BAB I PENDAHULUAN
1.1
Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan industri kreatif di Kota Bandung menunjukkan peningkatan
yang cukup memuaskan. Kota Bandung memiliki kawasan produksi yang strategis diantaranya yakni 33 sentra industri kreatif yang dimiliki. Diantaranya terdapat tujuh sentra kawasan industri memiliki potensi yang berada pada lokasi strategis, yaitu Sentra Sepatu dan Olahan Kulit Cibaduyut, Sentra Boneka Sukamulya, Sentra Rajutan Binong Jati, Sentra Tekstil Cigondewah, Sentra Sablon Kaos Suci, Sentra Jeans
Cihampelas,
serta
Sentra
Tahu
dan
Tempe
Cibuntu
(www.sentraindustribandung.com, diakses pada 16 Februari 2015). Adapun rincian ketujuh sentra industri dapat dilihat pada Tabel 1.1 dibawah ini meliputi jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja serta kapasitas produksi pertahun pada masing-masing sentra industri. Tabel 1.1 Kawasan Industri Utama Kota Bandung Unit Usaha
Tenaga Kerja
Kapasitas Produksi
(unit)
(orang)
per-Tahun (produk)
Sepatu dan Olahan Kulit Cibaduyut
577
3008
3.114.022
2
Boneka Sukamulya
17
212
768.940
3
Rajutan Binong Jati
293
2143
852.200
4
Tekstil Cigondewah
313
567
-
5
Sablon Kaos Suci
409
2721
177.300
6
Jeans Cihampelas
59
352
-
7
Tahu dan Tempe Cibuntu
408
1518
2.160.000.000
No.
Sentra Industri
1
Sumber : www.sentraindustribandung.com Tabel 1.1 di atas menunjukkan unit usaha, tenaga kerja dan kapasitas produksi per-tahun ketujuh Sentra Industri Bandung pada tahun 2012. Sentra Industri Sepatu dan Olahan Kulit Cibaduyut memiliki
577 unit usaha dan tenaga kerja
sebanyak 3008 orang, Sentra Industri Boneka Sukamulya memiliki 17 unit usaha 1
dan tenaga kerja sebanyak 212 orang, Sentra Industri Rajut Binong Jati memiliki 293 unit usaha dan tenaga kerja sebanyak 2143 orang, Sentra Industri Tekstil Cigondewah memiliki 313 unit usaha dan tenaga kerja sebanyak 567 orang, Sentra Industri Sablon kaos suci memiliki 409 unit usaha dan tenaga kerja sebanyak 2721 orang, Sentra Industri Jeans Cihampelas memiliki 59 unit usaha dan tenaga kerja sebanyak 352 orang, dan tahu dan tempe cibuntu memiliki 408 unit usaha dan tenaga kerja sebanyak 1518 orang. Kota Bandung sering kali disebut Paris Van Java, karena Kota ini melahirkan banyak ide-ide kreatif dalam menciptakan tren mode dan fashion yang inovatif di Indonesia. Salah satu sentra industri yang menjadikan Bandung sebagai kota kreatif adalah industri tekstil yaitu Sentra Industri Sablon Kaos Suci. Sentra Industri Sablon Kaos Suci dengan jangkauan pasar yang luas dan dikenal diseluruh kota di Indonesia (Oscar, 2014:5). Sentra Industri Sablon Kaos Suci terletak di Jalan Surapati dan Jalan PHH. Mustofa, kecamatan Cibeunying Kidul, Bandung. Fokus sentra ini adalah memproduksi berbagai macam jenis sablon kaos. Terdapat kurang lebih 409 pengrajin sablon kaos terhitung tahun 2012. Kapasitas produksi per-tahunnya sebanyak 177.300 dengan nilai investasi Rp. 115,403 milyar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2.721 Orang (www.sentraindustribandung.com, diakses pada 16 Februari 2015). Industri Sablon Kaos di daerah Suci ini mulai berkembang sejak tahun 80-an, dipelopori oleh beberapa pengusaha yang memulai bisnis konveksi. Dengan perolehan omset yang tinggi menjadi daya tarik sejumlah pendatang untuk menggeluti bisnis pada industri Sablon Kaos Suci. 1.2
Latar Belakang Penelitian ASEAN merupakan asosisasi gabungan bangsa-bangsa pada wilayah Asia
Tenggara yang beraggotakan 10 negara (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar dan Kamboja) yang memiliki pandangan terbuka, hidup dalam perdamaian, stabilitas dan kemakmuran, serta terikat bersama dalam kemitraan dalam pembangunan yang dinamis. Untuk itu, pada tahun 2003, para pemimpin ASEAN telah bersepakat untuk membangun suatu
2
“masyarakat ASEAN” pada tahun 2020 (www.asean.org, diakses pada 17 Februari 2015). Dalam perkembangannya para pemimpin negara anggota mempertegas komitmennya dan memutuskan untuk mempercepat pembentukan masyarakat ASEAN pada tahun 2015. Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 berlandaskan pada 3 pilar, yaitu Komunitas Keamanan ASEAN (ASEAN Security Community), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community) (ASEAN Economic Community Handbook for Business, 2012:6). Pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 bertujuan untuk menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, berdaya saing tinggi, dan secara ekonomi terintegrasi dengan regulasi efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus bebas lalu lintas barang, jasa, investasi, dan modal serta difasilitasinya kebebasan pergerakan pelaku usaha dan tenaga kerja (www.setneg.go.id, diakses pada 17 Februari 2015). AEC 2015 akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan dengan mengurangi biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) (www.depkop.go.id, diakses pada 17 Februari 2015). Dengan implementasi AEC 2015, UMKM di Indonesia akan menghadapi tantangan dan sekaligus peluang sehingga untuk mampu bertahan menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang, maka UMKM harus meningkatkan daya saing usaha dan produknya (Susilo, 2010:76). Hal yang menjadi prioritas UMKM untuk meningkatkan daya saingnya ialah dengan meningkatkan kerjasama antar unit UMKM atau antar sentra UMKM, serta meningkatkan jaringan kerjasama dengan stakeholder (Susilo, 2010:76). UMKM di Indonesia selalu menjadi focus concern baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah karena perusahaan-perusahaan kecil tersebut telah tersebar di berbagai penjuru negara dan memberikan kesempatan kerja yang potensial. Sektor industri kecil merupakan salah satu karakteristik keberhasilan dan pertumbuhan ekonomi bangsa yang dapat menghasilkan pembangunan dengan berbagai cara, menciptakan kesempatan kerja, memperluas angkatan kerja bagi
3
urbanisasi,
dan
menyediakan
fleksibilitas
kebutuhan
serta
inovasi
dalam
perekonomian secara keseluruhan (Dinas KUMKM Provinsi Jawa Barat, 2013:1). Pemerintah
memiliki
peran
sebagai
regulator
dan
fasilitator
yang
menjembatani berbagai pihak yang terkait dengan kegiatan pengembangan usaha dalam negeri baik dalam skala mikro, kecil dan menengah serta usaha besar agar tercipta iklim usaha yang kondusif bagi seluruh pelaku usaha (Noya, 2014:25). Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan penduduk terbanyak di Pulau Jawa, bahkan di Indonesia, sebesar 18.12 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Jawa Barat sejumlah 35.724.093 jiwa dan meningkat menjadi 43.053.732 jiwa pada tahun 2010, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.90 persen (www.bps.go.id, diakses pada 17 Februari 2015). Dengan memanfaatkan potensi populasi penduduk Jawa Barat, maka UMKM pun diharapkan mampu meningkatkan daya saingnya di kawasan regional maupun pasar dengan cakupan yang lebih luas lagi. Hal tersebut dilalukan untuk memberdayakan UMKM dalam menghadapi pemberlakuan AEC 2015 yang tentunya memiliki daya saing global yang lebih kuat. Peran pemerintah diharapkan sebagai komplementer untuk mendorong berbagai upaya peningkatan daya saing UMKM sehingga dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif serta akan memudahkan UMKM untuk meningkatkan daya saing baik perusahaan maupun produk yang dihasilkan (Susilo, 2010:76) Saat ini UMKM banyak tersebar di berbagai provinsi di Indonesia tanpa terkecuali pada provinsi Jawa Barat. Berikut pada Tabel 1.2 adalah perkembangan UMKM dan Usaha Besar di Jawa Barat periode tahun 2008-2012 yang dapat dilihat : Tabel 1.2 Perkembangan Jumlah Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Usaha Mikro 8.108.834 8.410.246 8.616.254 8.626.671 9.042.519
Usaha Kecil 9.832 106.752 106.592 116.062 115.749
Usaha Menengah 7.095 7.496 7.408 8.181 8.235
Usaha Besar 1.523 1.536 1.566 1.728 1.853
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Barat
4
Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat pertumbuhan jumlah UMKM pada Provinsi Jawa Barat. Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun yakni dari tahun 20082012 sedangkan jumlah Usaha Besar cenderung fluktuatif. Pada tahun 2008, jumlah UMKM sebanyak 8.125.761 unit sedangkan Usaha Besar hanya 1.523 unit dan hingga tahun 2012 keseluruhan jumlah UMKM sebanyak 9.168.356 unit sedangkan Usaha Besar hanya mencapai 1.853 unit. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM memiliki peranan yang cukup penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung memiliki kontribusi yang cukup besar pada pembentukan ekonomi Provinsi Jawa Barat salah satunya dari sektor UMKM dan industri kreatif. Perkembangan UMKM di negeri ini memang cukup menjanjikan, karena memiliki kemampuan dalam penyediaan barang dan jasa bagi konsumen serta memberikan kontribusi besar dalam peningkatan devisa negara. Selain itu, adanya UMKM dapat menjadi salah satu solusi penurunan tingkat pengangguran yang berdampak pada jumlah kemiskinan di Indonesia. Dengan tersedianya banyak UMKM, maka akan tersedia pula lapangan pekerjaan yang meyerap tenaga kerja yang potensial (Ningrum, 2010:15). Dalam melakukan pengembangan usahanya, terdapat masalah yang dimiliki UMKM, dari sisi internalnya berupa kemampuan manajerial yang kurang memadai dan pelatihan yang diberikan kepada tenaga kerja untuk menunjang kinerja mereka masih belum maksimal, proses pemasaran masih minim dilakukan serta persediaan bahan baku yang belum memadai. Sedangkan dari sisi eksternal terdapat permasalahan inflasi yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap kegiatan usaha, minimnya inovasi yang dilakukan guna meningkatkan daya saing perusahaan, kemudahan pendatang baru untuk masuk dalam industri, serta masalah yang paling utama ialah masalah pasokan bahan baku yang diperoleh dari Cina dan Amerika yang dapat berpengaruh terhadap rangkaian kegiatan bisnis pada sentra industri Sablon Kaos Suci (pre-elementary data). Permasalahan lain yang terdapat pada UMKM Sentra Industri Sablon Kaos Suci Bandung diantaranya adalah masih banyak pengusaha yang belum memiliki kelengkapan perijinan usaha seperti NPWP, SIUP, TDP, dan masih banyak pengusaha yang belum mendaftarkan merk produk mereka. Selain itu, proses
5
manufakturing dalam cara pengerjaan kaos juga masih tradisional dan kurang representatif untuk dijadikan tempat usaha (Oscar,2014:7). Program pembinaan penting diberikan kepada setiap pelaku UMKM, mengingat beberapa masalah yang terkait dengan rendahnya sumber daya manusia yang berkualitas, masalah yang berkaitan dengan kemampuan untuk mengelola bisnis mereka kegiatan, pengetahuan tentang liku-liku bisnis yang relatif kurang, minimal manajerial keterampilan, manajemen keuangan dan akuntansi serta sistem upah karyawan secara tradisional, pengaturan pekerjaan yang tidak terstruktur untuk membuat bisnis mereka berkembang (Sebayang dan Munawaroh, 2012:42). Adapun beberapa kendala yang teridentifikasi dalam pemberdayaan UMKM dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut. Tabel 1.3 Analisis Kendala Pemberdayaan UMKM No 1 2 3 4 5 6 7 8
Jenis Kendala Persaingan Permodalan Sarana dan Prasarana Biaya Produksi Tinggi, Harga Bahan Baku Tinggi Cuaca Sulit Memperoleh Bahan Baku Pemasaran Lain-lain TOTAL
Persentase 29,57 21,62 5,09 6,36 6,04 3,34 7,63 20,35 100,00
Sumber : BPS 2013 Tabel 1.3 menjelaskan bahwa terdapat beberapa kendala di temukan pada kegiatan yang dilakukan para pelaku UMKM diantaranya, tingkat persaingan yang tinggi, sulitnya mendapatkan pemodalan, kendala sarana dan prasarana, biaya produksi yang tinggi serta harga bahan baku yang tinggi pula, kendala cuaca, sulitnya memperoleh bahan baku, kendala dalam melakukan pemasaran serta promosi, dan beragam kendala lainnya. Namun hasil yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa kendala persaingan merupakan kendala terbesar yang dialami oleh pelaku UMKM dengan persentase sebesar 29,57 persen yang kemudian disusul oleh tingginya kendala pemodalan yaitu dengan persentase sebesar 21,62 persen.
6
Terkait AEC 2015, UMKM memliki tantangan untuk meningkatkan daya saing agar mampu bersaing di pasar bebas tersebut (www.setneg.go.id : 2014, diakses tanggal 1 April 2015). UMKM pada Sentra Industri Kaos Suci juga memiliki tantangan serta peluang yang besar pula terkait fenomena tersebut, dengan persaingan yang lebih luas, maka pasokan bahan baku akan lebih beragam serta akan terjadi penurunan harga bahan baku karena persaingan lebih ketat (Oscar, 2014:13). Untuk bersaing di pasar, maka perlu bagi UMKM untuk menghadapi tantangan baru dengan mengadopsi strategi yang tepat. Melakukan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) analisis adalah salah satu teknik untuk melakukan analisis yang lebih struktural untuk merumuskan strategi terbaik. SWOT adalah kombinasi dari empat hal utama sebagai Kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman (Kalpande et al., 2010:59). Sebagian besar keberhasilan suatu usaha, khususnya usaha kecil berasal dari faktor wirausaha. Selain itu beberapa faktor pendukung lainnya ialah faktor analisis kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman merupakan faktor yang tidak kalah penting untuk menciptakan kondisi usaha yang stabil. Oleh sebab itu, merumuskan strategi persaingan dalam suatu lingkungan industri sebuah UMKM dengan melakukan analisis terhadap faktor lingkungan internal dan eksternalnya dipandang perlu, sehingga UMKM mampu bersaing dan berkembang sesuai dengan sektorsektor industrinya. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis akan menyusun penelitian dengan judul “Pengembangan Strategi Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM): Studi Kasus pada Sentra Industri Sablon Kaos Suci Bandung, Indonesia.” Dengan adanya pengembangan strategi ini, diharapkan dapat membantu pengembangan UMKM di provinsi Jawa Barat khususnya pada sentra industri sablon kaos Suci, Bandung. 1.3
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: 1.
Bagaimana kondisi lingkungan internal UMKM sentra industri Sablon Kaos Suci Kota Bandung?
7
2.
Bagaimana kondisi lingkungan eksternal UMKM sentra industri Sablon Kaos Suci Kota Bandung?
3.
Bagaimana pengembangan strategi UMKM sentra industri Sablon Kaos Suci Kota Bandung untuk meningkatkan daya saing dengan menggunakan analisis QSPM?
1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksud untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan
sebelumnya diatas. Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1.
Mengetahui kondisi lingkungan internal UMKM sentra industri Sablon Kaos Suci Kota Bandung.
2.
Mengetahui kondisi lingkungan eksternal UMKM sentra industri Sablon Kaos Suci Kota Bandung.
3.
Mengetahui pengembangan strategi UMKM sentra industri Sablon Kaos Suci Kota Bandung untuk meningkatkan daya saing dengan menggunakan analisis QSPM.
1.5
Kegunaan Penelitian
1.5.1
Aspek Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan memperkaya dan melengkapi khazanah
keilmuan
bidang
manajemen
strategis,
khususnya
yang
terkait
dengan
pengembangan strategi daya saing serta mendapat banyak pengetahuan mengenai UMKM. Disamping itu, terdapat juga beberapa temuan yang terungkap dalam penelitian ini yang diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian berikutnya. 1.5.2
Aspek Praktis Secara praktis melalui hasil penelitian “Pengembangan Strategi Daya Saing
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM); Studi Kasus pada Sentra Industri Sablon Kaos Suci Bandung, Indonesia” diharapkan dapat dijadikan salah satu bahan masukkan bagi para pelaku UMKM dalam mengembangkan strategi daya saing usahanya. Disamping itu, diharapkan pula hasil penelitian ini dapat diterapkan penulis dalam merumuskan strategi pada usaha yang penulis miliki.
8
1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini dijelaskan gambaran umum objek penelitian, latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan tugas akhir. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Dalam bagian ini dibahas tinjauan pustaka terkait dengan permasalahan yang ingin ditelaah secara lebih mendalam, yaitu meliputi formulasi strategi, serta analisa yang berhubungan dengan strategi bisnis, dan teori lainnya yang berkaitan ataupun yang mendukung pemahaman mengenai penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bagian ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan secara terstruktur, meliputi jenis penelitian, tahapan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini dijelaskan tentang pengolahan dan analisis data yang digunakan secara sistematis dan konsisten sesuai dengan ruang lingkup penelitian. Dengan demikian akan didapatkan benang merah dari hasil penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah pada penelitian ini. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dari hasil penelitian secara logis dan konsisten, sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Bab ini juga menjelaskan rekomendasi bagi UMKM maupun untuk penelitian selanjutnya. Rekomendasi atau saran ini diharapkan dapat digunakan sebagai solusi alternatif untuk mengembangkan strategi yang lebih efektif dan efisien bagi pelaku UMKM khususnya pada Sentra Industri Sablon Kaos Suci.
9
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN
10