BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip pemasyarakatan, kemudian beberapa hukum internasional seperti Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1955 telah mengeluarkan Standard Minimum Rules for Treatment of Prisoners atau Peraturan-Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana. Tidak dipenuhinya secara ideal hakhak narapidana ini sesungguhnya merupakan efek kesekian dari begitu kompleksnya masalah yang ada dalam lembaga pemasyarakatan (Manting, L,2007) Salah satu akar masalah di kalangan internal Lapas (birokrasi) menjadikan ketenangan, keamanan sebagai ukuran atau parameter keberhasilan dan kinerja Lembaga pemasyarakatan, dimana pendekatan yang diterapkan dalam sistem kepenjaraan yaitu security approach semata yang berkarakter repressif dan punitif Jenis pendekatan inilah yang kemudian memberikan efek pengingkaran hak-hak dasar warga binaan sebagaimana tercantum dalam pasal 14 UU No 12 1995, ini masalah yang pertama.
20 Universitas Sumatera Utara
Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofis retributif (Pembalasan), deterence (Penjeraan) dan resosialisasi, dalam pasal 2 Undang–undang No.12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
ditegaskan
bahwa
tujuan
dari
sistem
pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka, membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga diterima kembali dilingkungan masyarakat, dapat aktip berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar, sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, untuk tercapainya tujuan dari sistem pemasyarakatan tersebut diberikan program kepada narapidana berupa Pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga. Pada saat ini banyak terjadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana (residivis) yang sebelumnya dibebaskan karena memperoleh Pembebasan bersyarat dan mendapatkan Cuti mengnjungi keluarga, ini terlihat dari survei pendahuluan pada tahun 2007 dari 150 orang narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga, 50 orang narapidana kembali melakukan tindak pidana, bahkan terjadi perubahan kualitas narapidana, dari kasus kriminal biasa menjadi kasus narkoba, penyebab dari hal ini belum diketahui secara pasti, diberita media masa menyatakan lemahnya/gagalnya pembinaan Lapas walaupun belum didapat penyebab yang pasti.
Universitas Sumatera Utara
Kerusuhan massal yang pernah terjadi di Lapas Klas 1 Medan yang melibatkan ratusan narapidana, dimana dalam kejadian tersebut enam orang narapidana meninggal dunia dan enam orang narapidana luka parah, perkelahian tersebut melibatkan dua kelompok besar narapidana, bahkan kerusuhan tersebut para narapidana sempat membakar gedung Lapas
tepatnya diblok A, hal tersebut
menimbulkan suatu kesan apakah sistem pembinaan yang masih kurang atau perilaku narapidana yang sulit untuk di rubah Beberapa Fenomena yang sering terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah : Tumbuhnya kebiasaan-kebiasaan spesifik, seperti terbentuknya kelompok-kelompok narapidana, tumbuhnya sikap superior dan inferior di kalangan narapidana yang cenderung mengakibatkan terjadinya pelecehan dan penindasan, adanya perilaku mencurigai sesama narapidana, sehingga sering kali menimbulkan perkelahian antara narapidana. Perilaku seks para narapidana menyalurkan hasrat biologis menimbulkan polemik dalam tubuh Lapas sendiri. Ini karena seks merupakan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi sebagai bagian dari kebutuhan pokok makhluk hidup. Status mereka sebagai narapidana tidak memungkinkan bertemu dengan pasangannya untuk melakukan hubungan. Kondisi tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya penyimpangan seksual seperti hubungan sesama jenis antar para narapidana. Penyediaan "fasilitas" dalam lingkungan Lapas dan rutan sebagai institusi pemenjaraan adalah salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meski
Universitas Sumatera Utara
demikian, penyediaan fasilitas tersebut tidak dilegalkan dalam sebuah aturan, hanya merupakan kebijakan para petugas lapas. Narapidana juga membutuhkan hal itu dan pastinya merupakan pemasukan yang tidak sedikit bagi para petugas lapas yang menyediakan fasilitas tersebut. Semua itu adalah untuk kepentingan bersama para narapidana dan untuk kesejahteraan petugas lapas Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa warga binaan pemasyarakatan bukan saja obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas. Perihal yang harus diberantas adalah faktorfaktor yang dapat menyebabkan warga binaan pemasyarakatan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya
untuk
menyadarkan
warga
binaan
pemasyarakatan
agar
menyesali
perbuatannya, dan mengembangkannya menjadi warga binaan pemayarakatan yang baik, taat kepada hukum menjunjung nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman tertib dan damai. Sehubungan hal tersebut, agar warga binaan pemasyarakatan setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat hidup di dalam masyarakat secara baik dan bertanggung jawab, maka diperlukan upaya pemberdayaan yang dilaksanakan secara integral dan konprehensip (terpadu dan menyeluruh). Dalam hal ini pemberdayaan diartikan
sebagai
upaya
untuk
meningkatkan
kemampuan
warga
binaan
pemasyarakatan agar dapat melaksanakan fungsinya, terutama dalam kaitannya
Universitas Sumatera Utara
dengan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan dengan lingkungan masyarakatnya. Menurut Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, optimalisasi pemberian pembebasan bersyarat dan
Cuti mengunjungi keluarga,
dinilai mampu merubah perilaku narapidana kearah yang lebih baik walaupun belum dapat dibuktikan secara empiris. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Peraturan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi keluarga, Penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruhnya terhadap perilaku narapidana khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah : Sejauh mana pengaruh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan ?
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana
pengaruh
Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan : 1.
Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan bagi manajemen lembaga pemasyarakatan
2.
Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.
3.
Sebagai tambahan pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam
bidang
ilmu
manajemen,
khususnya
mengenai
Pengaruh
pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap perilaku narapidana di Lapas Kls I Medan. 4.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama dimasa datang.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Kerangka Berpikir Menurut Susilo (1978), Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya (Suhardi, 2005) Pembebasan bersyarat dikenal di hampir semua sistem peradilan pidana. Sistem hukum di Inggris dan Amerika Serikat mengenalnya dengan sebutan parole. Belanda menyebutnya vervroegde invrijheidstelling. Di Indonesia, istilah yang dipakai dalam perundang-undangan berbeda-beda, sebagian besar menggunakan istilah pembebasan bersyarat, kecuali Undang-Undang Kejaksaan yang menyebutnya dengan ‘lepas bersyarat’. Secara umum, pembebasan bersyarat memberi hak kepada seorang narapidana untuk menjalani masa hukuman di luar tembok penjara. Syaratnya: hukuman yang dikenakan lebih dari sembilan bulan, sudah menjalani 2/3 masa hukuman, plus berkelakuan baik selama dalam masa ‘pembinaan’. Pasal 1 angka (7) PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyimpulkan: pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan Narapidana di luar Lapas setelah menjalani sekurang-kurang 2/3 masa pidana dari minimal 9 bulan. Intinya, yang berhak mendapat hak pembebasan bersyarat bukan Narapidana yang divonis hukuman kurungan.
Universitas Sumatera Utara
Untuk pelaksanaan
upaya tersebut maka pada tahun 1995 ditetapkanlah
Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemasyarakatan dimana program integrasi dalam mempersiapkan narapidana untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat diatur di dalam pasal 14, yaitu antara lain mendapatkan Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, maupun Pembebasan bersyarat Program pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana memiliki intensitas waktu yang relatif lebih lama untuk mensosialisasikan dirinya di tengahtengah masyarakat dibandingkan dengan pemberian program integrasi lainnya, hal ini dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi individu narapidana yang bersangkutan untuk membuktikan dirinya bahwa program pembinaan yang diperoleh selama menjalani pidana
telah merubah sikap dan perilakunya untuk menyatu
kembali menjadi anggota masyarakat pada umumnya. Kondisi ideal tersebut adalah merupakan amanat dari Undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk menegakkan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam bukunya KUHP Serta Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo menyebut pembebasan bersyarat bernilai edukatif, yaitu memberi kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya. Menurut Suryobroto ( 2006) Cuti Mengunjungi Keluarga adalah pemberian cuti bagi narapidana anak didik pemasyarakatan yaitu kesempatan berkumpul dengan keluarga ditempat kediamannya dimana lama cuti tersebut diatur oleh undangundang.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kimberline (1994 ) menyatakan bahwa perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat istiadat, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi dan genetika, perilaku seseorang dikelompokkan kedalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku dianggab sebagai suatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, walaupun landasan hukum sebagai dasar pelaksanaan program Asimilasi dan integrasi sosial telah ada yaitu UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan, kedua program itu tidak maksimal dilaksanakan sehingga yang terjadi adalah inefisiensi anggaran negara. Oleh karena itu secara keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian Pembebasan bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga dapat dilihat pada gambar 1.1.di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007
Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan
PEMBEBASAN BERSYARAT
PENGARUH
CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA
PERILAKU NARAPIDANA
Gambar 1.1. Alur Pikir Pengaruh Pembebasan Bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga Terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan 1.5.1. Kerangka Berpikir Pembebasan Bersyarat
Perilaku Narapidana
Cuti Mengunjungi Keluarga Gambar 1.2. Kerangka Berpikir
Universitas Sumatera Utara
1.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka konspetual penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga berpengaruh terhadap perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.
Universitas Sumatera Utara