BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persebaran vegetasi di suatu wilayah. Perubahan iklim yang terjadi saat ini sudah sulit untuk dihindari dan mulai dapat dirasakan dampaknya terhadap kehidupan. Dampak ekstrim dari perubahan iklim terutama pada kenaikan temperatur, kurangnya curah hujan, dan terjadinya kekeringan di berbagai daerah. Keadaan ini
sangat
mempengaruhi
keberadaan
vegetasi
baik
jumlah
maupun
persebarannya. Perubahan tersebut memungkinkan terjadinya kehilangan atau kepunahan berbagai macam vegetasi di alam. Untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies, organisme perlu beradaptasi dengan kondisi ekstrim. Toleransi terhadap kondisi ekstrim dibutuhkan agar organisme dapat bertahan hidup. Namun tidak semua tanaman memiliki derajad toleransi yang sama dalam menghadapi kondisi ekstrim sehingga menyebabkan kepunahan spesies tertentu. Untuk mempertahankan vegetasi yang terdapat di daerah kering, perlu dicari alternatif tanaman yang tahan terhadap kekeringan. Beberapa di antara spesies yang memiliki potensi tinggi untuk beradaptasi terhadap kekeringan adalah Sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard), Gebang (Corypha utan Lamk.), Pulai (Alastonia scholaris R.Br.), dan Vitex (Vitex pubescent Vahl.). Untuk itu karakter adaptif dari tanaman tersebut di atas perlu diteliti. Respon
1
tanaman terhadap kekeringan dapat diamati dari morfologi, fisiologi dan anatominya. Pulai (Alstonia scholaris R.Br.) merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman HTI (Hutan Tanaman Industri). Hal ini disebabkan Pulai memiliki sebaran yang luas, hampir di seluruh Indonesia. Daerah persebaran pulai meliputi Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara, dan Papua. Kayu pulai dapat digunakan sebagai bahan baku industri pembuatan peti, korek api, pulp, bahan kerajinan wayang golek, topeng dan papan tulis (Mashudi et al., 2004). Jenis tanaman ini dapat tumbuh pada semua jenis tanah tetapi tidak dalam keadaan tergenang air. Pulai sangat cocok dengan tanah yang agak lembab, sehingga dapat dikatakan bahwa tanaman ini kurang tahan terhadap kekeringan (Sutarno dan Nasution, 1996). Gebang (Corypha utan Lamk.) termasuk anggota genus Corypha yang memiliki habitus berupa pohon berukuran cukup besar. Jenis tanaman ini dikenal memiliki toleransi baik terhadap kekeringan dan umumnya hidup di hutan savanna (Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1968). Di NTT sebagian masyarakat memanfaatkan tanaman ini sebagai sumber karbohidrat, bahan bangunan, bahan kerajinan, dan penghasil nira (Naiola, 2005). Sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard) merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Kayu tanaman ini dapat digunakan untuk bahan konstruksi, furniture, dan kerajinan. Pohon tanaman ini rimbun dan tahan terhadap kondisi kering. Sawo kecik tersebar di berbagai negara seperti Myanmar, Thailand, dan Malaysia, sedangkan di Indonesia tanaman ini tumbuh di beberapa kawasan seperti Pulau 2
Jawa, Bali, Sulawesi, Pulau Weh, dan Nusa Tenggara. Laban (Vitex pubescens Vahl.) merupakan salah satu tanaman dengan warna kayu yang indah sehingga dapat digunakan sebagai perkakas atau alat rumah tangga. Tanaman ini umumnya hidup pada daerah yang relatif kering di hutan dataran rendah, terutama di habitat yang terbuka, tetapi tanaman ini juga dapat ditemukan di pinggiran sungai. Hal ini menunjukkan bahwa Vitex pubescens Vahl. dapat hidup di daerah kering. Tanaman ini tersebar di berbagai negara seperti Bangladesh, India, Kamboja, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia tanaman ini dapat ditemukan di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Madura, dan Sulawesi (Orwa et al., 2009). Dari keempat spesies tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji, hanya pulai yang kurang tahan terhadap kekeringan. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kekurangan air pada daerah perakaran akan mempengaruhi aktivitas fisiologis dengan menekan pertumbuhan sel sehingga pertumbuhan tanaman terhambat (Hong-Bo et al., 2008). Mengingat perbedaan toleransi keempat spesies tanaman tersebut terhadap kekeringan, maka penelitian ini dilakukan untuk menguji respon tanaman tersebut di atas terhadap kekeringan. Karakter yang mengindikasikan adaptasi tanaman yang hidup di daerah kering antara lain perubahan morfologi, anatomi, kadar prolin, dan laju transpirasi. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat diperoleh alternatif spesies tanaman yang dapat dikembangkan pada daerah kering.
3
1.2. Permasalahan Banyaknya kasus kekeringan menyebabkan tumbuhan tergeser atau mengalami kepunahan. Dari kasus tersebut di Indonesia belum ada penelitian yang dilakukan untuk mencari jenis tanaman yang tahan kering. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat yaitu: 1. Bagaimanakah respon pertumbuhan dan perkembangan tanaman Sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard), Gebang (Corypha utan Lamk.), Pulai (Alstonia scholaris R.Br), dan Vitex (Vitex pubescent Vahl.) yang mengalami kekeringan ditinjau dari aspek morfologi, fisiologi, dan anatomi? 2. Spesies manakah yang paling tahan terhadap kekeringan?
1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini antara lain: 1. Menguji pertumbuhan dan perkembangan Sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard), Gebang (Corypha utan Lamk), Pulai (Alstonia scholaris R.Br), dan Vitex (Vitex pubescent Vahl.) yang mengalami kekeringan, sehingga dapat diketahui spesies yang tahan terhadap kondisi kering. 2. Mengetahui respon morfologi, fisiologi, dan anatomi terhadap kekeringan.
1.4. Manfaat Manfaat dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui spesies yang paling adaptif terhadap kekeringan di antara keempat spesies tanaman uji yang meliputi 4
Sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard), Gebang (Corypha utan Lamk.), Pulai (Alastonia scholaris R.Br), dan Vitex (Vitex pubescent Vahl.) sehingga dapat ditanam di daerah kering.
1.5. Dasar Teori Salah satu cara tanaman untuk mempertahankan potensial air yaitu dengan peningkatan kadar prolin. Dengan demikian peningkatan kadar prolin pada tanaman dapat menjadi salah satu indikator tanaman yang toleran terhadap kekeringan karena pada kondisi tersebut akumulasi prolin akan meningkat dibandingkan kondisi normal. Selain dengan peningkatan kadar prolin, respon tanaman terhadap kekeringan juga tampak pada perubahan morfologi, anatomi, dan fisiologinya. Perubahan tersebut dapat berupa ukuran tinggi tanaman, diameter, dan ukuran daun yang mengecil. Perubahan akibat kekeringan juga dapat ditunjukkan dengan peningkatan akumulasi prolin dalam tanaman, serta perubahan kecepatan transpirasi. Kekeringan menyebabkan pembelahan sel melambat atau bahkan berhenti, terhambatnya perkembangan organ, serta berkurangnya laju fotosintesis.
5