BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Status pendidikan dan ekonomi sebuah negara berkaitan erat dengan status kesehatannya. Melalui perbaikan gizi dan kesehatan anak sebagai generasi penerus bangsa, maka pendidikan dan ekonomi akan menjadi lebih kuat oleh adanya sumber daya manusia berkualitas yang lebih sehat dan produktif. Selain itu, anak dan remaja termasuk ke dalam kelompok rentan gizi karena berada pada suatu siklus pertumbuhan atau perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih besar dari kelompok umur yang lain (Notoatmodjo, 2003). Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, ditemukan bahwa prevalensi anak usia 5-12 tahun yang memiliki indeks massa tubuh per umur (IMT/U) di bawah normal yaitu sebesar 11,2% yang terdiri dari 4% sangat kurus dan 7,2% kurus, sementara pada remaja usia 13-15 tahun yaitu sebesar 11,1% yang terdiri dari 3,3% sangat kurus dan 7,8% kurus. Jika dilihat dari tinggi badan per umur (TB/U), sebesar 12,3% anak usia 512 tahun yang sangat pendek dan 18,4% pendek, sementara pada remaja usia 13-15 tahun terdapat sebesar 13,8% yang sangat pendek dan 21,3% pendek (Riskesdas, 2013). Faktor-faktor yang langsung mempengaruhi status gizi yaitu asupan makanan dan status kesehatan atau penyakit infeksi (Riyadi, 2001). Faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang
menurut
Budianto
(2004) adalah
akseptabilitas terhadap makanan atau daya terima makanan. Hal ini sejalan
1
dengan hasil penelitian Puspitasari, dkk (2015), yaitu terdapat hubungan positif antara daya terima makanan dengan status gizi anak penghuni Panti Asuhan Darunajah Semarang. Hasil ini didukung oleh penelitian Sutyawan (2013) yang menunjukkan bahwa daya terima makanan berhubungan nyata dengan tingkat kecukupan energi, dan peneliltian Makalew, dkk (2013) yang menunjukkan bahwa asupan energi berhubungan signifikan dengan status gizi anak berdasarkan berat badan per tinggi badan (BB/TB). Masalah daya terima makanan pada anak ini merupakan masalah yang umum dijumpai oleh para orang tua, sehingga orang tua berperan penting untuk menyediakan makanan yang bergizi yang disesuaikan dengan daya terima anak. Namun tidak semua anak dapat dipantau asupannya oleh orang tua, di antaranya yaitu anak-anak yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Menyediakan makanan sehari-hari anak penghuni Lapas yang memenuhi syarat kelayakan dan kecukupan gizi sudah menjadi tanggung jawab petugas, sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang hak-hak narapidana dan anak didik selama berada di dalam Lapas. Pada kenyataannya, masih terdapat banyak kasus di mana narapidana merasa kurang puas terhadap makanan yang disajikan oleh Lembaga Pemasyarakatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini dibuktikan dalam penelitian Mubin (2013) bahwa sebagian besar narapidana pada Lapas Klas I Makassar mengeluhkan jika menu yang diberikan kurang bergizi, porsi yang kurang banyak dan rasa yang hambar. Dalam situasi seperti itu, narapidana dapat memilih untuk tetap mengonsumsi makanan sesuai menu yang disediakan, tidak memakannya, atau memakan makanan dari luar yang terkadang dibawakan ketika sedang
2
dikunjungi oleh keluarga. Hal ini akhirnya akan mempengaruhi jumlah asupan energi narapidana dan dalam jangka waktu panjang dapat berpengaruh pada perubahan status gizi. Hasil penelitian Wahyuningsih, dkk (2014) di Lapas Anak Klas IIA Tangerang menunjukkan bahwa masih terdapat 35% narapidana yang mengalami defisit energi berat, 20% mengalami defisit sedang, dan 12,5% mengalami defisit ringan. Penelitian Juratmy yang dilakukan di Rutan Klas 1 Makassar pada tahun 2011 pun juga menunjukkan bahwa jumlah tahanan yang asupan energinya di bawah kebutuhan ada 76,4%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Aritonang (2008) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Klas I Kutoarjo, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan protein dengan status gizi anak didik. Penelitian tersebut menyarankan agar makanan yang disediakan lebih bervariasi dan disesuaikan dengan preferensi anak didik. Maka berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara daya terima makanan, asupan energi dan zat gizi serta status gizi pada anak didik saat berada di dalam LPKA Klas I Kutoarjo.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada hubungan antara daya terima makanan dengan asupan energi dan zat gizi makro anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo? 2. Apakah ada hubungan antara asupan energi dan asupan zat gizi makro dengan status gizi pada anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo? 3. Apakah ada hubungan antara daya terima makanan dengan status gizi anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo?
3
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan daya terima makanan, asupan energi dan zat gizi makro dengan status gizi pada anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui daya terima makanan pada anak didik terhadap makanan yang disediakan LPKA Klas I Kutoarjo. b. Mengetahui asupan energi dan zat gizi makro anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo. c. Mengetahui status gizi anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo. d. Mengetahui hubungan daya terima makanan dengan asupan energi dan zat gizi makro anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo. e. Mengetahui hubungan asupan energi dan zat gizi makro dengan status gizi anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo. f.
Mengetahui hubungan daya terima makanan dengan status gizi anak didik di LPKA Klas I Kutoarjo.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi LPKA Klas I Kutoarjo Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi pihak institusi sehingga dapat meningkatkan perannya dalam menyediakan makanan yang sesuai kaidah gizi seimbang dengan mempertimbangkan daya terima makanan anak didik supaya kebutuhan energi dan zat gizi makro narapidana tercukupi sehingga kualitas kesehatan anak dan remaja untuk pertumbuhan dan perkembangan terjaga.
4
2. Bagi peneliti Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang gizi khususnya mengenai daya terima makanan di institusi non komersial yaitu lembaga pemasyarakatan dan status gizi pada narapidana. 3. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk melakukan penelitian yang terkait daya terima, status gizi, dan narapidana supaya dapat dikembangkan di tempat lain atau dengan desain penelitian yang lain seperti cohort atau case-control.
E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Hidayat, Tjaronosari, dan Setyowati (2014) tentang “Kontribusi Asupan Energi dan Protein Makanan Luar dan Makanan Dalam terhadap Kecukupan Gizi Anak di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kutoarjo Kabupaten Purworejo” Jenis
penelitian
dan
rancangan
penelitian
yaitu
penelitian
observasional dengan rancangan cross-sectional. Subyek yang dilibatkan adalah anak perempuan dan laki-laki yang tinggal di LAPAS Anak Kutoarjo berusia antara 12–15 tahun. Variabel yang diteliti antara lain konsumsi makanan yang diukur dengan metode food recall 24 jam. Analisis data dilakukan secara deskriptif dalam bentuk tekstular dan tabulasi. Hasil penelitian ini yaitu kontribusi energi makanan luar Lapas sebesar 692,9 kkal dan protein sebesar 18,9 gram. Jumlah energi makanan dalam Lapas sebesar 1.651,5 kkal dengan protein 40 gram.
5
Sehingga kontribusi total rata-rata energi sebesar 2.344,4 kkal dan protein 58,9 gram. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah tingkat asupan total energi sehari anak didik
terhadap AKG berkategori baik
(97,7% AKG), tingkat asupan total protein sehari pun berkategori baik (90,6% AKG). Perbedaan dari penelitian yang dilakukan yaitu penelitian tersebut tidak mengukur daya terima makanan dan status gizi. Selain itu, penentuan kecukupan zat gizi pada penelitian yang dilakukan tidak dibandingkan dengan AKG namun dengan kebutuhan individu, dan diukur dengan metode penimbangan makanan. Subyek yang digunakan pada penelitian yang dilakukan ini pun berbeda yaitu anak berusia antara 14– 18 tahun. 2. Penelitian Prihandini (2014) tentang “Daya Terima, Tingkat Kecukupan Zat Gizi dan Status Gizi Pecandu Narkoba di Rumah Singgah PEKA dan YAKITA Bogor”. Jenis penelitian berupa penelitian observasional dengan rancangan cross-sectional. Subyek yang dilibatkan adalah 30 orang laki-laki pecandu narkoba, yaitu 17 orang di Rumah Singgah PEKA dan 13 orang di YAKITA Bogor yang terdiri dari remaja (di bawah 20 tahun), dewasa muda (20–40 tahun), dan dewasa madya (41–60 tahun). Variabel yang diteliti antara lain daya terima makanan sebagai variabel bebas yang diukur dengan memberikan kuesioner dan wawancara, konsumsi pangan sebagai variabel antara yang diukur dengan pengamatan langsung dan food recall 24 jam, serta status gizi sebagai variabel terikat yang
6
ditentukan berdasarkan IMT dari pengukuran tinggi badan dan berat badan. Uji statistik yang digunakan adalah uji Spearman. Hasil penelitian ini yaitu daya terima makanan subyek berada pada kategori tinggi untuk setiap waktu makan. Tingkat kecukupan energi dan protein subjek di YAKITA termasuk normal, sedangkan kecukupan energi subjek di Rumah Singgah PEKA termasuk defisit sedang dan untuk tingkat kecukupan proteinnya termasuk defisit berat. Kesimpulan penelitian ini berdasarkan hasil analisis, tidak ada hubungan antara daya terima makanan dengan tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan yaitu penelitian tersebut turut menghitung tingkat kecukupan vitamin B2, sementara pada penelitian yang akan dilakukan hanya menghitung asupan zat gizi makro. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan, uji statistik yang digunakan adalah chi-square, serta daya terima makanan diukur dengan metode penimbangan makanan. Subyek yang digunakan pada penelitian ini pun berbeda yaitu anak perempuan dan laki-laki berusia 14–18 tahun. 3. Penelitian Wahyuningsih, Khomsan, dan Ekawidyani (2014) tentang “Asupan Zat Gizi, Status Gizi dan Status Anemia pada Remaja Laki-laki Pengguna Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang”. Jenis penelitian observasional dengan rancangan penelitian crosssectional. Subyek yang dilibatkan adalah remaja laki-laki berusia 15–20 tahun pengguna narkoba di lembaga pemasyarakatan (LAPAS) anak pria klas IIA Kota Tangerang. Variabel bebas yang diteliti antara lain frekuensi konsumsi pangan yang diukur dengan memberikan kuesioner, serta konsumsi makanan dan minuman yang diukur dengan metode food
7
weighing dan food recall 24 jam. Variabel terikat yaitu status gizi yang ditentukan berdasarkan IMT/U dari pengukuran tinggi badan dan berat badan, serta status anemia diukur dengan metode Cyanmethemoglobin. Uji statistik yang digunakan yaitu uji Spearman. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu asupan energi dan protein subjek belum cukup memenuhi kebutuhan subjek dalam sehari. Asupan zat besi subjek sudah cukup, sedangkan asupan vitamin C subjek sangat kurang memenuhi kebutuhan subjek dalam sehari. Sebagian besar subjek berada dalam kategori status gizi normal dan mengalami anemia. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan status anemia subjek. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan yaitu penelitian tersebut turut menghitung tingkat kecukupan vitamin C dan zat besi, sementara pada penelitian yang dilakukan hanya menghitung asupan zat gizi makro yang diukur tidak hanya dengan penimbangan makanan namun juga dengan food record. Pada penelitian ini juga akan ditambah variabel daya terima makanan yang juga diukur dengan penimbangan makanan. Selain itu, pada penelitian yang dilakukan, uji statistik yang digunakan adalah chi-square. Subyek yang digunakan pada penelitian ini pun berbeda yaitu anak perempuan dan laki-laki berusia 14–18 tahun.
8