BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan di sektor industri pariwisata menjadi perhatian serius pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kalimantan
Tengah
Nomor
2
Tahun
2013
tentang
Rancangan
Induk
Pembangunan Kepariwisataan Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013–2028. Wisata budaya menjadi salah satu produk utama selain wisata alam yang menjadikan destinasi ini dilirik oleh wisatawan khususnya dari mancanegara, dengan lonjakan angka kunjungan wisatawan yang signifikan dalam rentang waktu tahun 2008 hingga 2013. Dalam pasal 12 peraturan daerah tersebut, dipaparkan arah kebijakan pengembangan destinasi wisata yang berpedoman kepada prinsip keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen destinasi untuk menciptakan daya tarik wisata berkualitas dan berdaya saing serta upaya pengembangan konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya alam dan sumber daya budaya. Gubernur Kalimantan Tengah, Agustin Teras Narang, menyatakan bahwa telah terjadi pergeseran pola ekonomi masyarakat Kalimantan Tengah dari sektor primer menuju tersier. Masyarakat Kalimantan Tengah mulai mengandalkan sektor usaha dan jasa kepariwisataan serta ekonomi kreatif di bidang pengembangan sumberdaya budaya berupa kerajinan, kesenian, dan festival rakyat sebagai sumber penghasilan baru (Bisnis Indonesia, 20 Juni 2014). Di tahun 2008, Provinsi Kalimantan Tengah mendapatkan posisi terbaik III dalam Penghargaan Perdagangan, Pariwisata, dan Daerah dari Dewan Perwakilan
1
Daerah Republik Indonesia. Di tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Tengah mencapai 7,37%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,78%. Dari sisi APBD, di tahun 2005 Provinsi Kalimantan Tengah memiliki anggaran Rp. 596,07 miliar dan melonjak pesat 540% menjadi Rp. 3,21 triliun di tahun 2014, sedangkan pendapatan asli daerah tahun 2014 mencapai Rp. 1,24 triliun, naik 915% dari periode 2005 yang hanya Rp. 136 miliar. Berdasarkan statistik yang dipaparkan oleh Esthy Reko Astuti, Direktur Jenderal Pemasaran Pariwisata, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, angka kunjungan wisatawan mancanegara tahun 2013 di Pulau Kalimantan berjumlah 30.687 orang, meningkat 26,15% dibandingkan tahun 2008 yang berjumlah 24.326 orang. Dari angka tersebut, tren peningkatan jumlah kunjungan Provinsi Kalimantan Tengah mencatat tingkat kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang meningkat 4,59% di tahun 2013 sebanyak 46.198 orang dibandingkan tahun 2012 sebanyak 44.079 orang. Dari angka kunjungan tersebut, destinasi wisata alam dan wisata budaya merupakan daya tarik utama yang menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung ke Kalimantan Tengah (Kompas, 25 Agustus 2014). Paparan di atas memberikan ilustrasi singkat bahwa Provinsi Kalimantan Tengah dengan kekuatan sumber daya alam dan sumber daya budaya memiliki daya saing di industri pariwisata Indonesia. Daya saing ini muncul karena adanya kesadaran masyarakat Kalimantan Tengah bahwa sektor ekonomi tersier dengan produk utama biodiversitas alam dan kearifan budaya menjadi komoditas yang dapat ditawarkan kepada pasar di industri pariwisata global. Kearifan budaya, khususnya kebudayaan tidak berwujud sudah menjadi aspek yang melekat
2
dalam kehidupan sosial budaya masyarakat di Kalimantan Tengah. Berbagai macam bentuk perayaan, pesta rakyat, dan ritual adat, hingga saat ini masih dipraktikan oleh kelompok masyarakat di Kalimantan Tengah. Salah satu kelompok masyarakat tersebut adalah suku Dayak Ngaju, yang merupakan subsuku Dayak dengan jumlah populasi terbesar di Kalimantan Tengah. Dari sekian banyak kearifan budaya masyarakat Dayak Ngaju, ritual penguburan tradisional merupakan salah satu tradisi yang menjadi warisan budaya dan diregenerasi sejak masa lampau. Ritual penguburan tradisional tersebut mengadopsi bentuk tradisi dari religi yang mengakar dari masa prasejarah. Menurut Davies (2013: 80-85), dalam bukunya berjudul “Death, Burial and Rebirth in the Religions of Antiquity”, secara umum ritual penguburan peninggalan dari religi masa prasejarah dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu penguburan primer dan penguburan sekunder. Penguburan primer dilakukan dengan cara menguburkan jenazah ke dalam tanah secara langsung tanpa menggunkan wadah kubur ataupun secara tidak langsung dengan menggunakan wadah kubur seperti sarkofagus dan peti kubur. Penguburan sekunder merupakan penguburan kembali tulang-belulang ke dalam wadah kubur tertentu ataupun tanpa wadah kubur. Selain di Kalimantan Tengah, ada beberapa tradisi penguburan sekunder di Indonesia yang menonjol dan memiliki keunikan, di antaranya adalah Rambu Soló (tradisi penguburan sekunder masyarakat Toraja di Sulawesi Selatan), Ngaben Trunyan (tradisi penguburan masyarakat Desa Trunyan di Bali), dan Mangokal Holi (tradisi penguburan sekunder masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara). Berbagai jenis tradisi penguburan sekunder di atas merupakan warisan budaya yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kearifan masyarakat.
3
Ritual kematian dan sistem penguburan masa prasejarah sebagaimana diuraikan di atas masih dipraktikkan masyarakat Dayak Ngaju, yang memiliki konsep tentang adanya dimensi ‘kehidupan’ lain setelah kematian. Roh orang yang meninggal dianggap sampai di alam abadi yang disebut Lewu Tatau setelah diadakan ritual khusus yang dinamakan Pesta Tiwah. Pesta Tiwah bertujuan menghantarkan arwah leluhur menuju alam keabadian yang serba indah dan sempurna (Dyson, 1981: 66). Pesta Tiwah merupakan prosesi penguburan sekunder atau pengangkatan tulang-belulang orang yang sudah meninggal dan dimasukkan ke dalam wadah kubur baru yang disebut sandong. Pesta Tiwah adalah upacara yang sangat sakral dan penting dalam mengantar jiwa seseorang ke tingkat kehidupan selanjutnya. Masyarakat Dayak Ngaju percaya
apabila
mereka
belum
melakukan
prosesi
Pesta
Tiwah
bagi
keluarganya, arwah dari jenazah akan tetap berada di dunia dan tidak dapat menuju ke Lewu Tatau. Itu sebabnya bagi masyarakat Dayak Ngaju, mengadakan Pesta Tiwah wajib hukumnya, terutama apabila almarhum masih menganut religi Kaharingan. Bagi sanak keluarga yang masih hidup, penyelenggaraan Pesta Tiwah merupakan penghormatan terakhir bagi yang meninggal dunia. Sebelum almarhum di-Tiwah-kan, keluarga merasa masih memiliki hutang berupa beban moral kepada almarhum. Persiapan prosesi Tiwah dilakukan selama berbulanbulan, sedangkan pelaksanaannya berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Pesta Tiwah merupakan upacara besar, sehingga pelaksanaanya membutuhkan biaya yang sangat besar. Biaya tersebut digunakan untuk memenuhi persyaratan upacara sakral Tiwah, diantaranya menyediakan makanan, hewan kurban dan sesaji. Makanan dan daging hewan kurban berguna untuk menjamu para tamu
4
dan membuat sesaji bagi roh leluhur dan roh-roh halus. Biaya yang dikeluarkan untuk sekali Pesta Tiwah sangat fantastis, keluarga pelaksana Pesta Tiwah harus menyiapkan dana ratusan hingga miliaran rupiah. Guna menghemat pengeluaran yang sangat besar tersebut, kini masyarakat Dayak Ngaju mengadakan Pesta Tiwah massal atau diselenggarakan bersama-sama dalam waktu yang telah direncanakan. Pesta Tiwah merupakan salah satu tradisi penguburan yang unik dan berkembang menjadi warisan budaya masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Eksistensi Pesta Tiwah diyakini telah berlangsung sejak masa prasejarah hingga masa sekarang. Pesta Tiwah telah beberapa kali mengalami transformasi sejalan dengan komodifikasi sosial budaya masyarakat Dayak Ngaju dari waktu ke waktu. Dalam perkembangannya, proses komodifikasi budaya dalam konteks industri pariwisata terutama dalam kaitannya dengan masalah pariwisata budaya, sering dianggap memberi dampak negatif, yaitu terjadinya degradasi budaya kelompok masyarakat di mana destinasi wisata dikembangkan. Dengan adanya proses komodifikasi dan edukasi budaya antara masyarakat Dayak Ngaju dengan wisatawan dan stakeholder di industri kepariwisataan diharapkan bisa mendorong proses perubahan dari dampak negatif degradasi budaya menuju ke arah positif, yaitu preservasi Pesta Tiwah. Dengan mempraktikkan dan mempertahankan tradisi-tradisi yang ada dalam Pesta Tiwah, keunikan dan keeksotisan warisan budaya ini dapat terpreservasi dan dikemas menjadi suatu produk wisata yang menarik konsumen di industri pariwisata modern.
5
1.2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, terangkum pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1) Bagaimanakah prosesi dan transformasi budaya Pesta Tiwah masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah? 2) Apa sajakah elemen-elemen sumber daya budaya Pesta Tiwah yang berfungsi sebagai daya tarik wisata?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka secara khusus sejumlah tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut. 1) Mengetahui prosesi dan transformasi Pesta Tiwah sebagai bagian dari warisan budaya masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. 2) Mengidentifikasi elemen-elemen sumber daya budaya Pesta Tiwah yang berfungsi sebagai daya tarik wisata.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi analisis mengenai pengembangan Pesta Tiwah sebagai produk pariwisata di Kalimantan Tengah; 2) Manfaat praktisnya adalah tersusunnya model pengembangan event budaya
sebagai
bentuk
konservasi
dan
penggerak
sektor
kepariwisataan di Kalimantan Tengah di masa yang akan datang;
6
3) Manfaat
khusus
bagi
pemerintah
Kalimantan
Tengah
dalam
mengembangkan kebijakan-kebijakan strategis dalam melestarikan sumber daya budaya melalui pariwisata berbasis heritage; 4) Bagi Program
Studi Teknik
Arsitektur, Konsentrasi Arsitektur
Pariwisata, Jurusan Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, kiranya dapat menambah bahan referensi sebagai suatu karya ilmiah.
1.5. Batasan Lingkup Penelitian 1.5.1. Ruang Lingkup Wilayah Secara umum, daerah penelitian berada di Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa titik tempat. Observasi lapangan dilakukan di dua lokasi, yaitu di Desa Tumbang Koling, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan di Desa Ramang, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau. Alasan pengambilan kedua sampel lokasi ini karena didapatkan informasi bahwa akan dilakukan Pesta Tiwah di desa tersebut bertepatan dengan waktu penelitian dilakukan. Untuk menambah data, dilakukan observasi tambahan berupa wawancara narasumber di Kota Palangka Raya, ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam suatu penelitian kualitatif, sampel dari ketiga lokasi di atas dapat menggambarkan secara umum tentang perilaku dan prosesi ritual yang dilakukan masyarakat Dayak Ngaju beragama Kaharingan saat penyelenggaraan Pesta Tiwah di seluruh Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi penelitian berada di Provinsi Kalimantan dengan titik awal dimulai dari ibukota provinsi, Palangka Raya. Untuk menuju ke Desa Tumbang Koling,
7
perjalanan dari Palangka Raya dilalui dengan kendaraan sepeda motor di jalur darat yang berjarak 150 km dan ditempuh dalam waktu sekitar 8 jam ke arah barat. Untuk menuju ke Desa Ramang, dari Palangka Raya perjalanan dilanjutkan melalui jalur darat dengan menggunakan angkutan sepeda motor kurang lebih berjarak 70 km yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam ke arah utara. Sebagian jalan yang ditempuh merupakan jalan lintas provinsi, sedangkan sebagian lainnya merupakan jalan milik perusahaan kelapa sawit dan jalan yang dibuka oleh masyarakat desa. Waktu penelitian berlangsung selama tiga tahun, yang dimulai dari pengumpulan data di bulan Januari tahun 2012 hingga bulan Februari 2015. Observasi yang dilakukan di beberapa lokasi penelitian susah untuk dijadwalkan, karena event Pesta Tiwah hanya bisa dilakukan saat beberapa keluarga di suatu lokasi penelitian sudah siap untuk melaksanakan upacara sakral tersebut, sehingga waktu penelitian menjadi tidak menentu, tergantung ada tidaknya informasi yang di peroleh mengenai penyelenggaraan Pesta Tiwah. Dalam mengakomodir informasi tersebut, maka sumber informan akan memberikan kabar jika suatu lokasi akan melaksanakan Pesta Tiwah.
1.5.2. Ruang Lingkup Materi Substansi yang dibahas dalam penelitian ini keunikan prosesi Pesta Tiwah, transformasi atau perubahan dalam konteks sosial-budaya dalam Pesta Tiwah, dan elemen-elemen sumber daya budaya dari Pesta Tiwah yang menjadi daya tarik dalam pengembangan produk wisata di Kalimantan Tengah.
8
1.6. Keaslian Penelitian Penelitian tentang Pesta Tiwah pernah dilakukan oleh Laurentius Dyson dan M. Asharini tahun 1981 yang tertuang dalam buku berjudul “Tiwah: Upacara Kematian Masyarakat Dayak Ngaju”. Anne Schiller, seorang profesor antropologi dari Cornell University, Amerika Serikat di tahun 1997 dalam bukunya berjudul “Small Sacrifices: Religious Change and Cultural Identity Among the Ngaju of Indonesia” juga mengungkapkan hal yang tak jauh berbeda. Bambang Sulistyanto dari Balai Arkeologi Banjarmasin juga meneliti tata cara penguburan sekunder di Desa Pendahara, kampung di daerah aliran Sungai Barito di tahun 2004. Peneliti Pesta Tiwah lainnya dengan sub-studi arkeologi adalah Kiwok D. Rampai tahun 1983 dalam skripsi S-1 Arkeologi Universitas Gadjah Mada, berjudul “Bangunan Makam Orang Ngaju di Kalimantan Tengah”, dan Vida Pervara Rusianti Kusmartono tahun 2005 dengan tesis S-2 Australian National University, berjudul “The Sandong of The Ngaju: Mortuary Viability in Southern Kalimantan”, lebih mendeskripsikan tentang sandong (wadah kubur sekunder Dayak Ngaju), yang merupakan salah satu ornamen penting dalam Pesta Tiwah. Penelitian lainnya khususnya yang berasal dari peneliti asing masih berobjek etnisitas Dayak dan kehidupan sehari-hari dengan menggunakan studi antropologis, sedangkan penelitian dengan sub-studi arsitektur pariwisata bertemakan Pesta Tiwah belum pernah ada.
9
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian No.
Peneliti
Judul (Tahun)
Focus/Locus
Metode
1.
Laurentius Dyson dan M. Asharini
Tiwah: Upacara Kematian Masyarakat Dayak Ngaju (1981)
Upacara kematian/ Kalimantan Tengah
Kualitatif, studi antropologi
2.
Anne Schiller
Small Sacrifices: Religious Change and Cultural Identity Among the Ngaju of Indonesia (1997)
Perubahan religi dan indentitas budaya/ Kalimantan Tengah
Kualitatif, studi antropologi
3.
Bambang Sulistyanto
Tata Cara Penguburan Sekunder di Desa Pendahara (2004)
Ritual penguburan sekunder/ Desa Pendahara
Kualitatif, studi antropologi
4.
Kiwok D. Rampai
Bangunan Makam Orang Ngaju di Kalimantan Tengah (1983)
Bangunan makam/ Kalimantan Tengah
Kualitatif, studi arkeologi
5.
Vida Pervaya Rusianti Kusmartono
The Sandong of the Ngaju: Mortuary Variability in Southern Kalimantan (2005)
Bangunan makam/ Kalimantan Tengah
Kualitatif, studi arkeologi
6
Carlos Iban
Pesta Tiwah Dayak Ngaju: Prosesi, Transformasi, dan Identifikasi ElemenElemen Sumber Daya Budaya Pembentuk Daya Tarik Wisata (2015)
Elemen pembentuk daya tarik wisata Pesta Tiwah/ Kalimantan Tengah
Kualitatif, studi arsitektur pariwisata
(Sumber: Elaborasi penulis, 2015)
10