BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara
penyelenggaraan pemerintah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Bahkan kondisi saat ini pun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik (good governance), yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi. Salah satu cara meminimalisir agar tidak terjadi kecurangan maupun penyelewengan dibidang perekonomian maka diperlukan pencatatan dan pembukuan dalam setiap kegiatan suatu instansi perusahaan salah satunya pajak. Ketentuan pembukuan dalam Undang-Undang KUP No. 28 tahun 2007 tentang tata cara perpajakan mengatur masalah pembukuan secara umum dan pembukuan untuk keperluan menghitung pajak. Dalam
konteks
pembangunan,
definisi
governance
adalah
“mekanisme
pengelolaan sumber daya ekonomi dan social untuk tujuan pembangunan”. Sehingga good governance, dengan demikian, “adalah mekanisme pengelolaan sumberdaya
1
2
Ekonomi dan sosial yang substansial dan penerapannya untuk menunjang pembangunan yang stabil dengan syarat utama efisien dan relatif merata”. Menurut dokumen United Nations Development Program (UNDP), tata pemerintahan adalah “penggunaan wewenang ekonomi politik dana dministrasi guna mengelola urusanurusan Negara pada semua tingkat”. Perkembangan instansi pemerintah menyebabkan kemungkinan terjadinya penarikan dana dari luar seperti pajak daerah, juga memerlukan informasi tentang pengendalian dananya. Pihak pemerintah berusaha agar pertanggung jawaban dapat dipercaya, sedangkan masyarakat serta pihak-pihak eksternal lainnya mengharapkan agar laporan keuangan tidak menyesatkan. Kemudian dijelaskan dalamUndang-Undang KUP No. 17 tahun 2003 tentang keuangan Negara, yang termasuk dengan keuangan Negara adalah Semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang maupun berupa uang-uang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Oleh karena itu, penyelenggara akuntansi pemerintahan tidak dapat dipisahkan dari pengurusan keuangan dansistem anggaran suatu Negara.
Indonesia telah mengembangkan suatu sistem akuntansi pemerintah dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI NO 37 KMK/012/Tahun 2003, tanggal 21 Mei 2003 tentang Sistem Akuntansi PemerintahPusat RI. Yaitu sistem terpadu yang
3
Menggabungkan prosedur manual dengan proses elektronis dalam pengambilan data, pembukuan dan pelaporan semua transaksi, keuangan, aset, utang, dan ekuitas seluruh entitas Pemerintah Pusat. Menurut United Station/PBB dalam bukunya A Manual forgoverment accounting, dikutip dari buku akuntansi pemerintahan yang disusun oleh Sonny Loho dan Sugyanto, antaralain disebutkan bahwa Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat terdiri atas dua system utama, yaitu : a. Sistem Akuntansi Pusat (SAP) diselenggarakan oleh Badan Akuntansi Negara (BAKUN) yang bernanung di Departemen Keuangan. b. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) diselenggarakan oleh Departemen atau Lembaga non Departemen.
Ditinjau dari sudut keuangan Negara, pajak merupakan hal penting dalam perekonomian suatu Negara karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan terbesar suatu Negara. Melalui analisis penyeimbangan penerimaan dan pengeluaran Negara dapat direncanakan jumlah pajak yang akan ditujukan kepada masyarakat wajib pajak. Salah satu jenis pajak yang menjadi sumber penerimaan Negara daris ektor perpajakan adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pemerintah atas faktor-faktor produksi disetiap jalur perusahaan,
baik
dalam
menyiapkan,
menghasilkan,
menyalurkan,
maupun
memperdagangkan barang atau pemberian jasa kepada para konsumennya. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak yang penting karena jangkauannya yang lebih luas dari pajak-pajak yang lain. Jangkauan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi
4
Seluruh masyarakat dari berbagai lapisan, yang membeli berbagai kebutuhan hidupnya. Hampir semua barang-barang konsumsi merupakan hasil produksi yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dimana beban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) umumnya dialihkan perusahaan kepada para konsumennya. Sehubungan dengan pentingnya peran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam meningkatkan perekonomian rakyat Indonesia, maka diperlukan suatu sistem dan prosedur yang efektif dan efisien mengenai pemungutan PajakPertambahanNilai (PPN) untuk mengamankan penerimaan pajak. Sistem Akuntansi Pemerintah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penerimaan tersebut perlu diamankan dari segala kemungkinan yang terjadi yang dapat merugikan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Syarat bagi berhasilnya suatu pengamanan penerimaan pajak antara lain sangat ditentukan oleh berfungsinya Sistem Akuntansi Pemerintah dalam menyajikan informasi. Dengan adanya masalah-masalah yang dihadapi oleh Kantor PelayananPajak (KPP) dalam mengendalikan kegiatan kantornya semakin meningkat dan kompleks karenanya dibutuhkan informasi yang benar, jelas, dan tepat waktu.Informasi yang diolah dengan baik akan menghasilkan berbagai informasi yang berguna dan berkualitas untuk mencapai tujuan pengendalian penerimaan. Tentunya suatu sistem saja tidak cukup untuk mengamankan pajak pertambahan nilai dari kecurangannya atau penyelewengan dana. Selain itu dibutuhkan kesadaran, kejujuran, dan tanggung jawab yang besar pada setiap petugas pajak dalam hal pencatatan, penyajian laporan, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat dilihat dari
5
berbagai kasus kecurangan oknum-oknum pajak yang terlibat korupsi, atau biasa disebut mafia pajak. Salah satu fenomena paling mengejutkan adalah kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai pajak biasa yang baru bekerja 10 thn di Direktorat Jendral Pajak golongan III-A dengan penghasilan Rp. 12,1 juta per bulan mampu menggelapkan dana hingga 28 milyar. Bagaimana mungkin dia mampu berpenghasilan 28 milyar dalah kurun waktu 10 tahun ? kejadian seperti inilah yang membuat opini masyarakat kini menyebut atau menganggap semua pegawai pajak adalah “mafia pajak”. Padahal jika ditelusuri, tidak semua pegawai pajak itu koruptor, ada juga pegawai pajak yang jujur dan bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku. Kasus Gayus ini merupakan contoh awal dari sebuah era neo-liberalisme, dimana perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang memiliki kewajiban pajak hasil ekspolitasinya berusaha untuk menggelapkan atau mengurangi biaya pajak perusahaan tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membayar pegawai negeri di lingkungan perpajakan untuk mengurangi biaya pajak perusahaan mereka dengan memberikan “Tips” kepada pegawai tersebut. Hal inilah yang terjadi pada Gayus Tambunan, Gayus hanya menjadi korban dari kekuatan-kekuatan perusahaan-perusahaan besar yang tidak menginginkan melakukan pembayaran pajak perusahaan sesuai dengan ketentuannya. (sumber : www.kompasiana.com). Berdasarkan fenomena tersebut diharapkan para petugas pajak, bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam hal pencatatan dan penyajian informasi untuk diperhatikan dalam upaya mencapai keberhasilan dalam pengamanan penerimaan pajak, sehingga sistem akuntansi pemerintah berpengaruh terhadap pengamanan penerimaan
6
pajak pertambahan nilai dan dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pegawai pajak. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Sistem Akuntansi Pemerintah terhadap Pengamanan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai”.
1.2
Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka penulis menerapkan rumusan
masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Sistem Akuntansi Pemerintah dilaksanakan pada Kantor Pelayanan Pajak 2. Bagaimana pengamanan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai diterapkan pada Kantor Pelayanan Pajak 3. Seberapa besar pengaruh Sistem Akuntansi Pemerintah dalam menunjang Pengamanan Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai pada Kantor Pelayanan Pajak.
1.3
TujuanPenelitian Sesuai dengan identifikasi masalah dan rumusan masalah sebagaimana telah
diungkapkan di atas maka tujuan penelitian adalah sebagaiberikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem akuntansi pemerintahan pada Kantor Pelayanan Pajak. 2. Untuk mengetahui pengamanan penerimaan pajak pertambahan nilai.
7
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Sistem Akuntansi Pemerintahan terhadap pengamanan penerimaan pajak pertambahan nilai.
1.4
Kegunaan Penelitian
1.4.1
Kegunaan Teoretis Untuk pengembangan ilmu akuntansi khususnya mengenai sistem akuntansi
pemerintahan dalam hal pengamanan penerimaan pajak.
1.4.2
Kegunaan Praktis Penulis mengharapkan agar penelitian ini berguna bagi semua pihak yang
berkepentingan diantaranya sebagai berikut :
1. Bagi Penulis a. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan dan pemahaman mengenai teori akuntansi dan penerapannya khususnya mengenai pengaruh sistem akuntansi pemerintah terhadap pengamanan penerimaan pajak. b. Syarat dalam menempuh ujian Sidang Skripsi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan 2. Bagi Instansi Sebagai bahan masukan dalam mengevaluasi Sistem Akuntansi Pemerintah yang diterapkan untuk menunjang keamanan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.
8
3. Bagi Pihak Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rekan-rekan mahasiswa maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan informasi dan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian sejenis yaitu mengenai sesuatu yang penulis bahas.