik maupun psikologisnya. Jika asupan nutrisi yang kurang maka proses tumbuh kembang anak juga akan terganggu seperti anak akan tampak lemas, lesu, mudah terserang penyakit, serta penurunan sistem imun tubuh. Oleh sebab itu mual muntah ini perlu ditangani dengan baik untuk mengoptimalkan asupan nutrisi yang dibutuhkan anak. Penanganan mual muntah dapat dilakukan secara farmakologis maupun non farmakologis. Secara farmakologi menggunakan antiemetik, yakni antagonis 5Hydroxytryptamine-3 (5HT3) dan Serotonin Reseptor Antagonis (SRA) (Rukayah, 2013). Pada anak yang menjalani kemoterapi, jenis Serotonin Reseptor Antagonis (SRA) yang umum digunakan adalah Ondansetron. Namun, antiemetik yang
4
direkomendasikan seperti antagonis 5HT3 dan NK1 merupakan obat yang tergolong mahal (Molassiotis et al., 2007 dalam Apriany, 2010). Disisi lain, kondisi anak yang menderita kanker akan memiliki daya tahan tubuh yang tidak stabil ditambah lagi dengan penggunaan obat antiemetik yang menghasilkan sisa pembuangan obat yang akan menumpuk dalam tubuh serta menimbulkan efek samping. Berdasarkan studi pendahuluan antiemetik yang sering digunakan di RSUP Sanglah adalah Ondansentron. Pemakaian ondansetron juga mengakibatkan efek samping bagi tubuh yakni pusing, sakit kepala, dan konstipasi. Konstipasi dalam waktu lama akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi di usus. Selain itu, dalam jangka waktu yang lama anak akan mengalami kejenuhan untuk minum obat. Untuk mengatasi masalah tersebut keberadaan terapi non farmakologi dapat digunakan sebagai terapi penunjang untuk mengatasi masalah mual muntah. Terapi non farmakologi yang dapat digunakan meliputi relaksasi, guided imagery, distraksi, hypnosis, musik terapi, akupunture, aromaterapi dan akupresure (Lee et al, 2008, dalam Apriany, 2010). Menurut Apriany (2010) menyatakan bahwa terapi musik dapat mengurangi mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah. Laila Mithakul Zanah menyatakan terapi musik dapat mengurangi mual muntah pada pasien post kemoterapi karena kanker di Unit Sitostatistika di Rumah Sakit Tolongrejo Semarang. Namun, efek stimulasi musik belum dapat dijelaskan secara langsungnya terhadap organ yang mempengaruhi mual muntah. Untuk itu terapi komplementer yang lain yang dapat digunakan yaitu terapi akupresur.
5
Terapi akupresur menjadi salah satu terapi non farmakologis berupa terapi pijat pada titik meridian tertentu yang berhubungan dengan organ dalam tubuh untuk mengatasi mual muntah. Terapi ini tidak memasukkan obat–obatan ataupun prosedur invasif melainkan dengan mengaktifkan sel–sel yang ada dalam tubuh, sehingga terapi ini tidak memberikan efek samping seperti obat dan tidak memerlukan biaya mahal. Pada prinsipnya terapi akupresur sama dengan memijat sehingga tidak memerlukan keterampilan khusus beda halnya dengan akupuntur yang memerlukan pelatihan. Terapi akupressur untuk mual muntah dilakukan dengan menekan secara manual pada P6 (Neiguan) pada daerah pergelangan tangan (Fengge, 2012). Titik P6 yakni titik yang terletak dijalur meridian selaput jantung, memiliki dua cabang yakni ke selaput jantung dan jantung, kemudian terus ke bawah menembus diafragma dan melintasi lambung (Fengge, 2012). Selanjutnya stimulasi pada titik tersebut mampu meningkatkan pelepasan beta-endorphin di hipofise dan Adeno Cortico Tropic Hormone (ACTH) sepanjang chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang menghambat pusat muntah (Tarcin dkk, 1992 dalam Purnama Anggi, 2010). Hal ini sejalan dengan penelitian yang berjudul “Pemberian Akupresur Titik P6 Terhadap Intensitas Mual Muntah pada Ibu Hamil” menyebutkan bahwa penggunaan akupresur titik P6 dapat menurunkan intensitas mual muntah yang dirasakan oleh ibu hamil (Runiari, 2012). Peran perawat dalam hal ini yakni mengaplikasikan ilmu sesuai asuhan keperawatan yang dilengkapi dengan terapi penunjang berupa terapi akupresur. Asuhan keperawatan mual muntah tentunya memerlukan tindakan kolaborasi seperti pemberian antiemetik. Namun sebagai perawat juga dapat mengaplikasikan tindakan
6
keperawatan mandiri seperti melaksanakan asuhan keperawatan yang di lengkapi terapi komplementer yakni Akupresur. Dalam hal ini pelaksanaan terapi akupresur sudah dinyatakan aman dan dapat dilakukan oleh perawat yang diatur dalam Permenkes No. 1109 tahun 2007. Penggunaan terapi akupresur cukup aman dilakukan pada anak dan diharapkan dapat menurunkan mual muntah lambat yang terjadi pada anak dengan kemoterapi. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh akupresur titik P6 terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di Ruang Pudak RSUP Sanglah 2014.
7
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai dengan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “ Apakah ada pengaruh akupresur titik P6 terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar Bali Tahun 2014?”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh akupresur titik P6 terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi pada anak usia sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar Bali Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi kondisi mual muntah lambat akibat kemoterapi sebelum diberikan akupresur titik P6 pada anak usia sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar Bali Tahun 2014.
b.
Mengidentifikasi kondisi mual muntah lambat akibat kemoterapi sesudah diberikan akupresur titik P6 pada anak usia sekolah dengan Leukemia
8
Limfoblastik Akut (LLA) di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar Bali Tahun 2014. c.
Menganalisa pengaruh akupresur titik P6 terhadap mual muntah lambat akibat kemoterapi sebelum diberikan intervensi dan sesudah diberikan intervensi pada anak usia sekolah dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) di Ruang Pudak RSUP Sanglah Denpasar Bali Tahun 2014.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis Sebagai tambahan informasi ilmiah dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan anak mengenai pengaruh pemberian akupresur titik P6 terhadap mual muntah setelah kemoterapi pada pasien dengan Leukemia.
1.4.2 Manfaat Praktis Sebagai masukan bagi perawat pediatrik agar mengaplikasikan terapi akupresur titik P6 sebagai salah satu metode alternatif untuk mengatasi mual muntah pada anak setelah kemoterapi.