1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanaman obat tradisional saat ini banyak dikembangkan sebagai alternatif antimikroba untuk mengurangi peningkatan penggunaan antibiotik. Obat tradisional lebih mudah diterima oleh masyarakat karena selain sudah akrab, obat ini lebih murah dan lebih mudah didapat. Salah satu tanaman di Indonesia yang diterima baik oleh masyarakat adalah daun sukun. Daun sukun yang memilki nama ilmiah Artocarpus altilis merupakan tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat, dibuktikan dengan riset yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Daun sukun sangat berguna bagi proses penyembuhan penyakit kardiovaskular, antidiabetes, antimikroba, antikanker, antiinflamasi, dan memperlancar buang air kecil (Indiani, 2013). Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa aktivitas ekstrak etanol daun sukun mampu menghambat perkembangbiakan bakteri dan jamur. Ekstrak etanol daun sukun dapat sebanding dengan antibiotik tetrasiklin dan antibiotik ketokonazol dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Bacillus substilis, dan jamur Candida albicans, Microsporum gypsium. Daya hambat daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli, 791 lebih tinggi daripada antibiotik tetrasiklin. Sementara itu, daya hambat ekstrak daun
2
sukun terhadap bakteri Bacillus substilis, 889 lebih besar daripada tetrasiklin. Ekstrak daun sukun juga menghambat perkembangan Candida albicans (penyebab sariawan), 405 lebih tinggi daripada antibiotik ketokonazol (Mardiana, 2012). Hasil skrining fitokimia simplisia daun sukun menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoida, tanin, saponin, steroid/triterpenoid, dan polifenol. Flavonoida, tanin, saponin, steroid/triterpenoid, dan polifenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda (Murwani dkk., 2014). Escherichia coli merupakan bakteri flora normal pada usus besar tetapi juga memiliki faktor virulensi ekstra yang membuatnya patogenik. Escherichia coli
merupakan penyebab diare di negara berkembang.
Mikroorganisme ini menyebabkan sampai 25% kasus penyakit diare pada bayi dan anak-anak. Diare merupakan keadaan Buang Air Besar (BAB) lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi encer (Puspitasari, 2006). Penularan penyakit diare ini terjadi karena makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri seperti Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli masuk kedalam tubuh melalui pangan dan dapat berkembang biak di dalam saluran pencernaan dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah, mual, dan gejala lain (Sudiarto, 2011). Pengobatan penyakit diare dapat diobati dengan antibiotik. Antibiotik yang sering digunakan adalah ampicillin atau khloramfenikol karena antibiotik ini termasuk dalam antibiotik yang spektrumnya luas.
3
Namun, ada beberapa antibiotika merupakan senyawa sintetis (tidak dihasilkan oleh mikroorganisme) yang juga dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik sintetis memiliki banyak manfaat, tetapi penggunaannya telah berkontribusi terhadap terjadinya resistensi. Efek samping dari antibiotik sintetik terhadap tubuh diantaranya seperti reaksi alergi, mulai dari yang ringan seperti ruam, gatal sampai pembengkakan bibir dan kelopak mata (Haryanto & Nugroho, 2006). Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Efektifitas Daun Sukun (Artocarpus altilis) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah yaitu. 1. Daun sukun (Artocarpus altilis) tumbuhan berkhasiat obat yang mengandung
zat
aktif
seperti
flavonoid,
tanin,
saponin,
steroid/triterpenoid, dan polifenol sebagai antibiotik. 2. Efektifitas ekstrak etanol daun sukun dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli .
4
C. Batasan Masalah Agar masalah ini tidak meluas, maka peneliti membatasi masalah yaitu. 1. Daun sukun (Artocarpus altilis) yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun sukun yang tua berwarna hijau. 2. Konsentrasi ekstrak etanol daun sukun yang digunakan adalah 100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%. 3. Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara maserasi.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah adalah : 1. Apakah ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli ? 2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) mampu menghambat pertumbuhan Escherichia coli ?
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Tujuan umum dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
5
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian sebagai berikut. 1. Manfaat Bagi Peneliti Mengembangkan kemampuan dalam pembuatan karya tulis ilmiah serta memberikan
pengetahuan
tentang
manfaat
daun
sukun
dalam
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 2. Manfaat Bagi Mahasiswa Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dan dasar penelitian lebih lanjut. 3. Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi kepada masyarakat tentang manfaat ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) sebagai antibakteri.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) Selain sebagai bahan baku makanan, ternyata sukun juga berkhasiat sebagai tanaman obat. Semua bagian tanamannya terbukti berkhasiat mulai dari daun, buah, batang, hingga akar. Klasifikasi tanaman sukun sebagai berikut. Kingdom
:
Plantae
Filum
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Magnoliopsida
Ordo
:
Rosales
Family
:
Moraceae
Genus
:
Artocarpus
Spesies
:
Artocarpus altilis
1. Morfologi Tanaman Sukun (Artocarpus altilis) Sukun menyukai iklim tropis, meliputi suhu 20-40o C. Tanaman sukun tumbuh dengan baik di dataran rendah, ketinggian kurang dari 600 m diatas permukaan laut. Tanaman sukun dapat tumbuh tinggi hingga 30 m, bertajuk renggang, bercabang mendatar, dan berdaun besar yang tersusun berselang-seling.
7
Ukuran daun sukun 20-40 cm x 20-60 cm dengan bentuk daun seperti jari panjang, pertulangan menyirip tebal, dan permukaan kasar. Kulit buah sukun berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang berbentuk polygonal, berat normal buah sukun 1-3 kg. Batang pohon sukun besar, agak lunak dan bergetah banyak dengan permukaan yang kasar. Akar tanaman sukun berakar tunggang yang dalam dan akar samping yang dangkal. Akar samping tanaman sukun dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk bibit (Mardiana, 2012). 2. Manfaat Daun Sukun (Artocarpus altilis) Daun sukun (Artocarpus altilis) mengandung senyawa saponin, polifenol, tanin, asam hidrosianat, kalium, aseticolin, riboflavin, dan phenol. Daun sukun mengandung senyawa flavonoid yaitu 8-geranyl4,57-trihydroxyflavone yang bersifat sebagai antidiabetes kuat. Sementara itu, senyawa flavonoid geranyl daun sukun bermanfaat sebagai antikanker. Kandungan
flavonoid
juga
terbukti
sebagai
antiinflamasi,
antiaterosklerosis, dan platelet. Daun sukun juga terbukti secara ilmiah melindungi jantung. Riset Andi Mu’nisa dari bagian zoology, Departemen Biologi,
FMIPA,
Universitas
Negeri
Makassar,
mengungkapkan
kandungan flavonoid tertingggi terdapat pada sukun tua, yaitu sebesar (100,68 mg/g), daun sukun muda (87,03 mg/g), dan daun sukun tua yag sudah gugur (42,89 mg/g) (Mardiana, 2012).
8
3. Kandungan Aktif Dalam Daun Sukun Kandungan aktif dalam daun sukun antara lain flavonoid, tannin, saponin, dan kuinon. Aktifitas antimikroba senyawa flavonoid terhadap bakteri dilakukan dengan merusak dinding sel bakteri (Murwani dkk., 2014). Kandungan aktif daun sukun memiliki mekanisme kerja sebagai berikut. a. Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu tanaman yang bisa dijumpai pada bagian daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga dan biji. Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri adalah membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler bakteri, sehingga dapat merusak membran sitoplasma bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler. Senyawa flavonoid bersifat lipofilik sehingga mampu mengikat fosfolipid – fosfolipid pada dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri lisis dan senyawa dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Pada inti sel senyawa akan berikatan dengan lipid DNA bakteri sehingga menghambat replikasi DNA dan menyebabkan perubahan kerangka mutasi pada sintesis protein.
9
b. Tanin Tanin bekerja dengan cara berikatan pada adhesin faktor pada bakteri dan membentuk kompleks dengan polisakarida dinding sel bakteri, sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Selain itu sifat tanin yang dapat membentuk kompleks dengan ion logam menyebakan tanin bersifat toksik bagi membran mikroba. Tanin tersusun atas senyawa polifenol alami yang mengandung gugus hidroksil yang merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu. c. Saponin Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam 90 suku tumbuhan, merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Dapat dideteksi berdasarkan dari kemampuannya untuk membentuk busa dan menghemolisis sel darah merah. Senyawa aktif permukaan yang kuat sehingga menurunkan tegangan permukaan sel yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dinding sel bakteri. Senyawa saponin yang meresap pada permukaan sel akan mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga sel kehilangan bahan-bahan esensialnya. d. Kuinon Kuinon memiliki kisaran antimikroba yang luas sebagai sumber radikal bebas. Kuinon juga dapat membentuk kompleks dengan asam amino nukleofilik dalam protein sehingga dapat menyebabkan protein kehilangan fungsinya. Kuinon bereaksi dengan protein adhesin bulu-
10
bulu sel dan eksoenzim yang dilepaskan melalui membrane mengakibatkan bakteri gagal melekat pada permukaan sel target (hospes) dan dinding sel bakteri akan rusak (Murwani dkk., 2014).
B. Escherichia coli 1. Morfologi Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek (kokobasil) yang memiliki ukuran sekitar 0,4-0,7 µm x 2 µm, dengan diameter 0,7 µm dan bersifat anaerob fakultatif. Escherichia coli membentuk koloni bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Jawetz & Ernest, 1996). Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan, tetapi spesies tertentu dapat menyebabkan diare berdarah, diare seperti air atau diare peradangan (traveler’s diarrhea) (Tjay & Rahardja, 2007). Klasifikasi Escherichia coli sebagai berikut. Domain
:
Bacteria
Filum
:
Proteobacteria
Kelas
:
Gammaproteobacteria
Ordo
:
Enterobacteriales
Famili
:
Enterobacteriaceae
Genus
:
Escherichia
Spesies
:
Escherichia coli
11
2. Manfaat dan Patologis Escherichia coli adalah anggota flora normal usus, Escherichia coli berperan penting dalam sintetis vitamin K, konversi pigmen-pigmen empedu,
asam-asam
empedu
dan
penyerapan
zat-zat
makanan.
Escherichia coli termasuk dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat organik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995). Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare. Escherichia coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (Jawetz & Ernest, 1996). Beberapa penyakit yang disebabkan oleh Escherichia coli antara lain yaitu: a. Infeksi saluran kemih Escherichia coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada 90% wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan saluran kemih bagian atas.
12
b. Diare Escherichia coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. Escherichia coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifatsifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada beberapa kelompok galur Escherichia coli yang patogen, yaitu : 1) Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) EPEC dapat menyebabkan
diare
pada anak-anak. EPEC
menyerang jaringan gastrointestinal tissues, khususnya pada bayi yang baru lahir dan menyebabkan diare cair atau diare yang disertai perdarahan pada bayi baru lahir karena produksi toksin. 2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC) ETEC disebut juga traveler’s diarrhea, dengan gejala diare cair, kram perut, dan demam. Beberapa serotype of Escherichia coli (0169:H47,0148:H28). 3) Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC) EIEC menyebabkan diare yang disertai perdarahan seperti diare yang disebabkan oleh Shigella Escherichia coli juga dapat menyerang jaringan epitel pada berbagai usia dan juga menyebabkan mual, demam dan rasa kedinginan. Bakteri serotype ini berhubungan dengan Shigella spp. Pada beberapa anak menyebabkan haemolytic uraemic syndrome (HUS).
13
4) Escherichia coli Enterohemoragik (EHEK) EHEK menyebabkan serangan diare berdarah haemolytic uraemic syndrome (HUS). HUS ini ditandai dengan keadaan gagal ginjal akut, anemia dan kekurangan trombosit dan juga gangguan neurologis sampai stroke dan koma. Pada kondisi tertentu memproduksi Vero toksin dan Shiga toksin. Contoh serotype yang memproduksi shiga toksin adalah Escherichia coli 0157:H7 dan Escherichia coli Enterohemoragik O10:H4. 5) Escherichia coli Enteroadherent (EAEC) EAEC menyebakan diare pada anak-anak dan beberapa kejadian pada traveler’s diarrhea pada orang dewasa menyebabkan infeksi saluran kencing. Kelompok ini tersusun dari beberapa strain Escherichia coli strains (contohnya : 0119 atau 055). Serotype ini dapat menempel pada jaringan sel manusia seperti jaringan gastrointestinal dan sel-sel lain. Sebagian dari grup ini dapat menyebabkan
diare
ringan
khususnya
pada
anak-anak.
Escherichia coli serotype lain walaupun dapat menempel, tidak menyebabkan timbulnya penyakit. Seperti EAggEC, strain Escherichia coli ini tidak menghasilkan shigatoksin atau tidak menghasilkan secret yang merupakan toksin bagi makhluk hidup. 6) Escherichia coli Enteroagregatif (EAggEC) EAggEC
menyebabkan
diare
pada
anak-anak
di
negara
berkembang paling sedikit selama 14 hari. Diare yang terjadi cair,
14
berlendir dan berdarah pada kondisi tertentu. EAggEC biasanya menyebabkan demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (kurang dari 101 F atau 38.3 C) dan hamper tanpa disertai rasa mual (Agustin, 2011). c. Meningitis Escherichia coli dan Streptococcus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Jawetz & Ernest, 1996).
C. Ekstrak Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat menggunakan pelarut yang cocok, uapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standarnya (Anonim, 1995). Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979). Ekstraksi tergantung pada tekstur dan kandungan bahan dalam tumbuhan. Senyawa atau kandungan dalam tumbuhan memiliki kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Pelarut-pelarut yang biasa digunakan antara lain kloroform, eter, etanol, metanol, dan etilasetat.
15
Ekstraksi biasanya dilakukan secara bertahap dimulai dengan pelarut non polar (kloroform atau n-heksana), semipolar (etilasetat atau dietil eter), dan pelarut polar (etanol atau metanol).
D. Metode Ekstrak Maserasi Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Istilah maceration berasal dari bahasa latin macere, yang artinya “merendam”. Jadi maserasi dapat diartikan sebagai proses dimana obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam sampai meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zatzat mudah larut akan melarut (Ansel, 1989). Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Larutan yang lebih pekat (di dalam sel) di desak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Anonim, 1979). Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk ke dalam sel
16
dari tanaman melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi biasanya berkisar 2-14 hari dilakukan pengadukan atau pengocokkan dan penggantian pelarut setiap hari. Pengocokkan memungkinkan pelarut segar mengalir berulang-ulang masuk ke seluruh simplisia yang sudah halus. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. Maserasi biasanya dilakukan pada temperature 15o-20o C dalam waktu 3 hari sampai bahan-bahan yang larut, melarut (Ansel, 1989). Cairan yang biasa digunakan dalam metode maserasi dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Bila cairan penyari digunakan air maka untuk mencegah timbulnya kapang, dapat ditambahkan bahan pengawet yang diberikan pada awal penyarian (Anonim, 1989). Ekstraksi dengan metode maserasi memiliki keuntungan dan kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Keuntungan a. Alat yang digunakan sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam. b. Biaya operasionalnya relatif rendah. c. Prosesnya relatif hemat penyari.
17
2. Kelemahan a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif tidak semua terekstraksi . b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
E. Uji Antimikroba Uji antimikroba atau uji resistensi ini digunakan untuk menentukan farmakokinetik obat pada hewan atau manusia, untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehkan suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien (Pratiwi, 2008). Uji resistensi adalah pengujian untuk mengetahui kepekaan bakteri terhadap antibiotik. Beberapa senyawa organik yang dihasilkan oleh mikroba dapat bersifat sebagai zat membunuh atau memperlambat pertumbuhan bakteri (Novel dkk., 2010). Dikenal beberapa jenis resistensi terhadap bakteri yaitu : 1. Resistensi primer atau bawaan, yaitu resistensi alamiah terhadap kuman, misalnya stafilokoki mengandung penisilinase yang dapat menguraikan penisilin dan sefalonidin. 2. Resistensi sekunder atau diperoleh, yaitu resistensi akibat adanya kontak antara kuman dan khemoterapika terbentuk secara spontan jenis bakteri dengan ciri-ciri yang berlainan. Mutan-mutan ini memperbanyak diri dan menjadi suku baru yang resisten. Adakalanya terbentuk mutan yang cepat seperti pada kontak dengan Streptomisin, Isoniazid (INH) dan Rifampisin.
18
Adanya resistensi terjadi lambat, yaitu terjadi resistensi banyak tingkat seperti Penisilin, Eritromisin dan Tetrasiklin. 3. Resistensi episomal yaitu membawa faktor genetika dari atau luar kromosom (rangkaian pendukung sifat genetika). Episoma atau plasmid, terdiri dari DNA dan dapat ditularkan pada bakterilain dengan penggabungan atau kontak antar sel. Penularan factor R-resistensi terjadi terutama di usus dengan penularan gen-gen dan tidak antar jenis bakteri tetapi antar bermacam-macam bakteri seperti Escherichia coli dengan jenis Salmonella, Klebsiella, Vibrio dan lainnya. Masuknya faktor R menambah daya memperbanyak diri bakteri yang besar. Mutasi berikut dari mutan bakteri yang resisten dapat menggunakan khemoterapetika sebagai zat tumbuh, sebagai contohnya Penisilin, Streptomisin, Isoniazid (INH) dan Khloramfenikol. Hal ini disebut ketergantungan bakteri terhadap antibiotika tertentu. 4. Resistensi silang yaitu, bakteri resistensi terhadap suatu antibiotika dengan semua derivatnya. Adapun contohnya sebagai berikut: a. Penisilin dengan Ampisil, Amoksilin. b. Rifampisin dengan Rimamisin. c. Berbagai jenis sulfonamida (Anief, 1994).
19
F. Metode Uji antimikroba 1. Metode Difusi a. Metode Disc Diffusion Metode ini digunakan untuk menentukan aktifitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar. b. Metode E-Test Metode ini digunakan untuk Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau Kadar Hambat Minimum (KHM), yaitu konsentrasi minimal
suatu
agen
antimikroba
untuk
dapat
menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media Agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih
mengindikasikan
adanya
hambatan
pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar. c. Ditch-Plate Technique Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji
20
(maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba . d. Cup-Plate Technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. e. Gradient-Plate Technique Metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media Agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media Agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang
diatasnya.
Plate
diinkubasi
selama
24
jam
untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan (Pratiwi, 2008). 2. Metode Dilusi a. Metode Dilusi Cair Metode dilusi cair atau broth dilution test (serial dilution) ini mengukur Minimum Inhibitory Concentration (MIC) atau Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Minimum Bactericidal Concentration
21
atau Kadar Bunuh Minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM. b. Metode dilusi padat Metode dilusi padat atau solid dilution test ini serupa dengan dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
G. Media penanaman 1. Brain Heart infusion (BHI) BHI adalah media penyubur yang berguna untuk pertumbuhan berbagai macam bakteri baik bentuk cair maupun agar. Bahan utama tediri dari beberapa jaringan hewan ditambah pepton, buffer fosfat, dan sedikit detrosa. Penambahan karbohidrat memungkinkan bakteri dapat menggunakan langsung sebagai sumber energy. Media BHI memeliki komposisi antara lain brain infusion 200 g ; beef heart infusion 250 g ;
22
proteosea 10 g ; NaCl 5 g ; Na2PO4 2,5 g dengan kondisi pH 7,4 (Wijaya, 2006). 2. Eosin Methylene Blue (EMB) Eosin Methylene Blue (EMB) adalah selektif yang digunakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri gram negatif. Eosin Y dan pewarna biru metilena
menghambat
pertumbuhan
bakteri
gram
positif
dan
memungkinkan pertumbuhan bakteri gram negatif. Laktosa dan sukrosa dimasukkan untuk memungkinkan diferensiasi isolat didasarkan pada fermentasi laktosa. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna gelap dengan kilap logam, sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna. Eosin Methylene Blue (EMB) komposisinya yaitu gelatin 10 g ; laktosa 5 g ; sukrosa 5 g ; dipotasium fosfat 2 g ; eosin Y 0,4 g ; methylene blue 65 mg dan agar 13,5 g. 3. Mueller Hinton (MH) Pada penelitian ini dipilih Mueller Hinton agar karena media ini telah direkomendasikan oleh food and drug administrasion (FDA) dan world health organization (WHO) untuk tes antibakteri terutama bakteri aerob dan facultative anaerobic bacteria untuk makanan dan materi klinis. Media ini mengandung sulfonamida, trimethropin, dan inhibitor tetrasiklin yang rendah serta memberikan pertumbuhan pathogen yang memuaskan (Acumedia, 2001). Media MH memiliki komposisi yaitu
23
meat infusion 5 g ; casein hydrolisate 17,5 g ; amilum 1,5 g ; agar-agar 12,5 g dengan pH 7,2-7,6 (Wijaya, 2006).
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen atau percobaan (experimen reserch) dengan pendekatan laboratorium yang dilakukan dengan serangkaian percobaan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Universitas Muhammadiyah Palangka Raya dimulai bulan 2 Juni – 25 Juni 2014.
C. Instrument Penelitian 1. Alat Penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : Autoclave, Alluminium foil, Pelubang, Lidi kapas, Kapas, Lampu spiritus, Gelas beker, Hot plate, Incubator, Korek api, Lampu spiritus, Tabung reaksi, Pipet ukur, Ball pipet, Pipet tetes, Mikropipet 200 µL, Tip kuning, Open, Pisau, Gelas ukur, Penggaris, Cawan petri, Cawan porselen, Labu ukur, Batang pengaduk, Waterbath, Erlenmeyer, Ose steril.
25
2. Bahan Penelitian Bahan yang digunakan yaitu : Bakteri Escherichia coli kode ATCC 29522 yang diambil dari Laboratorium Universitas Muhammadiyah Palangka Raya, Daun sukun (Artocarpus altilis), BHI (Brain Heart Infusion), MH (Mueller Hinton), Aquadest, Alkohol 95% , Standar Mac Farland 0,5, NaCl steril 0,85%, H2SO4 1%, dan BaCl2 1%.
D. Prosedur Penelitian 1. Sterilisasi Alat dan Bahan Peralatan yang perlu disterilkan terlebih dahulu seperti cawan petri, tabung reaksi, pelubang, lidi kapas dengan cara memasukkan ke dalam open selama 60 menit pada suhu 180oC dan bahan yang perlu disterilkan seperti media agar Mueller Hinton, BHI, dan EMB dengan cara memasukkan ke dalam autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. 2. Pemilihan Sampel Daun sukun (Artocarpus altilis) yang dipilih dalam penelitian ini adalah daun sukun yang berwarna hijau tua. 3. Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) dengan metode maserasi. Metode ini dilakukan dengan cara memotong daun sukun kemudian dikeringkan, ditimbang sebanyak 100 gram dan menambahkan pelarut (alkohol 95%) sebanyak 300 ml, rendam selama 24 jam dan diaduk setiap 6 jam sekali. Ekstrak kemudian disaring dan ampas hasil ekstraksi dicuci dengan pelarut yang sama sebanyak 300 ml, kemudian rendam
26
kembali selama 24 jam. Perendaman dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah itu disaring dan hasil penyaringan digabung dengan hasil penyaringan sebelumnya. Uapkan dengan water bath sampai diperoleh ekstrak kental. Kemudian ekstrak daun sukun diambil sebanyak 10 gram sebagai konsentrasi 100%. Untuk mendapatkan berbagai konsentrasi ekstrak daun sukun 100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%. 4. Pembuatan Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis) Ekstrak kental daun sukun diambil sebanyak 10 gram sebagai konsentrasi 100%. Untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak daun sukun 90%, 80%, 70%, dan 60% maka perhitungan disetarakan hingga volume 10 ml. a. Konsentrasi 90% 10 gram X 90% = 9,0 gram kemudian disetarakan dengan aquadest hingga 10 ml. b. Konsentrasi 80% Untuk
mendapatkan
konsentrasi
80%
dari
konsentrasi
menggunakan rumus : V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 90% = 10 ml x 80% V1 =
10mlx80% 90%
V1 = 8,89 ml kemudian disetarakan hingga volume 10 ml
90%
27
c. Konsentrasi 70% Untuk
mendapatkan
konsentrasi
70%
dari
konsentrasi
80%
menggunakan rumus : V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 80% = 10 ml x 70%
V1 =
10mlx70% 80%
V1 = 8,75 ml kemudian disetarakan hingga volume 10 ml d. Konsentrasi 60% Untuk
mendapatkan
konsentrasi
60%
dari
konsentrasi
70%
menggunakan rumus : V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 70% = 10 ml x 60% V1 =
10mlx60% 70%
V1 = 8,57 ml kemudian disetarakan hingga volume 10 ml 5. Pembuatan Media BHI BHI ditimbang sebanyak 1,85 gram kemudian masukan ke dalam Erlenmeyer tambahkan aquadest sebanyak 50 ml. Panaskan dengan hot plate sampai larut. Kemudian tuang ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 ml, dan tutup dengan kapas selanjutnya sterilkan dengan menggunakan autoclaft selama 15 menit pada suhu 121oC. Setelah 15 menit media BHI
28
dikeluarkan, tunggu sampai dingin setelah itu tanam bakteri Escherichia coli sebanyak satu ose, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. 6. Pembuatan Media Eosin Methylene Blue (EMB) EMB ditimbang sebanyak 3,6 gram kemudian masukan ke dalam Erlenmeyer tambahkan aquadest sebanyak 100 ml. Panaskan dengan hot plate sampai larut. Kemudian sterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah disterilkan dinginkan beberapa saat lalu tuang media EMB ke cawan petri steril kemudian dingin dan padat. 7. Pembuatan Media Mueller Hinton (MH) Media Mueller Hinton (MH) dibuat dengan cara menimbang media MH sebanyak 1,7 gram kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades sambil dipanaskan hingga larut. Kemudian disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit, selanjutnya periksa pH media dengan kertas pH dan dituang pada cawan petri steril kemudian biarkan dingin dan padat. 8. Pembuatan Suspensi Bakteri NaCl steril 0,85% masukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml. Buat standar Mac Farland yaitu 0,05 ml H2SO4 1% + 9,95 ml BaCl2 1%, siapkan koloni bakteri, nyalakan lampu spiritus. Masukkan koloni bakteri menggunakan ose steril ke dalam NaCl 0,85% yang sudah dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 3 ml hingga kekeruhan suspensi bakteri sama dengan standar Mac Farland.
29
9. Uji Pewarnaan Gram Koloni bakteri Escherichia coli yang tumbuh pada media Eosin Methylene Blue (EMB) agar diwarnai dengan pewarnaan gram untuk memastikan bakteri yang tumbuh adalah Escherichia coli. Cara kerja nya yaitu siapkan ose, kaca objek yang bersih dan kering, kemudian ambil 2 ose larutan NaCl 0,85% dan teteskan diatas kaca objek. Lalu ambil koloni bakteri pada media EMB agar sebanyak satu ose lalu homogenkan pada kaca objek yang berisi larutan NaCl 0,85%. Keringkan pada suhu ruang. Setelah itu lakukan fiksasi dengan melewatkan diatas api sebanyak 3x, kemudian diwarnai dengan pewarna gram: a. Warnai sediaan dengan gentian violet 3% dengan cara genangi sediaan selama 3 menit, kemudian bilas dengan air mengalir. b. Warnai dengan lugol selama 1 menit, kemudian bilas dengan air mengalir. c. Genangi dengan alkohol 96% selama 1 menit, kemudian bilas dengan air mengalir. d. Genangi dengan air fucksin selama 20 detik, kemudian bilas dengan air mengalir. e. Keringkan dan amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x. (Novel dkk., 2010)
30
10. Pembuatan Kontrol Positif Timbang 0,01 mg khloramfenikol dengan cara keluarkan serbuk khloramfenikol dari dalam kapsul, lalu masukkan kedalam labu ukur dan tambahkan aquades 10 ml, kemudian homogenkan.
E. Pengujian Efektifitas Ekstrak Daun Sukun Metode pengujian efektifitas ekstrak daun sukun terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang digunakan dalam pengujian ini adalah menggunakan metode difusi (cup-plate technique) untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Metode ini dilakukan dengan cara membuat sumur pada media agar MH yang telah ditanami dengan bakteri Escherichia coli dan pada sumur tersebut diberi ekstrak daun sukun 200 µL dengan berbagai konsentrasi 100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%. Penanaman pada lempeng agar dilakukan dengan mencelupkan lidi kapas steril ke dalam biakan bakteri. Tekan-tekan kapas pada dinding tabung untuk memeras kelebihan cairan. Kemudian swab atau gores pelan-pelan pada seluruh permukaan media Mueller Hinton. Bakteri dibiarkan menempel pada media selama 5 menit. Sebelum memasukkan ekstrak daun sukun pada cawan petri yang berisi Escherichia coli, terlebih dahulu membuat lubang atau sumuran pada media agar MH dalam cawan petri tersebut, kemudian masukkan ekstrak daun sukun dengan berbagai konsentrasi ke dalam sumur pada media MH. Masukkan ke dalam incubator selama 24 jam dengan suhu 37oC. Setelah di inkubasi amati zona hambatan dan ukur diameternya dengan penggaris.
31
F. Pengujian Kontrol Positif Media MH yang telah ditanam bakteri dan dibuat sumur
dengan
pelubang. Kemudian masukkan antibiotik khloramfenikol ke dalam sumuran dengan konsentrasi antibiotik 100%, lalu inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah selesai amati zona hambatan dan ukur diameter nya menggunakan penggaris.
G. Pengamatan 1. Pengamatan Utama Pengujian Escherichia coli menggunakan metode difusi untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Metode ini dilakukan dengan cara membuat sumur pada media Mueller Hinton (MH) yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. Agen antimikroba yang dipakai adalah ekstrak daun sukun dengan konsentrasi 100%, 90%, 80%, 70%, dan 60%. Pengamatan dilakukan dengan cara mengukur diameter dari daya hambat ekstrak daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli. 2. Pengamatan Pendukung Untuk pengamatan pendukung perlakuannya sama seperti pengamatan utama,
perbedaannya
pengamatan
pendukung
menggunakan
Kloramfenikol, karena antibiotik ini merupakan antibiotik dengan spektrumyang luas dan sensitif terhadap Escherichia coli.
32
H. Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan cara pengukuran diameter daya efektifitas ekstrak daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli pada cawan petri menggunakan penggaris dengan satuan milimeter (mm).
33
Penanaman Bakteri Escherichia coli Hari I Penanaman pada media BHI
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC
Hari II: Tumbuh
Penanaman Pada Media EMB
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC
Hari III: Tumbuh, lakukan pewarnaan gram
Membuat standar mac farland kemudian penanaman pada media Mueller Hinton dan melakukan uji hambatan dengan ekstrak daun sukun
Skema 1. Penanaman Bakteri Escherichia coli
34
Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sukun Daun sukun dipotong – potong kecil
Daun sukun dikeringkan
Setelah kering, ditimbang sebanyak 100 gram
Tambahkan pelarut alkohol 95% sebanyak 300 ml
Rendam selama 24 jam, dan diaduk setiap 6 jam sekali
Saring, selanjutnya simplisia hasil ekstraksi dicuci dengan pelarut yang sama dan rendam selama 24 jam dan di aduk 6 jam sekali
Lakukan perendaman dan penyaringan sebanyak 3x
Uapkan dengan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental
Skema 2. Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sukun
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pada penelitian efektifitas daun sukun (Artocarpus altilis) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dilakukan uji sebagai berikut: 1. Penanaman Pada Media Brain Heart Infussion (BHI) Bakteri Escherichia coli dengan kode ATCC 25922 ditanam pada media BHI kemudian di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil positif ditandai dengan adanya kekeruhan pada media BHI. 2. Penanaman Pada Media Eosin Methylene Blue (EMB) Bakteri Escherichia coli yang sudah ditanam pada media BHI diambil 1 ose untuk ditanam di media EMB dengan cara di streak (goresan T). Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Media EMB yang digunakan untuk membedakan bakteri Escherichia coli dengan bakteri yang lain. Hasil pada media EMB yaitu berwarna hijau metalik dengan inti yang gelap, koloni berbentuk bundar, cembung, dan halus. 3. Pewarnaan Gram Hasil dari pewarnaan gram yaitu didapatkan bakteri gram negatif, koloni berbentuk batang pendek atau kokobasil.
36
4. Pengujian
Ekstrak
Daun
Sukun
(Artocarpus
altilis)
Dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli. Pengujian ekstrak daun sukun terhadap bakteri Escherichia coli dengan dibuat sumur pada media Mueller Hinton (MH) yang sudah ditanami suspensi bakteri Escherichia coli, ekstrak daun sukun dimasukkan ke dalam sumur media MH sebanyak 200 µL dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Setelah itu di inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Hasil
pengujian
ekstrak
daun
sukun
dalam
menghambat
pertumbuhan bakteri Escherichia coli yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Hasil pengujian ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Hasil Pengujian Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis) Konsentrasi (mm) Pengulangan
I II
100%
90%
80%
70%
60%
40
35
33
30
22
35
40
30
30
23
35
30
30
26
22
36.67 mm
35.00 mm
31.00 mm
28.67 mm
22.33 mm
III Rerata
37
5. Uji Daya Hambat Antibiotik Berdasarkan pada penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi bahwa bakteri Escherichia coli dapat dihambat dengan antibiotik Khloramfenikol sebagai kontrol positif untuk membuktikan bahwa adanya pertumbuhan bakteri Escherichia coli pada pengujian ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis). Hasil dari pengujian kontrol positif dengan antibiotik Khloramfenikol dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2. Hasil pengujian kontrol positif dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol terhadap bakteri Escherichia coli. No.
Kontrol
Diameter Hambatan (mm)
1.
Khloramfenikol 100 µL
35 mm
Antibiotik
kloramfenikol
dapat
menghambat
pertumbuhan
Escherichia coli dengan diameter 35 mm. berdasarkan CLSI (Clinical and Laboratory Standart Institute) zona diameter kloramfenikol terhadap bakteri Escherichia coli dengan dosis 30 µg adalah sensitif ≥ 18 mm, intermediet 13 – 17 mm, dan resisten ≤ 12 mm. Tujuan uji pengamatan pendukung ini dilakukan untuk membuktikan bahwa pada media Mueller Hinton yang digunakan pada pengujian ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) terdapat pertumbuhan bakteri Escherichia coli.
38
B. Pembahasan Metode yang digunakan untuk memperoleh ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) adalah metode maserasi, metode ini menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman sampel akan terjadi pemecahan dinding sel dan membran sel karena perbedaan tekanan antara bagian dalam dan luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi ini adalah etanol, etanol sering digunakan sebagai pelarut karena mempunyai kelarutan yang relatif tinggi dan bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lain. Tidak menggunakan pelarut lain seperti methanol, karena methanol bersifat toksik bagi tubuh. Penelitian
efektifitas
ekstrak
daun
sukun
(Artocarpus
altilis)
menggunakan metode cup plate technique. Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar Mueller Hinton yang telah ditanami dengan bakteri Escherichia coli. Hasil penelitian terhadap ekstrak etanol daun sukun (Artocarpus altilis) untuk menghambat bakteri Escherichia coli yaitu pada konsentrasi 100% rerata zona hambat dari pengulangan I – III adalah 36,67 mm, pada konsentrasi 90% rerata zona hambat dari pengulangan I – III adalah 35,00 mm, pada konsentrasi 80% rerata zona hambat dari pengulangan I – III adalah 31,00 mm, pada konsentrasi 70% rerata zona hambat dari pengulangan I – III adalah 28,67 mm, dan pada konsentrasi 60%
39
rerata zona hambat dari pengulangan I – III adalah 22,33 mm. Berdasarkan standar CLSI, maka besar zona hambatan dapat di interpretasikan ke dalam zona sensitif. Hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa sensitivitas suatu bakteri terhadap senyawa antibakteri dapat ditentukan oleh diameter zona hambat yang terbentuk, semakin besar diameternya maka semakin terhambat pertumbuhannya. Namun, dalam penelitian ini memiliki keterbatasan konsentrasi rendah tidak
dilakukan
sehingga
konsentrasi minimum yang efektif
dalam
menghambat bakteri Escherichia coli tidak didapatkan. Zona hambat yang terbentuk dikarenakan terdapat senyawa aktif flavonoid, tanin, saponin dan kuinon yang terkandung dalam daun sukun (Artocarpus altilis) yang berperan sebagai antimikroba atau antibiotika. Senyawa flavonoid bekerja dengan cara merusak dinding sel bakteri. Dinding sel yang terdiri atas lipid dan asam amino akan bereaksi dengan gugus alkohol pada senyawa flavonoid sehingga dinding sel bakteri akan rusak dan senyawa tersebut dapat masuk ke dalam inti sel bakteri. Pada inti sel bakteri senyawa flavonoid ini akan bereaksi dengan DNA pada inti sel bakteri dan melalui kepolaran antara lipid penyusun DNA dengan gugus alcohol pada senyawa flavonoid akan terjadi reaksi yang mampu merusak struktur lipid dari DNA bakteri sehingga inti sel akan lisis dan bakteri akan mengalami lisis dan mati. Senyawa tanin juga tersusun atas senyawa polifenol alami yang mengandung gugus hidroksil, maka mekanisme antimikrobanya sama dengan senyawa flavonoid, merusak sel bakteri dengan memanfaatkan perbedaan
40
kepolaran antara sel lipid penyusun bakteri dengan gugus alkohol pada rantai polifenol dari senyawa tanin. Walaupun struktur kimia dari flavonoid dan tanin tidaklah sama. Saponin senyawa aktif permukaan yang kuat sehingga menurunkan tegangan permukaan sel yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dinding sel bakteri. Senyawa saponin yang meresap pada permukaan sel akan mengakibatkan kebocoran membran sel, sehingga sel kehilangan bahan-bahan esensialnya. Kuinon bereaksi dengan protein adhesin bulu-bulu sel dan eksoenzim yang dilepaskan melalui membrane mengakibatkan bakteri gagal melekat pada permukaan sel target (hospes) dan dinding sel bakteri akan rusak. Pengujian antibiotik sebagai kontrol positif dengan perlakuan yangs sama seperti ekstrak daun sukun (Artocarpus alitlis) menggunakan antibiotik kloramfenikol dengan konsentrasi 100 µg. Pada pengujian tersebut diameter zona hambat antibiotik kloramfenikol adalah 35 mm. Penggunaan antibiotik kloramfenikol karena antibiotik ini memberikan efek dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim berfungsi untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika.
41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat di simpulkan: 1. Ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. 2. Pada konsentrasi 100% rerata zona hambat adalah 36,67 mm, pada konsentrasi 90% adalah 35,00 mm, pada konsentrasi 80% adalah 31,00 mm, pada konsentrasi 70% adalah 28,67 mm, dan pada konsentrasi 60% adalah 22,33 mm.
B. Saran 1. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa dalam daun sukun yang lebih efektif sebagai antimikroba. 2. Kepada peneliti selanjutnya, diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode ekstrak dengan konsentrasi minimum dan bakteri yang berbeda.
42
LAMPIRAN I Proses Pembuatan Ekstrak Daun Sukun
Gambar 1. Ekstrak yang sudah di saring
Gambar 2. Ekstrak di uapkan di waterbath
Gambar 3. Ekstrak kental
Gambar 4. Ekstrak yang sudah di encerkan
43
LAMPIRAN II Pembuatan Suspensi Bakteri
Gambar 1. Strain bakteri Escherichia coli
Gambar 3. Bakteri Escherichia coli pada media EMB
Gambar 2. Bakteri Escherichia coli pada media BHI
Gambar 4. Suspensi bakteri Escherichia coli
44
LAMPIRAN III Pengujian Efektifitas Daun Sukun
Gambar 1. Penanaman bakteri Escherichia coli pada media MH
Gambar 2. Hasil pengujian ekstrak daun sukun
Gambar 3. Pengujian antibiotik kloramfenikol
Gambar 4. Hasil pengujian ekstrak daun sukun