1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada
keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Salah Satu Indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Oleh karena itu pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN ) tahun 2010-2014 telah mencantumkan salah satu sasaran pembangunan kesehatan untuk masalah gizi yaitu menurunkan prevalensi gizi kurang menjadi 15 % dan menurunkan prevalensi balita gizi pendek menjadi 32% (Kemenkes RI, 2010). Di dunia, 1 dari 3 anak ( 178 juta) yang berusia dibawah 5 tahun yang hidup di Negara berkembang dan miskin mengalami kekerdilan (stunted). Sebanyak 111,6 tinggal di Asia dan 56,9 hidup di Afrika. Sedangkan menurut data yang dikeluarkan UNICEF terdapat 195 juta anak yang hidup di Negara berkembang dan miskin mengalami stunted . Di Asia angka kejadian stunting tinggi yaitu sekitar 36% dengan prevalensi tertinggi ada di kawasan Asia selatan. Dimana setengah dari jumlah total ( 61 juta) anak berumur dibawah 5 tahun di India mengalami stunted (Shashidar 2009 dalam Wiyogowati 2012) Hasil Riset Kesehatan Dasar di Indonesia Tahun 2010 menunjukan prevalensi gizi kurang dan buruk sebesar 17,9 % dan prevalensi balita pendek 35,6%. Prevalensi balita pendek terdiri dari balita sangat pendek 18,5% dan pendek 17,1%. WHO tahun 2005 menetapkan prevalensi stunting rendah <20%, sedang 20-
2 29% dan tinggi 30-39 ≥ 40 %. Dengan demikian dapat dikatakan prevalensi stunting di Indonesia masih tinggi (Arifin, 2010). Menurut penelitian Friska Tahun 2014 di Semarang didapatkan prevalensi stunting di Kabupaten Kendal sebesar 42% dengan kejadian tertinggi di kecamatan Patebon yaitu 38,7 %. Dimana factor yang berpengaruh adalah Panjang badan lahir yang rendah, berat badan lahir rendah, lama pemberian ASI Eklusif. Proporsi anak pendek dalam penduduk miskin hampir dua kali lipat dibandingkan mereka dengan ekonomi menengah keaatas. Daerah perdesaan memiliki proporsi yang lebih besar untuk anak pendek (40 persen) dibandingkan dengan daerah perkotaan (33 persen) (unicef Indonesia, 2012). Besarnya angka prevalensi balita gizi buruk dan kurang (17,9%), balita pendek (35,6%) dan balita kurus (13,3%)
menjadi tantangan bagi pemerintah
Indonesia untuk lebih memperhatikan kesehatan balita Indonesia untuk lebih memperhatikan kesehatan balita. Banyak bayi tidak terlindungi dari penyakit karena rendahnya pemberian Asi Eklusif dimana kurang dari sepertiga anak Indonesia diberi Asi Eklusif untuk enam bulan pertama kehidupannya. Selain itu hanya 41 % anak berusia 6 sampai dengan 23 bulan diberi makan sesuai dengan anjuran. Hal ini mebuat bayi dan balita terkena resiko kekurangan gizi dan penyakit infeksi diare. (Unicef, 2010). Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi kurang merupakan hubungan timbal balik dimana penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang jelek dapat mempermudah penyakit infeksi ,dan penyakit infeksi yang terakait status gizi yaitu Tuberkulosis dan diare (Supariasa, 2002). Penyebab kurang gizi pada balita sangat kompleks. Penyebab langsung anak tidak mendapat gizi seimbang, yaitu Air Susu Ibu (ASI) saat umur 0-6 bulan, dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang memenuhi syarat saat umur 6-24 bulan.
3 Penyebab langsung lain adalah infeksi, terutama diare, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan campak (Martianto, 2006). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stunting diantaranya adalah panjang badan lahir, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir pendek bisa disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang pendek, maupun kurangnya pemenuhan zat gizi. Penelitian di Mesir menunjukan bahwa anak yang lahir dari ibu dengan tinggi badan kurang dari 150 cm lebih berisiko mengalami stunting (Kusuma, 2013). Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan selanjutnya. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Oleh karena itu, anak pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas, yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang (Unicef Indonesia, 2012). Stunting pada balita umur 2-3 tahun perlu mendapat perhatian khusus karena pada usia tersebuta balita mengalami perkembangan yang pesat dalam kemampuan kognitif dan motorik, maka diperlukan kondisi maksimal untuk mendukung perkembangan pada masa ini, balita yang mengalami stunting perkembangan kemampuan motorik dan kognitifnya terganggu. Anak pada usia ini membutuhkan perhatian lebih karena asupan kebutuhan energi yang lebih tinggi dan kebutuhan makanan yang lebih bervariasi dibanding usia 0-2 tahun Melihat hal-hal diatas dimana masalah malnutrisi saat ini masih merupakan masalah besar di Indonesia. Dimana stunting merupakan salah satu masalah gizi yang
4 disebabkan kekurangan zat gizi dalam jangka waktu lama dan akan berdampak negatif dalam kehidupan selanjutnya. Sehingga diharapkan adanya penanganan stunting secara tepat dan cepat. Maka dari itu penelitian ingin mengetahui prevalensi stunting di pedesaan dan faktor risikonya.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan penelitian adalah prevalensi dan faktor risiko stunting pada balita 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II, Kecamatan Petang kabupaten Badung Tahun 2015.
1.3
Pertanyaan Penelitian Berapakah prevalensi dan apa sajakah faktor risiko stunting pada balita 2-5
tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II, Kecamatan Petang Kabupaten badung Tahun 2015 ?
1.4
Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui prevalensi dan faktor risiko stunting pada balita 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II, Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015
5 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Mengetahui Prevalensi stunting pada balita 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II , Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015 1.4.2.2 Mengetahui hubungan Tinggi Badan Ibu yang Pendek terhadap kejadian Stunting Pada Balita Umur 2- 5 tahun dari di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II , Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015 1.4.2.3 Mengetahui hubungan Riwayat Asi Eklusif terhadap kejadian Stunting pada Balita 2- 5 Tahun dari di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II , Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015 1.4.2.4 Mengetahui hubungan Berat Badan Lahir Rendah dan Panjang Badan Lahir pendek terhadap kejadian Stunting pada Balita 2- 5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II, Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015 1.4.2.5 Mengetahui Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi yaitu Diare dan ISPA terhadap kejadian Stunting pada Balita 2- 5 Tahun dari di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II, Kecamatan Petang Kabupaten Badung Tahun 2015
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi menjadi manfaat teoritis yaitu manfaat yang
diharapkan untuk khasanah perkembangan ilmu pengetahuan dan manfaat praktis yaitu manfaat aplikatif yang diharapkan dari hasil penelitian.
6 1.5.1 Manfaat Teoritis Bagi perkembangan Ilmu Kesehatan Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang Keadaan status gizi pada umur 2-5 tahun di desa Pelaga dan faktor yang mempengaruhi status gizi balita pendek , sehingga bisa digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.5.2
Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan informasi untuk memberi masukan kepada program terkait seperti GIZI dan KIA untuk dapat memperbaiki status gizi ibu hamil dan balita dari hasil penelitan tersebut. 2. Sebagai panduan yang tepat untuk memulai pendidikan kesehatan gizi pada masa balita ,anak, remaja, dan ibu hamil.
1.6
Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah epidemologi non infeksi
yaitu untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko stunting pada Balita umur 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Petang II, Kecamatan Petang Kabupaten badung Tahun 2015 .