BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG Sistem pertahanan militer yang kuat dari segi kualitas maupun kuantitas merupakan bagian dari kedaulatan sebuah negara yang tidak bisa dipisahkan. Sistem pertahanan tersebut fungsi utamanya bukanlah melancarkan serangan terbuka,
melainkan
untuk
mempertahankan
kedaulatan
negara
yang
bersangkutan, baik melindungi aset geografis yang melingkupi darat, udara, dan laut, dan juga melindungi setiap warga negaranya. Jika dilihat dari tingkat prioritasnya, militer merupakan elemen pemukul yang sangat efektif untuk mempertahankan kedaulatan sebuah negara, tidak peduli negara itu kaya atau miskin sekalipun. Walau sebuah negara tidak mengawali serangan militer, dalam keadaan damai pun kekuatan militer mampu menjadi deterrence factor (faktor penggentar) bagi negara-negara lain. Dengan begitu tidak ada negara yang berani berperang dengan negara tersebut, minimal berpikir berulang kali untuk menjadi lawan dalam peperangan. Akan tetapi, apa jadinya jika sebuah negara tidak memiliki sistem pertahanan atau elemen militer yang kuat untuk melindungi negaranya. Terlebih sebuah negara yang maju teknologinya dan kuat ekonominya. Jepang, sebuah negara yang perkembangan ekonominya sangat pesat antara tahun 1980an telah menjadi pesaing utama dalam urusan perdagangan dengan pihak Barat, khususnya Amerika. Dalam dekade 50-an, kekuatan ekonomi Amerika mencakup 50 persen aset dunia, pada dekade 80-an menurun 1
2
menjadi 20 persen saja. Sementara Jepang pada dekade 50’an yang hanya berkisar 2 persen telah melonjak menjadi 10 persen atau lebih pada dekade yang sama pula.
1
Ternyata perkembangan Jepang yang pesat dalam
kekuatan ekonomi tidak sejalan dengan perkembangan militernya, yang menjadi alat pengaman asetnya. Bahkan dalam sumber yang sama disebutkan kenyataan bahwa Jepang menggunakan jasa Amerika sebagai pengaman jalur distribusi laut bagi kapal- kapal pengangkut minyak Jepang yang dikirim dari Timur Tengah.2 Kekalahan Jepang pada Perang Dunia II membuat negara tersebut harus menuai berbagai permasalahan baru sebagai akibat sanksi internasional. Selain diharuskan membayar kerugian perang, Jepang juga diharuskan melucuti seluruh elemen militer yang dimilikinya sesuai dengan isi Konstitusi Jepang 1947. Konstitusi tersebut dirancang oleh Amerika sebagai media perubahan bagi kelanjutan Jepang sebagai negara yang menganut paham pasifisme. Pasifisme adalah sebuah komitmen terhadap perdamaian dan penolakan terhadap perang atau kekerasan dalam segala bidang, dan menegaskan bahwa segala bentuk peperangan adalah suatu kesalahan.3 Menurut Ryousuke Ishii dalam bukunya yang berjudul Sejarah Institusi Politik Jepang, berbagai kebijaksanaan politik Sekutu yang menduduki Jepang pada masa berakhirnya Perang Dunia II bertujuan untuk menghapus unsur-
1
Bey, Arifin. Peranan Jepang dalam Pasca “Abad Amerika”. CV Antarkarya. Jakarta : 1990. Hal 50 2 Ibid. Hal 51 3 Pemahaman tersebut berdasar pada 2 garis besar pemikiran : a. Perang merupakan kesalahan karena membunuh adalah salah. b. Kekerasan bukanlah solusi karena akan menumbuhkan semakin banyak kekerasan melalui meningkatnya kebencian psikologi, kebencian, dan balas dendam. Heywood, Andrew. Global Politics. Palgrave Macmillan. Hampshire : 2011. Hal 256-260.
3
unsur feodalisme dan militerisme, serta meningkatkan kebebasan modern dan sifat perdamaian di tengah masyarakat Jepang. 4 Isi Konstitusi Jepang yang dimaksud tersebut adalah Pasal 9 Konstitusi 1947, yang isinya dalam Bahasa Jepang : Dainishou sensou no houki Daikyuujou (sensou no houki, senryoku no fuhoji, kousenken no hinin) 1. nihonkokumin wa, seigi to chitsujo wo kichou to suru kokusaiheiwa wo sejitsuni kikyuushi, kokken no hatsudou tara sensou to, buryoku niyoru ikaku mata wa buryoku no koushi wa, kokusaifunsou wo kaiketsusuru syudan toshite wa, eikyuu ni kore wo houkisuru. 2. zenkou no mokuteki wo tassuru tame, rikukaikugun sono hoka no senryoku wa kore wo hojisinai. Kuni no kousenken wa, kore wo mitomenai.5
Terjemahan bahasa Indonesia : Bab 2 : Pengabaian Peperangan Artikel 9 (Pengabaian Peperangan, Tidak Memiliki Potensi Perang, Penolakan Hak Berperang) 1. Masyarakat Jepang mencita-citakan perdamaian internasional yang berdasar pada keadilan dan peran dengan tulus. Meninggalkan selamalamanya perang dalam perintah undang-undang, ancaman bersenjata dan penggunaan kekuatan bersenjata sebagai upaya untuk menyelesaikan permasalahan internasional. 2. Demi mewujudkan tujuan di paragraf awal, kekuatan darat, laut, udara, dan potensi perang lainnya tidak dipelihara. Serta tidak memperkenankan hak berperang negara.
Setelah
berlakunya
konstitusi
tersebut,
maka
praktis
sistem
pemerintahan dan sosial masyarakat Jepang berubah dan mengikuti aturan yang tercetak pada konstitusi baru tersebut. Perubahan tersebut juga meliputi reformasi politik dan militer. Angkatan Bersenjata Jepang dilucuti dan
4
Ishii, Ryousuke. Sejarah Institusi Politik Jepang. Gramedia. Jakarta. : 2001. hal 166. Sumber : http://www.cc.kyoto-su.ac.jp/~kazyoshi/constitution/jobun/chap02.html. diakses pada sabtu, 30 November 2013 pukul 07.40 WIB. 5
4
dibubarkan. Penjahat-penjahat perang ditangkap, diadili, lalu dihukum oleh Mahkamah Militer Sekutu. Sistem kepolisian juga berubah, yaitu hanya dibatasi pada tugas-tugas yang tidak melibatkan diri dalam urusan politik. 6 Akibatnya terjadi penyusutan jumlah dan fungsi militer Jepang secara drastis. Bahkan pada masa setelah perang pun golongan militer mempunyai citra yang rendah di tengah masyarakat, dan tidak memiliki peran apapun selain mengangkat senjata. Militer juga hanya dilibatkan sebagai tim penolong jika terjadi bencana alam atau evakuasi korban kecelakaan pesawat.7 Pada
masa
kini,
militer
Jepang
telah
mulai
memperlihatkan
perkembangan yang menuju ke arah perbaikan fungsi yang sebenarnya, dengan memiliki peran sebagai instrumen pertahanan negara. Awalnya hal tersebut terlihat dari desakan Amerika untuk memperkuat militer Jepang
pada
masa
Perang Dingin untuk menghadapi ancaman serangan dari Uni Soviet. Hal tersebut dilandasi dengan kenyataan bahwa pengaruh Uni Soviet dengan ideologi komunismenya telah merambah ke berbagai belahan dunia. Komunisme telah berhasil ditanamkan Uni Soviet di Eropa bagian timur. Sedangkan di Asia, rezim komunis telah muncul di China dalam bentuk rezim Kuomintang.
8
Tidak
hanya
itu,
ditingkatkannya
sejumlah
sistem
persenjataan Uni Soviet berimplikasi pada ancaman kestabilan keamanan
6
Ishii, Op.Cit., hal 167 Bey, Op.Cit., hal 49 8 Dalam Sayidiman Suryohadiprojo, Letjen TNI Purn (2005 : 277) disebutkan bahwa Kuomintang beraliran Nasionalis, sedangkan rezim beraliran Komunis dianut oleh Kungchantang. Referensi : Suryohadiprojo, Sayidiman. Si Vis Pacem Para Bellum: Membangun Pertahanan Negara yang Modern dan efektif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 2005 hal 277 7
5
regional Pasifik. 9 Akibat dari semakin kritisnya situasi global yang kala itu memunculkan dua faksi Barat dan Timur, kemudian mendorong Amerika untuk mengubah kebijakan politik dan pertahanan Jepang secara mendasar. Sudut pandang Amerika yang kala itu ingin menghapus militerisme, bergeser menjadi
kebijakan
yang
menekankan
anti-Komunisme
dengan
cara
mempersenjatai Jepang dengan kekuatan yang terbatas. Hal tersebut dilakukan Amerika dengan harapan Jepang mampu menjadi benteng pertahanan dari Komunisme yang marak muncul di berbagai negara di Asia saat itu. Militer Jepang kembali menunjukkan eksistensinya pada masa pasca peristiwa
serangan teroris
terhadap
Amerika,
11
September
2001.
Sebagai sekutu AS, pemerintahan PM Jun’ichiro Koizumi menghasilkan Undang-Undang Anti Terorisme sebagai bentuk respon Jepang dan melibatkan diri secara langsung untuk menangani masalah perdamaian dan keamanan internasional dalam agenda War on Terorrism Amerika Serikat. Berlandaskan Undang-Undang tersebut, Jepang mengirimkan Angkatan Lautnya ke Lautan Hindia dalam misi penyediaan logistik bagi pasukan koalisi yang berperang di Irak dan Afghanistan. 10 Kebijakan politik Koizumi dalam beberapa hal tampak secara bertahap mengarah untuk mendukung kemandirian Pasukan Bela Diri Jepang. Pada
9
Uni Soviet telah mengerahkan beberapa persenjataan, antara lain : Rudal Jelajah SS20 IRBM, pesawat pembom Backfire, dan menambah jumlah armada kapal perang Timur Jauh mereka. Referensi : Sigur, Gaston J. Japanese and U.S. Policy in Asia. Praeger Special Studies. New York : 1984. hal 4 10 http://theglobalgenerations.blogspot.com/2008/11/amandemen-konstitusi-jepangpasal-9.html (diakses pada 18 Maret 2012, pukul 15:49)
6
pidatonya dalam rangka memperingati 50 tahun Jieitai,11 Koizumi memberi pernyataan bahwa ia menyadari adanya kelompok masyarakat yang menentang pembentukan Angkatan Bersenjata Jepang, tetapi ia menegaskan bahwa Pasukan Bela Diri Jepang merupakan perwujudan dari komitmen Jepang dalam memelihara perdamaian dan stabilitas dunia. Ia juga menambahkan bahwa kedudukan militer Jepang yang moderen dan canggih mempunyai latar belakang kepentingan perdamaian dan tidak mempunyai tujuan-tujuan agresif. 12 Dalam prosesnya, berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Jepang merupakan tindakan atau langkah strategis untuk membuat Jepang menjadi lebih berkontribusi pada pergaulan internasional. Hal tersebut adalah ciri dari sebuah negara normal. 13Jepang juga telah berkali-berkali melakukan latihan gabungan
dan
peningkatan
kuantitas-kualitas
alutsistanya,
yang
kesemuanya dilaksanakan tanpa mengangkat tema “Amandemen Pasal 9 Konstitusi 1947”. Berbagai agenda tersebut terjadi dengan berlandaskan kenyataan berupa tidak adanya kepastian yang dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya memelihara stabilitas keamanan regional. Di semenanjung Korea muncul ketegangan setelah dilakukannya uji coba rudal balistik oleh Korea Utara.14 Peristiwa tersebut menjadi penanda semakin seriusnya pemerintahan Korea
11
Jieitai : angkatan bersenjata milik Jepang, kerap disebut juga Japan Self Defense Force, atau Pasukan Bela Diri Jepang. 12 Irsan, Abdul. Jepang : Politik Domestik, Global, dan Regional. Hasanuddin University Press. Makasar : 2005 hal 80-81. 13 Ozawa, Ichiro. Blueprint Jepang Masa Depan. PT Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta : 1995. Hal 76. 14 Jepang Siap Tembak Roket Korut. Harian Kedaulatan Rakyat. edisi senin 26 maret 2012 hal. 17.
7
Utara dalam menjalankan program pengembangan rudal balistiknya. Kematian Kim Jong Il dan naiknya Kim Jong Un sebagai penerus kepemimpinan Korea Utara membawa perubahan dalam rangka kebijakan Korea Utara. Banyak negara di kawasan Asia yang memanfaatkan kenaikan tingkat ekonomi mereka dengan memoderenisasi angkatan bersenjata mereka, salah satunya adalah China. Secara kontras China menjadi negara yang mendapat banyak perhatian dari lingkungan internasional. Hal tersebut terjadi karena tren militer yang tengah berkembang di negara tersebut, serta meningkatnya pengaruh politis dan ekonomi. Jepang menjadi salah satu negara yang menerima baik sikap China untuk lebih berperan aktif dalam menjaga keamanan di lingkungan regional maupun internasional, sebagaimana terlihat pada partisipasi China dalam aktivitas PKO.15 Bahkan meningkatnya ekonomi dan militer China menjadi salah satu faktor berubahnya sistem politik global. 16 China melakukan modernisasi militernya secara cepat dan luas, dengan didukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tidak transparannya arah dan tujuan pengembangan militer China untuk saat ini dan untuk jangka waktu ke depan menimbulkan sikap curiga dan kesalahpahaman dari negaranegara di kawasan sekitarnya, termasuk Jepang. Kebangkitan militer China juga diikuti dengan peningkatan aktifitas maritim di sekitar perairan Jepang. Aktivitas tersebut disinyalir sebagai bagian dari perubahan orientasi kekuatan militer China dan berhubungan dengan misi China untuk menjadi negara
15
Peace Keeping Operation Force, yaitu sebuah satuan militer internasional yang dibentuk oleh PBB sebagai pasukan penjaga perdamaian yang diterjunkan pada daerah konflik. 16 Holsti, K.J. International Politics : a frameworks for analysis. Prentice-Hall Inc. London : 1983. Hal 84.
8
berpengaruh di lingkungan internasional, termasuk menyaingi ekonomi Amerika di pasar Asia. Asia Timur memiliki peran yang sangat penting bagi Amerika dalam urusan ekonomi. Akan tetapi, Asia Timur juga menghadirkan masalah keamanan yang beragam, mulai dari proliferasi atau kepemilikan nuklir, masalah
perbatasan yang tidak kunjung selesai, dan meningkatnya
ketegangan akibat persaingan sumber daya alam dan energi. Saat berkunjung ke Parlemen Australia pada November 2011, Obama menyampaikan sebuah pidato yang menyatakan dengan tegas bahwa Amerika akan memberikan prioritas utama pada kesiapan dan peran militernya di regional Asia-Pasifik. Pernyataan tersebut berbeda dengan kenyataan bahwa krisis ekonomi yang tengah melanda Amerika tidak mengurangi keinginan Amerika untuk memelihara pengaruhnya di kawasan Asia-Pasifik. Pernyataan tersebut juga didukung dengan dikeluarkannya Panduan Strategi Pertahanan, yang menyebutkan Amerika telah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk menyeimbangkan kondisi keamanan di Asia-Pasifik, serta memperluas aliansi dan jaringan kerjasama dengan negara-negara di kawasan regional. Amerika memberlakukan kebijakan baru, berupa pemindahan 9.000 personel USMC (United States Marines Corps) dari Okinawa ke pangkalan militer Guam, di Filipina. 17 Kebijakan Amerika tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga dominasi Amerika di Asia yang mulai terancam dengan munculnya China sebagai negara berpengaruh di Asia. Rencananya
17
hal. 19.
PM Jepang Melawat ke Amerika. Harian Kedaulatan Rakyat. edisi selasa 1 mei 2012
9
pemindahan pasukan Amerika yang bermarkas di Jepang akan dilakukan bertahap, sekaligus mempersiapkan Jieitai yang lebih mandiri, baik dari segi kuantitas dan kualitas. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini akan membahas tentang kegiatan Jieitai dalam rangka membentuk pasukan pertahanan yang mandiri. Hal tersebut
dilandaskan pada kenyataan rutinnya
latihan
gabungan dengan negara lain, pembelian atau upgrade persenjataan, dan kerjasama pertahanan dengan berbagai pihak. Langkah tersebut merupakan bentuk kepedulian Jepang terhadap isu keamanan internasional, dan respon kesiapan
Jepang
dalam
menghadapi
konflik
regional
yang
tengah
berlangsung.
2. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1. Apa yang memotivasi Jepang meningkatkan kualitas alutsista dan personal Jieitai? 2. Bagaimana reaksi Jepang terhadap tantangan dan ancaman dari Korea Utara dan China?
3. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Mencari penjelasan secara objektif dalam proses peningkatan kemampuan pertahanan Jieitai. Termasuk menjelaskan motivasi dasar perbaikan
10
kualitas alutsista jieitai terkait dengan meningkatnya intensitas ancaman rudal balistik dan sengketa maritim. 2. Mengetahui langkah apa saja yang ditempuh Jepang dalam upaya peningkatan kualitas dan kemampuan pertahanannya, yang diwujudkan dalam bentuk sistem pertahanan maupun aliansi kerjasama pertahanan dengan negara lain.
4. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan meliputi perkembangan Jieitai pada tiga tahun ke belakang, antara tahun 2010-2012. Tahun 2010 menjadi titik balik proyeksi keamanan Jepang, dengan diterbitkannya dokumen yang mengatur sistem, arah, serta postur militer Jepang, yaitu NDPG 18 2010. Kemudian pada 2011 Jepang terlibat kerjasama dalam penanggulangan bencana gempa dan tsunami dengan sejumlah negara. Pengalaman kerjasama tersebut membuat Jepang semakin berpikir untuk menciptakan sistem koordinasi yang lebih baik saat terjadi masa darurat, termasuk menjalin diplomasi melalui hubungan kerjasama pertahanan demi memberikan efek penggentar, sekaligus menjaga kestabilan keamanan regional. Kemudian pada 2012, Jepang mengeluarkan kebijakan pertahanan yang cukup fenomenal. Jepang memperkuat sistem pertahanan BMDnya 19 sehubungan ancaman rudal balistik Korea Utara dan intervensi maritim dari China. Demi mengaktifkan kesiagaan penuh, Jepang kemudian melakukan upgrade sistem
18
National Defense Program Guidelines, atau Panduan Program Pertahanan Nasional. Merupakan dokumen tertinggi untuk mengatur kebijakan pertahanan nasional Jepang. 19 Ballistic Missile Defense : Sistem Pertahanan Rudal Balistik.
11
Aegis di kapal perangnya, menciptakan tank generasi terbaru, serta rencana pembelian
pesawat
tempur
F-35A
yang
merupakan
pesawat
tempur
berkemampuan siluman. Beragamnya program tersebut merupakan wujud Jepang dalam upaya menunjukkan kepada kubu lawan, bahwa Jepang siap menghadapi konflik terbuka yang menggunakan kekuatan bersenjata. Termasuk di dalam penelitian ini akan ditulis mengenai isu keamanan regional Asia Timur yang saat ini sedang mengalami ketidakstabilan. Dengan memasukkan isu regional maka akan diketahui seberapa besar pengaruh ancaman dalam rancangan revitalisasi kekuatan militer yang tengah dilaksanakan oleh Jepang. Hal tersebut dilakukan karena dengan menganalisis isu keamanan regional, maka peneliti mampu memproyeksikan kemungkinan arah perkembangan militer Jepang guna menanggulangi kemungkinan terjadinya konflik terbuka yang berskala regional.
5. METODE PENELITIAN Dalam
penyusunan
skripsi
ini
penulis
menggunakan
metode
pengumpulan data yang diperoleh dengan studi pustaka. Metode tersebut meliputi pencarian data kualitatif dan kuantitatif dari sumber-sumber literatur, jurnal, artikel surat kabar, dan internet. Dari data yang telah berhasil dikumpulkan, penulis mengklasifikasikan data yang diperoleh sebagai data primer dan data sekunder. Sebagai data primer, penulis menggunakan jurnal tahunan yang diterbitkan NIDS 20 berjudul East Asian Strategic Review. 21
20 21
National Institute for Defense Studies, Tokyo, Jepang. Selanjutnya akan ditulis dengan akronim EASR.
12
Jurnal tersebut ditulis oleh para pengamat dan ahli politik-pertahanan Jepang sebagai hasil penelitian atau pengamatan, dan analisis tersebut tidak merepresentasikan kepentingan atau pesan propaganda pemerintah Jepang. Selain jurnal EASR, penulis juga menggunakan jurnal yang diterbitkan langsung oleh Kementerian Pertahanan Jepang, yang berjudul : 1.
Japan’s Defense Focus
2.
Japan’s Defense Budget Overview
3.
dan, Japan Defense White Paper (Nihon no Boei Hakusho)
Ketiga jurnal yang telah disebutkan merupakan jurnal yang rutin diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan Jepang, masing-masing jurnal tahunan untuk Japan’s Defense Budget-Overview dan Japan Defense White Paper, dan jurnal bulanan untuk Japan’s Defense Focus. Jurnal tersebut dijadikan penulis sebagai acuan untuk mengetahui sejauh mana aktivitas atau agenda militer Jepang dalam merancang, maupun menjalankan kebijakannya yang berkaitan dengan isu keamanan yang sedang terjadi. Selain itu, ketiga jurnal tersebut juga mampu memberikan sejumlah data kuantitatif maupun statistik yang bisa digunakan sebagai bahan penulisan. Sedangkan untuk data sekunder penulis menggunakan sumber literatur baik berupa buku, artikel surat kabar, jurnal asing, dan internet yang kesemuanya masih memiliki relevansi terhadap tema yang sedang dibahas. Setelah berhasil mengklasifikasikan data-data yang diperoleh ke dalam data primer dan data sekunder, penulis melakukan analisa dengan metode deskriptif. Kemudian subyek memaparkan penjelasan dari hasil penelitian serta analisis secara kualitatif, dengan beberapa data kuantitatif sebagai
13
pendukung. Setelah data teranalisis, kemudian dilakukan penulisan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk laporan tertulis.
6. LANDASAN TEORI Dalam menganalisa permasalahan dalam penelitian ini akan digunakan salah satu teori hubungan internasional, yaitu deterrence theory. Berdasar pada perkembangan situasi keamanan yang semakin rumit, maka teori tersebut juga mengalami modifikasi sehingga cocok apabila digunakan untuk menganalisa permasalahan yang dihadapi Jepang. Teori deterrence (penggentar) sebenarnya bukanlah sebuah konsep baru dalam politik internasional. Deterrence dapat diartikan sebagai tindakan negara dalam mencapai tujuan keamanan nasional dengan melakukan upaya pertahanan tanpa melakukan aksi militer atau peperangan. Konsep tersebut menjadi suatu cara yang dapat ditempuh dalam usaha suatu negara untuk menghindari peperangan sekaligus memberikan pengaruh penggentar terhadap pihak lawan. Pada era Perang Dingin, konsep tersebut erat kaitannya dengan kepemilikan senjata nuklir oleh negara-negara adikuasa seperti Amerika dan Uni-Soviet. Menurut Nasution, elemen pokok untuk menjalankan konsep pertahanan tersebut melibatkan sistem persenjataan yang sangat canggih guna menghadapi lawan. 22 Dalam Dynamic Deterrence Theory objek utama dari proses penggentaran bukan melalui aktivitas militer yang digerakkan sebagai alat invasi maupun
22
Nasution, Dahlan. Politik Internasional : Konsep dan Teori. Penerbit Erlangga. Jakarta : 1989 hal 111.
14
serangan bersenjata secara konvensial. Situasi Gray Zone 23 yang tengah melanda kawasan Asia-Pasifik membuat teori Deterrence mengalami perkembangan sebagai respon situasi tersebut. Akan tetapi, pandangan mengenai fungsi Deterrence di masa damai maupun masa konflik atau peperangan tetap menjadi pegangan utama hingga saat ini. Aktivitas yang bervariasi pada Dynamic Deterrence tersebut bukanlah suatu respon offensive untuk menandingi kapabilitas lawan. Teori ini memiliki fungsi yang sama seperti teori Deterrence klasik, yaitu aktivitas penggentaran bertujuan untuk membuat lawan berpikir berulang kali sebelum melakukan aktivitas militer berskala penuh atau peperangan. Jika teori klasik hanya berpegang pada kemampuan proyeksi kekuatan kepada lawan, Dynamic Deterrence menuntut semua unsur kapabilitas agar digunakan sebagai unit gerak aktif. Dynamic Deterrence menekankan penggentaran terhadap musuh melalui penolakan ruang gerak militer secara geografis maupun jeda waktu. Hal tersebut bisa dilakukan dengan aktivitas pengintaian dan peringatan dini, pengumpulan informasi intelijen, aktivitas militer baik yang nyata maupun latihan, serta kerjasama pertahanan internasional. 24
7. TINJAUAN PUSTAKA Sebagai tinjauan pustaka, peneliti menemukan beberapa buku dan penelitian yang mengangkat tema atau isu tentang pemulihan fungsi Militer di
23
Suatu pandangan akibat terjadi ketidakjelasan mengenai situasi keamanan yang tengah terjadi saat ini, antara perdamaian dan konflik menjadi semakin buram. Sebagai contoh, adanya konflik urat syaraf yang terjadi di regional Asia Timur atau terjadinya transisi dominasi kekuatan dengan munculnya negara-negara kuat baru selain Amerika, seperti Rusia, China,dan India. 24 Ohnishi, Ken. EASR 2011 Chapter 8 : The Adoption of The New National Defense Program Guidelines. The Japan Times Ltd. Tokyo : 2011 hal 256.
15
Jepang. Sebuah literatur membahas tentang perkembangan militer Jepang ditilik dari pentingnya posisi strategis Jepang dalam masa bergulirnya Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. 25 Buku yang diterbitkan Praeger Special Studies pada tahun 1984 tersebut berjudul “Japanese And U.S. Policy in Asia”, ditulis oleh Gaston J. Sigur dan Young C. Kim. Dalam buku tersebut dijelaskan secara panjang lebar tentang peran Jepang dalam menjaga kestabilan keamanan di Pasifik, persepsi Jepang dalam mengartikan bentuk ancaman dari Uni Soviet, yang kesemua itu tidak terlepas dari peran Amerika sebagai sponsor utama dalam memerangi Blok Timur. Lebih mendalam lagi dibahas juga mengenai kemungkinan ancaman dari RRC, mengingat telah dilakukannya perjanjian keamanan antara RRC dengan Uni Soviet, yang menambah situasi keamanan Pasifik, khususnya Asia Timur, menjadi tidak stabil dikarenakan adanya ketegangan tersebut. Selanjutnya skripsi berjudul “Motif Kebijakan Luar Negeri Jepang Dalam Pengiriman Jieitai Ke Irak” karya Nur Hidayat Koho, mahasiswa Sastra Jepang UGM. Skripsi tersebut membahas mengenai kebijakan luar negeri Jepang dalam pengiriman Jieitai ke Irak pada tahun 2003. Hasil penelitian tersebut memaparkan bahwa tujuan utama pengiriman Jieitai ke Irak adalah untuk memperkuat hubungan aliansi pertahanan keamanan antara Jepang dan AS. Hal tersebut dilakukan Jepang karena melihat situasi keamanan di semenanjung Korea yang semakin mengancam bagi keamanan
25
Blok Barat : kelompok negara yang berhaluan Liberal-Demokratis (dipimpin oleh U.S.A.), Blok Timur : kelompok negara yang berhaluan Komunis-Sosialis (dipimpin oleh Uni Soviet)
16
Jepang, terutama sejak Korea Utara melakukan uji coba peluru kendali Nodong dan Taepodong. Rudal tersebut mampu digunakan untuk membawa hulu ledak nuklir dengan daya jangkau mencapai wilayah Jepang dalam beberapa menit. Selain alasan tersebut, Jepang juga memiliki kepentingan lain dalam pengiriman pasukan tersebut. Pengiriman pasukan ke Irak tersebut merupakan sebuah keputusan yang berada diluar perintah PBB, atau dengan kata lain
bergerak atas inisiatif nasional. Dengan kata lain Jepang ingin
mendobrak kebijakan pertahanan keamanan ke arah yang lebih terbuka, sekaligus membuatnya mampu menjadi negara normal. Selain kepentingan politik, kepentingan energi juga menjadi salah satu faktor lainnya. Pasokan minyak mentah Jepang dari negara-negara Timur Tengah sangatlah besar, mencapai 85 persen. Dengan keterlibatannya di Irak, Jepang berharap mampu memperoleh kesempatan untuk terlibat dalam tender pengadaan instalasi dan industri minyak. Kemudian, penelitian yang membahas isu amandemen Konstitusi 1947 Pasal 9 adalah Skripsi berjudul “Pendapat Masyarakat Jepang Terhadap Rencana Amandemen Konstitusi 1947 Pasal 9 Nihon Kenpoo Kaisee Hooan Dai Kyuu Joo” tahun 2009, yang ditulis oleh mahasiswa Sastra Jepang UGM, Muhammad Khanif Al Ikhsani. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa ada kecenderungan terjadinya amandemen pada Pasal 9 Konstitusi 1947. Hal tersebut bisa dilihat dari dukungan masyarakat terhadap peran aktif Jieitai dalam bidang yang lebih luas, terutama setelah dilibatkannya Jieitai dalam PKO (Peace Keeping Operation) yang ditugaskan melalui PBB. Dalam pelaksanaan tugas tersebut Jieitai mengirimkan gugus
17
tugas yang diberi nama PKF (Peace Keeping Forces) ke beberapa negara yang sedang terlibat konflik, seperti Kamboja dan Timor-Timur. Hingga akhir tahun 2008 pendapat masyarakat untuk melakukan amandemen Pasal 9 terus mengalami peningkatan. Hal tersebut terbukti dengan persentase masyarakat yang setuju dengan amandemen mencapai 50 persen lebih. Penelitian lainnya yang dijadikan tinjauan pustaka adalah skripsi tahun 2009 karya Irma Winingsih, mahasiswi Sastra Jepang UGM, berjudul “Kontroversi Pengiriman Pasukan Bela Diri (Jieitai) ke Misi PKO (PeaceKeeping
Operations) : Studi Kasus Tahun 1990-1992”. Penelitian tersebut
menjelaskan mengenai latar belakang dan kontroversi yang terjadi sehubungan dengan keputusan pemerintah Jepang untuk mengirimkan pasukannya ke luar Jepang sebagai pasukan penjaga perdamaian. Hal tersebut sangat bertentangan dengan isi Pasal 9 Konstisusi Jepang mengenai pelarangan kekuatan bersenjata. Terlepas dari hal tersebut, keputusan pengiriman pasukan tersebut lebih dikarenakan adanya tekanan dari AS dan sekutunya, serta sekjen PBB. Setelah menerima masukan dan desakan tersebut, Jepang mendapat tanggapan positif dari dunia internasional. Adanya penilaian positif tersebut membuat pandangan masyarakat Jepang berubah. Masyarakat Jepang akhirnya menyadari betapa pentingnya peran JSDF dalam menjalin kerjasama dengan pasukan internasional dalam PKO untuk menjaga perdamaian dunia. Penelitian
sebelumnya
menghasilkan
analisis
tentang
pendapat
masyarakat Jepang terhadap rencana amandemen Pasal 9 dari Konstitusi 1947, dan keterlibatan dalam misi kemanusiaan internasional dan berbagai permasalahan Jepang dalam menghadapi kemungkinan ancaman dari Blok
18
Timur. Sebagai pembeda dengan penelitian di atas, penelitian yang ditulis akan membahas mengenai faktor serta respon Jepang dalam menghadapi ancaman ekspansi militer dan rudal balistik, ditambah dengan pembahasan mengenai peningkatan aktivitas diplomasi Jepang
berupa kerjasama
pertahanan dengan negara lain sebagai upaya peran aktif menjaga keamanan Asia-Pasifik.
8. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan penelitian terdiri dari 1 bab pendahuluan, 3 bab utama yang berisi lampiran data-data dan analisis, dan 1 bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian. Detil susunan bab-bab tersebut adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan. Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Landasan Teori, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika penulisan Bab II Orientasi Pertahanan dan Anggaran Jepang. Pada bab ini ditulis sejumlah peristiwa internal maupun eksternal yang turut memiliki andil dalam perubahan orientasi pertahanan Jepang. Sejarah pembentukan Jieitai, perjalanan dari masa Perang Dingin hingga keterlibatan dalam misi Pasukan Penjaga Perdamaian PBB, perubahan Garis Besar Program Pertahanan Nasional 2010, hingga peristiwa gempa bumi & tsunami 2011. Selain peristiwa tersebut, di dalamnya dimasukkan komparasi data mengenai peningkatan anggaran pertahanan Jepang dibandingkan dengan negara seregional Asia Timur.
19
Bab III Motivasi Jepang Dalam Meningkatkan Pertahanan. Ancaman nyata yang tengah dihadapi Jepang seperti pengembangan rudal balistik Korea Utara dan ekspansi maritim China akan dimasukan dalam bab ini. Kemudian dimasukan juga kebijakan pertahanan Amerika yang turut berpengaruh pada peningkatan kapabilitas pertahanan Jepang sebagai faktor tidak langsung. Bab IV Respon Jepang dalam Isu Keamanan Asia Timur. Dari hasil pemaparan pada Bab III kemudian dilakukan analisa menggunakan landasan teori yang telah disebutkan sebelumnya di atas. Respon Jepang dengan melakukan peningkatan kualitas pertahanan serta penguatan hubungan diplomatik berupa kerjasama pertahanan menjadi hasil analisa yang akan ditulis pada bab ini. Bab V merupakan kesimpulan dan hasil akhir dari penelitian yang telah dilakukan.