BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 57.482 ha, sekitar 18% dari luas Provinsi DIY. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman tahun 2012 - 2016 membagi sumber daya pariwisata menjadi empat kawasan, yaitu kawasan lereng Gunung Merapi, kawasan timur, kawasan tengah, dan kawasan barat. Kawasan lereng Gunung Merapi memiliki kekayaan sumber daya air dan ekowisata. Kawasan timur memiliki kekayaan peninggalan purbakala berupa candi, yang merupakan pusat wisata budaya. Kawasan tengah merupakan pusat pendidikan, perdagangan, dan jasa. Kawasan barat memiliki kekayaan sumber bahan baku industri kerajinan mendong, bambu, dan gerabah. Kabupaten Sleman turut andil sebagai pengembang dan pelaksana dalam industri pariwisata. Sejak 2010, Kabupaten Sleman yang masih kaya akan kehidupan pedesaan mengembangkan objek daya tarik desa wisata dengan pesat. Menurut Pariwisata Inti Rakyat dalam Hadiwiyono (2012: 68), desa wisata adalah suatu kawasan pedesaan
yang menawarkan keseluruhan suasana yang
mencerminkan keaslian pedesaan baik dari kehidupan ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, dan memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas. Hingga saat ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman telah mencatat 38 desa yang dikembangkan menjadi desa wisata.
1
Sementara itu, data yang diperoleh dari Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2012 - 2016 menyebutkan kerusakan dan kerugian akibat erupsi Merapi pada tahun 2010 sebesar 5,405 triliun, termasuk di dalamnya adalah Dusun Pulesari yang mengalami kerugian di sektor pertanian mencapai Rp130.000.000,00. Untuk melakukan pemulihan ekonomi pascaerupsi tersebut, masyarakat Dusun Pulesari mulai mewujudkan upaya pengembangan pariwisata melalui desa wisata. Saat ini, desa wisata menjadi solusi masyarakat setempat atas kehilangan yang hampir tidak berbekas. Berbekal modal sosial guyub rukun masyarakat, hingga Desember 2014 lebih dari 21.000 wisatawan1 telah berkunjung ke Desa Wisata Pulesari. Kaitannya dengan konsep pengembangan desa wisata, masyarakat lokal berperan penting dalam pengembangan desa wisata karena sumber daya dan keunikan tradisi yang melekat pada masyarakat merupakan unsur penggerak utama kegiatan desa wisata. Ide kegiatan dan pengelolaan dilakukan seluruhnya oleh masyarakat secara partisipatif. Dalam hal ini, masyarakat juga merasakan manfaatnya secara langsung. Sejauh ini, upaya pelibatan masyarakat dalam pembangunan pariwisata masih menjadi kendala di desa wisata lain. Desa Wisata Pulesari adalah salah satu contoh dari sekian banyak desa wisata di Kabupaten Sleman yang berhasil membangun pariwisata bersama masyarakat hingga meraih prestasi sebagai desa wisata budaya terbaik di tingkat kabupaten pada Desember 2014 dan menjadi desa percontohan yang bangkit pascabencana melalui pembangunan pariwisata. 1
Hasil wawancara penulis dengan Pak Amin Sarjana pada 13 Januari 2015, pukul 10.25
WIB.
1
Pencapaian tinggi itu tentunya berasal dari partisipasi masyarakat Dusun Pulesari yang tidak henti-hentinya bergerak maju demi pembangunan pariwisata. Hal tersebut selaras dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat yang menekankan bahwa dalam setiap tahapan pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan sampai dengan pemantauan dan evaluasi, masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi karena tujuan akhir dari pembangunan pariwisata adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat (Demartoto, 2009: 22). Dilihat dari proses partisipasi masyarakat yang dijalankan oleh masyarakat Dusun
Pulesari
dalam
membangun
pariwisata,
keterlibatan
pemangku
kepentingan dari luar masyarakat ternyata tidak terlalu kondusif. Masyarakat secara swadaya memikirkan cara yang dapat membebaskan mereka dari kemelut pascabencana, sehingga terbentuk desa wisata seperti yang mereka kelola saat ini. Partisipasi yang diinisiasi oleh masyarakat sendiri tentunya disertai langkahlangkah yang berbeda dengan cara yang biasa digunakan pemangku kepentingan lain. Akan tetapi, hasil yang dicapai tetap sama dan bertujuan kepada satu hal, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini akan menganalisis bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan beserta kendala yang dialami masyarakat dalam membangun pariwisata di Desa Wisata Pulesari.
1
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pariwisata di Desa Wisata Pulesari? 1.2.2 Apa saja kendala yang dihadapi masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Desa Wisata Pulesari? 1.2.3 Bagaimana strategi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang dapat dijalankan oleh masyarakat Desa Wisata Pulesari?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengetahui partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pariwisata di Desa Wisata Pulesari. 1.3.2 Mengetahui kendala yang dihadapai masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Desa Wisata Pulesari. 1.3.3 Merumuskan strategi pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Desa Wisata Pulesari.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diberikan adalah dapat menjadi masukan maupun acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam pengambilan kebijakan terhadap konsep pembangunan pariwisata berbasis masyarakat lokal melalui partisipasi di Desa Wisata Pulesari.
1
1.4.2 Manfaat Teoretis Manfaat teoretis yang terdapat dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam konsep pembangunan pariwisata berbasis masyarakat lokal melalui partisipasi.
1.5
Tinjauan Pustaka Penelitian ini mengambil fokus partisipasi dan pembangunan pariwisata
berbasis masyarakat. Ditinjau dari penelitian-penelitian terdahulu, terdapat beberapa penelitian yang juga bertemakan partisipasi masyarakat, namun untuk penelitian yang mengambil lokasi di Desa Wisata Pulesari belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang partisipasi dan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat oleh Permanasari (2011) berjudul ”Pemberdayaan Masyarakat Melalui Desa Wisata dalam Usaha Peningkatan Kesejahteraan (Desa Candirejo, Magelang, Jawa Tengah)” memaparkan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat melalui desa wisata dilakukan tidak hanya untuk upaya konservasi kawasan Candi Borobudur, tetapi dalam upaya pelestarian lingkungan, nilai tradisi masyarakat, dan peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Raharjana (2012) berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan dan Pengelolaan Pariwisata (Studi Kasus di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara)” memaparkan bahwa adanya motivasi serta dorongan dari sebagian warga desa Dieng Kulon untuk mengelola pariwisata sebagai respon atas semakin tidak menentunya hasil dari
1
sektor pertanian kentang. Sementara itu, di tingkat komunitas sudah terbentuk pengelola pariwisata berbasis desa yang dikenal dengan sebutan POKDARWIS Dieng Pandawa. Penelitian oleh Cahyo (2014) berjudul “Ruang Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Obyek Wisata Pedesaan Dolan Ndeso di Dusun Jurang Depok, Desa Banjarsari, Kulonprogo” memaparkan bahwa adanya ruang-ruang partisipasi masyarakat
dalam
perencanaan
program,
pengambilan
keputusan,
dan
pelaksanaan program. Derajat partisipasi yang tergambar dalam berjalannya kegiatan wisata di objek wisata pedesaan Dolan Ndeso berada pada tahap derajat adanya tanda partisipasi. Penelitian oleh Murniati (2008) berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Wirun, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo)” memaparkan bahwa partisipasi masyarakat dapat dinilai cukup tinggi karena telah melakukan usaha-usaha yang nyata meskipun kadang hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Penelitian oleh Murdiyanto (2011) berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Karanggeneng, Purwobinangun, Pakem, Sleman” memaparkan bahwa masyarakat masih sungkan untuk ikut berpartisipasi dalam menyumbangkan pemikiran, tenaga, dan materi untuk pengembangan desa wisata. Namun, masyarakat telah siap berpartisipasi apabila diajak secara aktif oleh pengelola desa wisata.
1
Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan di atas, terdapat perbedaan dalam penggunaan teori yang digunakan. Penelitian di atas lebih menganalisis bentuk partisipasi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung melalui pendekatan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Namun, terdapat kesamaan teori yang digunakan oleh Cahyo (2014) yang menganalisis empat bentuk partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemantauan, dan pemanfaatan hasil pembangunan.
1.6
Landasan Teori
1.6.1 Partisipasi Masyarakat Bornby (1974 dalam Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, 2013: 81) mengartikan partisipasi sebagai tindakan untuk “mengambil bagian”, yaitu kegiatan atau pernyataan untuk mengambil bagian dari kegiatan dengan maksud memperoleh manfaat. Sementara itu, Theodorson (1969 dalam Mardikanto dan Poerwoko Soebiato, 2013: 81), menjelaskan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Selanjutnya, Yadav (1980 dalam Mardikanto dan Poerwoko Soebianto, 2013: 82 - 84), menjelaskan mengenai adanya empat macam kegiatan yang menunjukkan partisipasi masyarakat di dalam pembangunan diantaranya: 1)
Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui adanya forum yang memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi
1
langsung di dalam proses pengambilan keputusan mengenai programprogram pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal. 2)
Partisipasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai, dan atau beragam bentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh masing-masing warga yang bersangkutan.
3)
Partisipasi dalam Pemantauan dan Evaluasi Pembangunan Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan diperlukan untuk memperoleh umpan balik mengenai masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan.
4)
Partisipasi dalam Pemanfaatan Hasil Pembangunan Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan bertujuan untuk memperbaiki
mutu
hidup
masyarakat
banyak.
Pemanfaatan
hasil
pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpatisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang. Penjelasan yang sama terkait bentuk partisipasi masyarakat juga didefinisikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dalam Prasiasa (2013: 120), bahwa partisipasi sebagai keterlibatan aktif dan bermakna dari massa penduduk pada beberapa tingkatan, antara lain (1) di dalam proses pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan, (2) pelaksanaan program secara sukarela, (3)
1
pemanfaatan hasil-hasil sebuah program atau proyek, dan (4) adanya kemungkinan penolakan program atau proyek oleh masyarakat. Selanjutnya, bentuk partisipasi masyarakat juga dapat dilihat melalui tipologi Pretty (1995 dalam Prasiasa 2013: 121), yang menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata dapat dibedakan menjadi tujuh dengan karakter setiap tipe adalah sebagai berikut. 1)
Partisipasi manipulatif, yaitu partisipasi orang-orang yang mewakili organisasi resmi, tetapi mereka tidak terpilih dan tidak memiliki kekuasaan.
2)
Partisipasi pasif, yaitu partisipasi terhadap apa yang telah terjadi diputuskan oleh orang lain atau terhadap apa yang telah terjadi dan diberitahukan secara sepihak oleh manajemen proyek tanpa mendengarkan tanggapan orang lain. Dalam hal ini, informasi yang ada hanya milik ahli eksternal.
3)
Partisipasi konsultatif, yaitu partisipasi yang diawali dengan konsultasi kepada ahli eksternal.
4)
Partisipasi insentif, yaitu partisipasi dengan menyediakan sumber-sumber, seperti sebagai tenaga kerja atau menyediakan sebidang lahan.
5)
Partisipasi fungsional, yaitu partisipasi dengan melibatkan ahli eksternal sebagai alat untuk mencapai tujuan proyek setelah keputusan mayor dihasilkan. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat membantu ahli eksternal.
6)
Partisipasi interaktif, yaitu partisipasi sebagai hak, tidak hanya untuk mencapai tujuan proyek, tetapi juga prosesnya meliputi metodelogi interdisiplin yang mencari perspektif beragam dan menggunakan proses
1
belajar sistemastis dan terstruktur sebagai kelompok pengambil kontrol keputusan lokal dan menentukan penggunaan sumber-sumber yang tersedia. 7)
Mobilisasi sendiri atau mandiri, yaitu partisipasi dengan mengambil inisiatif sendiri. Kedua teori di atas akan digunakan dalam membedah pertanyaan pertama,
yaitu bagaimana partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata. Bentuk partisipasi masyarakat akan diidentifikasi melalui analisis partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan pembangunan, dan pemanfaatan hasil pembangunan. Selanjutnya, teori tipologi Pretty (1995 dalam Prasiasa 2013: 121) akan digunakan dalam menganalisis karakter partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata.
1.6.2 Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) Pembangunan
pariwisata
berbasis
masyarakat
(Community
Based
Tourism) secara ideal menekankan pada pembangunan pariwisata dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Dalam setiap tahapan pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pengembangan sampai dengan pemantauan dan evaluasi, masyarakat setempat harus dilibatkan secara aktif dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi karena tujuan akhir pembangunan pariwisata adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat (Demartoto, 2009: 22). Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat digambarkan melalui pola pengembangan sebagai berikut.
1
Gambar 1.1 Pola Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat
(Sumber : Demartoto, 2009: 22)
Sementara itu, Suansri dalam Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2011: 3 - 33), menjelaskan ada lima dimensi yang merupakan aspek utama pengembangan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat sebagai berikut. 1)
Dimensi
Ekonomi,
dengan
indikator
berupa
adanya
dana
untuk
pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, dan timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata. 2)
Dimensi Sosial, dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki-laki dan perempuan, generasi muda dan tua, dan memperkuat organisasi komunitas.
3)
Dimensi Budaya, dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk menghormati budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, dan budaya pembangunan yang melekat erat dalam budaya lokal.
1
4)
Dimensi Lingkungan, dengan indikator mempelajari daya dukung lingkungan, mengatur pembuangan sampah, dan meningkatkan kepedulian akan perlunya konservasi.
5)
Dimensi Politik, dengan indikator meningkatkan partisipasi dari penduduk lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, dan menjamin hak-hak dalam pengelolaan sumber daya alam. Dari kedua definisi di atas, dijelaskan bahwa pembangunan pariwisata
berbasis masyarakat menekankan pada bentuk pembangunan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Selain itu, terdapat lima dimensi yang menjadi aspek utama dalam pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Kedua teori ini akan digunakan dalam merumuskan strategi pengembangan pariwisata dan menganalisis sejauh mana keberhasilan Desa Wisata Pulesari dalam membangun pariwisata pedesaan.
1.6.3 Desa Wisata Desa wisata menurut Inskeep (1991 dalam Demartoto, 2009: 124) mendefinisikan pariwisata pedesaan sebagai “where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote village and learn about village life and the local environment”, atau suatu bentuk pariwisata dengan kelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di desa tradisional, sering di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat. Dalam pengertian ini, Inskeep lebih melihat pariwisata pedesaan sebagai bentuk wisata baru atau tren baru pariwisata internasional, dimana wisatawan datang dalam kelompok-
1
kelompok kecil dan berinteraksi intensif dengan penduduk desa. Wisatawan datang dan mempelajari kehidupan masyarakat yang dikunjunginya bahkan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan penduduk. Definisi lain mengenai desa wisata juga dijelaskan oleh Nuryanti (1992 dalam Hadiwijoyo, 2012: 68) yang mendefinisikan pariwisata pedesaan sebagai bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Kedua teori di atas akan digunakan sebagai dasar teori pariwisata pedesaan dan akan disesuaikan dengan model pariwisata yang telah diterapkan pada Desa Wisata Pulesari.
1.7
Metode Penelitian Adapun metode dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.7.1
Jenis Penelitian Berdasarkan pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini, maka jenis
penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. 1.7.2
Sumber Data
a.
Data Primer Data ini diperoleh melalui pengamatan di lapangan dan wawancara
mendalam. Narasumber yang diambil dalam proses wawancara mendalam ini adalah para pelaku usaha pariwisata di Desa Wisata Pulesari, baik itu pengelola homestay, kelompok Dasawisma, kelompok pemandu, kelompok seni dan budaya,
1
pemerintah desa, pengurus harian, wisatawan, trainer Outbound Kids, dan juga Dinas Pariwisata tingkat kabupaten maupun provinsi. b.
Data Sekunder Dalam penelitian ini digunakan literatur yang bersumber dari penelitian
terdahulu/pustaka yang sesuai dengan judul penelitian, arsip-asip desa wisata, brosur, dan acara liputan media di Desa Wisata Pulesari. 1.7.3
Metode Pengumpulan Data
a.
Metode Observasi Dalam penelitian ini, penulis secara langsung melakukan pengamatan di
Desa Wisata Pulesari, Dusun Pulesari, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman. Observasi dilakukan secara partisipatif penuh maupun nonpartisipatif. Observasi partisipatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara ikut berperan sebagai wisatawan. Pengambilan data penelitian dilakukan pada 4 November 2014 s.d 1 Maret 2015. b.
Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan dengan informan yang diposisikan
sebagai subjek pembangunan pariwisata di Desa Wisata Pulesari. Wawancara mendalam digunakan untuk mendapatkan pandangan/opini masyarakat dalam proses pembangunan pariwisata di Desa Wisata Pulesari. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposif, yaitu dengan menunjuk informan tertentu yang dianggap dapat memberikan informasi terkait dengan pertanyaan penelitian. Selama proses wawancara mendalam berlangsung, penulis merekam seluruh pembicaraan menggunakan aplikasi perekam suara.
1
c.
Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji berbagai sumber tertulis, media
digital, dan media cetak, seperti karya ilmiah terkait, hasil penelitian yang relevan, dokumen sejarah, dokumen produk kebijakan tata kelola desa wisata, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Desa Wisata Pulesari, dan dokumendokumen lain yang terkait dengan penelitian. 1.7.4
Analisis Data Data yang telah dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam,
dan studi pustaka selanjutnya diolah menjadi informasi yang digunakan untuk menghasilkan pembahasan penelitian. Tahapan pengolahan data adalah sebagai berikut. a.
Reduksi Data Setelah data terkumpul, seluruh data diklasifikasikan dan diidentifikasi
sesuai dengan kebutuhan. Data yang berasal dari hasil rekaman wawancara mendalam yang menjadi poin penting maupun kata kunci dari pertanyaan penelitian diubah dalam bentuk transkrip untuk selanjutnya dapat dilampirkan dalam pembahasan. b.
Penyajian Data Tahapan
ini
merupakan
tahapan
menampilkan
data
yang telah
diklasifikasikan sebelumnya. Data yang disajikan berbentuk deskriptif analitik. Data yang telah terkumpul diuraikan dalam bentuk pembahasan dan dianalisis berdasarkan teori partisipasi dan juga pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Beberapa hasil data yang didapat diuraikan dalam bentuk tabel dan
1
bagan. Sementara itu, penentuan perumusan strategi pengembangan pariwisata didasarkan pada kondisi potensi desa wisata, bentuk partisipasi masyarakat yang telah berjalan, serta kendala yang dihadapi masyarakat. c.
Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan berisi tentang penjelasan hasil temuan di lapangan
dan hasil analisis yang telah dilakukan. Diusulkan pula beberapa rekomendasi untuk dapat mencapai strategi-strategi yang telah dirumuskan sebelumnya.
1.8
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan secara garis besar dijabarkan sebagai berikut. Bab I merupakan pendahuluan, yang menguraikan
latar
belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. Bab II merupakan gambaran umum kawasan Desa Wisata Pulesari yang menguraikan letak geografis desa wisata, gambaran demografi masyarakat, dan daya tarik wisata di Desa Wisata Pulesari. Bab III masyarakat
merupakan pembahasan
dalam
proses
yang
pembangunan
menguraikan
pariwisata,
baik
partisipasi
dalam
aspek
pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi, dan penerima hasil manfaat pembangunan. Selain itu diidentifikasikan kendala yang dihadapi masyarakat dalam
pembangunan
pariwisata
yang
menghasilkan
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
1
rumusan
strategi
Dan pada bab IV merupakan penutup yang berisi kesimpulan atas hasil pembahasan pada bab sebelumnya, serta saran dan kebijakan apa yang paling sesuai untuk pengembangan desa selanjutnya.
1