BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Asfiksia neonatal merupakan masalah global yang berperan dalam meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Insidensi asfiksia di negara maju 1,1–2,4 kasus per 1.000 kelahiran hidup. Insidensi dan prevalensi asfiksia di negara berkembang kemungkinan lebih tinggi akibat keterbatasan fasilitas pelayanan reproduksi dan sumber daya manusia (Alhadar et al., 2010). Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000–2003, asfiksia menempati urutan ke-6 yakni sebanyak 8% sebagai penyebab kematian anak di seluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum, dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir, kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental, dan gangguan belajar (Depkes RI, 2008).
Tabel 1. Penyebab Kematian Neonatal di Indonesia (Kemenkes RI, 2010) Penyebab Kematian Neonatal Berdasarkan SKRT tahun 2001
Penyebab Kematian Neonatal Berdasarkan Riskedas tahun 2007
Asfiksia
29%
Gangguan/Kelainan Pernapasan 35,9%
BBLR/Prematuritas
27%
Prematuritas
32,4%
Tetanus
10%
Sepsis
12%
Masalah pemberian ASI
10%
Hipotermi
6,3%
Masalah hematologi
6%
Kelainan darah/Ikterus
5,6%
Infeksi
5%
Post matur
2,8%
Kelainan kongenital
1,4%
Asfiksia dapat menyebabkan ensefalopati hipoksik-iskemik serta disfungsi multiorgan lain seperti ginjal, sistem pernapasan, jantung, hati, saluran cerna, dan sistem hematologi. Disfungsi multiorgan ini akan berpengaruh terhadap prognosis 1
2
selama perawatan. Asfiksia akan menyebabkan redistribusi aliran darah (refleks diving) ke otak, jantung, dan kelenjar adrenal sehingga aliran darah ke organ lain akan berkurang. Selain itu, terjadi metabolisme anaerob yang menyebabkan keadaan asidosis. Mekanisme refleks diving dan asidosis akan menyebabkan kerusakan sel pada organ yang mengalami hipoperfusi (Alhadar et al., 2010). Untuk kepentingan klinis, asfiksia dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan terganggunya pertukaran gas yang menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnia dengan asidosis metabolik yang bermakna. Baku emas untuk definisi birth asphyxia belum ada. American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of Obstetrician and Gynecologyst (ACOG) menetapkan empat kriteria yang harus ada dalam mendefinisikan asfiksia, yakni: asidosis metabolik atau asidosis campuran dengan pH < 7 pada arteri umbilikalis, nilai Apgar 0–3 pada menit kelima atau lebih, manifestasi neurologi segera pada periode perinatal (termasuk kejang, hipotonus, koma atau ensefalopati hipoksik-iskemik), serta ada bukti disfungsi multiorgan pada periode neonatal. The National Neonatal Perinatal Database (NNPD) di India dan kesepakatan di Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menggunakan nilai Apgar 4–6 pada menit pertama sebagai asfiksia sedang dan nilai Apgar 0–3 pada menit pertama sebagai asfiksia berat (Alhadar et al., 2010). Derajat asfiksia ditentukan berdasarkan nilai Apgar. Nilai Apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, selanjutnya dilakukan pada 5 menit berikutnya karena hal tersebut mempunyai korelasi yang erat dengan mortalitas dan morbiditas neonatal. Nilai Apgar menit pertama menunjukkan toleransi bayi terhadap proses kelahirannya dan menit kelima menujukkan adaptasi bayi terhadap lingkungan
barunya.
Penelitian yang dilakukan di
California
mendapatkan insidensi asfiksia pada bayi baru lahir sebesar 2–9% (Wiradharma et al., 2013). Ketuban pecah dini (KPD) berkaitan dengan komplikasi persalinan seperti kelahiran
kurang
korioamnionitis,
bulan,
sindrom
gawat
abrupsio plasenta, hingga
napas,
kompresi
tali
pusat,
kematian janin yang dapat
meningkatkan mortalitas dan morbiditas perinatal. Semakin lama KPD, semakin
3
besar kemungkinan komplikasi yang terjadi. Asfiksia dapat terjadi akibat kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan plasenta, maupun infeksi. Asfiksia yang terjadi pada bayi cukup bulan seringkali diawali infeksi. Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nilufar dkk., didapatkan insidensi asfiksia pada KPD yang lama mencapai 33%, berbeda secara signifikan dengan insidensi asfiksia tanpa KPD yang hanya sebesar 6,7%. Insidensi KPD di Indonesia berkisar antara 4,5–7,6% dari seluruh kehamilan, sedangkan insidensi KPD di luar negeri berkisar antara 6–12% (Wiradharma et al., 2013).
1.2. Perumusan Masalah Asfiksia neonatorum masih menjadi salah satu penyebab utama yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bayi baru lahir di Indonesia. Ketuban pecah dini (KPD) telah lama diketahui sebagai salah satu faktor risiko yang berperan dalam angka kejadian asfiksia neonatorum. Oleh sebab itu, KPD dapat menjadi fokus masalah obstetrik agar risiko morbiditas dan mortalitas perinatal dapat dicegah. Atas dasar permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut: Apakah terdapat hubungan yang bermakna antara KPD memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kebumen?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk: mengetahui apakah terdapat hubungan yang bermakna antara KPD memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Kebumen. 1.3.2. Tujuan khusus Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis hubungan antara KPD memanjang dengan kejadian asfiksia neonatorum sehingga pada akhirnya dapat diketahui seberapa besar risiko kejadian asfiksia neonatorum pada ibu dengan KPD memanjang. 2. Menganalisis variabel-variabel lain, yakni usia dan paritas ibu.
4
1.4. Keaslian Penelitian Pengarang (tahun)
Judul
Nili et al. (2003)
Neonatal Complications of Premature Rupture of Membranes
Wijaya, D. P. (2005)
Risiko Asfiksia Neonatorum dengan Riwayat Ketuban Pecah Dini di RSUD Sleman Yogyakarta
Lee et al. (2008)
Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study
Thangwijitra et al. (2010)
Risk Factors of Birth Asphyxia in Pregnancy 37 Complete Weeks and Over by Apgar Score Less Than 7 at 5 Minutes
Wiradharma et al. (2013)
Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah
Metode Penelitian
Case control
Case control
Cohort
Case control
Case control
Jumlah Sampel
Hasil
2357
Komplikasi maternal dan neonatal antara KPD < 24 jam dan KPD > 24 jam menunjukkan perbedaan yang signifikan (p < 0,05) pada angka kejadian perawatan di NICU (neonatal intensive care unit), oligohidramnion, demam maternal, leukositosis, dan korioamnionitis.
362
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara janin yang dilahirkan oleh ibu dengan KPD dan ibu tanpa KPD terhadap kejadian asfiksia neonatorum (p = 0,197 dan OR = 0,7).
23662
KPD > 24 jam secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan risiko mortalitas asfiksia saat lahir dibandingkan dengan KPD < 24 jam (RR = 1,83).
390
KPD > 24 jam merupakan faktor risiko signifikan untuk kejadian asfiksia saat lahir dibandingkan dengan KPD < 24 jam (p = 0,028 dan OR = 8,72).
76
Terdapat perbedaan yang bermakna antara lama KPD (< 12 atau ≥ 12 jam) terhadap kejadian asfiksia neonatorum (p = 0,004 dan OR = 9,771).
5
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi peneliti Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pemahaman teoritis maupun aplikatif mengenai KPD dan asfiksia neonatorum, serta keterkaitan antar keduanya sehingga ke depannya diharapkan dapat diintegrasikan dalam praktek klinis secara benar dan bertanggung jawab. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi rujukan referensi bagi peneliti lain ataupun penelitian selanjutnya dengan topik relevan. 1.5.2. Bagi institusi kesehatan dan stake holder yang terkait Bagi institusi kesehatan dan stake holder yang terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menangani kasus persalinan dengan KPD dan bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang berperan dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, serta kepentingan dalam memberikan edukasi bagi pasien. 1.5.3. Bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan Bagi masyarakat dan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang akurat tentang cara pertolongan persalinan dengan KPD dan upaya resusitasi pada asfiksia neonatorum. Dengan mengenali KPD sebagai salah satu faktor risiko terjadinya asfiksia neonatorum, diharapkan morbiditas dan mortalitas perinatal dapat diturunkan melalui penanganan yang baik persalinan dengan KPD dan rencana resusitasi yang tepat.