BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebanyakan negara berkembang seperti halnya Indonesia, berusaha semaksimal mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan warganya, untuk itu pengembangan pada sektor ekonomi menjadi tumpuan utama agar taraf hidup rakyat menjadi lebih mapan. Pembangunan ekonomi merupakan pengolahan kekuatan ekonomi riil dimana dapat dilakukan melalui penanaman modal, penggunaan teknologi dan kemampuan berorganisasi atau manajemen.1Syahrin Naihasy mengatakan lebih lanjut bahwa sejak perekonomian dunia telah mengalami perubahan yang sangat dahsyat dan kini dunia, termasuk Indonesia, menyaksikan fase ekonomi global yang bergerak cepat dan telah membuka tabir lintas batas antar negara.2 Dapat dikatakan bahwa dunia usaha adalah sebagai tumpuan utama yang dipergunakan sebagai pilar dan dilaksanakan dengan berbagai macam cara yang sekiranya dapat memupuk perkembangannya dengan lebih optimal dan berdaya guna. Salah satu upaya untuk mengoptimalkan pertumbuhan dunia usaha adalah dengan meningkatkan semangat kewirausahaan, yang senantiasa dimunculkan dalam kehidupan masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi yang lebih baik dan mengatasi pengangguran di berbagai bidang. Wirausaha akan membuat 1
Ridwan Khairandy, Perjanjian Franchise Sebagai Sarana Alih Teknologi, Pusat Studi Hukum UIIYogyakarta bekerjasama dengan yayasan Klinik Haki Jakarta, 2000, hal. 132 2 Syahrin Naihasy, Hukum Bisnis ( Business Law ),Mida Pustaka, Yogyakarta, 2005,hal. 23-24
1
Universitas Sumatera Utara
2
masyarakat menjadi mandiri karena dalam wirausaha, masyarakat akan mampu membuka peluang untuk dirinya sendiri dan menarik keuntungan dari peluang yang tercipta tersebut. Bahkan lebih jauh, wirausaha dapat menciptakan peluang kerja bagi orang lain yang ada di sekitar usaha tersebut. Wirausahawan pada umumnya membutuhkan orang-orang dengan berbagai jenis keahlian untuk membantu mereka agar bisnis yang mereka jalankan tetap menguntungkan dan selalu berkembang.3 Dengan demikian seorang wirausahawan dalam pengembangan bisnis pada umumnya adalah sebagai pemilik ide usaha (proses kreatif) dan menerjemahkan ideide usaha tersebut menjadi suatu kenyataan (proses inovasi) dan sekaligus menunjang perkembangan ekonomi suatu negara. Dunia usaha tidak akan dapat berkembang dalam perekonomian yang statis karena perekonomian yang statis tidak memberikan insentif yang memadai bagi kreatifitas maupun inovasi. Tetapi, bisnis akan berkembang pesat di sebuah negara yang ekonominya berkembang pesat.4 Faktor obyektif yang dihadapi para pelaku bisnis akan berlaku teori Charles Darwin yang menyatakan bahwa dalam hidup terjadi apa yang disebut dengan “survival fittes” yaitu terjadinya seleksi alam dibidang bisnis bahwa yang kuat akan bertahan dan yang tidak kuat akan mati suri atau collapse.5
3
Ismail Solihin, Pengantar Bisnis, Pengenalan Praktis Dan Studi Kasus, Kencana Prenada MediaGroup, Jakarta, 2006, hal. 119 4
Ibid.
5
Syahrin Naihasy, Op.cit., hal. 24
Universitas Sumatera Utara
3
Banyak cara untuk menjadi wirausahawan, antara lain mendirikan bisnis sendiri atau membeli sistem bisnis yang sudah jadi. Menurut Robert T. Kiyosaki, ada tiga jenis utama sistem bisnis yang dapat dimasuki oleh para entrepeneur yaitu:6 1.
Sistem bisnis tradisional yaitu entrepreneur mengembangkan sendiri bisnisnya.
2.
Sistem bisnis franchise yaitu entrepreneur membeli sebuah sistem yang sudah ada.
3.
Sistem bisnis pemasaran jaringan yaitu entrepreneur membeli dan menjadi bagian dari sebuah sistem yang telah ada. Setiap sistem bisnis memiliki kekuatan dan kelemahan, namun jika
dilakukan dengan benar apapun sistemnya akan menghasilkan kemakmuran serta kesuksesan. Membangun sistem bisnis secara tradisional atau sendiri mempunyai kelebihan dalam hal pengaturan yang dapat disesuaikan dengan keinginan pemilik bisnis, sedangkan kekurangannya, sistem bisnis belum berjalan, pasar belum ada, sehingga sering terjadi bisnis yang baru dibangun akhirnya gagal. Bisnis apapun yang digeluti oleh seorang wirausahawan, mereka berkeinginan agar bisnisnya dapat meraih laba serta pertumbuhan usaha meskipun dalam upaya meraih laba dan pertumbuhan usaha tersebut senantiasa dibayang-bayangi oleh resiko dan penuh dengan ketidakpastian terhadap kemungkinan akan terjadi. Pada umumnya sangat sulit untuk menemukan seorang wirausahawan yang juga memiliki managerial skill, keahlian yang sangat mendalam dalam suatu bidang tertentu, mampu mengelola
6
Arifa’i, Personal Franchise ( Franchise Pribadi ) Bentuk Usaha Alternatif Menjadi Jutawan Dalam Waktu Relatif Singkat, L4L Press, Surakarta, 2006, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
4
berbagai sumber daya perusahaan secara sinkron.7 Biasanya butuh waktu lama (lebih dari 5 tahun) untuk dapat membangun sebuah sistem bisnis yang baik. Membeli sistem bisnis yang sudah jadi mempunyai kelebihan bahwa sistem bisnis sudah tercipta dan siap pakai, si pembeli bisnis tinggal menjalankan saja di dalam sistem yang sudah ada itu. Demikian pula pasar sudah ada, sehingga pemilik bisnis baru ini tidak akan kesulitan dalam memasarkan produknya. Kelemahannya adalah pemilik modal tidak akan bebas dalam menentukan usahanya, karena semuanya tergantung kepada pihak yang dibeli bisnisnya. Bisnis franchise adalah tren bisnis masa depan dengan resiko kegagalan yang kecil dimana pertumbuhannya sangat pesat dan memberi warna tersendiri dalam perekonomian Indonesia. Popularitas bisnis franchise sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi barang dan jasa memang semakin meningkat. Sebagai salah satu sistem pemasaran yang efektif keberadaan franchise dianggap mampu menjangkau pangsa pasar suatu jenis produk ke seluruh Indonesia. Besarnya peluang bisnis franchise di Indonesia menjadikan franchise baik asing maupun lokal bermunculan dan mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. Untuk seorang pemula dalam dunia bisnis, bentuk franchise ini merupakan alternatif untuk memulai sebuah bisnis.8 Bisnis franchise ini dipakai sebagai alternatif berwirausaha tanpa batas ke seluruh bagian dunia, yang berarti pula seorang pemberi franchise (franchisor) harus mengetahui secara pasti ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di negara di mana
7 8
Ismail Solihin, Op.cit., hal. 119 Arifa’i, Op.cit., hal. 56
Universitas Sumatera Utara
5
franchise akan dikembangkan agar nantinya penerima franchise tidak beralih wujud dari mitra usaha menjadi kompetitor (saingan). Ada lima syarat minimal suatu usaha dapat di franchisekan yaitu memiliki keunikan, terbukti telah berhasil, standar kualitas tetap, dapat dijalankan atau diaplikasikan dan menguntungkan.9 Saat ini di Indonesia sendiri berkembang dua jenis franchise yaitu :10 1.
Franchise produk dan merek dagang yaitu pemberian hak izin dan pengelolaan dari pemberi franchise (franchisor) kepada penerima franchise (franchisee) untuk menjual produk dengan mengunakan merek dagang dalam bentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan. Franchisor membantu franchisee untuk memilih lokasi yang aman dan showroom serta menyediakan jasa orang untuk membantu mengambil keputusan “do or not”.
2.
Franchise format bisnis yaitu sistem franchise yang tidak hanya menawarkan merek dagang dan logo tetapi juga menawarkan sistem yang komplit dan komprehenshif tentang tatacara menjalankan bisnis. Jenis franchise yang banyak berkembang di Indonesia saat ini adalah jenis franchise format bisnis. Agar franchise dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama
yang harus dimiliki suatu wilayah franchise adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee. Karenanya, dapat dilihat bahwa di negara
9
Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchisee!, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2007, hal.1 10 Herustiati dan Victoria Simanungkalit,Franchise, http://www.smecda.com/deputi7/file Infokop/FRANCHISE-W.html, terakhir diakses tanggal 23 April 2012, pukul 19.45 WIB
Universitas Sumatera Utara
6
yang memiliki kepastian hukum yang jelas, franchise berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format franchise di Indonesia di mulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Franchise. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Franchise ini telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis franchise adalah Peraturan Menteri Perdagangan
Republik
Indonesia
Nomor
31/M-DAG/PER/8/2008
tentang
Penyelenggaraan Waralaba. Pemerintah dalam hal ini senantiasa turut aktif dalam menggulirkan kebijakan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pelaku ekonomi agar mampu merentangkan sayap usahanya. Campur tangan yang dilakukan pihak Pemerintah ini diwujudkan melalui sarana hukum dengan berbagai bentuk peraturan perundangan khususnya dalam bidang bisnis franchise. Lebih dari itu hukum apabila diamati dari sudut pandang hukum dan masyarakat, yakni melihat hukum tidak hanya sebagai fungsi dari peraturan, melainkan juga kebijakan (policy) pelaksanaannya serta tingkah laku masyarakat.11 Hal-hal yang diatur oleh hukum dan perundang-undangan merupakan das sollen yang harus ditaati oleh para pihak dalam perjanjian franchise. Jika para pihak mematuhi peraturan dan tidak menyimpang dari aturan main yang ada, maka tidak akan timbul permasalahan dalam perjanjian franchise ini. Dalam kenyataan 11
Satjipto Rahardjo, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1978, hal.13
Universitas Sumatera Utara
7
kehidupan masyarakat seringkali perilaku menyimpang dari aturan yang sudah ada, seperti halnya dalam perjanjian bisnis franchise dimana penyimpangan ini menimbulkan wanprestasi sebagai akibat tidak ditaatinya aturan main oleh para pihak. Berlakunya hukum di lihat dari pola harapan dan pelaksanaannya (expectation and performance) ini memberikan bobot yang lebih realistis serta dinamis terhadap berlakunya hukum.12 Pada sisi lain seorang atau suatu pihak penerima franchise yang menjalankan kegiatan usaha sebagai mitra usaha pemberi franchise menurut ketentuan dan tata cara yang diberikan, juga memerlukan kepastian bahwa kegiatan usaha yang sedang dijalankan olehnya tersebut memang benar-benar teruji dan memang merupakan suatu produk yang disukai masyarakat serta akan dapat memberikan suatu manfaat finansial baginya. Ini berarti franchise sesungguhnya juga memiliki satu aspek yang penting baik itu bagi pengusaha pemberi franchise maupun mitra usaha penerima franchise yaitu masalah kepastian dan perlindungan hukum. Franchise digambarkan sebagai perpaduan bisnis “besar” dan “kecil” yaitu perpaduan antara energi dan komitmen individual dengan sumber daya dan kekuatan sebuah perusahaan besar. Franchise adalah suatu pengaturan bisnis dimana sebuah perusahaan ( franchisor ) memberi hak pada pihak independen ( franchisee ) untuk menjual produk atau jasa perusahaan tersebut dengan peraturan yang ditetapkan oleh franchisor. Franchisee menggunakan nama, goodwill, produk dan jasa, prosedur pemasaran, keahlian, sistem prosedur operasional, dan fasilitas penunjang dari 12
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
8
perusahaan franchisor. Sebagai imbalannya franchisee membayar franchise fee dan royalty fee (biaya pelayanan manajemen) pada perusahaan franchisor seperti yang diatur dalam perjanjian franchise. Dalam pelaksanaan perjanjian franchise akan ada kemungkinan terjadi wanprestasi. Wanprestasi ini terjadi jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera dalam perjanjian franchise. Jika karena adanya wanprestasi tersebut menyebabkan kerugian di pihak lain maka pihak yang dirugikan tersebut dapat menuntut kepada pihak yang melakukan wanprestasi untuk memenuhi prestasinya. Dalam perjanjian franchise wanprestasi dapat dilakukan oleh pihak franchisee atau penerima franchise maupun pihak franchisor atau pemberi franchise. Wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisor antara lain : tidak melakukan pembinaan manajemen kepada pihak franchisee, sedangkan wanprestasi dari pihak franchisee dapat berupa tidak membayar fee atau royalty sebagaimana diperjanjikan, melakukan pelayanan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian franchise.13Semua wanprestasi ini dapat terjadi dalam semua perjanjian franchise, termasuk pula dalam franchise doorsmeer mobil PAC. Dalam bisnis franchise kedudukan para pihak dalam perjanjian Franchise adalah tidak seimbang, di mana pihak franchisee berada pada posisi yang lemah, misalnya apabila terjadi pemutusan perjanjian secara sepihak maka pihak franchisee
13
J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin & Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hal, 88
Universitas Sumatera Utara
9
adalah pihak yang dirugikan, karena sejak awal franchisee sudah membayar franchise fee sebagai imbalan, kompensasi langsung saat awal disepakatinya franchise agreement. Selain itu seluruh franchise fee yang dikeluarkan oleh pihak franchisee tidak akan dikembalikan oleh pihak franchisor kepada pihak franchisee dengan alasan dan sebab apapun juga termasuk pemberhentian perjanjian yang di sebabkan karena ada gangguan alam (force majeure). Selain itu biasanya dalam pembuatan perjanjian franchise pihak franchisor menentukan isi dan bentuk perjanjian dalam bentuk yang sudah ditentukan secara sepihak oleh pihak franchisor secara sepihak (perjanjian baku) dengan alasan mengingat perjanjian tersebut berkaitan dengan "permohonan" pihak franchisee untuk dapat menggunakan merek dagang dari franchisor, sehingga oleh karena itu franchisor harus memproteksi hak-hak istimewanya, dalam hal ini caranya adalah melalui penggunaan perjanjian standar dan klausula baku. Kedudukan yang tidak seimbang serta penggunaan klausula baku dalam perjanjian franchise ini ternyata dijumpai juga dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC. Dalam bisnis franchise doorsmeer mobil PAC ini, pihak franchisor membatasi kewenangan pihak franchisee dalam menentukan pihak pemasok barangbarang maupun peralatan (supplier) yang diperlukan oleh franchisee dalam menjalankan usaha doorsmeer mobil PAC. Franchisee harus menerima pemasokpemasok yang telah disetujui oleh franchisor, dengan demikian franchisee tidak mempunyai hak untuk menentukan pemasok sendiri. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar franchisee hanya berhubungan dengan pemasok-pemasok yang telah diketahui
Universitas Sumatera Utara
10
kualitas produknya. Namun ketentuan tersebut bisa disalah gunakan oleh franchisor untuk melakukan tindakan restrictions on sources of supply atau tying arrangement karena adanya hubungan bisnis tertentu antara pemasok dengan franchisor.14 Di mana pihak franchisor akan menerima sejumlah fee dari pemasok-pemasok setiap kali terjadi pemesanan barang oleh franchisee. Selain itu dalam kaitannya dengan perpanjangan jangka waktu perjanjian franchise, adakalanya pihak franchisor memasukkan klausula-klausula baru pada perjanjian perpanjangan yang pada perjanjian awal tidak ada. Dalam perjanjian franchise sering terdapat klausula yang berisi bahwa franchisor mempunyai hak untuk tidak memperpanjang perjanjian franchise tanpa alasan dan sebab apapun juga. Tentu saja ketentuan ini sangat merugikan franchisee jika selama menjalankan outlet franchise-nya tidak pernah melakukan kesalahan yang berakibat buruk terhadap kinerja franchise dan tidak pernah merugikan hak-hak franchisor. Sementara itu, pihak franchisee berharap tingkat keuntungan akan banyak ditentukan dari kegiatan outlet-nya pada masa-masa perpanjangan perjanjian franchise setelah banyak mengeluarkan modal pada masa-masa pembentukan outlet franchise-nya.15 Hal ini disebabkan karena pada awal pembentukan outlet franchisenya pihak franchisee harus mengeluarkan dana untuk franchise fee sebesar Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk masa franchise selama 4 (empat) tahun dan membayar royalty fee sebesar 15% (lima belas persen) dari hasil net profit, serta 14
Moch. Basarah, dan H.M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya, Citra Aditya Bakti, bandung, 2008, hal. 155 15 Ibid., hal. 63
Universitas Sumatera Utara
11
segala sarana dan prasarana untuk memulai kegiatan usaha outlet franchise-nya yang jumlahnya sangat besar. Kebutuhan akan dana dalam jumlah besar untuk memulai usaha outlet franchise-nya membuat pihak franchisee seringkali harus meminjam uang dari pihak perbankan yang akhirnya akan menambah jumlah beban pengeluaran franchisee atas bunga kredit dari perbankan tersebut. Selain alasan yang disebut diatas, topik ini sangat menarik untuk dikaji karena pada saat ini fenomena mengenai franchise di Indonesia sangatlah meningkat pesat dengan jumlah angka yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, dimana bisnis franchise dapat mendorong ekonomi Indonesia yaitu terkait dengan perluasan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan hukum para pihak dalam perjanjian franchise yang akan dituangkan ke dalam judul tesis “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Franchise Doorsmeer Mobil (Studi Pada Doorsmeer Mobil PAC)”.
B. Permasalahan Adapun permasalahan yang akan diteliti lebih lanjut dalam penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap franchisor apabila franchisee tidak melaksanakan sistem usaha atau standar kualitas yang telah ditentukan dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC.?
Universitas Sumatera Utara
12
2.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap franchisor bilamana franchisee wanprestasi dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC?
3.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap franchisee dalam hal franchisor menghentikan secara sepihak perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC sebelum jangka waktuya berakhir.?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap franchisor apabila franchisee tidak melaksanakan sistem usaha atau standar kualitas yang telah ditentukan dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC.
2.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap franchisor bila mana franchisee wanprestasi dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC.
3.
Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap franchisee dalam hal franchisor menghentikan secara sepihak perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC sebelum jangka waktunya berakhir.
D. Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
13
1.
Secara akademis-teoritis, diharapkan penelitian ini dapat menambah bahan pustaka/literature dalam perjanjian franchise, selain itu penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi dasar bagi penelitian pada bidang yang sama.
2.
Secara praktis, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak terkait hak dan kewajiban dalam perjanjian franchise untuk menghindari terjadinya hubungan hukum yang tidak seimbang dan merugikan salah satu pihak dalam perjanjian franchise doormeer mobil.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Franchise Doorsmeer Mobil (Studi Pada Doorsmeer Mobil PAC)”, akan tetapi ada penelitian yang menyangkut perjanjian franchise antara lain penelitian yang dilakukan oleh saudari Jessica (NIM. 087011159), Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Perimbangan Kedudukan Para Pihak Dalam Perjanjian Kerjasama Franchise Dante Coffe Shop Medan”, dengan permasalahan yang diteliti adalah : 1.
Bagaimanakah hubungan hukum para pihak dalam perjanjian franchise?
2.
Bagaimanakah perimbangan kedudukan para pihak dalam perjanjian kerjasama franchise Dante Coffe Shop?
Universitas Sumatera Utara
14
3.
Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian kerjasama franchise Dante Coffe Shop? Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah
berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini dapat dinyatakan asli dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu yang terjadi.16 Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.17 Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan. Kegunaan tersebut paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :18 a.
Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta;
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal. 122 17 M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju,Bandung, 1994, hal. 80 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1981, hal. 121
Universitas Sumatera Utara
15
b.
Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta;
c.
Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya. Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis,
teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan.19 Adapun teori yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah teori keadilan. Dalam hal mewujudkan keadilan, Adam Smith melahirkan ajaran mengenai keadilan
(justice), Smith mengatakan bahwa “tujuan keadilan adalah untuk
melindungi diri dari kerugian” (the end of the justice to secure from enjury). Menurut G.W. Paton, hak yang diberikan oleh hukum teryata tidak hanya mengandung unsur perlindungan dan kepentingan tetapi juga unsur kehendak (the element of wil).20 Oleh sebab itu, teori hukum perlindungan dan kepentingan bertujuan untuk menjelaskan nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Hukum pada hakikatnya adalah sesuatu yang abstrak, namun dalam manifestasinya dapat berwujud konkrit. Suatu ketentuan hukum dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan.21 Penelitian
ini
menggunakan
teori
keadilan
berbasis
kontrak
yang
19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal.134 20 George Whitecross Paton, A Text-Book of Jurisprudence, edisi kedua, Oxford University Press, London, 1951, hal. 221 21 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 79
Universitas Sumatera Utara
16
dikemukakan oleh John Rawls sebagai pisau analisa teori keadilan menyatakan bahwa keadilan yang memadai harus dibentuk dengan pendekatan kontrak, di mana asas-asas keadilan yang dipilih bersama-sama benar-benar merupakan hasil kesepakatan bersama dari semua person yang bebas, rasional dan sederajat. Teori ini dibangun berdasarkan suatu anggapan bahwa kontrak berlangsung diantara pribadipribadi yang bebas dan mandiri dalam kedudukan yang sama dan karena itu mencerminkan integritas dan otonomi dari pribadi-pribadi rasional yang mengadakan kontrak itu.22 Hanya melalui pendekatan kontrak sebuah teori keadilan mampu menjamin pelaksanaan hak dan sekaligus mendistribusikan kewajiban secara adil bagi semua orang. Oleh karenanya suatu konsep keadilan yang baik haruslah bersifat kontraktual, konsekuensinya setiap konsep keadilan yang tidak berbasis kontraktual harus dikesampingkan demi kepentingan keadilan itu sendiri.23 Namun, menurut john Rawls ada ketidaksamaan antara tiap orang, misalnya dalam hal tingkat perekonomian, ada tingkat perekonomian lemah dan ada tingkat perekonomian kuat. Jadi, negara harus bertindak sebagai penyeimbang terhadap ketidaksamarataan kedudukan dari status ini dan negara harus melindungi hak dan kepentingan pihak uang lemah. Lalu Rawls mengoreksi juga bahwa ketidakmertaan dalam pemberian perlindungan kepada orang – orang yang tidak beruntung itu.24
22
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Program Pasca Sarjana UI, Cet. II, Jakarta, 2004, hal. 147 23 Agus Yudha Hernoko, Keseimbangan versus Keadilan dalam Kontrak (Bagian III), http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/06/17/keseimbangan-versus-keadilan-dalam-kontrakbagian-iii/, terakhir diakses tanggal 6 April 2012. 24 http;/.okthariza.multiply.com/journal/item, O.K Thariza, “Teori Keadilan : Perspektif John Rawls”. Diakses tanggal 16 Agustus 2010.
Universitas Sumatera Utara
17
Teori ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun terdapat perbedaan bangsa, kekuasaan, dam lain – lain. Berdasarkan teori diatas, maka dalam penelitian ini akan dilihat keadilan dari para pihak yang membuat perjanjian franchise doorsmeer mobil PAC, merujuk pada perjanjian yang ditandatangani dan disepakati kedua belah pihak, berdasarkan teori keadilan dari John Rawls ini juga akan dilihat bagaimana kedudukan para pihak (franchisor & franchisee), berdasarkan perjanjian yang mereka sepakati. KUHPerdata menyebut perjanjian dengan istilah persetujuan. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian persetujuan dapat didefinisikan sebagai berikut: ” Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 (satu) orang lain atau lebih.”25 Menurut R. Wirjono Projodikoro, disebutkan bahwa perjanjian merupakan perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam hal mana satu pihak berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.26 Dikemukakan oleh R. Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
25
R Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995, hal.
282 26
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Eresco, Bandung, 1981, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
18
untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu timbulah suatu hubungan hukum antara dua pihak yang dinamakan perikatan.27 Perjanjian franchise merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai dalam KUHPerdata. Perjanjian ini dapat diterima karena didalam KUHPerdata yaitu Pasal 1338 ayat (1) menyebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya, Kata semua mengandung arti seluruh perjanjian, ini berarti ada kebebasan berkontrak dalam membuat suatu perjanjian. maksudnya kebebasan berkontrak yaitu kebebasan untuk membuat suatu perjanjian, bahwa bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas memilih dengan siapa akan membuat perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian, bebas menentukan isi perjanjian dan bebas menentukan cara membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah jika memenuhi syarat yang terdapat pada Pasal 1320 KUHPerdata yaitu adanya kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian, para pihak cakap bertindak dalam hukum, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal.28 Menurut Thomas Hobbes dalam buku Johannes Ibrahim menyebutkan bahwa kebebasan berkontrak merupakan bagian dari kebebasan manusia, menurutnya
27 28
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2004, hal. 74 Adrian Sutedi, Hukum Franchise, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2008, hal. 96
Universitas Sumatera Utara
19
kebebasan hanya dimungkinkan apabila orang dapat dengan bebas bertindak sesuai dengan hukum.29 Menurut Subekti dalam buku Johanes Ibrahim menyebutkan bahwa asas kebebasan berkontrak berarti para pihak dapat membuat perjanjian apa saja, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan.30 Menurut Johanes Gunawan dalam buku Djaja S. Meliala menyebutkan penggunaan perjanjian baku menyebabkan asas kebebasan berkontrak kurang atau bahkan tidak dapat diwujudkan.31 KUHPerdata memberikan pembatasan kepada kebebasan berkontrak, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata menentukan perjanjian dapat dibatalkan apabila dibuat tanpa adanya sepakat dari para pihak, ketentuan ini memberikan petunjuk bahwa hukum perjanjian dikuasai oleh asas konsensual, Pasal ini mengandung pengertian bahwa kebebasan suatu pihak untuk menentukan isi perjanjian dibatasi oleh sepakat pihak lainnya atau dapat dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh asas konsensual. Menurut Herlien Budiono yang membatasi/ pembatasan terhadap kebebasan berkontrak yaitu adanya cacat, dalam tercapainya kata sepakat, seperti adanya unsur paksaan, keliru dan tipuan serta bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan dan
29 Johanes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas KebebasanBerkontrak Dalam Perjanjian Kredit Bank, CV. Utomo, Bandung, 2003, hal. 91 30 Ibid. 31 Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hal. 97
Universitas Sumatera Utara
20
kepentingan umum.32 Pada intinya bertentangan dengan hukum, dapat disimpulkan hukum merupakan pembatas perlindungan para pihak didalam perjanjian. Perjanjian yang baik, hak dan kewajiban para pihak seimbang, tidak ada yang dirugikan sehingga terhindar dari masalah. Menurut Rutten dalam buku Purwahid Patrik perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.33 Asas-asas hukum perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1338 KUHPerdata, ada tiga azas yaitu:34 1.
Asas konsensualisme, bahwa perjanjian yang dibuat pada umumnya bukan secara formil tetapi konsensual, artinya perjanjian itu dibuat karena persesuaian kehendak atau konsensual.
2.
Asas kekuatan mengikat dari perjanjian, bahwa para pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian berlaku sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuatnya.
32
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal. 11 33 Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994,hal. 46 34 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
21
3.
Asas kebebasan berkontrak, bahwa orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentukan isi, berlakunya dan syarat-syarat perjanjian, dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan digunakan dalam perjanjian itu. Pasal 1338 KUHPerdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Adapun ketentuan petunjuk yang pertama-tama dapat di jadikan pedoman untuk menentukan keabsahan suatu perjanjian adalah, ketentuan Pasal 1319 KUHPerdata, menyatakan : 35 “Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturanperaturan umum, yang termuat dalam bab ini dan dan bab yang lalu”. Perjanjian bernama sebagaimana dimaksud ketentuan tersebut di atas adalah perjanjian-perjanjian yang diberi nama oleh pembentuk Undang-Undang yaitu perjanjian-perjanjian di dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII Buku III KUH Perdata. Sedangkan perjanjian yang tidak terkenal dengan nama tertentu adalah perjanjian – perjanjian di luar Bab-Bab tersebut. Dengan demikian, perjanjian franchise termasuk dalam perjanjian yang tidak terkenal dengan nama tertentu sebagaimana dimaksud Pasal 1319 KUH Perdata, 35
Lihat Pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
22
tetapi tetap tunduk degan ketentuan-ketentuan Bab I dan Bab II Buku III KUH Perdata. Dalam perjanjian franchise harus tunduk dan diatur oleh perangkat-perangkat hukum yang sebagai dasar hukum bagi para pihak yang membuat perjanjian franchise. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba, Peraturan Perdagangan Republik Indonesia No. 31/M-DAG/PER/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba, perjanjian franchise doorsmeer Mobil PAC bagi para pihak. Syarat sah perjanjian sehingga berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata,36 yaitu: a.
Syarat subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, yang meliputi : 1) Sepakat mereka mengikatkan dirinya. 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
b.
Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum, yang meliputi : 1) Suatu hal (objek) tertentu 2) Suatu sebab (causa) yang halal Dalam hukum perjanjian, perjanjian franchise merupakan perjanjian khusus
karena tidak dijumpai dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 36
Lihat Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
23
ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebasan berkontrak. Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UndangUndang bagi mereka yang membuatnya37 (Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Perjanjian dibuat secara sah artinya bahwa perjanjian itu telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam undang-undang. Artinya perjanjian itu tidak bertentangan dengan Agama dan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan undang-undang itu sendiri. Perjanjian franchise dapat dikatakan suatu perjanjian yang tidak bertentangan dengan undang-undang, agama ketertiban umum dan kesusilaan, karena itu perjanjian franchise itu sah, dan oleh karena itu perjanjian itu menjadi undang-undang bagi mereka yang membuatnya, dan mengikat kedua belah pihak. Pada dasarnya franchise berkenaan dengan pemberian izin oleh seorang pemilik franchise (franchisor) kepada orang lain atau beberapa orang (franchisee) untuk menggunakan sistem atau cara pengoperasian suatu bisnis. Pemberian izin ini meliputi untuk menggunakan hak-hak pemilik franchise yang berada dibidang hak milik intelektual (intelectual property rights). Pemberian izin ini kadangkala disebut dengan pemberian izin lisensi. Perjanjian lisensi biasa tidak sama dengan pemberian (perjanjian) lisensi franchise. Kalau pada pemberian (perjanjian) lisensi biasanya hanya meliputi pemberian izin lisensi bagi penggunaan merek tertentu. Sedangkan pada franchise, 37
Lihat Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Universitas Sumatera Utara
24
pemberian izin lisensi meliputi berbagai macam hak milik intelektual, Keseluruhan hak-hak milik intelektual bahwa alat-alat dibeli atau disewakan darinya. Selain yang disebut diatas perjanjian franchise (franchising): Pada saat ini di Indonesia telah ada peraturan yang khusus mengatur mengenai franchise, yaitu dengan menggunakan dasar hukum Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba. Berkaitan dengan hal tersebut, walaupun memiliki peraturan khusus yang mengatur mengenai franchise setidaknya untuk menjaga agar terciptanya hubungan bisnis yang baik adalah dimulai dengan terdapatnya perjanjian franchise yang memenuhi syarat sebagai berikut : 1.
Kesepakatan kerjasama sebaiknya tertuang dalam suatu perjanjian franchise (Franchise agreement ) yang disahkan secara hukum (legal document);
2.
Kesepakatan ini menjelaskan secara rinci segala hak dan kewajiban dari pemberi franchise (Franchisor) dan penerima franchise (Franchisee);
3.
Perjanjian kerjasama tersebut memberi kemungkinan pemberi franchise (Franchisor) tetap mempunyai hak atas nama dagang dan atau merek dagang, format atau pola usaha, dan hal-hal yang khusus yang dikembangkan untuk suksesnya usaha tersebut;
4.
Perjanjian kerjasama tersebut memberi kemungkinan pemberi franchise (Franchisor) mengendalikan system usaha yang dilisensikannya;
5.
Perjanjian franchise tersebut harus jujur, jelas dan adil. Hak, kewajiban dan tugas masing-masing pihak dapat diterima oleh penerima franchise (Franchisee);
Universitas Sumatera Utara
25
6.
Adanya kesimbangan antara pemberi franchise (Franchisor) dan penerima franchise (Franchisee). Peraturan
Menteri
Perdagangan
Republik
Indonesia
Nomor
31/M-
DAG/PER/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Dalam ketentuan Permendag ini ada mengatur tentang prospektus penawaran waralaba yaitu keterangan tertulis dari pemberi waralaba yang sedikitnya menjelaskan tentang identitas, legalitas, sejarah kegiatan, struktur organisasi, keuangan, jumlah tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba. dan tentang ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba adalah bukti pendaftaran prospektus atau pendaftaran perjanjian yang diberikan kepada pemberi waralaba dan/atau penerima waralaba setelah memenuhi persyaratan pendaftaran yang ditentukan dalam peraturan menteri ini.38 Aspek hukum franchise terdiri dari perjanjian franchise, legalitas usaha, hak cipta, paten, merek, ketenagakerjaan dan perpajakan. Salah satu aspek hukum yang penting adalah perjanjian franchise. Perjanjian Franchise merupakan perjanjian yang dibuat dalam bentuk perjanjian baku yang dibuat oleh franchisor dan diberlakukan terhadap semua calon franchisee tanpa terkecuali. Oleh karena itu calon franchisee hanya dapat memilih menerima atau menolak perjanjian tersebut tanpa ikut menentukan isinya.39
38
Peraturan Menteri Perdagangan No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan
Waralaba. 39
H.S. Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUHPerdata, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 50
Universitas Sumatera Utara
26
Franchisor mempunyai peluang diuntungkan, di mana franchisor dapat menentukan syarat-syarat yang cukup memberatkan franchisee, dikarenakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian franchisor, maka kedudukan para pihak di dalam perjanjian tidak seimbang dimana franchisor mempunyai kedudukan yang kuat dalam menentukan perjanjian yang dibuatnya.
2.
Konsepsi Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.40 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.41 Adapun uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah: a.
Perlindungan Hukum adalah suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian kepada pemberi franchise (franchisor) dan penerima franchise (franchisee).
40 41
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal.31. Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 19
Universitas Sumatera Utara
27
b.
Para pihak adalah pemberi franchise (franchisor) dan penerima franchise (franchisee)
c.
Franchise adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/ jasa yang telah terbukti berhasil untuk dimanfaatkan dan/ atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian franchise.
d.
Pemberi Franchise (franchisor) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan franchise yang dimilikinya kepada penerima franchise.
e.
Penerima Franchise (franchisee) adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi franchise untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan franchise yang dimiliki pemberi franchise.
f.
Perjanjian Franchise (franchising) adalah kesepakatan yang diikat oleh franchisor dengan franchisee, yang mana franchisor memberi izin kepada franchisee untuk menggunakan hak kekayaan intelektual yang dimilikinya.
g.
Doorsmeer Mobil adalah tempat reparasi dan perawatan kendaraan bermotor roda empat.
h.
Doorsmeer Mobil PAC adalah tempat reparasi dan perawatan kendaraan bermotor roda empat yang dikenal sebagai Bengkel Sehat (Pro Auto Clinic).
i.
Force Majeure adalah keadaan terpaksa; keadaan darurat, dimana tidaklah biaya rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja si berutang berhalangan memberikan atau
Universitas Sumatera Utara
28
berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang. j.
Kontrak adalah perjanjian secara tertulis antara dua pihak dalam perjanjian franchise antara pemberi franchise (franchisor) dan penerima franchise (franchisee).
k.
Perjanjian baku adalah konsep janji-janji tertulis disusun tanpa membicarakan isinya yang lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah tak terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu.
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bersifat
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang sesuatu hal yang secara terperinci tentang hal tertentu dan pada saat tertentu. Biasanya dalam penelitian ini, peneliti sudah mendapatkan atau mempunyai gambaran yang berupa data awal tentang permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang menganalisa norma-norma hukum yang berlaku yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Analisis dimaksudkan
Universitas Sumatera Utara
29
berdasarkan gambaran dan fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.42 Mengingat bahwa penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum doktriner yang mengacu kepada norma-norma hukum,43 maka penelitian ini menekankan pada sumber-sumber bahan sekunder, baik berupa peraturan-peraturan maupun teori-teori hukum, disamping menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga ditemukan suatu asas-asas hukum yang berupa dogma atau doktrin hukum yang bersifat teoritis ilmiah serta dapat digunakan untuk menganalisis permasalahan yang dibahas,44 serta yang dapat menjawab permasalahan yang diteliti dalam penulisan tesis ini, yaitu mengenai perlindungan hukum para pihak dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil.
Selain itu penelitian ini didukung dengan penelitian hukum
sosiologis yang dibutuhkan untuk mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma tersebut bekerja di dalam masyarakat,45 yaitu penerapan ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan hukum para pihak dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil.
42
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994, hal. 101 43 Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Semarang, 1996, hal. 13 44 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hal. 13 45 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 49
Universitas Sumatera Utara
30
2.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan pada doorsmeer mobil PAC yang berada di Jalan
Medan-Banda Aceh Jeunieb-Bireuen, Provinsi Aceh. Alasan dipilihnya doorsmeer mobil PAC adalah karena doorsmeer mobil PAC merupakan salah satu pelaku usaha di bidang franchise yang terkenal dengan nama Bengkel Sehat Pro Auto Clinic dan telah memiliki beberapa outlet di Indonesia. 3.
Sumber Data Penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder dan menekankan pada
langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis-kualitatif.46 Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu : a.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Terdiri dari peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi. Dalam penelitian ini, bahan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang atau peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan franchise yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, dan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 31/MDAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba dan Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUH Perdata).
b.
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi 46
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
31
buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum, kontrak mengenai franchise dan kutipan mengenai kasus franchise yang ada di Indonesia. Bahan hukum sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi.47 c.
Bahan hukum tersier berupa bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum sekunder misalnya kamus hukum, kamus istilah hukum, ensiklopedia. Sedangkan data primer diperoleh dari penelitian di lapangan (field research)
guna memperoleh dokumen pendukung dan hasil wawancara yang akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. 4.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data Bahan penelitian merupakan kajian terhadap objek yang berupa penelitian.
Bahan penelitian merupakan kajian terhadap objek yang berupa penelitian. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan (Library Research) yaitu untuk mendapatkan atau mencari konsepsikonsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah data sekunder. Untuk menghimpun data sekunder tersebut, maka dibutuhkan bahan kepustakaan yang merupakan data dasar yang digolongkan sebagai data sekunder yang terdiri dari 47
Pieter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 141
Universitas Sumatera Utara
32
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Selain itu penelitian ini didukung oleh data primer yang diperoleh dari penelitian di lapangan (field research) guna memperoleh dokumen pendukung dan hasil wawancara yang akan digunakan sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini yang dipergunakan adalah sebagai berikut : a. Studi Dokumen. Merupakan upaya pengumpulan data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan atau data sekunder dalam bidang hukum antara lain bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. b. Pedoman Wawancara. Sebagai sumber data tambahan dilakukan menggunakan pedoman wawancara, yang digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi dari pihak franchisor selaku pemilik franchise doorsmeer mobil PAC dan franchisee selaku penerima franchise doorsmeer mobil PAC serta dari pihak Notaris yang membuat perjanjian franchise, terkait perlindungan hukum terhadap para pihak dalam perjanjian franchise doorsmeer mobil yang diteliti dalam tesis ini. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data-data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam penelitian tesis ini.
Universitas Sumatera Utara
33
5.
Analisis Data Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna
untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).48 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.49 Sedangkan metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.50 Data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berpikir deduktif, ditarik kesimpulannya dari hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus.
48
Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 53 49 Lexy J. Moleong, Metode Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 103 50 Ibid., hal. 3
Universitas Sumatera Utara