BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan
perbankan
syariah
di
Indonesia
merupakan
suatu
perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah. 1 Dalam periode 1992 sampai dengan 1998, terdapat hanya satu bank umum syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang telah beroperasi. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang memberikan 1
Choir, Arah Perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia, www.zonaekis.com, diakses tanggal 16 November 2011.
Universitas Sumatera Utara
landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 yang direvisi dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah. Industri perbankan syariah berkembang lebih cepat setelah kedua perangkat perundang-undangan tersebut diberlakukan. Apalagi setelah keluarnya UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah dimana undang-undang ini dikeluarkan guna menjamin kepastian hukum bagi stakeholders dan sekaligus memberikan keyakinan kepada masyarakat terhadap perbankan syari’ah. Sehubungan dengan hal tersebut, pengaturan tersendiri bagi Perbankan Syariah merupakan hal yang mendesak dilakukan, untuk menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip syariah, prinsip kesehatan bank bagi bank syariah, dan yang tidak kalah penting diharapkan dapat memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan terhadap bank syariah dalam undang-undang tersendiri. 2 Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Untuk itu perbankan syari’ah dalam menyalurkan pembiayaannya harus berlandaskan kepada dua prinsip pembiayaan syariah yang mendasar. Pertama, Prinsip Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana. Kedua, Prinsip Kepercayaan, merupakan landasan dalam menentukan persetujuan 2
Penjelasan atas UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah.
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut. 3 Untuk mendukung prinsip-prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan yang proposional. Jenis informasi yang dimaksud antara lain:
pertama,
informasi
data
nasabah.
Kedua,
informasi
data
penjualan/pembelian/penyewaan riil. Ketiga, proyeksi laporan keuangan. Keempat, akad pembiayaan. 4 Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh perbankan syari’ah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: produk penyaluran dana (financing), produk penghimpun dana (funding) dan produk jasa (service). 5 Dari ketiga jenis produk ini, produk penyaluran dana (financing) yang berkaitan erat dengan pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syari’ah. Dalam menyalurkan dananya kepada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syari’ah terbagi ke dalam 4 (empat) kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yakni: Pertama, pembiayaan dengan prinsip jual beli. Kedua, pembiayaan dengan
3
Pengenalan Pola Pembiayaan Syari’ah, http://www.bi.go.id/sipuk/id/text/silmuk/syariah/cabai/lampiran/lampiran01.pdf, diakses tanggal 10 Desember 2010. 4 Ibid. 5 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: The International Institute of Islamic Thought Indonesia, 2003), h.85.
Universitas Sumatera Utara
prinsip sewa. Ketiga, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Keempat, pembiayaan dengan aqad pelengkap. 6 Dari berbagai jenis aqad pembiayaan bank syari’ah, di lain pihak sejak tahun 2003 komposisi pembiayaan bank syari’ah didominasi skim murabahah. 7 Hal ini disebabkan masyarakat Indonesia lebih menyukai pembiayaan konsumtif, dibandingkan pembiayaan produktif. Namun demikian, selama periode krisis ekonomi di Indonesia beberapa tahun yang lalu bank syariah masih dapat menunjukkan kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang bermasalah (non performing loans) pada bank syariah dan tidak terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah kepada masyarakat. Pengalaman historis tersebut telah memberikan harapan kepada masyarakat akan hadirnya sistem perbankan syariah sebagai alternatif sistem perbankan yang selain memenuhi harapan masyarakat dalam
6
Ibid. Murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Pada murabahah, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambah suatu mark-up atau keuntungan Ini disebut juga dengan cost-plus profit.Lihat Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), h.64. 7
Universitas Sumatera Utara
aspek syariah juga dapat memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan perekonomian. 8 Perkembangan bisnis bank syariah di Indonesia menujukkan pertumbuhan yang cukup baik sejauh ini. Salah satu faktornya disebabkan oleh dukungan permintaan “Islamic product” yang solid dari mayoritas penduduk muslim di Indonesia. Secara umum, analisis menujukkan bahwa return on equity (ROE) bank syariah berpotensi mencapai kisaran 38-41%. Nilai ROE tersebut hampir dua kali kinerja ROE yang dicatatkan bank konvensional. Temuan tesebut memberikan harapan besar bagi pelaku bank syariah di Indonesia sekaligus diprediksi akan menciptakan persaingan sengit pada lahan keuangan syariah itu sendiri dalam beberapa tahun ke depan. Aset bank syariah meningkat sangat pesat sebesar 40% pada tahun 2009 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, namun total aset tersebut masih sangat kecil dibanding dengan total aset perbankan Indonesia yaitu hanya 2,5% dari $270 milyar. Kenyataan tersebut menujukkan bahwa peluang bank syariah masih cukup besar dan tumbuhnya potensi bisnis yang kuat (strong potential for growth). 9 Menurut proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan aset perbankan syariah di 2010 paling pesimis bisa
8
Choir, Op.Cit. 9 Perdana Wahyu Santosa, Momentum Pertumbuhan Bank Syariah, http://www.yarsi.ac.id/web-directory/kolom-dosen/70-fakultas-ekonomi/241-momentumpertumbuhan-bank-syariah.html, diakses tanggal 25 Oktober 2011. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam rangka mengejar pertumbuhan aset berdasarkan RBB selama tahun 2010 rata-rata bank syariah akan tumbuh minimal 20% pertahun dan dalam mengejar pertumbuhan tersebut strategi bisnis bank-bank syariah pada tahun 2010 secara umum lebih mengarah pada penyaluran pembiayaan untuk segmen usaha konsumer dan mikro, yang dinilai memiliki resiko relatif rendah dan dapat memberikan imbalan hasil yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
tumbuh 26% dan paling optimis bisa tumbuh hingga 81%. Jika skenario optimis tercapai, nilai aset perbankan syariah di 2010 akan mencapai Rp.124 trilliun. 10 Sedangkan berdasarkan data statistik perbankan syariah Bank Indonesia bulan Oktober 2011, total aset perbankan syariah sebesar Rp 125,5 triliun, naik dari 2010 yang hanya sekitar Rp 97,5 triliun. Adapun besar pangsa pasarnya terhadap perbankan nasional sudah mencapai 3,68 persen, naik sekitar 0,5 persen sepanjang 2011. Persentase pertumbuhan ini sudah perlahan-lahan mendekati angka lima persen. Sementara, dana pihak ketiga dan pembiayaan yang diberikan masing-masing mencapai Rp 101,7 triliun dan Rp 96,9 triliun dengan tingkat financing to deposit rasio (FDR) sekitar 94 persen. 11 Di Indonesia saat ini terdapat 255 bank umum dan 2.262 BPR dengan jumlah volume usaha sebesar Rp 1.005 trilyun, dana masyarakat Rp.679 trilyun dan penyaluran kredit Rp.277 trilyun. Dari total volume usaha perbankan nasional itu, terdapat dua bank umum syariah, satu bank umum yang membuka kantor Syariah, serta 84 BPR Syariah, dengan total volume usaha sebesar Rp. 1,2 trilyun. Kiprah jaringan perbankan syariah di Indonesia diakui masih belum menggembirakan. Diakui memang ada beberapa kendala yang dihadapi perbankan syariah untuk berkompetisi dengan perbankan konvensional. Beberapa kendala itu diantaranya, terbatasnya kantor bank syariah, dan masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap kegiatan bank syariah. Bila 10
Ibid. Ali Rama, Proyeksi Perbankan Syari’ah 2012, http://zonaekis.com/proyeksi-perbankansyariah-2012/, diakses tanggal 07 Februari 2012. 11
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan perkembangan perbankan syariah di negara-negara lain, seperti kawasan Timur Tengah, dan Malaysia, maka perkembangan perbankan syari’ah di Indonesia masih dalam tahap pengembangan. 12 Jika melihat dari segi pertumbuhan jumlah perbankan syari’ah selama tahun 2010, jumlah Bank Umum Syari’ah (BUS) dan bertambah menjadi 5 (lima) dengan diterbitkannya ijin usaha 5 BUS yaitu; PT. Bank Victoria Syariah, PT.BCA Syariah, PT. Bank Jabar Banten Syariah, PT.Bank BNI Syariah, dan PT. Bank Maybank Syariah Indonesia. Dari 5 (lima) ijin BUS baru tersebut 3 (tiga) diantaranya adalah ijin konversi (perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah) dan 2 (dua) lainnya adalah ijin BUS hasil spin-off (pemisahan). Dengan disetujuinya spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) pada beberapa bank maka jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di tahun 2010adalah 11 Bank Umum Syariah (BUS) dan 23 Unit Usaha Syariah (UUS). 13 Sedangkan dari 2010 ke 2011, tidak terjadi penambahan jumlah Bank Umum Syariah (BUS), begitu pula dengan Unit Usaha Syariah (UUS), Yang mengalami peningkatan hanya jumlah Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang mencapai 153 bertambah tiga dari tahun sebelumnya. Akan tetapi, dari segi
12
Choir., Loc.Cit. Outlook Perbankan Syariah Indonesia 2011, Direktorat Perbankan Syariah, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/BFDA4428-A55F-4300-9C23-2DFFB5AE7666/22019/Outlook PerbankanSyariah2011.pdf., diakses tanggal 15 Oktober 2011. 13
Universitas Sumatera Utara
perluasan jaringan kantor cukup tinggi, mecapai 1.354, 301 dan 362 untuk masing-masing BUS, UUS, dan BPRS. 14 Pengembangan perbankan syariah nasional pada dasarnya merupakan bagian dari program restrukturisasi perbankan nasional. Sedikitnya ada empat hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan yang berdasarkan prinsip Islam tersebut. Pertama, memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. Kedua, terciptanya dual banking system di Indonesia yang mengakomodasikan baik perbankan konvensional maupun perbankan syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis yang berdasarkan nilai-nilai moral, yang pada gilirannya akan meningkatkan market disciplines dan pelayanan bagi masyarakat. Ketiga, mengurangi risiko sistemik dari kegagalan sistem keuangan di Indonesia. Karena pengembangan bank syariah sebagai alternatif dari bank konvensional akan memberikan penyebaran risiko keuangan yang lebih baik. Keempat, mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor riil dan membatasi kegiatan spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan ditujukan pada usaha-usaha yang berlandaskan nilai-nilai moral. 15 Pertumbuhan pembiayaan yang tinggi di tengah pasar perbankan syariah yang sedang berkembang di Indonesia sekarang ini merupakan hal yang didambakan. Akan tetapi, pertumbuhan pembiayaan yang tinggi bukan
14 15
Ali rama, Op.Cit., hal.3 Outlook Perbankan Syariah, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
segalanya. Hal terpenting adalah pembiayaan dengan portfolio sehat dan tumbuh sesuai kebutuhan pasar. Oleh karena semangat tinggi dalam pertumbuhan, seringkali setelah pembiayaan diberikan bukan peningkatan pendapatan yang diperoleh. Hal yang muncul, justru permasalahan pembiayaan. 16 Seiring pertumbuhan perbankan syari’ah di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, pembiayaan bermasalah pada perbankan syari’ah juga melonjak tajam. Hal ini disebabkan setidaknya karena dua hal;
Pertama,
kemampuan debitur mengembalikan pinjaman menurun karena krisis global yang menyebabkan penghasilan mereka juga berkurang. Kedua, perbankan syariah cenderung berhati-hati dan menahan pembiayaannya sehingga rasio Non Performing Financing (NPF) naik. 17 Kondisi ini bisa dilihat dari data Bank Indonesia tentang Pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/-NPF) perbankan syariah. Pada Januari 2010 pembiayaan bermasalah kembali meningkat sekitar 35 basis poin menjadi 4,36% dari akhir tahun lalu 4,01%, Bahkan secara tahunan melonjak dari sebelumnya 1,4% akibat kualitas pembiayaan modal kerja di usaha kecil menengah menurun. Peningkatan pembiayaan bermasalah itu, paling tinggi terjadi pada modal kerja yang meningkat menjadi Rp. 1,1 triliun naik dalam sebulan mencapai Rp. 201 miliar dari posisi sebelumnya Rp. 899 miliar. 16
Burhanuddin Siregar, Pengaruh Produk Sektor Usaha, Segmentasi dan Plafond Pembiayaan Terhadap Penciptaan Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah, http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=109625&lokasi=lokal, diakses tanggal 01 Desember 2010. 17 Arthur Gideon, Lampu Kuning NPF Bermasalah Bank Syariah, www.kontan.co.id, diakses tanggal 25 November 2010
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga dengan pembiayaan investasi mengalami kenaikan pembiayaan nonlancar menjadi Rp. 572 miliar dari bulan sebelumnya Rp. 574 miliar, termasuk kualitas pembiayaan untuk konsumsi juga menujukkan kenaikan pembiayaan bermasalah sebesar Rp. 2 miliar menjadi Rp. 475 miliar. Berdasarkan sektor usaha, kenaikan pembiayaan bermasalah terjadi di sektor usaha kecil menengah dari Rp 1,61 triliun menjadi 1,74 triliun, sedangkan non UKM juga naik dari Rp. 271 miliar menjadi Rp. 312 miliar. Direktur Bisnis BRI Syariah Ari Purwandono mengatakan peningkatan pembiayaan bermasalah dipengaruhi berbagai faktor di antaranya pada awal tahun dipicu oleh rendahnya kucuran pembiayaan baru sehingga pembagi terhadap NPF menjadi lebih rendah. 18 Gambaran mengenai kondisi pembiayaan bermasalah pada bank syari’ah di Indonesia menunjukan bahwa restrukturisasi dalam hal pembiayaan pada bank syari’ah di Indonesia merupakan hal mendesak dan harus segera dilaksanakan. Restrukturisasi ini juga bertujuan untuk menjamin kegiatan operasional perbankan yang sehat dan tersedianya fasilitas jasa perbankan yang merupakan hal yang sangat penting sebagai wadah untuk memobilisasi dana, menciptakan infrastruktur hukum dan standar pengawasan perbankan, menciptakan dan mempertahankan sistem perbankan yang sehat dan untuk menyelesaikan masalah
18
Pembiayaan UKM Naikkan NPF Perbankan Syari’ah, Harian Bisnis Indonesia, tanggal 05 Maret 2010
Universitas Sumatera Utara
bank yang lemah dan insolven, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada perbankan. 19 Untuk mengakomodir perkembangan yang terjadi pada perbankan syariah, maka diperlukan beberapa ketentuan yang disesuaikan dengan kondisi kebutuhan perbankan syariah, ataupun penyempurnaan atas ketentuan yang sudah ada sebelumnya oleh Bank Indonesia sebagai regulator perbankan di Indonesia. Penyempurnaan ketentuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap perbankan syariah tidak hanya bertujuan untuk mengakomodir perkembangan yang ada, seperti pembiayaan bermasalah yang semakin meningkat, namun juga untuk tujuan harmonisasi dengan ketentuan perbankan konvensional. Seperti peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia mengenai restrukturisasi pembiayaan yang tentunya tetap memperhatikan kesesuaian dengan prinsip syariah, serta mempertimbangkan assessment yang dilakukan dalam rangka Financial Sector Assessment Program (FSAP) terhadap peraturan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tanggal 8 Februari 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah yang diberlakukan sejak tanggal 8 Februari 2011. Peraturan Bank Indonesia (PBI) itu
sendiri dilakukan dalam rangka menjaga kelangsungan usaha dan kualitas
19
Sunarsip dan Suyono Salamun, Analisis atas Deregulasi Krisis dan Restrukturisasi Perbankan di Indonesia (Pendekatan Teori Polizatto dan William E.Alexander), Jurnal Keuangan Publik Vo.1/No.1, september 2003, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, departemen Keuangan RI.
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan serta meminimalisasi risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya, dimana salah satu upayanya dapat dengan melakukan Restrukturisasi Pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar. Ketentuan ini mengatur hal-hal berupa: pertama, kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi. Kedua, intensitas berapa kali restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dan penetapan kualitas pembiayaan apabila melebih jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan sesuai ketentuan. Ketiga, bank wajib menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan untuk pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Keempat, Laporan restrukturisasi pembiayaan bagi BPRS. 20 Berdasarkan uraian di atas,
maka kajian mengenai restrukturisasi
pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syari’ah berdasarkan PBI No.13/09/PBI/2011
yang
merupakan
penyempurnaan
dari
PBI
No.10/18/PBI/2008 menjadi penting untuk dikaji, karena melihat bagaimana kebijakan restrukturisasai tersebut akan memberikan jalan keluar atau solusi bagi perbankan syari’ah di Indonesia dari tingginya tingkat pembiayaan bermasalah yang sedang dihadapinya seiring perkembangan pesat perbankan syari’ah di Indonesia saat ini.
20
http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/pbi_130911.htm, Februari 2012.
diakses
tanggal
8
Universitas Sumatera Utara
B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penelitian ini mengajukan
permasalahan sebagai berikut: 1.
Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syari’ah.
2.
Bagaimana bentuk restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syariah berdasarkan ketentuan PBI No.13/9/PBI/2011.
3.
Prinsip-prinsip apakah yang terkandung dalam restrukturisasi pembiayaan perbankan syari’ah dan unit usaha syari’ah menurut ketentuan PBI No 13/9/PBI/2011.
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah di Indonesia. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk restrukturisasi pembiayaan bagi bank syari’ah berdasarkan ketentuan PBI No. 13/9/PBI/2011.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui dan menganalisis prinsip-prinsip yang terkandung dalam restrukturisasi
perbankan
syari’ah
menurut
ketentuan
PBI
No.13/9/PBI/2011.
D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai di atas, maka diharapkan penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin di bidang Ilmu hukum, khususnya Hukum Perbankan Syari’ah. 2. Manfaat Praktis : Diharapkan
dapat
memberi
manfaat
bagi
policy
maker
dalam
menentukankebijakan yang berkaitan dengan perbankan, khususnya bank yang mendasarkan pada prinsip Syariah.
E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “Analisis Yuridis PBI No.13/9/PBI/2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syari’ah dan Usaha Unit Syari’ah ” ini adalah asli, karena belum ada tesis-tesis terdahulu yang menulis tentang hal yang sama di lingkungan Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
F. Terangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui. 21 Dalam tesis yang membahas restrukturisasi kebijakan pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syari’ah ini digunakan teori restrukturisasi sebagai grand theory, atau disebut juga dengan teori sebagai pisau analisis. Restrukturisasi merupakan tindakan berani dengan melakukan pengorbanan. Harapannya, nilai perusahaan secara fundamental membaik. 22 Dalam era persaingan yang semakin ketat, setiap kali sebuah perusahaan harus mengevaluasi kinerjanya, serta melakukan serangkaian perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan dilaksanakan secara terus menerus, sehingga kinerja perusahaan makin baik dan dapat terus unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan. Salah satu strategi untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan adalah dengan cara
21
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Madju, 1994), h.80. Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa teori yang dimaksudkan di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar. 22 Bramantyo Djohganputro, Restrukturisasi Bukan Sekedar Make Up, http://bram39.files.wordpress.com/2008/09/restrukturisasi-bukan-sekedar-make-up-31-08-08.pdf, diakses tanggal 09 Desember 2010. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa Restrukturisasi perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
restrukturisasi. Jika mendengar istilah atau kata restrukturisasi, maka seolaholah membicarakan perusahaan yang sedang menurun. Hal ini disebabkan oleh definisi restrukturisasi itu sendiri, yang antara lain restrukturisasi sering disebut sebagai downsizing atau delayering, melibatkan pengurangan perusahaan di bidang tenaga kerja, unit kerja atau divisi, ataupun pengurangan tingkat jabatan dalam struktur oganisasi perusahaan. Pengurangan skala perusahaan ini diperlukan untuk memperbaiki efisiensi dan efektifitas. 23 Strategi restrukturisasi digunakan untuk mencari jalan keluar bagi perusahaan yang tidak berkembang, sakit atau adanya ancaman bagi organisasi, atau industri diambang pintu perubahan yang signifikan. Pemilik umumnya melakukan perubahan dalam tim unit manajemen, perubahan strategi, atau masuknya teknologi baru dalam perusahaan. Selanjutnya sering diikuti oleh akuisisi untuk membangun bagian yang kritis, menjual bagian yang tidak perlu, guna mengurangi biaya akuisisi secara efektif. Hasilnya adalah perusahaan yang kuat, atau merupakan transformasi industri. Strategi restrukturisasi memerlukan tim manajemen yang mempunyai wawasan untuk melihat ke depan, kapan perusahaan berada pada titik undervalued atau industri pada posisi yang matang untuk transformasi. Wawasan yang sama diperlukan untuk
23
Martin Jhon D, David F.Scoot Jr.,et.al, Basic Financial Management: Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, terjemahan Munandar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h.226.
Universitas Sumatera Utara
melakukan turn around pada unit usaha, bahkan pada bisnis yang tidak familiar. 24 Restrukturisasi ini dalam hukum perusahaan bertujuan untuk memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan. Perusahaan melakukan pembenahan supaya segera lepas dari krisis melalui berbagai aspek. Perbaikan-perbaikan tersebut menyangkut berbagai aspek perusahaan, mulai dari perbaikan portofolio perusahaan, perbaikan permodalan, perampingan manajemen, perbaikan sistem pengelolaan perusahaan, sampai perbaikan sumber daya manusia. Dengan demikian, restrukturisasi perusahaan merupakan kepentingan semua pihak. Bukan saja pihak manajemen, namun juga merupakan kepentingan komisaris yang mewakili kepentingan pemegang saham. Restrukturisasi juga merupakan kepentingan karyawan secara keseluruhan karena tindakan restrukturisasi akan berdampak pada semua karyawan. 25 Kebutuhan akan restrukturisasi ini juga diperlukan dalam dunia perbankan. Salah satu penyebab dilakukannya restrukturisasi dalam perbankan disebabkan pembiayaan atau kredit yang disalurkan bank kepada nasabahnya mengalami masalah. 26
24
Henry Mintzberg and James Brian Quinn, The Strategy Process, Concepts, Contects, Cases, dalam Strategi Untuk Memperbaiki dan Memaksimalkan Kinerja Perusahaan,dalam http://edratna.wordpress.com/2007/11/13/restrukturisasi-strategi-untuk-memperbaiki-danmemaksimalkan-kinerja-perusahaan/, diakses tanggal 13 Desember 2010. 25 Edratna, Restrukturisasi Perusahaan, Penting Dilakukan dalam Keadaan Ekonomi Apapun, http://edratna.wordpress.com/2008/11/10/restrukturisasi-perusahaan-penting-dilakukan-dalamkeadaan-ekonomi-apapun/, diakses tanggal 13 Desember 2010. 26 Pembiayaan atau kredit bermasalah dalam perbankan dapat dikategorikan menjadi Pembiayaan yang tidak lancar, Pembiayaan dimana debiturnya tidak memenuhi persyaratan yang
Universitas Sumatera Utara
Restrukturisasi hutang perlu dilakukan untuk mengatasi kredit yang bermasalah yang sedang dialami oleh perusahaan, baik perusahaan manufaktur, perusahaan jasa, maupun perusahaan dagang. Kredit yang bermasalah ini mempunyai dampak yang sangat luas terhadap seluruh aspek perekonomian. Untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat dari adanya kredit macet ini, pemerintah Indonesia memberikan atau memprioritaskan untuk melakukan restrukturisasi hutang pada sektor perbankan dengan pertimbangan bahwa sektor perbankan diumpamakan sebagai jantungnya perekonomian Indonesia, yang dimana apabila perbankan tersebut sehat maka perekonomian negara pun juga mengarah ke arah yang positif dan akan berdampak ke semua sektor perekonomian. 27 Restrukturisasi ini juga penting untuk dilakukan pada pembiayaan bagi bank syari’ah dan unit usaha syari’ahnya yang mengalami masalah. Dalam upaya untuk menghindari risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya, dan sebagai salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha nasabah pembiayaan, Bank Syariah dan Unit
dijanjikan, Pembiayaan yang tidak menepati jadwal angsura \Pembiayaan yang memiliki potensi merugikan BMT, Pembiayaan yang memiliki potensi menunggak dalam satu waktu tertentu, dalam Pembiayaan Bermasalah, Pencegahan dan Penanganan, ASBISINDO Jawa Barat, http://images.hasbulloh.multiply.multiplycontent.com, diakses tanggal 28 November 2010. 27 Restrukturisasi Utang; Alasan, Proses dan Model, http://jurnal sdm.blogspot.com/2009/05/restrukturisasi-hutang-alasan-proses.html, diakses tanggal 13 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
Usaha Syariah dapat melakukan restrukturisasi pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar. 28 Hal ini berkaitan erat dengan penyelamatan kredit melalui jalur nonhukum. Restrukturisasi merupakan upaya yang dilakukan bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya, antara lain melalui: 29 1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya. Penjadwalan kembali dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tindakan rescheduling dapat diberikan kepada debitur yang masih menunjukkan itikad baik untuk melunasi kewajibannya. Tindakan ini dilakukan karena terjadi kelebihan pembiayaan terhadap obyek kredit (over finance). 2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada bank. Tindakan reconditioning dapat diberikan kepada debitur yang masih memiliki itikad baik untuk melunasi kewajibannya, yang berdasarkan pembuktian
28
Konsideran PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah. 29 Badriyah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasala, Solusi Hukum (Legal Action) dan Alternatif Penyelesaian Segala Jenis Kredit Bermasalah, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2010), h.118-121.
Universitas Sumatera Utara
secara kuantitatif merupakan alternatif yang terbaik. Tindakan ini juga dilakukan karena debitur mengalami kekurangan modal kerja. 3. Penataan Kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan pembiayaan tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning. Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan secara tertulis dari nasabah. Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan untuk kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Restrukturisasi dan penghapusan kredit macet merupakan tindakan yang sudah lazim dilakukan di kalangan perbankan untuk menurunkan rasio kredit bermasalah (non- performing loan) agar tingkat kesehatan bank tetap terjaga dengan baik. Meskipun demikian, program restrukturisasi dan penghapusan kredit macet harus dilaksanakan secara benar sesuai aturan hukum yang berlaku agar tidak sampai menimbulkan moral hazard yang dapat merugikan pihak bank, debitor, dan masyarakat. Di masa kini, restrukturisasi dan penghapusan kredit macet secara umum telah diatur secara jelas dalam UU Perbankan (UU 10/1998), Peraturan Bank Indonesia (PBI 7/2005), dan dalam pedoman perkreditan di masing-masing bank. Penghapusan (write-off) terhadap kredit macet adalah bagian tak terpisahkan dari manajemen risiko penyaluran kredit perbankan. 30 Sejalan dengan penyelamatan kredit yang menggunakan jalur non hukum, maka Undang-undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan menyatakan bahwa
30
Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), h.5.
Universitas Sumatera Utara
kepailitan tidak semata-mata bermuara kepada kemungkinan atau kemudahan pemailitan debitur yang tidak membayar hutang. Undang-undang kepailitan harus memberikan alternatif muara yang lain, yaitu berupa pemberian kesempatan kepada perusahaan-perusahaan
yang tidak membayar hutang-
hutangnya tetapi masih memiliki prospek usaha yang baik serta pengurusnya beritikad baik dan kooperatif dengan para kreditur untuk melunasi hutanghutangnya, merestrukturisai hutang-hutangnya, dan menyehatkan perusahaannya. Restrukturisasi hutang dan perusahaan (debt and corporate restructuring, atau corporate reorganization, atau corporate rehabilitation) akan memungkinkan perusahaan debitur kembali berada dalam keadaan mampu membayar hutanghutangnya. 31 Sedangkan teori pendukung atau dikenal dengan teori sebagai wacana, pada penelitian ini menggunakan Teori tentang Kesehatan Bank, Teori Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts dan Teori Pengawasan bank. Penilaian kesehatan bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Untuk menilai suatu kesehatan bank dapat dilihat dari berbagai segi. Penilaian ini bertujuan untuk menentukan apakah bank tersebut dalam kondisi yang sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat. Standar untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah ditentukan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia. Kepada bank-bank diharuskan 31
Sutan Remy Sjahdeni, Hukum Kepailitan, Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: PT.Pustaka Utama Grafiti, 2009), h.48.
Universitas Sumatera Utara
membuat laporan baik yang bersifat rutin ataupun secara berkala mengenai seluruh aktivitasnya dalam suatu periode tertentu. Dari laporan ini dipelajari dan dianalisis, sehingga dapat diketahui kondisi suatu bank. Dalam ketentuan Surat Edaran BI No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004, perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum maka predikat Tingkat Kesehatan Bank dibagi dalam empat peringkat, yaitu : Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 1 (PK-1) atau Peringkat Komposit 2 (PK-2), ”Cukup Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 3 (PK-3), “Kurang Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 4 (PK-4), dan “Tidak Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 5 (PK-5). Penilaian tingkat kesehatan bank secara kuantitatif dilakukan terhadap 5 (lima) faktor, yaitu faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL. CAMEL merupakan aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap kondisi keuangan bank dan merupakan tolak ukur yang menjadi obyek pemeriksaan bank yang dilakukan oleh regulator bank. 32 Sedangkan Teori Risiko Pembiayaan Berbasis Natural Certainty Contracts adalah mengindentifikasi dan menganalisis dampak dari seluruh risiko nasabah sehingga keputusan pembiayaan yang diambil sudah memperhitungkan risiko
32
http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?page=1&submit.x=20&submit.y=11&submit=next&qu al=high&submitval=next&fname=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Feakt%2F2007%2Fjiunkpe-ns-s1-200732403056-8776-kebangkrutan-chapter2.pdf, diakses tanggal 14 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
yang ada dari pembiayaan berbasis Natural Certainty Contracts, seperti murabahah, ijarah, ijarah muntahia bit tamlik, salam dan istishna. 33 Risio-risiko perbankan pada umumnya dibandingkan dengan bank syariah, mengacu pada Bab II pasal 4 butir 1 PBI No. 5/8/PBI/2003 antara lain sebagai berikut : 34 1.
2.
3.
Risiko Kredit (credit risk). Adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak memenuhi kewajibannya. Pada bank umum, pembiayaan disebut pinjaman, sementara di bank syariah disebut pembiayaan, sedangkan untuk balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase yang sudah ditentukan sebelumnya. Risiko Pasar Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar. Pada perbankan syariah tidak terdapat risiko pasar dikarenakan perbankan syariah tidak melandaskan operasionalnya berdasar risiko pasar. Risiko Likuiditas Risiko antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank menahan aset seperti surat-surat berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka resiko likuiditasnya bisa lebih rendah. Sementara menahan aset dalam bentuk surat- surat berharga membatasi pendapatan, karena tidak dapat memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan pembiayaan. Pada bank syariah, dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah
33
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi II, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004), h.241.Selanjutnya dikatakan bahwa penilaian risiko ini mencakup dua aspek, yaitu Default Risk (risiko kebangkrutan), yakni risiko yang terjadi pada First Way Out dan aspek Recovery Risk (risiko jaminan), yakni risiko yang terjadi pada Second Way Out. 34 Rasul Karim, Manajemen Risiko Pada Perbankan Syari’ah, http;//katakarim.blogspot,com/2010/03/manajement-resiko-pada-perbankan.html., diakses tanggal 12 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, di dalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko. Ada tiga macam risiko yang timbul dari lemahnya analisis bank, yakni; analisis pembiayaan yang keliru, creative accounting, dan karakter nasabah. Risiko yang ditimbulkan dari kelemahan analisis yang dilakukan bank ini memberikan dampak terjadinya pembiayaan bermasalah. 35 Teori ini berkaitan erat dengan teori kesehatan bank dan restrukturisasi. Kesemua teori ini juga tidak terlepas dari teori pengawasan bank yang mengemukakan bahwa sistem pengawasan bank yang semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga sistem perbankan yang sehat akan tercapai apabila otoritas pengawas dapat dengan mudah melakukan pengawasan secara efektif serta semua bank yang diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan apabila bank yang diawasi sedikit atau diupayakan menjadi sangat minimal, dan semua kegiatan bank sampai pada hal yang paling teknis diatur melalui seperangkat aturan yang ketat dan ruang gerak usaha bank dibatasi melalui berbagai aturan yang bersifat larangan. 36
35
Adiwarman Karim,Op.Cit., h.251. Hasanuddin Rahman, Pendekatan Teknis dan Filosofis Legal Audit Operasional Perbankan, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000), h.221-222. 36
Universitas Sumatera Utara
2. Konsepsi Dalam penelitian hukum pentingnya kerangka konsepsional ditujukan untuk memberikan beberapa konsep atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian. Adapun istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan kewajibannya. 37 Kebijakan adalah sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. 38 Pembiayaan adalah Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa; transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’,
transaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh dan transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
37
Pasal 1 angka 7 PBI No.10/18/PBI/200B tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. 38 Said Zainal Arifin, Kebijakan Publik, Edisi Revisi,(Jakarta: Penerbit Yayasan Pancur Siwah, 2004), h.3.
Universitas Sumatera Utara
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 39 Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 40 Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 41 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 42 Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang pelaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. 43 Risiko Likuiditas adalah risiko yang muncul jika suatu pihak tidak dapat membayar kewajibannya yang jatuh tempo secara tunai. Meskipun pihak tersebut memiliki aset yang cukup bernilai untuk melunasi kewajibannya, tapi 39
Pasal 1 angka 25 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. Pasal 1 angka 7 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. 41 Pasal 1 angka 8 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. 42 Pasal 1 angka 9 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah. 43 Pasal 1 angka 10 UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 40
Universitas Sumatera Utara
ketika aset tersebut tidak bisa dikonversikan segera menjadi uang tunai, maka pihak tersebut dikatakan tidak likuid. 44
G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif atau disebut juga dengan penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan ini mencakup: penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitian terhadap sistematik hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum. 45 Sedangkan penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Paling tidak ada tiga ciri dari penelitian deskriptif yaitu: pertama, penelitian deskriptif berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu. Kedua, menguraikan satu variabel saja, jika ada beberapa variabel yang akan diuraikan dilakukan satu persatu. Ketiga, variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment) terhadap variabel. 46
44
http://id.wikipedia.org/wiki/Risiko_likuiditas, diakses tanggal 08 Desember 2010. Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1994), h.14. 46 Ronny Kountur, Metode Penelitian, (Jakarta: Penerbit PPM,2007), h.108. 45
Universitas Sumatera Utara
2. Sumber Data Dikarenakan penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif maka data yang dipergunakan adalah data sekunder, yang bersumber pada: a.
Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum atau perundangundangan yang berkaitan erat dengan penelitian ini, seperti UU No.10 tahun 1998 tentang Perbankan Indonesia, UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah dan PBI No.13/9/PBI/2011 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi bank Syari’ah dan Unit Usaha Syari’ah serta ketentuan pelaksana berupa Surat Edaran Bank Indonesia yang terkait dengan restrukturisasi pembiayaan.
b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah lainnya di bidang hukum dan sebainya. c. Bahan Hukum Tertier adalah bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang lebih dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum seperti kamus umum, kamus hukum, ensiklopedi hukum, dan lain-lain, serta bahanbahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tertier teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah
melalui penelitian
kepustakaan (library research).
4. Analisa Data Setelah
seluruh
data
yang
diperlukan
untuk
penelitian
ini
dikumpulkan, selanjutnya data dianalisa secara kualitatif. Artinya data yang diperoleh dianailisis secara menyeluruh, mendalam dan komprehensif (holistic).
Universitas Sumatera Utara