BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tanah merupakan sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah merupakan tempat dimana manusia hidup dan berkembang, tanah menjadi sumber bagi segala kepentingan hidup manusia. Demikian pula dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertitik berat pada pembangunan ekonomi dan tercapainya masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tanah memiliki peran yang sangat penting. Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia sehingga tidak mengherankan apabila setiap manusia ingin memiliki atau menguasainya yang berakibat timbulnya masalah-masalah pertanahan yang kerap kali dapat menimbulkan perselisihan. Salah satu tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hakhak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Adapun landasan konstitusional kebijakan pembangunan bidang pertanahan pada intinya bersumber pada Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang
1
Universitas Sumatera Utara
2
berbunyi: “Bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Berdasarkan landasan konstitusional tersebut, dengan disahkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 berarti telah diletakkan landasan bagi penyelenggaraan administrasi pertanahan guna mewujudkan tujuan nasional. Melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional dibentuk Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya disingkat BPN, sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Seiring dengan perkembangan di bidang pertanahan, peraturan tersebut mengalami berbagai perubahan yang terakhir adalah Peraturan Presiden Nomor: 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, disingkat BPN RI, selanjutnya disebut Perpres 10/2006. Adapun tugas BPN dinyatakan dalam Pasal 2 Perpres 10/2006 yaitu melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Dalam melaksanakan tugas tersebut BPN menyelenggarakan fungsi : 1 1. 2. 3. 4. 5.
Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; 6. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;
1
Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor : 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
3
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
20.
Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayahwilayah khusus; Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik Negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan; Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain; Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan; Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan; Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; Sasaran pembangunan bidang pertanahan adalah Catur Tertib Pertanahan
yang meliputi :2 1. Tertib Hukum Pertanahan; 2. Tertib Administrasi Pertanahan; 3. Tertib Penggunaan Tanah; 4. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
2
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III-Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV-Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2003, Hal. 18
Universitas Sumatera Utara
4
Tertib administrasi pertanahan merupakan sasaran dari usaha memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. UUPA telah meletakkan kewajiban pada pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah-tanah yang ada di seluruh Indonesia disamping bagi para pemegang hak untuk mendaftar hak atas tanah yang ada padanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pasal 19 UUPA). Ketentuan mengenai Pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, selanjutnya disebut PP 24/1997, yang mulai berlaku efektif pada tanggal 8 Oktober 1997. Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 27/1997 tentang Pendaftaran Tanah, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 3/1997. Tujuan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 UUPA adalah untuk memperoleh kepastian hukum, yang meliputi : 1. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah yang disebut pula kepastian subyek hak atas tanah. 2. Kepastian letak, batas-batasnya, panjang dan lebar yang disebut dengan kepastian obyek hak atas tanah. 3. Diadakannya pendaftaran tanah akan membawa akibat hukum yaitu diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut sebagai
Universitas Sumatera Utara
5
Sertipikat tanah kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997). Dalam penerbitan Sertipikat diperlukan suatu proses yang melibatkan pihak pemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa maupun pihak instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas hak yang berhubungan dengan permohonan Sertifikat tersebut. Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak terkait memiliki peluang untuk terjadinya pemalsuan, daluwarsa bahkan adakalanya tidak benar atau fiktif sehingga timbul Sertipikat cacat hukum. Sekarang dalam praktek tidak jarang terjadi beredarnya Sertipikat palsu, Sertipikat asli tetapi palsu atau Sertipikat ganda di masyarakat sehingga pemegang hak atas tanah perlu mencari informasi tentang kebenaran data fisik dan data yuridis yang tertera dalam Sertifikat tersebut di Kantor Pertanahan setempat. Pada umumnya masalah baru muncul dan diketahui terjadi penerbitan Sertipikat diatas tanah orang lain padahal diatas tanah tersebut dikuasai oleh orang lain dan hal ini biasanya akan terdeteksi ketika pemegang Sertipikat yang bersangkutan akan melakukan suatu perbuatan hukum atas bidang tanah yang dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
6
Salah satu contoh kasus sengketa mengenai Sertipikat diangkat di hadapan sidang pengadilan, yaitu sengketa dengan register No. 39/G.TUN/2006/PTUN.MDN yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan pada tanggal 22 Pebruari 2007. Dalam sengketa ini, Nyonya Primawati adalah sebagai Penggugat dengan objek perkara 2 bidang tanah yaitu Sertipikat hak milik nomor 1961/Helvetia Timur tertanggal 7 Oktober 2004 yang terdaftar atas nama Yusriati Parinduri dan Sertipikat hak milik nomor 1896/Helvetia Timur tertanggal 25 Juni 2004 terdaftar atas nama Yanne Diana Rooselyna Silitonga keduanya diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Nasional Kota Medan. Alas hak yang menjadi dasar penerbitan sertipikat berasal dari Surat Keterangan Lurah yang telah dibatalkan, sehingga peralihan jual beli yang didasarkan atas Surat Keterangan Lurah tersebut adalah cacat hukum. Dengan diterbitkannya ke 2 Sertipikat hak milik oleh Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut, Nyonya Primawati merasa dirugikan kepentingannya, maka atas dasar itu Nyonya Primawati melalui kuasa hukumnya Ali Panca Sipahutar, S.H, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 10 Oktober 2006 mengajukan gugatan ke pengadilan untuk diputuskan dan dicarikan penyelesaiannya menurut hukum yang berlaku. Tuntutan tersebut diajukan oleh pihak Penggugat yaitu Nyonya Primawati melalui kuasa hukumnya dalam surat gugatannya tertanggal 22 Pebruari 2007 melawan Tergugat yaitu Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan dalam hal ini diwakili oleh Mangasi Tambunan, S.H, Armaya,S.H, Jonggara Tambunan,S.H, dan
Universitas Sumatera Utara
7
Erlina, S.H, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 3 Nopember 2006 Nomor : 000.1701. Gugatan Penggugat yaitu agar ke 2 Sertipikat hak milik yang telah diterbitkan oleh Tergugat pada tanggal 24 Juni 2004 dan tanggal 7 Oktober 2004, yang secara de facto tanah tersebut dikuasai oleh Penggugat sesuai dengan gugatan yang diajukan Penggugat dalam petitum gugatan tersebut Penggugat memohon kepada majelis hakim untuk dinyatakan tidak sah dan/batal demi hukum penerbitan Sertipikat oleh Tergugat dan memerintahkan kepada Tergugat untuk mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Sertifikat-Sertifikat tersebut. Setelah melalui proses persidangan, maka pada hari Senin, tanggal 19 Pebruari 2007
dalam rapat musyawarah Pengadilan Tata Usaha Negara Medan,
Majelis Hakim memutuskan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, menyatakan batal keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Tergugat atas Sertipikat hak milik atas nama Yusriati Parinduri yang telah dikeluarkan oleh Tergugat dan memerintahkan Tergugat untuk mencabut Sertipikat, membebankan kepada Tergugat untuk membayar biaya perkara tersebut, dan Tergugat dalam perkara ini sebagai pihak yang kalah. Berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Medan Nomor : 39/G.TUN/2006/PTUN-MDN tanggal 22 Pebruari 2007 tersebut oleh Tergugat kemudian mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Universitas Sumatera Utara
8
Negara
Medan
yang
kemudian
diputus
dengan
putusan
No.52/BDG/2007/PT.TUN.MDN tertanggal 20 September 2007. Selanjutnya Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi tertanggal 28 Nopember 2007 dan 4 Desember 2007 sebagaimana ternyata dalam akte permohonan kasasi No. 39/G.TUN/2006/PTUN.MDN Nomor: 21/K/2007/PTUN.MDN dan diputus melalui putusan mahkamah agung pada hari kamis tertanggal 31 Juli 2008 yang amar putusannya menyatakan permohonan kasasi Tergugat tidak dapat diterima dan menolak permohonan kasasi dari Tergugat intervensi (pemohon kasasi II) Yusriati Perinduri. Bertitik pangkal dari uraian di atas dan ketentuan-ketentuan yang ada, serta karena Sertipikat merupakan produk instansi Pemerintah yang dikeluarkan melalui proses yang ketat dan teliti, maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk tesis dengan judul “TINJAUAN HUKUM KEKUATAN SERTIPIKAT HAK MILIK DIATAS TANAH YANG DIKUASAI PIHAK LAIN (Studi Kasus Atas Putusan Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Medan No. 39/G.TUN/2006/PTUN.MDN)”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan ditelaah lebih lanjut sebagai berikut : 1. Bagaimanakah prosedur pemberian Sertipikat Hak Milik atas tanah ?
Universitas Sumatera Utara
99
2. Apakah Faktor-faktor penyebab terbitnya sertipikat Hak Milik diatas tanah yang dikuasai pihak lain. 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang Sertipikat Hak Milik diatas tanah yang dikuasai pihak lain? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui prosedur pemberian Sertipikat Hak Milik atas tanah dalam objek perkara No. 39/G.TUN/2006/PTUN.MDN. 2. Untuk mengetahui prosedur penyelesaian sengketa Sertipikat Hak Milik diatas tanah yang dikuasai pihak lain. 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pemegang Sertipikat Hak Milik diatas tanah yang dikuasai pihak lain. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu hukum dan memberikan sumbangan pemikiran dalam memperbanyak referensi ilmu hukum khususnya bidang hukum agraria mengenai penyelesaian sengketa hukum pertanahan berkaitan dengan pendaftaran tanah. 2. Manfaat Praktis
Universitas Sumatera Utara
10
a. Dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi dalam penyelesaian sengketa pertanahan mengenai Sertipikat yang timbul diatas tanah yang dikuasai oleh orang lain. b. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan sumbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam masalah hukum agraria khususnya mengenai penyelesaian sengketa terhadap Sertipikat yang timbul diatas tanah yang dikuasai oleh orang lain. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dan penelurusan yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun yang sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang menyangkut masalah, “Tinjauan Hukum Kekuatan Sertipikat Hak Milik di Atas Tanah yang Dikuasai Pihak Lain”, walaupun ada penelitian tersebut lebih memfokuskan analisis terhadap putusan pengadilan, adapun penelitian dimaksud adalah Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum Tetap (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi Nomor 52/PDT.G/2008/PA-Januari 2009) yang diteliti oleh Catur Muhammad Sarjono, maka dengan demikian penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.
Universitas Sumatera Utara
11
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1.
Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu terjadi3, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada faktafakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.4 Menetapkan landasan teori pada waktu diadakan penelitian ini tidak salah arah. Sebelumnya diambil rumusan Landasan teori seperti yang dikemukakan M. Solly Lubis, yang menyebutkan: “Bahwa landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan” 5 Teori ini sendiri adalah serangkaian preposisi atau keterangan yang saling berhubungan dengan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas suatu gejala. Adapun teori menurut Maria S.W. Sumardjono adalah:
3
J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisman. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid. 1, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1996. Hal. 203 4 Ibid, Hal. 216 5 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Mandar Madju, Bandung, 1994. Hal. 80
Universitas Sumatera Utara
12
“Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefinidikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable tersebut”6 AP. Parlindungan mengemukakan bahwa untuk mengatasi permasalahan agraria haruslah tetap berpijak pada teori tentang : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pandangan mengenai political will; Pandangan mengenai permasalahan planning political will; Pandangan mengenai programming; Pandangan mengenai pelaksanaan dan pelaksana; Pandangan mengenai pengawasan; Pandangan mengenai ketahanan nasional; 7 Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk dan ramalan serta menjelaskan gejala yang diamati. Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami secara yuridis mengenai kekuatan hukum Sertipikat hak milik diatas tanah yang dikuasai oleh orang lain, sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
6
Maria S.W. Sumarjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia,Yogyakarta, 1989. Hal. 12 7 AP Parlindungan, Permohonan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Menurut Pengaturan Yang Berkaitan, Makalah Seminar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tanggal 19 Oktober 1996 Hal. 2 dalam buku Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Ibid. Hal. 182
Universitas Sumatera Utara
13
Teori yang digunakan dalam penulisan tesis adalah teori kepastian hukum bahwa sesuai dengan Pasal 19 UUPA tujuan pendaftaran tanah adalah untuk memperoleh kepastian hukum, yang meliputi kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah yang disebut pula kepastian subyek hak atas tanah dalam pendaftran tanah. Kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan. Suatu Undang-undang dibuat untuk mengatur sesuatu, disamping untuk bertujuan menjamin keadilan bagi seluruh rakyat, juga untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum. Kepastian hukum tercapai jika Undang-undang tersebut tidak hanya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi malainkan juga ada keharmonisan dengan Undang-undang yang lainnya. M.Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis dalam Buku Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa pentingnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah untuk menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat, artinya masih di anggap tidak ada kepastian hukum dari adanya pendaftaran tanah di negara ini, sebab Sertipikat belum menjamin sepenuhnya hak atas tanah seseorang.8 Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 3/1997. Tujuan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 UUPA adalah kepastian hukum, yang meliputi :
8
Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008. Hal. 178
Universitas Sumatera Utara
14
1. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah yang disebut pula kepastian subyek hak atas tanah. 2. Kepastian letak, batas-batasnya, panjang dan lebar yang disebut dengan kepastian obyek hak atas tanah.9 Diadakannya pendaftaran tanah akan membawa akibat hukum yaitu diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut sebagai Sertipikat tanah kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997). Dalam penerbitan Sertipikat diperlukan suatu proses yang melibatkan pihak pemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa maupun pihak instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas hak yang berhubungan dengan permohonan Sertipikat tersebut. Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak terkait memiliki peluang untuk terjadinya pemalsuan, daluwarsa bahkan adakalanya tidak benar atau fiktif sehingga timbul Sertipikat cacat hukum.10
9
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya,2003, Hal. 78 Ali Achmad Chomzah, Op. Cit. Hal. 25
10
Universitas Sumatera Utara
15
Sekarang dalam praktek tidak jarang terjadi beredarnya Sertipikat palsu, Sertipikat asli tetapi palsu atau Sertipikat ganda di masyarakat sehingga pemegang hak atas tanah perlu mencari informasi tentang kebenaran data fisik dan data yuridis yang tertera dalam Sertipikat tersebut di Kantor Pertanahan setempat. Pada umumnya masalah baru muncul dan diketahui terjadi penerbitan Sertipikat ganda, yaitu untuk sebidang tanah diterbitkan lebih dari satu Sertipikat yang letak tanahnya saling tumpang tindih, ketika pemegang Sertipikat yang bersangkutan akan melakukan suatu perbuatan hukum atas bidang tanah yang dimaksud. Secara garis besar tujuan pendaftaran tanah dinyatakan dalam Pasal 3 PP 24/1997, yaitu :11 1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan Sertipikat sebagai tanda buktinya; 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuansatuan rumah susun yang sudah terdaftar; 3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
11
Mhd. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Op Cit. Hal. 169
Universitas Sumatera Utara
16
4. Tujuan pendaftaran tanah yang tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Disamping itu terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk tercapainya pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan demikian terselenggaranya pendaftaran tanah yang baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Penjelasan Pasal 2 PP 24/1997 menentukan bahwa asas pendaftaran tanah yaitu : 12 1. Asas Sederhana, berarti ketentuan pokok dan prosedur dalam pelaksanaan pendaftaran tanah dapat dipahami oleh pihakpihak yang berkepentingan terutama para pemegang hak atas tanah. 2. Asas Aman, berarti pendaftaran tanah diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. 3. Asas
Terjangkau,
berarti
keterjangkauan
bagi
para
pihak
untuk
memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
12
A.P. Parlindungan, Op Cit. Hal. 76-77
Universitas Sumatera Utara
17
4. Asas Mutakhir, berarti kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan data pendaftaran tanah. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir sehingga perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan yang terjadi di kemudian hari. 5. Asas Terbuka, berarti data pendaftaran tanah harus dipelihara secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan harus selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. 2.
Konsepsi Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain,
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.13 Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yagn lebih konkrit dari pada kerangka teoritis yang seringkali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan
13
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatrif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. Hal. 7
Universitas Sumatera Utara
18
definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit didalam proses penelitian.14 Selanjutnya, konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari kelompok fakta atau gejala itu. “Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris”15 a.
Pengertian Sertipikat adalah Dalam Pasal 1 angka 20 PP 24/1997 yang dimaksud Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
b. Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. (Pasal 1 angka 19 PP 24/1997) Menurut Ali Achmad Chomsah, yang dimaksud dengan Sertipikat adalah “surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta,1986. Hal. 133 15 Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,1997. Hal. 21
Universitas Sumatera Utara
19
ukur, diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional.” c.
16
Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. (Pasal 1 angka 17 PP 24/1997) Peta Pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah. (pasal 1 angka 15 PP 24/1997) Sertipikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan Pengukuran Desa demi Desa, karenanya Sertipikat merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek maupun obyek ilmu hak atas tanah.
d.
Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, bahwa “semua hak tanah mempunyai fungsi sosial. Sifat-sifat hak milik yang membedakannya dengan hak-hak lainnya adalah hak yang “terkuat dan terpenuh”, maksudnya untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dipunyai orang, hak miliklah yang paling kuat dan penuh. Hak milik dapat beralih dan juga dapat dialihkan kepada pihak lain.
G. Metode Penelitian 1.
Sifat dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif karena penelitian
memaparkan tentang tinjauan yuridis terhadap Sertipikat hak milik yang objeknya
16
Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan I-Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Seri Hukum Pertanahan II-Sertipikat Dan Permasalahannya, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2002. Hal. 122
Universitas Sumatera Utara
20
dikuasai oleh orang lain, bersifat analistis, karena terhadap data yang diperoleh akan dilakukan analistis secara kualitatif. Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian tesis yang digunakan untuk mengkaji penulisan ini adalah penelitian yuridis normatif. Pemilihan jenis penelitian ini mengingat telaah terhadap permasalahan penulisan ini bersumber dari materi peraturan perundang-undangan, teori-teori, serta konsep yang dapat mengidentifikasi pola hubungan antara penegak hukum dan pemegang kekuasaan disatu pihak serta masyarakat umum dilain pihak, serta faktir-faktor sosial yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap Sertipikat hak milik yang objeknya dikuasai oleh orang lain. Dan melihat apakah kepemilikan Sertipikat hak milik yang fisiknya dikuasai oleh orang lain dapat di legalkan oleh undang-undang dan apakah pihak yang menguasai objek dapat dikatakan pemilik secara fisik. 2.
Teknik Pengumpulan Data Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang deperoleh melalui studi lapangan dan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Tnik pengumpulan data ditempuh degan cara: 1. Studi kepustakaan (library reasearch) yaitu dilakukan untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi terori-teori atau doktrin-doktrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian studi keputakaan meliputi bahan hukum
Universitas Sumatera Utara
21
tertier17. Bahkan menurut Ronny Hanitijo Soermitro dokumen pribadi dan pendapat ahli hukum termasuk dalam bahan hukum skunder18. 2. Studi lapangan (field reasearch) yaitu dengan melakukan wawancara yang menggunakan pedoman wawancara (interview guide) untuk mendapatkan data primer dari responden dan nara sumber atau informan. 3.
Alat Pengumpulan Data. Alat pengumpul data yang dipergunakan di dalam penelitian ini adalah Studi
Dokumen atau studi kepustakaan. Intstrumen penelitian yang digunakan dalam pengkajian ilmu hukum normatif terdiri dari dtudi dokumen yaitu pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian dan dilakukan dengan studi kepustakaan/literatur. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menginventarisasi dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan bacaan, peraturan perundang-undang dan dokumen-dokumen lain. Cara ini dilakukan untuk memperoleh gambaran yang bersifat umum dan relatif menyeluruh tentang apa yang tercakup dalam fokus permasalahan yang akan diteliti dengan mengadakan pencatatan langsung terhadap data-data penel. Untuk melengkapi bahan hukum tersebut ditunjang pula dengan bahan hukum tertier seperti kamus, ensiklopedia, media massa, dan lain sebagainya.
17 18
Ibid. Hal. 36 Ronny Hanitijo Soermitro, Metode Penelitian Hukum, GHal.ian Indonesia, Jakarta, 1982.
Hal. 56
Universitas Sumatera Utara