BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jumlah balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius yaitu mendapat nutrisi yang baik (Dinkes, 2007). Perwakilan UNICEF di Indonesia Angela Keamey juga mempertegas dalam siaran pers yang diadakan di Jakarta, Selasa 24 Agustus 2010 mengatakan “Salah satu penyebab kurangnya nutrisi anak di Indonesia yang juga menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka adalah rendahnya jumlah ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayinya di enam bulan pertama" (Selasinet, 2010). Pemberian ASI secara eksklusif dapat mempercepat penurunan angka kematian bayi dan sekaligus meningkatkan status nutrisi balita yang pada akhirnya akan meningkatkan status nutrisi masyarakat menuju tercapainya kualitas sumber daya manusia yang memadai (Depkes, 1997). Pemenuhan kebutuhan gizi bayi usia 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi dengan ASI eksklusif (WHO, 2003). ASI adalah makanan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah untuk dicerna serta memiliki kandungan yang dapat membantu penyerapan nutrisi. Pada bulan-bulan awal setelah lahir, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI eksklusif membantu melindungi bayi dari diare, Sudden Infant Death Syndrome (SIDS) - syndrome kematian tiba-tiba pada bayi, infeksi telinga dan penyakit infeksi lain yang biasa terjadi. Pemberian ASI pada periode 0-6 bulan sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh kembang yang sehat. Pemberian makanan selain ASI pada umur 0-6 bulan dapat membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna makanan selain ASI (Depkes, 2003).
1
Pusat perkembangan untuk tumbuh kembang anak terdapat di otak. Otak balita lebih plastis daripada otak orang dewasa. Plastisitas otak pada balita mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, otak balita lebih terbuka untuk proses pembelajaran dan pengkayaan. Sedangkan sisi negatifnya, otak balita lebih peka terhadap lingkungan utamanya lingkungan yang tidak mendukung seperti asupan nutrisi yang tidak adekuat, kurang stimulasi, dan tidak mendapat pelayanan kesehatan yang memadai (Dinkes, 2007). Gangguan nutrisi pada masa bayi dapat menghambat pertumbuhan otak, yang tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan bayi. Riset medis membuktikan bahwa bayi dapat tumbuh lebih sehat dan cerdas bila diberi ASI secara eksklusif pada 4-6 bulan pertama kehidupannya (A.I Novaria & P.B. Triton, 2008). Penelitian oleh Catharina Svanborg Profesor imunologi klinis di Universitas Lund Swedia juga menyebutkan, bayi yang diberi ASI mengalami jauh lebih sedikit gangguan pendengaran dibandingkan bayi yang diberi susu formula. Masa pertumbuhan terdapat periode lompatan pertumbuhan otak atau pertumbuhan otak cepat (Brain Growth Spurt), periode ini dapat dimulai sejak terjadi konsepsi sampai bayi berusia setahun. Pada usia ini, neuron sudah terbentuk secara lengkap hingga 70-85% dari neuron yang ada. Neuron pada periode ini sangat peka dan sangat dipengaruhi oleh situasi lingkungan (A.I Novaria & P.B. Triton, 2008). Keadaan nutrisi menyumbangkan peran terbesar dari berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan fisik, faali dan kimia otak. Nutrisi memberikan energi, protein dan zat lainnya dalam makanan yang diperlukan dalam proses metabolisme di dalam otak. Nutrisi penting yang diperlukan untuk perkembangan otak yang sehat antara lain protein dan asam amino, Decosahexaenoic acid (DHA), gangliosida, kolina, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Keseluruhan zat nutrisi tersebut terdapat dalam ASI (Soedjatmiko et al, 2008). Beberapa bukti lapangan menyebutkan bahwa gangguan kesehatan akibat kekurangan asupan nutrisi dalam hal ini termasuk ASI akan berpengaruh terhadap perkembangan. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa dengan pemberian ASI eksklusif, bayi akan berkembang dengan baik pada usia 6
bulan pertama bahkan pada usia lebih dari 6 bulan (Anonymous, 2007). Penelitian serupa juga diperoleh bahwa fungsi mata bayi berkembang lebih baik pada bayi-bayi prematur yang diberi ASI dan memperlihatkan kecakapan yang lebih baik dalam tes kecerdasan. Penelitian lain yang dilakukan di Honduras juga menyebutkan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan akan merangkak lebih cepat dan cenderung untuk dapat berjalan pada usia 12 bulan dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif selama 4 bulan (Gibney,dkk, 2009). Hal ini membuktikan bahwa pemberian ASI ekslusif memiliki banyak keuntungan dan kelebihan. Pemberian ASI eksklusif di Indonesia di dukung oleh pemerintah dengan menghimbau masyarakat untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan yang dinyatakan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 450/MENKES/SK/VI/2004 tahun 2004 (Tasya, 2008). Walaupun pemerintah telah menghimbau mulai tahun 1990 dalam gerakan nasional Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI) untuk memberikan ASI eksklusif, namun pemberian ASI sebagai makanan terbaik bayi, ternyata belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan terjadi pergeseran penggunaan susu formula pada sebagian kelompok masyarakat. Menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2007-2008 cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan di Indonesia menunjukkan penurunan dari 62,2 % pada 2007 menjadi 56,2 % pada 2008, sementara jumlah bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu formula meningkat dari 16,7 % pada 2002 menjadi 27,9 % pada 2003 (Beritasore.com, 2010). Sedangkan pemberian ASI Eksklusif di Kota Malang tahun 2010 hanya 51% , angka tersebut masih jauh dibandingkan dengan target pemberian ASI Eksklusif sebesar 80% dari jumlah ibu yang melahirkan anaknya (Data Dinas Kesehatan Kota Malang, 2010). Angka pemberian ASI dan meningkatnya pemberian susu formula menurut Gatra (2006) dan Tasya (2008) dikarenkan beberapa diantaranya adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan konseling laktasi dan dukungan dari
petugas kesehatan, persepsi-persepsi sosial budaya yang menentang pemberian ASI, kondisi yang kurang memadai bagi para ibu yang bekerja (cuti melahirkan yang teralu singkat, tidak adanya ruang di tempat kerja untuk menyusui atau memompa ASI) dan pemasaran agresif oleh perusahaanperusahaan susu formula yang tidak saja mempengaruhi para ibu, namun juga para petugas kesehatan. Bahaya yang sering terjadi pada pemberian susu formula adalah resiko kontaminasi, kegagalan dalam tumbuh kembang dan obesitas. Kegagalan tumbuh kembang terjadi karena kesalahan dalam mempersiapkan susu formula. Kesalahan penyediaan susu formula, dalam arti penyajian susu yang lebih encer dari pada semestinya, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang gizi atau memang disengaja dengan maksud penghematan akibat daya beli yang terbatas (Markum, 1999). Wilayah kerja Puskesmas Dinoyo tahun 2010, dilaporkon dari 887 bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif didapatkan 34,49% dengan angka keterlambatan KPSP sebesar 1,6% yang terjadi pada balita dengan bentuk paling banyak keterlambatan motorik dan bahasa, nilai ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan Puskesmas Kendalsari yang mencapai 20,39% pemberian ASI ekslusif dari 1.017 bayi dengan angka keterlambatan KPSP sebesar 0,9% dan puskesmas Mojolangu yang hanya mencapai 12,41% pemberian ASI ekslusif dari 685 bayi dengan angka keterlambatan KPSP sebsesar 0,4% (Data Dinas Kesehatan Kota Malang, 2010). Berdasarkan uraian, peneliti merasa tertarik untuk meneliti keterkaitan antara dua hal tersebut yaitu mengetahui perbedaan pengaruh pemberian ASI eksklusif dan ASI non eksklusif terhadap perkembangan bayi. Penelitian ini dilakukan pada bayi berusia 6-7 bulan, karena terjadi perubahan pemberian asupan nutrisi, yaitu periode pemberian MP-ASI. Peneliti memandang hal tersebut penting untuk diperhatikan lebih serius dengan harapan semua bayi mendapatkan ASI secara eksklusif selama 6 bulan, serta dilakukan upaya pembinaan tumbuh kembang salah satunya dengan melakukan deteksi dini. Hal ini dilakukan dengan harapan anak yang mengalami keterlambatan
dalam tumbuh kembangnya mendapatkan intervensi dini, sehingga kualitas sumber daya manusia bangsa ini akan menjadi lebih baik di masa mendatang.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut : “Apakah ada Perbedaan Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif dan Non Eksklusif Terhadap Perkembangan Bayi Usia 6-7 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang.?”
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui Perbedaan Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif dan Non Eksklusif Terhadap Perkembangan Bayi Usia 6-7 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui perkembangan bayi usia 6-7 bulan yang mendapat ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang. 2. Mengetahui perkembangan bayi usia 6-7 bulan yang mendapat ASI non ekslusif di wilayah kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang 3. Menganalisa perbedaan pengaruh pemberian ASI Eksklusif dan non eksklusif terhadap perkembangan bayi usia 6-7 bulan di wilayah Kerja Puskesmas Dinoyo Kota Malang.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis 1. Sebagai bahan referensi yang dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan pengaruh pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap perkembangan bayi usia 6-7 bulan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya keperawatan anak dan keperawatan maternitas. 3. Sebagai bahan pertimbangan yang relevan bagi peneliti lain di masa yang akan datang.
1.4.2 Manfaat Aplikatif 1. Bagi Pemerintah Sebagai sumber informasi tentang situasi perkembangan bayi untuk mengambil kebijakan yang mendukung perkembangan bayi secara optimal salah satunya dengan menggalakkan kembali penggunaan ASI eksklusif 6 bulan. 2. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi tentang adanya perbedaan pengaruh pemberian ASI eksklusif dan non eksklusif terhadap perkembangan bayi usia 6-7 bulan, sehingga dapat memacu diri untuk berusaha memberikan ASI ekslusif dan melakukan deteksi dini tumbuh kembang anak. 4. Bagi Petugas Kesehatan Sebagai salah satu petugas kesehatan perawat juga memiliki peran edukatif dan promotif, dalam hal ini dapat dijadikan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat yang memiliki bayi, dengan meningkatkan pembinaan tumbuh kembang,
sehingga dapat meningkatkan kesehatannya. Salah satunya dengan memberikan pengetahuan akan pentingnya ASI eksklusif terhadap perkembangan bayi. 5. Bagi Puskesmas Sebagai pusat pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, hendaknya dapat melakukan upaya pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif, berkualitas dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan anak.