1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari tanah. Manusia membutuhkan tanah dalam segala macam aspek kehidupannya. Tanah sebagai tempat manusia berdiam, mencari nafkah, berketurunan, tempat manusia dilahirkan maupun dimakamkan, tempat arwah leluhurnya bersemayam, dan juga sebagai tempat untuk menjalankan adat istiadat serta ritus keagamaan. Kebutuhan manusia terhadap tanah selalu meningkat dari tahun ke tahun sedangkan jumlah tanah selalu tetap.Peningkatan permintaan terhadap tanah yang tidak diimbangi dengan ketersediaan tanah menyebabkan harga tanah cenderung lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan harga tanah dari tahun ke tahun ini menyebabkan masyarakat tertarik untuk berinvestasi dalam bentuk tanah. Hal ini menyebabkan maraknya peralihan hak atas tanah yang terjadi di masyarakat. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peralihan hak atas tanah karena peristiwa hukum adalah peralihan hak yang terjadi dengan meninggalnya seseorang. Akibat dari meninggalnya seseorang, maka hak atas tanah yang dimilikinya secara hukum akan beralih kepada ahli warisnya.
1
2
Peralihan hak atas tanah karena perbuatan hukum adalah peralihan hak atas tanah yang terjadi karena perbuatan hukum yang dilakukan para pihak.Perbuatan hukum yang menyebabkan beralihnya hak atas tanah tersebut antara lain jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan pembagian hak bersama. Dalam rangka pelaksanaan peralihan hak-hak atas tanah karena perbuatan hukum, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat PP No. 24 Tahun 1997) ditetapkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PPAT)diberi kewenangan untuk membuat alat bukti mengenai peralihan hak atas tanah karena perbuatan hukum tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997 yang berbunyi : “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka peralihan hak atas tanah yang terjadi karena perbuatan hukum hanyalah dapat dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.Kedudukan PPAT kemudian diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat PP No. 37 Tahun 1998). Menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 37 Tahun 1998, yang dimaksud dengan PPAT adalah “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-
3
aktaotentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.” PPAT
memiliki
tugas
pokok
melaksanakan
sebagian
kegiatan
pendaftaran tanah.Berdasarkan ketentuan pasal diatas, PPAT memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun.Akta yang dibuat oleh PPAT menjadi dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. Peralihan hak atas tanah dengan cara jual beli terjadi antara 2 (dua) pihak yaitu pihak (calon) penjual sebagai pemegang hak atas tanah menjual kepada pihak lain yaitu (calon) pembeli yang berkeinginan memiliki/mempunyai hak atas tanah tertentu. Antara pihak penjual dan pihak pembeli terjadi pertemuan kehendak dimana pihak penjual ingin menjual hak atas tanahnya dan pihak pembeli ingin membeli hak atas tanah tersebut. Dalam hal inimaka untuk mewujudkan keinginan para pihak tersebut, PPAT akan membuatkan akta jual beli. Akta jual beli yang dibuat oleh PPAT merupakan alat bukti bahwa antara penjual dan pembeli telah dilangsungkan jual beli atas sebidang tanah.Fungsidaripada akta tersebut adalah untuk memastikan suatu perbuatan hukum yaitu jual beli, dengan tujuan menghindarkan sengketa di kemudian harinya. Akta ini kemudian oleh PPAT ditindaklanjuti dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut di kantor pertanahan.
4
Dalam jual beli tersebut, pihak pembeli membayar uang harga jual beli yang telah disepakati bersama dengan pihak penjual untuk mendapatkan hak atas tanah yang dimiliki penjual. Kadang-kadang pihak pembeli belum tentu mempunyai uang tunai sebesar harga jual beli yang telah disepakati dengan pihak penjual.Pihak pembeli dengan demikian hanya dapat membayar sebagian dari harga jual beli yang berarti harga jual beli tersebut belum semuanya dibayar lunas. Belum lunasnya pembayaran harga jual beli tidak menghalangi peralihan hak atas tanah tersebut. Para pihak tetap dapat melaksanakan jual beli, namun harga jual beli tersebut menurut hukum dianggap telah dibayar penuh.1 Sisa harga jual beli yang belum dibayar pembeli kepada penjual dianggap sebagai utang pembeli kepada penjual yang tidak berkaitan dengan jual beli tersebut sehingga apabila pihak pembeli kemudian tidak membayar sisa harganya maka penjual tidak dapat menuntut pembatalan jual beli tersebut. Berkaitan dengan hutang piutang yang timbul dari kekurangan pembayaran tersebut, untuk amannya, Effendi Perangin menyarankan untuk membuat akta perjanjian hutang piutang disamping akta jual beli.2 Dalam prakteknya, konstruksi pembuatan akta jual beli yang dibarengi dengan perjanjian hutang piutang tersebut jarang dilakukan kecuali para pihak secara khusus menghendaki demikian. Pada umumnya, notaris maupun PPAT cenderung menggunakan
konstruksi perjanjian
pengikatan jual beli
(selanjutnya disebut PPJB). Hal ini dikarenakan PPJB lebih memberikan
1 2
Adrian Sutedi, 2010, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 72. Effendi Perangin, 1987, Praktek Jual Beli Tanah, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 51.
5
perlindungan kepada para pihak terutama pihak penjual.
Dalam PPJB
ditentukan mengenai cara pelaksanaan jual belinya, harga jual beli, jangka waktu pembayaran, denda akibat keterlambatan pembayaranserta klausulklausul lainnya yang bertujuan untuk melindungi para pihak. Sebelum suatu jual beli dilaksanakan, penjual dan pembeli pada dasarnya sudah mencapai kesepakatan mengenai akan dilakukannya jual beli tersebut. Kesepakatan tersebut menimbulkan suatu perjanjian diantara mereka berdua. Effendi Perangin menyebut perjanjian tersebut sebagai perjanjian (akan) melakukan jual beli.3 Sesuai dengan hukum adat, untuk sahnya perjanjian tersebut maka pihak pembeli harus menyerahkan panjer kepada pihak penjual.Panjer berfungsi sebagai tanda jadi akan dilaksanakannya jual beli . Perjanjian (akan) melakukan jual beli tersebut pada prinsipnya hampir sama dengan PPJB dimana para pihak sepakat untuk melaksanakan prestasi masing-masing dikemudian hari. Perbedaan antara kedua perjanjian tersebut adalah dalam perjanjian (akan) melakukan jual beli, panjer yang dibayarkan baru merupakan sebagian kecil dari harga jual beli dimana panjer hanyalah sebagai tanda jadi sedangkan dalam PPJB, pembayaran yang dilakukan dapat merupakan sebagian dari harga jual beli ataupun seluruh harga jual beli. PPJB merupakan bentuk perjanjian untuk sementara mengatasi keadaan menantikan dipenuhinya syarat perjanjian pokoknya, yaitu jual beli dihadapan pejabat yang berwenang.4Pada umumnya pembuatan PPJB dikarenakan pembayaran harga jual beli dilakukan secara angsuran, 3
Effendi Perangin, Op Cit, hlm. 17. Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, 2009, Jati Diri Notaris Indonesia, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, hlm. 81.
4
6
pembayaran harga jual beli belum dibayar lunas atau harga jual beli sudah dibayar lunas namun sertipikat tanah belum dapat dibalik nama. Dalam sistem hukum Indonesia, ditentukan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan sepanjang kewenangan tersebut belum diserahkan kepada pejabat lain. Dengan demikian maka yang berwenang untuk membuat akta PPJB adalah notaris. Akta PPJB dibuat dihadapan notaris yang mengandung arti bahwa yang membuat akta itu bukan notaris. Akta PPJB dibuat oleh para pihak.Posisi Notaris disini adalah sebagai pejabat umum yang mengkonstatir keinginan para pihak tersebut dan menuangkan ke dalam akta. Setiap warga masyarakat mempunyai hak serta kewajiban dan ini tidak boleh dikurangi atau disingkirkan begitu saja.Dalam pembuatan perjanjian yang timbul dari hubungan hukum antara para pihak, masyarakat membutuhkan seorang ahli yang dapat diandalkan, dapat dipercaya, tidak memihak, yang dapat memberikan nasihat hukum berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan, serta dapat membuat suatu akta yang dapat melindunginya dikemudian hari. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah melalui jual beli, para pihak menghadap kepada notaris dan PPAT untuk dibuatkan akta otentik yang berkaitan dengan jual beli tersebut adalah dengan tujuan untuk memastikan
7
hak dan kewajiban para pihak supaya mendapatkan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dari akta tersebut. Dengan demikian, para pihak mempercayakan kepada notaris maupun PPAT perlindungan akan kepentingan para pihak dalam jual beli tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka Notaris maupun PPAT dalam hal ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam memberikan perlindungan kepada para pihak. Perlindungan kepentingan para pihak oleh notaris dan PPAT terutama dalam pelaksanaan tugas jabatannya tersebut. Dalam pelaksanaan tugas jabatannya, Notaris dan PPAT haruslah berpegang teguh pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, kode etik profesinya, yang antara lain mengatur kewajiban untuk bertindak jujur, mandiri serta tidak berpihak, dan penuh rasa tanggung jawab. Dalam memberikan pelayanan kepada kliennya, notaris dan PPAT harus memperhatikan kepentingan para pihak yang terkait dengan akta tersebut secara seimbang. Akta yang dibuat oleh notaris dan PPAT dapat menjadi alas hukum atas status harta benda. Kesalahan dalam pembuatan akta akan menyebabkan hak seseorang yang seharusnya ada menjadi hilang atau membebani seseorang dengan suatu kewajiban. Contohnya seperti terdapat dalam putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 125/Pdt.G/2010/PN.SLEMAN dan juga putusan Pengadilan Negeri Padang Nomor 16/Pdt.G/2011/PN.PDG. Kasus pada putusan Pengadilan Negeri Sleman melibatkannotaris sebagai pejabat umum yang membuat perjanjian pengikatan jual beli antara pihak
8
penggugat dengan tergugat I. Perjanjian pengikatan jual beli yang belum lunas tersebut oleh notaris dibuatkan kuasa menjual. Pembuatan kuasa menjual tersebut dilakukan tanpa kehadiran dari pihak penjual. Berdasarkan kuasa menjual tersebut, pembeli kemudian mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain. Hal ini menyebabkan pihak penjual dalam hal ini menderita kerugian. Adapun mengenai kasus pada putusan Pengadilan Negeri Padang melibatkan seorang PPAT yang melakukan pembuatan Akta Jual Beli. Dalam pembuatan akta jual beli, PPAT harus memastikan bahwa para pihak mengerti dan memahami mengenai perbuatan hukum yang sedang dilakukan tersebut yaitu antara lain dengan cara melakukan pembacaan akta. Dalam kasus tersebut, pengugat dalam dalilnya menyebutkan bahwa PPAT tidak melakukan pembacaan akta. Selain dua kasus di atas, masih banyak sengketa lainnya yang ditimbulkan akibat dari keberpihakan notaris terhadap kepentingan salah satu pihak. Keberpihakan ini tidak dapat mewujudkan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak secara proposional. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Peranan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Memberikan Perlindungan Hukum kepada Para Pihak dalam Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli.
9
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, peneliti merumuskan permasalahan dalam 2(dua) pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana peranan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli? 2. Kendala-kendala apakah yang menghambat perananNotaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli?
C. Keaslian Penelitian Dari hasil penelusuran yang dilakukan, tidak ditemukan adanya penelitian yang pernah mengkaji mengenai peranan Notaris dan PPAT dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli. Namun ditemukan sejumlah tesis yang membahas topik kajian yang sama mengenai peranan Notaris dan PPAT, yaitu: 1. Peranan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum Dalam Pembuatan Akta-Akta Yang Lain Berkaitan Dengan Perjanjian Kredit Perumahan Pada Bank Bumi Putera di Kabupaten Sleman, yang diteliti oleh BUDI HARTOYO dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2008. Pokok permasalahan yang diteliti oleh Budi Hartoyo berbeda dengan penelitian ini. Penelitian Budi Hartoyo adalah tentang peranan Notaris dan
10
PPAT dalam pembuatan akta berkaitan dengan perjanjian kredit perumahan pada Bank Bumiputera di Kabupaten Sleman, kendala-kendala yang dihadapi dan aspek peraturan hukum perpajakan yang timbul dalam pembuatan akta tersebut serta akibat hukumnya apabila aspek peraturan hukum perpajakan tersebut tidak segera di bayarkan oleh para pihak5, sedangkan penelitian ini adalah tentang peranan Notaris dan PPAT dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak terkait dengan pembuatan akta yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah. 2. Peranan PPAT Dalam Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui Jual Beli di Wilayah Kota Pekanbaru, yang diteliti oleh SITI KOMARIATUN dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2010. Pokok permasalahan yang diteliti oleh Siti Komariatun berbeda dengan penelitian ini. Penelitian Siti Komariatun adalah tentang peranan PPAT dalam peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli di wilayah Kota Pekanbaru dan kendala-kendala yang dihadapi dalam peralihan hak milik atas tanah melalui jual beli di wilayah Kota Pekanbaru6, sedangkan penelitian ini adalah tentang peranan Notaris dan PPAT dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak terkait dengan pembuatan akta yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah.
5
Budi Hartoyo, “Peranan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum Dalam Pembuatan Akta-Akta Yang Lain Berkaitan Dengan Perjanjian Kredit Perumahan Pada Bank Bumi Putera di Kabupaten Sleman”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008, hlm. x. 6 Siti Komariatun, “Peranan PPAT Dalam Peralihan Hak Milik Atas Tanah Melalui Jual Beli di Wilayah Kota Pekanbaru”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010., hlm. x.
11
3. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Oleh Notaris Dalam Pembuatan Akta Fidusia (Studi Kasus Akta Fidusia Nomor 10 Tahun 2010), yang diteliti oleh DINA NERRY ROSIDA dari Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 2013. Pokok permasalahan yang diteliti oleh Dina Nerry Rosida berbeda dengan penelitian ini. Penelitian Dina Nerry Rosida adalah tentang perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian pemberian jaminan fidusia dalam akta nomor 10 tahun 2010 dan peran notaris dalam memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang dituangkan dalam akta fidusia nomor 10 tahun 20107 sedangkan penelitian ini adalah tentang peranan Notaris dan PPAT dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak terkait dengan pembuatan akta yang berkaitan dengan peralihan hak atas tanah.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya ilmu kenotariatan.
7
Dina Nerry Rosida, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Oleh Notaris Dalam Pembuatan Akta Fidusia (Studi Kasus Akta Fidusia Nomor 10 Tahun 2010)”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010, hlm. x.
12
2. Secara Praktis Memberikan
kontribusi yang signifikan
kepada
Notaris
dan
PejabatPembuat Akta Tanah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berkaitan dengan pembuatan akta-akta berkaitan dengan peralihan hak atas tanah.
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengkaji, mengetahui dan menganalisisperanan Notaris dan PPAT dalam memberikanperlindungan hukum kepada para pihak dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli. 2. Mengkaji,
mengetahui
dan
menganalisiskendala-kendala
yang
menghambat peranan Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak dalam peralihan hak atas tanah melalui jual beli.