BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Pengertian bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”. Perusahaan perbankan yang ada di Indonesia meliputi bank BUMN (Persero), bank umum swasta nasional devisa, bank umum swasta nasional non devisa, bank pembangunan daerah, bank campuran dan bank asing (Statistik Perbankan Indonesia, 2013). Bank persero adalah bank yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Emiten perbankan yang digunakan dalam penelitian adalah bank yang telah go public di Bursa Efek Indonesia, bank tersebut tertera pada tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Tabel Perusahaan Perbankan BUMN yang Go Public di Bursa Efek Indonesia No.
Kode Perusahaan
1
BBNI
2
BBRI
3
BBTN
4
BMRI
Perusahaan
IPO
Bank Negara Indonesia
25 November
(Persero) Tbk
1996
Bank Rakyat Indonesia
10 November
(Persero) Tbk
2003
Bank Tabungan Negara
17 Desember
(Persero) Tbk
2009
Bank Mandiri (Persero) Tbk
14 Juli 2003
Sumber : www.bei.co.id diakses pada 16 April 2015 pada pukul 20.35
1
1.2. Latar Belakang Penelitian Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, maupun simpanan lain dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Selain itu bank juga berperan sebagai financial intermediary atau perantara keuangan antara pihakpihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana (Wardiah, 2013:16). Bank mempunyai beberapa kepemilikan salah satunya bank milik pemerintah. Bank milik pemerintah adalah bank yang akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga segala keuntungan dari bank tersebut merupakan bagian pendapatan negara. Bank milik pemerintah Indonesia antara lain Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Tabungan Negara (BBTN), dan Bank Negara Indonesia 46 (BBNI). Adapun bank pemerintah yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) seperti yang dipaparkan diatas dapat dilihat pada tabel 1.1. Menurut UU NO. 8 tahun 1995 pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan yang berkaitan dengan efek diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan penerbitan efek. Pasar modal penyedia mekanisme transaksi, instrumen keuangan jangka panjang yang di perdagangkan dalam pasar modal. Banyak hal yang mempengaruhi pasar modal. Hal itu menunjukkan bahwa kondisi suatu saham tidak hanya berdasarkan kinerja perusahaan saja, tetapi dapat dipengaruhi oleh faktor lain salah satunya kondisi mikro dan makroekonomi seperti adanya arah kebijakan moneter bank sentral AS terkait rencana pengurangan stimulus moneter (tapering off) oleh The Fed pada tahun 2013. Rencana tersebut kemudian menimbulkan ketidakpastian dan memicu sentimen negatif di pasar keuangan global, termasuk di negara-negara emerging market (EM). Ketidakpastian kemudian mendorong pelarian modal dari negara-negara emerging market dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan dan memberikan tekanan terhadap mata uang di berbagai negara emerging market, termasuk Indonesia. Pelarian modal dari negara-negara emerging market salah satunya Indonesia, menyebabkan sektor
2
perbankan Indonesia mengalami penurunan dalam likuiditasnya (Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2013) (Bank Indonesia). Depresiasi nilai tukar rupiah yang cukup tinggi terjadi akibat dari beberapa hal diantaranya adalah rencana penarikan stimulus oleh Bank Sentral Amerika (The Fed) dan defisit neraca perdagangan Indonesia. Rencana penarikan stimulus oleh The Fed menyebabkan modal keluar dari Indonesia sehingga pasokan dollar berkurang. Akibat dari rencana penarikan ini, para investor juga menarik modalnya dari sektor riil maupun sektor investasi akibat dari rasa ketidakpastian tidak akan mendapat dollar, sehingga mereka lebih memilih untuk menyimpan dollar. Selain itu, posisi cadangan devisa semakin menurun sehingga neraca perdagangan defisit. Cadangan devisa merosot sebesar USD 20,11 miliar dari USD 112,78 miliar pada Desember 2012 menjadi 92,997 miliar pada Agustus 2013 (Indonesian Economic Review and Outlook, 2013). Dalam Undang-Undang Pasar Modal No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbikannya, serta lembaga dan profesi dan tanda efek”. Harga saham yang diperdagangkan di bursa selalu mengikuti perkembangan hukum pasar (kekuatan penawaran dan permintaan) yang apabila suatu saham mengalami kelebihan permintaan maka harga saham akan meningkat dan sebaliknya apabila harga suatu saham mengalami kekurangan permintaan maka harga saham juga menurun. Naik dan turunnya nilai suatu saham perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan tersebut untuk meraih laba yang dapat dilihat dari kinerja perusahaan tersebut. Nilai suatu perusahaan menjadi tolak ukur yang sangat diperhatikan calon investor untuk mengambil keputusan. Jika kinerja perusahaan tersebut baik maka harga sahamnya akan meningkat tetapi jika kinerja perusahaan menurun maka harga saham juga akan mengalami penurunan. Ketika kinerja perusahaan baik maka timbal balik yang dihasilkan adalah return harga saham yang baik dan sebaliknya jika kinerja perusahaan buruk maka terjadi risiko.
3
Semakin besar variabilitas return suatu aset, semakin besar kemungkinan return
berbeda
dengan
hasil
yang
diharapkannya.
Keown
(2008:198)
mengemukakan bahwa resiko adalah prospek suatu hasil yang kurang menguntungkan. Menurut Jorion (2007: 3) mengenai risiko adalah “Risk can be defined as the volatility of unexpected outcomes, which can represent the value of assets, equity, or earnings”. Krisis keuangan global membawa pengaruh signifikan terhadap risiko kredit. The Basel III pertama kali dipublikasikan pada desember 2009 termasuk model risiko biaya modal yang baru terhadap volatilitas ‘VaR’ baru untuk biaya modal yang cukup dan layak (Douglas, 2013). ada hari Kamis tanggal 19 Maret 2015, chairwoman Federal Reserve, Janet Yellen, menyatakan bahwa The Fed (istilah populer dari Federal Reserve, yang merupakan Bank Sentral Amerika Serikat) tidak akan terburu-buru dalam menaikan suku bunga acuan, atau yang dikenal dengan istilah ‘Fed Rate’. Sesaat setelah pernyataan tersebut dirilis, indeks-indeks saham di Benua Eropa dan juga Asia rata-rata naik signifikan . Sebelumnya, para pelaku pasar di Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, khawatir bahwa jika The Fed menaikkan Fed Rate, maka dana asing yang ada di bursa saham lokal akan keluar dan berpindah ke Negeri Paman Sam. Sebab dengan suku bunga acuan yang lebih tinggi, maka dalam pandangan investor-investor global, investasi di Amerika Serikat (AS) dengan sendirinya menawarkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi, sementara disisi lain risikonya tetap dianggap sangat rendah mengingat Amerika adalah negara dengan perekonomian paling besar di dunia dan jika dana asing keluar dari pasar saham Indonesia, maka IHSG juga bisa dipastikan akan tertekan minimal dalam jangka pendek. Pada bulan Desember 2010, the Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) mengeluarkan dua buah dokumen Basel III, yaitu: “Basel III: A global regulatory framework for more resilient banks and banking systems (edisi revisi dikeluarkan di bulan Juni 2011)”, dan “Basel III: International framework for liquidity risk measurement, standards and monitoring” (Accenture, 2011). Menurut BCBS, Basel III memiliki dua tujuan utama, yaitu: 1.
Memperkuat aturan tentang permodalan dan likuiditas global melalui peningkatan ketahanan sektor perbankan;
4
2.
Meningkatkan kemampuan sektor perbankan dalam menghadapi guncangan yang timbul akibat terjadinya krisis keuangan dan tekanan ekonomi. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, aturan Basel III dibagi menjadi tiga
bagian utama sebagai berikut: 1.
Pembaruan ketentuan permodalan (terdiri antara lain: kualitas dan kuantitas modal, cakupan resiko secara komprehensif, leverage ratio, penyangga konservasi modal (capital conservation buffers), dan counter-cyclical capital buffer);
2.
Pembaruan ketentuan likuiditas (rasio-rasio jangka pendek dan jangka panjang);
3.
Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan peningkatan stabilitas sistem keuangan. Dokumen Basel III secara mendasar menyajikan reformasi yang dilakukan
oleh Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) untuk memperkuat permodalan dan standar likuiditas dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan sektor perbankan terhadap krisis. Kemampuan sektor perbankan menyerap shock yang terjadi karena tekanan keuangan dan perekonomian diharapkan dapat mengurangi penyebaran risiko dari sektor keuangan terhadap perekonomian. Adapun ringkasan dari proposal penguatan permodalan sesuai Basel III adalah pada tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2. Penguatan modal Basel III 2010 Calibration of the Capital Framework Capital requirement and buffers (all numbers in percent) Common equity (after deduction)
Tier 1 Capital
Total Capital
Minimum
4.5
6.0
8.0
Conversation
2.5
5
buffer Minimum plus conversation buffer
7.0
8.5
10.5
Countercyclical 0-2.5 buffer range
Tujuan dari persyaratan Basel III adalah untuk memastikan bahwa bank dapat menahan guncangan keuangan 30-hari dengan memiliki cukup aset likuid yang dapat digunakan untuk mempertahankan operasi selama kejadian tersebut. (Gromova-Schneider & Niziolek, 2011). Maka dari aturan Basel III bank dipekernankan untuk menghitung sendiri kebutuhan modal terkait dengan risiko pasar yang dikenal dengan internal model approach. Value at Risk (VaR) sebagai fungsi kuantil pengukuran penyaluran portfolio keuntungan dan kerugian yang mana sebagai alat pengukuran manajemen risiko kuantitatif untuk mengevaluasi risiko pasar. Selain itu, VaR telah dipertimbangkan oleh institusi keuangan sebagai pengukuran vital risiko pasar (Angelidis & Benos, 2008). Seperti yang kita tahu risiko pasar berurusan dengan perubahan harga instrumen keuangan, yang mana menyebabkan perubahan nilai dalam portfolio dan akan berdampak terhadap keuntungan dan kerugian secara langsung. Di industri perbankan, VaR banyak digunakan untuk menghitung Capital Regulatory atau untuk menyusun Capital Adequacy Ratio (CAR) sebagai alat akomodasi risiko pasar yang sama baiknya dengan pengaturan trading limit. Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah salah satu konsep penting dalam perbankan yang mengukur jumlah modal bank dalam kaitannya dengan jumlah tertimbang menurut risiko eksposur kredit. Basel Capital Accord merupakan standar internasional untuk perhitungan rasio kecukupan modal. Basel Capital Accord merekomendasikan minimum rasio kecukupan modal bank harus memenuhi. Menerapkan minimum rasio kecukupan modal berfungsi untuk
6
mempromosikan stabilitas dan efisiensi sistem keuangan dengan mengurangi kemungkinan bank menjadi bangkrut. Ketika bank menjadi bangkrut, hal ini dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan, menyebabkan masalah keuangan untuk bank lain dan mungkin mengancam kelancaran fungsi pasar keuangan. Sebagai akibat dari krisis keuangan, telah ada upaya oleh pihak berwenang untuk membuat bank lebih kuat. Untuk mencapai hal ini, pemerintah di seluruh negara maju adalah bank menarik untuk meningkatkan modal segar dan memperkuat neraca mereka, dan jika bank tidak dapat menambah modal, mereka diberitahu untuk mengecilkan jumlah aset berisiko (pinjaman) di buku mereka. Pada tahun 2010, bank sentral dunia, yang diwakili secara kolektif oleh Bank of International Settlements (BIS) diturunkan Basel III-kerangka peraturan global yang mengubah kenaikan kebutuhan modal dari 4% menjadi setidaknya 7% dari risiko- bank aset tertimbang (Hanke 2013). Hal ini akan menegaskan bahwa bank dalam menghadapi risiko tidak menanggung pengaruh risiko secara berlebihan dan menjadi sanggup menghapi risiko. Secara luas VaR juga dapat digunakan sebagai sarana bagi asuransi perusahaan untuk memperhitungkan kemungkinan terburuk dari kerugian yang disebabkan oleh pergeseran pasar. Jadi, VaR dapat dilihat sebagai pengendali risiko untuk batas posisi dan persyaratan margin. Ada tiga metode utama untuk menghitung VaR yaitu parametrik (disebut juga metode varians-kovarians), metode simulasi Monte Carlo dan metode simulasi historis. (Butler, 1999: 78). VaR dapat memberikan pengembalian aset yang tepat sama baik dengan estimasi volatilitas dan itu dapat diperoleh melalui model rata bersyarat yaitu Auto Regressive (AR), Moving Average (MA), Auto Regressive Moving Average (ARMA) atau dan modeling volatility yaitu GARCH (Standardized and modified). VaR dalam hal ini akan digunakan untuk menghitung kecukupan modal industri perbankan dalam menampung risiko pasar.
7
Metode GARCH diaplikasikan melalui 2 proses : proses mean dan proses variance. Proses mean pertama kali dikemukakan oleh Box-Jenkin (1976) dengan melakukan analisa time series dengan kombinasi autoregressive (AR) dan moving average (MA). Metode ini kemudian diintegrasikan menjadi ARMA untuk mendapatkan time series yang stasioner. Bollerslev (1986) menyempurnakan hasil kerja Engle dengan memasukkan proses AR dalam heteroscedasticity dari varians ke dalam Generalised Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH). Terdapat
beberapa
penelitian
terdahulu
yang
membahas
tentang
penghitungan Value at Risk berbasis internal model dan perkembangan Basel III. Dalam penelitian Jansky & Rippel (2011) yang meneliti peramalan Value at Risk dengan ARMA & GARCH model saat peningkatan volatilitas. Teori peramalan VaR telah digunakan dalam enam indeks saham (DJI, GSPC, IXIC FTSE, GDAXI, N225) dalam peramalan hari ke depan dalam periode waktu 2005 – 2009. Dalam periode tersebut secara keseluruhan volatilitasnya stabil , kondisi volatilitas yang asimetris (EGARCH or TARCH ) proses memberikan estimasi yang lebih baik dibanding kondisi volatilitas yang simetris (GARCH) proses. Dalam hal lain, proses AR dan MA tidak tampak dalam bagian yang penting. Hasil evaluasi model sampel telah dilakukan dan menunjukkan 95% confidence interval. Semua skor model puncak menggunakan GARCH proses. Buchdadi (2008) dalam penelitian yang berjudul Penghitungan Value at Risk Portofolio Optimum Saham perusahaan berbasis syariah dengan pendekatan EWMA. Menjelaskan penggunaan metode EWMA dalam penelitiannya karena ditemukan fenomena conditional variance. Model yang dikembangkan oleh Risk Metrics menunjukkan validitas pada tingkat kepercayaan 95%.Temuan dalam penelitiannya menunjukkan besaran VaR harian portofolio saham berbasis syariah dengan tingkat kepercayaan 99% sebesar 3,007%. Sedangkan VaR harian yang dihitung dengan menjumlah nilai VaR harian komponen saham pembentuk portofolio lebih kecil dibandingkan nilai VaR portofolio tersebut.Kesimpulan dan saran yang diberikan Buchdadi adalah dengan mengembangkan metode pengukuran volatilitas yang berbeda.
8
Penelitian Kutum (2014) membahas kesiapan bank di Kanada dalam menghapai Basel III ditemukan hasil Untuk lima bank yang telah diteliti sejauh ini - BMO, Scotiabank, National Bank, RBC, dan TD – tampaknya tepat untuk menyimpulkan bahwa mereka siap untuk memenuhi Basel III cakupan likuiditas persyaratan rasio yang akan membawa Efek pada tahun 2015. VaR akan dihitung dengan dua tahap proses: ARMA dan GARCH. Kemudian, rasio pelanggaran akan dievaluasi apakah pemilihan model sudah yang terbaik untuk Bank BUMN di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, di mana terdapat penelitian forecasting VaR dengan metode ARMA & GARCH serta perkembangan Basel III maka penelitian ini diberi judul “Pengukuran Risiko Untuk Industri Perbankan Pemerintah Indonesia Menggunakan Value at Risk dengan ARMA dan GARCH Berbasis Basel III (Studi Kasus pada perusahaan BUMN bidang Perbankan yang Go Public Periode Oktober 2013 – Mei 2015)”.
1.3. Perumusan Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, maupun simpanan lain dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit. Dalam dunia investasi dikenal adanya hubungan kuat antara risiko dan imbal hasil, yaitu jika risiko tinggi maka imbal hasil atau keuntungan juga akan tinggi begitu pula sebaliknya jika imbal hasil rendah maka risiko juga akan rendah. Begitu pula dengan bank bumn yang GO Public mereka akan menghadapi resiko tersebut. Dalam menghapi risiko tersebut terdapat sebuah acuan yaitu dokumen Basel, dalam hal ini mengacu kepada Basel terbaru yaitu Basel III. Tujuan dari persyaratan Basel III adalah untuk memastikan bahwa bank dapat menahan guncangan keuangan 30-hari dengan memiliki cukup aset likuid yang dapat digunakan untuk mempertahankan operasi selama kejadian tersebut akan menegaskan bahwa bank dalam menghadapi risiko tidak menanggung pengaruh risiko secara berlebihan dan menjadi sanggup menghapi risiko. Salah satu teknik pengukuran risiko adalah Value at Risk (VaR). Value at Risk (VaR)
9
merupakan metoda perhitungan market risk untuk menentukan risiko kerugian maksimum yang dapat terjadi pada suatu portfolio, baik single-instrument ataupun multi-instruments, pada confidence level tertentu, selama holding period tertentu, dan dalam kondisi market yang normal. Secara luas VaR juga dapat digunakan sebagai sarana bagi asuransi perusahaan untuk memperhitungkan kemungkinan terburuk dari kerugian yang disebabkan oleh pergeseran pasar. Jadi, VaR dapat dilihat sebagai pengendali risiko untuk batas posisi dan persyaratan margin. Volatilitas hitung yang diterapkan untuk menghitung VaR adalah ARMA dan GARCH.
1.4. Pertanyaan Penelitian Dari uraian di atas yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a.
Bagaimana pemodelan peraturan modal VaR untuk BMRI berdasarkan internal model Basel III?
b.
Bagaimana pemodelan peraturan modal VaR untuk BBNI berdasarkan internal model Basel III?
c.
Bagaimana pemodelan peraturan modal VaR untuk BBRI berdasarkan internal model Basel III?
d.
Bagaimana pemodelan peraturan modal VaR untuk BBTN berdasarkan internal model Basel III?
1.5. Tujuan Penelitian Bertolak dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a.
Mengetahui pemodelan peraturan modal VaR untuk BMRI berdasarkan internal model Basel III.
b.
Mengetahui pemodelan peraturan modal VaR untuk BBNI berdasarkan internal model Basel III.
c.
Mengetahui pemodelan peraturan modal VaR untuk BBRI berdasarkan internal model Basel III.
10
d.
Mengetahui pemodelan peraturan modal VaR untuk BBTN berdasarkan internal model Basel III.
1.6. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi bidang akademis Diharapkan penelitian ini bisa menjadi referensi untuk pengetahuan tambahan bagi pihak-pihak yang berada di lingkungan akademis terutama mahasiswa.
2.
Bagi perusahaan perbankan Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pemodelan peraturan modal menggunakan Value at Risk.
3.
Bagi peneliti selanjutnya Sebagai referensi dalam mengembangkan teori terutama yang berkaitan dengan perbankan, risiko dan pemodelan modal.
1.7. Ruang Lingkup Penelitian 1.7.1
Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Value at Risk Kerugian yang mungkin terjadi pada suatu asset dalam periode dan tingkat kepercayaan tertentu. Jorion (2007:107) b. Return Harga Saham Return adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari kebijakan investasi yang dilakukan dan selisih harga yang di dapatkan ketika proses jual beli saham. Gitman (2009:228) 1.7.2
Lokasi dan Objek Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Bursa Efek Indonesia dengan objek
penelitian adalah perusahaan perbankan BUMN yang go public di Bursa Efek Indonesia dan telah mempublikasi laporan keuangannya pada periode 2013-2015.
11
1.7.3
Waktu dan Periode Penelitian Periode penelitian ini adalah pada tahun 2013-2015. Penelitian hanya
dilakukan selama tiga tahun terakhir, karena keterbatasan pengaksesan data, keterbatas waktu, dan lainnya. 1.8. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pemahaman dalam penelitian ini maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Bab pertama menjelaskan gambaran umum objek yang diteliti, latar belakang masalah, rumusan penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab kedua menjelaskan tentang landasan teori serta literatur-literatur yang digunakan sebagai dasar dalam membahas masalah meliputi perbankan , risiko pasar, kecukupan modal, Value at Risk dan penelitian terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN Bab ketiga menjelaskan mengenai metode penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, gambaran populasi dan sampel, jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian, operasionalisasi variabel, dan teknik analisis data yang digunakan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab keempat mengemukakan hasil dan pembahasan, yang berisikan hasil pengumpulan data, statistik deskriptif, pengujian data dengan melakukan uji asumsi klasik, analisis regresi data panel dan pengujian hipotesis.
12
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab kelima menjelaskan kesimpulan dan hasil penelitian sesuai apa yang menjadi tujuan penelitian serta saran atas penelitian. Dengan keterbatasan penelitian diharapkan
penelitian
ini
dapat
disempurnakan
di
penelitian-penelitian
selanjutnya.
13