BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara tersebut. Pembangunan ekonomi mempunyai tujuan tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk mencapai pertumbuhan secara berkesinambungan yang mempunyai tujuan akhir yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Todaro (2000: 211) tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Industrialisasi dan pembangunan industri merupakan satu jalur kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam arti meningkatkan kehidupan yang lebih maju dan taraf hidup yang lebih bermutu. Proses industrialisasi biasanya akan diikuti dengan percepatan kemajuan teknologi, proses pelatihan sumber daya manusia, dan kemudian peningkatan produktivitas. Industrialisasi dianggap sebagai motor penggerak dari produksi nasional suatu negara. Di Indonesia, industrialisasi memainkan peranan yang cukup penting dalam pembangunan, khususnya sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, alih kecakapan teknologi. Pembangunan sektor industri manufaktur (manufacturing industry) hampir
1
2
selalu mendapat prioritas utama dalam rencana pembangunan negara-negara berkembang (NSB), karena sektor ini sering dianggap sebagai sektor pemimpin (leading sector) yang mendorong pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian dan jasa. Sektor industri menjadi semakin penting dalam berkembangnya suatu perekonomian. Nilai tambah sektor industri manufaktur dalam pembentukan PDB nasional mempunyai kontribusi yang terbesar selama duabelas tahun terakhir. Pada tahun 2002 kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB nasional adalah sebesar 28,72 persen dan turun menjadi 23,70 persen pada tahun 2013. Meskipun selama waktu tersebut kontribusi sektor industri manufaktur cenderung terjadi penurunan namun kontribusinya tetap yang terbesar dibandingkan dengan delapan sektor lainnya. Sektor perdagangan, hotel dan restoran adalah sektor lapangan usaha yang mempunyai kontribusi terbesar kedua setelah sektor industri manufaktur. Pada tahun 2002 kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran terhadap PDB nasional adalah sebesar 17,14 persen dan turun menjadi 14,33 persen pada tahun 2013. Kecenderungan penurunan kontribusi juga dialami oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Pada tahun 2002 kontribusi sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan terhadap PDB nasional adalah sebesar 15,46 persen dan turun menjadi 14,43 persen pada tahun 2013. Sektor ini memberikan kontribusi terbesar ketiga terhadap PDB nasional setelah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Karena kontribusi sektor industri manufaktur cukup besar maka pengembangan sektor industri manufaktur perlu terus dilakukan agar dapat meningkatkan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja.
3
Berbeda halnya dengan sektor jasa-jasa dan sektor pertambangan dan penggalian. Kedua sektor ini menunjukkan kecenderungan yang semakin naik. Pada tahun 2002 sektor pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sebesar 8,83 persen dan naik menjadi 11,24 persen pada tahun 2013. Sedangkan sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 9,09 persen pada tahun 2002 dan naik menjadi 11,02 persen pada tahun 2013. 35,00 30,00
Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan
25,00
Pertambangan Dan Penggalian Industri Pengolahan
20,00 Bangunan 15,00 Perdagangan, Hotel Dan Restoran
10,00
Pengangkutan Dan Komunikasi
5,00
Keuangan, Persewaan & Jasa Persh.
0,00
Jasa - Jasa
Sumber: BPS (berbagai tahun) Gambar 1.1 Kontribusi Sektor-Sektor Lapangan Usaha Terhadap Produk Domestik Bruto Nasional Tahun 2002-2013
Kebijakan pembangunan daerah yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dapat berjalan ditandai dengan adanya perkembangan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Dalam program jangka panjang, pengembangan industri merupakan faktor pendukung terciptanya perekonomian daerah yang mandiri dan handal sebagai
4
usaha bersama dalam peningkatan kemakmuran rakyat yang diharapkan semakin merata. Industri mempunyai peranan yang cukup strategis dalam mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan serta meningkatkan produktivitas masyarakat melalui perluasan lapangan usaha dan memperluas lapangan kerja. Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Tengah (triliun Rupiah) Sektor 1. Pertanian
2007
34,96
35,40
1,78
1,85
1,95
2,09
2,19
50,87
55,35
57,44
61,39
65,44
1,34
1,41
1,49
1,61
1,71
9,06
9,65
10,30
11,01
11,75
33,90
35,23
37,77
40,05
43,16
8,05
8,58
9,19
9,81
10,65
5,77
6,22
6,70
7,04
7,50
16,48
16,87
17,72
19,03
20,46
159,11
168,03
176,67
186,99
198,27
7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Produk Domestik Regional Bruto
2011
34,10
5. Bangunan
9. Jasa -Jasa
2010
32,88
4. Listrik Gas dan Air Bersih 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran
2009
31,86
2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan
2008
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2007 atas dasar harga konstan tahun 2000 adalah sebesar 159,11 triliun rupiah. Nilai ini mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Terhitung dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 terjadi kenaikan nilai PDRB atas dasar harga konstan 2000 dari 159,11 triliun rupiah menjadi 198,27 triliun rupiah atau naik sebesar 24,61 persen. Kenaikan ini menunjukkan bahwa di Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan perekonomian. Perekonomian Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 sampai 2011 masih didominasi oleh sektor industri pengolahan dan cenderung terus mengalami
5
kenaikan. Kontribusi masing-masing sektor terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2011, tersaji dalam pada Tabel 1.2. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa peranan sektor industri pengolahan tetap dominan, walau terjadi fluktuasi yang berupa kenaikan dan penurunan dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 2007 sektor industri pengolahan memberikan kontribusi paling besar yaitu sebesar 31,97 persen dan pada tahun 2011 naik menjadi 33,01 persen. Selanjutnya kontribusi terbesar kedua adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor ini sedikit mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Pada tahun 2007 sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi sebesar 21,30 persen dan pada tahun 2011 sebesar 21,77 persen. Tabel 1.2 Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Sektor
2007
2008
2009
2010
2011
1. Pertanian 20,03 19,57 19,30 18,69 17,85 2. Pertambangan dan Penggalian 1,12 1,10 1,11 1,12 1,11 3. Industri Pengolahan 31,97 32,94 32,51 32,83 33,01 4. Listrik Gas dan Air Bersih 0,84 0,84 0,84 0,86 0,86 5. Bangunan 5,69 5,74 5,83 5,89 5,93 6. Perdagangan, Hotel, dan 21,30 20,96 21,38 21,42 21,77 Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 5,06 5,11 5,20 5,24 5,37 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 3,62 3,70 3,79 3,76 3,78 Perusahaan 9. Jasa -Jasa 10,36 10,04 10,03 10,18 10,32 Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011 Sektor pertanian memberikan sumbangan atau kontribusi yang terbesar ketiga dalam pembangunan daerah sebagaimana terlihat pada Tabel 1.2. Kontribusi sektor pertanian dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan trend
6
yang cenderung menurun. Terlihat bahwa pada tahun 2007 sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 20,03 persen terhadap PDRB dan pada tahun 2011 turun menjadi 17,85 persen. Kemudian yang memberikan kontribusi terkecil adalah sektor listrik gas dan air bersih. Pada tahun 2007 sektor listrik gas dan air bersih tersebut memberikan kontribusi sebesar 0,84 persen dan pada tahun 2011 sedikit mengalami kenaikan menjadi sebesar 0,86 persen. 40 Pertanian 35 Pertambangan dan Galian
30 25
Industri Pengolahan
20
Listrik, Gas dan Air Bersi
15
Bangunan
10
Perdagangan, Hotel dan Restoran
5
Pengangkutan dan Komunikasi
0 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: BPS (berbagai tahun) Gambar 1.2 Kontribusi Sektor-Sektor Lapangan Usaha Terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2011
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga berhubungan erat dengan laju pertumbuhan penduduk karena dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi akan tercipta tenaga kerja yang juga tinggi. Dalam pembangunan, tenaga kerja memiliki arti penting yaitu sebagai subjek pembangunan di mana tenaga kerja menjadi pelaku dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi (input faktor produksi)
7
dan sebagai objek pembangunan di mana tenaga kerja menjadi unsur yang diprioritaskan untuk peningkatan taraf hidup yang mencakup peningkatan pendapatan, kesehatan dan pendidikan. Tenaga kerja sendiri didefinisikan sebagai penduduk yang telah mencapai usia kerja, yaitu usia 15 tahun ke atas atau penduduk yang mempunyai potensi untuk memproduksi barang atau jasa bila ada permintaan tenaga kerja dan jika penduduk tersebut mau berpartisipasi dalam kegiatan produksi. Tenaga kerja yang produktif tidak hanya dilihat melalui jumlah tenaga kerja yang besar akan tetapi juga melalui mutu tenaga kerja yang bersangkutan. Jika pembangunan berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang cepat dengan menggunakan modal atau investasi dan teknologi yang tinggi maka penggunaan tenaga kerja akan relatif berkurang yang pada akhirnya akan digantikan oleh mesin. Hal itu akan berakibat terhadap penyerapan tenaga kerja yaitu hanya tenaga kerja yang mempunyai kemampuan dan kualitas tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan dalam proses produksi (Todaro and Smith, 2003: 96). Dilihat dari aspek kependudukan terlihat bahwa sebagian besar penduduk di Provinsi Jawa Tengah masih berada pada usia angkatan kerja. Hal ini menguntungkan bagi daerah Provinsi Jawa Tengah karena kelompok ini mempunyai potensi bagi bidang ekonomi. Maka dari itu penyediaan lapangan pekerjaan harus dapat memenuhi jumlah angkatan kerja yang tersedia. Di sisi lain tingginya jumlah penduduk yang masih berada pada usia angkatan kerja dapat meningkatkan pengangguran bila lapangan kerja yang ada tidak mampu menyerap potensi ini.
8
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Provinsi Jawa Tengah 2011 Kelompok Umur
Jumlah
0-4 5-9 10-14 15-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60+ Total
2.642.948 2.811.951 2.918.953 2.743.950 5.010.894 5.019.894 4.672.888 3.447.065 3.375.069 32.643.612
% 8,10 8,61 8,94 8,41 15,35 15,38 14,31 10,56 10,34 100
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2012 Masalah pengangguran dapat dikurangi dengan adanya peningkatan peluang kerja di segala sektor. Pembangunan diharapkan untuk dapat meningkatkan produksi nasional dan mempercepat pertumbuhan lapangan kerja baru, sehingga bermanfaat dalam mengurangi pengangguran. Perluasan lapangan pekerjaan merupakan sasaran utama bagi tujuan pembangunan jangka panjang. Tingginya penawaran tenaga kerja di satu sisi dan lambannya penyerapan tenaga kerja di sisi lain merupakan suatu masalah pokok yang mendasar yang dihadapi dalam pembangunan terutama di negara-negara dunia ketiga (Todaro dan Smith, 2003: 93). Selain memberikan nilai produksi atau output yang besar, sektor industri ternyata juga menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Pada tahun 2011 sektor industri menyerap tenaga kerja sebanyak 3,05 juta orang atau sebesar 19,14 persen dari jumlah total jumlah penduduk yang bekerja di semua sektor. Angka ini naik 12,96 persen jika dibandingkan dengan tahun 2008. Berbeda dengan yang terjadi di
9
sektor pertanian, meskipun jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor ini merupakan yang terbesar namun terjadi penurunan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 yaitu sebesar 5,61 persen. Tabel 1.4 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi Jawa Tengah 2008-2011 2008 Sektor
2009
2010
2011 Jml. (%) (juta)
Jml. (juta)
(%)
Jml. (juta)
(%)
Jml. (juta)
(%)
5,70 0,16
36,84 1,00
5,86 0,15
37,04 0,93
5,62 0,14
35,53 0,86
5,38 0,11
33,78 0,68
Industri
2,70
17,48
2,66
16,78
2,82
17,81
3,05
19,14
Konstruksi
1,01
6,51
1,03
6,49
1,05
6,62
1,10
6,89
Perdagangan
3,25
21,05
3,46
21,86
3,39
21,43
3,40
21,38
Komunikasi
0,72
4,63
0,68
4,32
0,66
4,20
0,56
3,54
Keuangan
0,17
1,09
0,15
0,98
0,18
1,14
0,26
1,66
Jasa
1,76
11,40
1,84
11,60
1,96
12,41
2,06
12,92
15,46
100,00
15,84
100,00
15,81
100,00
15,92
100
Pertanian Pertambangan dan Galian, Listrik, Gas dan Air Bersih
Jumlah
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011 Tabel 1.5 menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2010 ke tahun 2011 berkurang sebesar 4,22 persen. Jumlah pencari kerja berkurang pada penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SD, SMA, diploma dan sarjana, sedangkan pada penduduk dengan tingkat pendidikan tamat SMP mengalami kenaikan. Tabel 1.5 Jumlah Pencari Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, di Provinsi Jawa Tengah 2008 - 2011 Pendidikan
Persentase (%)
2008
2009
2010
2011
SD
360.546
301.367
298.437
264.345
26,36
SMP
310.853
319.560
256.912
294.254
29,35
SMA
450.664
493.637
361.092
342.375
34,15
43.246
60.539
53.042
27.925
2,79
61.999 1.227.308
77.164 1.252.267
77.400
73.763 1.002.662
7,36 100,00
Diploma Sarjana Jumlah
1.046.883
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2011
10
Dari berbagai subsektor industri yang ada di Provinsi Jawa Tengah, industri tekstil, barang kulit dan alas kaki mempunyai jumlah perusahaan yang paling banyak. Selain itu industri tekstil, barang kulit dan alas kaki merupakan subsektor industri dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang paling besar dibandingkan dengan subsektor industri lainnya di Provinsi Jawa Tengah. Selama tahun 2009 2011, jumlah perusahaan pada subsektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki mengalami penurunan jumlah perusahaan dari 1.277 buah perusahaan di tahun 2009 menjadi 1.123 buah perusahaan di tahun 2011. Tabel 1.6 Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Menurut Subsektor Industri Besar Sedang di Provinsi Jawa Tengah 2009 – 2011 2009 Subsektor Industri
Jml. Prsh.
2010
2011
Jml. Jml. Jml. Jml. Jml. Pekerja Prsh. Pekerja Prsh. Pekerja
Makanan, Minuman dan Tembakau
1.273
200.670
1.137
198.284
1.243
200.203
Tekstil, Brg. kulit dan Alas kaki
1.277
227.458
1.165
226.195
1.123
241.016
Brg. kayu dan Hasil hutan lainnya.
174
43.860
201
57.205
166
52.038
Kertas dan Barang cetakan
161
19.467
134
14.514
128
16.827
Pupuk, Kimia dan Barang dari karet Semen dan Barang Galian bukan logam
274
64.079
292
73.870
278
75.495
179
10.950
157
11.362
140
11.075
Logam Dasar Besi dan Baja Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya
109
10.398
107
13.910
113
11.262
79
15.484
62
14.726
72
16.263
Barang lainnya
687
81.706
632
124.832
587
107.852
Sumber: Kementerian Perindustrian, (berbagai tahun) Industri pakaian jadi merupakan industri dalam subsektor tekstil, barang kulit dan alas kaki yang memiliki jumlah perusahaan yang paling banyak kedua di Provinsi Jawa Tengah setelah industri tekstil dan pertenunan. Jumlah tenaga kerja industri pakaian jadi mengalami kenaikan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.
11
Tabel 1.7 Jumlah Perusahaan dan Tenaga Kerja Subsektor Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki Skala Industri Besar Sedang Provinsi Jawa Tengah 2009 Kelompok Industri Tekstil dan Pertenunan Industri Pakaian Jadi Industri Alas Kaki dan Barang Kulit
2010
2011
Jml. Persh 645
Jml. Pekerja 144.607
Jml. Persh 641
Jml. Pekerja 134.625
Jml. Persh 585
Jml. Pekerja 140.110
608
78.604
502
87.620
515
95.473
24
4.247
22
3.950
23
5.433
Sumber: Kementerian Perindustrian, (berbagai tahun) Dilihat dari segi energi, ketersediaan energi terutama energi listrik harus cukup dan stabil karena penggunaan energi listrik untuk subsektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki bisa dikatakan cukup besar. Kebutuhan energi listrik untuk subsektor ini mutlak harus terpenuhi khususnya untuk industri pakaian jadi. Hal ini dikarenakan energi listrik adalah salah satu faktor utama dalam berlangsunya proses produksi. Penggunaan energi listrik terbesar adalah dari industri tekstil, hal ini dikarenakan jumlah industrinya banyak dan mesin yang digunakan memang memerlukan energi listrik yang relatif lebih besar. Selain energi listrik penggunaan bahan baku pada industri tekstil juga merupakan yang terbesar daripada industri pakaian jadi dan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki. Penggunaan energi listrik untuk subsektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki pada tahun 2010 tercatat sebesar 870,44 juta KwH dan turun menjadi 819,58 KwH pada tahun 2011. Penurunan penggunaan energi listrik ini terjadi pada industri tekstil dan industri pakaian jadi. Penggunaan energi listrik pada industri tekstil turun dari 829,15 KwH pada tahun 2010 menjadi 787,09 KwH pada tahun 2011. Penggunaan energi listrik pada industri pakaian jadi juga turun dari 37,26 KwH pada tahun 2010 menjadi 25,10 KwH pada tahun 2011. Tabel 1.8 Penggunaan Energi Listrik dan Bahan Baku Subsektor Industri Tekstil,
12
Barang Kulit dan Alas Kaki Skala Industri Besar Sedang Provinsi Jawa Tengah Listrik (juta KwH) Industri 2010 2011 Tekstil 829,15 787,09 Pakaian Jadi 37,26 25,10 Kulit, Barang Dari Kulit Dan Alas 4,03 7,39 Kaki Jumlah 870,44 819,58
Bahan Baku (triliun Rp) 2010 2011 15,73 20,00 2,86 2,73 0,20 0,32 18,79
23,05
Sumber: Kementerian Perindustrian, (berbagai tahun)
1.1.1 Perumusan masalah Seperti telah diuraikan di atas, subsektor industri tekstil, barang kulit dan alas kaki memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. Jumlah perusahaan yang banyak akan memberikan efek yang positif terhadap penyerapan tenaga kerja yang tentu saja juga akan mengurangi jumlah pengangguran. Dari uraian latar belakang di atas juga diketahui bahwa ketersediaan energi listrik mutlak diperlukan. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang penting yang sangat mendukung perkembangan sektor industri. Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi industri pakaian jadi di Provinsi Jawa Tengah?” Melalui penelitian ini penulis ingin menjawab permasalahan tersebut dengan menganalisis pengaruh variabel-variabel seperti jumlah tenaga kerja, biaya operasional (energi listrik dan nilai bahan baku yang digunakan) serta nilai modal tetap (mesin dan kendaraan operasional) terhadap nilai produksi industri pakaian jadi. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut di atas serta
13
skala hasil (returns to scale) faktor-faktor produksi industri pakaian jadi di Provinsi Jawa Tengah. 1.2 Keaslian Penelitian No Nama Peneliti Metoda 1 Pan Yotopoulos (1968) OLS fungsi produksi Cobb-Douglas
2
Black dan Lynch (1996)
OLS fungsi produksi Cobb-Douglas
3
Ilham Samudra (2004)
OLS fungsi produksi Cobb-Douglas
4
Sri Sayekti Cahyaningsih (2004)
OLS fungsi produksi Cobb-Douglas
Kesimpulan Biaya untuk peralatan berpengaruh positif signifikan terhadap hasil produksi pertanian di Yunani. Modal, bahan baku dan energi serta tingkat keterampilan pekerja berpengaruh terhadap nilai produktivitas perusahaan di Amerika Serikat. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif signifikan terhadap hasil produksi industri kecil mebel di Kecamatan Unaaha. Variabel modal dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai produksi mebel di Kabupaten Klaten.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. pengaruh variabel-variabel seperti jumlah tenaga kerja, modal operasional (energi listrik dan nilai bahan baku) yang digunakan serta nilai modal tetap
14
(mesin dan kendaraan operasional) yang dimiliki terhadap nilai produksi industri pakaian jadi di Provinsi Jawa Tengah; 2. nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut di atas; 3. skala hasil (returns to scale) faktor-faktor produksi industri pakaian jadi. Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. bagi Kementerian Perindustrian, sebagai masukan dalam merumuskan kebijakan dalam pembinaan industri yang akan datang; 2. bagi Pemerintah Daerah, sebagai bahan masukan dan pertimbangan guna merumuskan arah, strategi dan kebijakan pembangunan daerah yang tepat dalam rangka peningkatan produksi pakaian jadi di masa yang akan datang. 3. Bagi peneliti, sebagai bahan informasi dan referensi penelitian lebih lanjut guna memperkaya kajian tentang faktor-faktor dalam fungsi produksi.
1.4 Batasan Penelitian Batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. industri yang akan diteliti adalah perusahaan pakaian jadi skala menengah, yaitu perusahaan yang mempunyai jumlah tenaga kerja sebanyak 20 sampai dengan 99 orang; 2. industri yang akan diteliti adalah perusahaan pakaian jadi yang terbuat dari bahan tekstil bukan dari bahan kulit maupun bahan rajutan; 3. analisis di dalam penelitian ini tidak membedakan tenaga kerja atas dasar pengalaman kerja, tingkat pendidikan dan jenis kelamin.
15
1.5 Sistematika Penulisan Penelitian mengenai pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi industri pakaian jadi di Provinsi Jawa Tengah ini disusun menjadi 4 (empat) bab. Bab I adalah pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, perumusan masalah, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian dan sistematika penulisan. Bab II meliputi tinjauan pustaka dan alat analisis yang menguraikan mengenai landasan teori, studi empiris dan alat analisis. Bab III berisi analisis data yang menguraikan tentang cara penelitian, perkembangan variabel yang diamati, hasil analisis data dan pembahasan. Bab IV berisi kesimpulan dan implikasi kebijakan, menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bisa diambil setelah penelitian dilakukan.