BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi
petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang sebagai lembaga tradisional wadah berkumpul dan berinteraksi sosialnya para petani. Subak sebagai lembaga berciri agraris dipandang sebagai lembaga yang khusus bergerak dalam pengaturan air irigasi dan usahatani di hamparan sawah, sedangkan sebagai lembaga yang berciri religius artinya subak didasari oleh aturanaturan Agama Hindu. Prinsip-prinsip subak ini dalam keseharian lebih dikenal sebagai aspek pawongan (sebagai lembaga sosial), aspek palemahan (sebagai lembaga di bidang pertanian), dan aspek parhyangan (sebagai lembaga berciri religius). Prinsip-prinsip ini terkristalisasi dalam falsafah Tri Hita Karana. Subak sebagai lembaga tradisional tidak dapat memisahkan diri dari interaksinya dengan dunia luar baik dengan sesama subak, pemerintah, lembaga sosial lainnya, atau terhadap perkembangan zaman. Hal ini akan membuka peluang perubahan baik secara positif maupun negatif bagi keberadaan subak. Perubahan yang merugikan sering menimbulkan masalah bagi kelestarian subak. Kelemahan subak sebagai
sistem
irigasi
yang
berlandaskan
sosio
agraris
religius
adalah
ketidakmampuannya untuk melawan intervensi yang berasal dari eksternal sehingga
1
2
menimbulkan marginalisasi. Sebaliknya, subak memiliki kemampuan untuk menyerap perkembangan teknologi, beradaptasi dengan dinamika budaya, dan menata organisasinya yang bersifat fleksibel sesuai dengan lingkungannya (Windia, 2008: 2-6). Upaya pelestarian subak sudah lama menjadi wacana para pemerhati subak mengingat rentannya subak dari intervensi pihak luar seperti kurangnya ketersediaan air irigasi karena adanya persaingan yang semakin ketat dengan adanya pemanfaatan air oleh sektor non pertanian (air minum atau PDAM, sektor industri, dan sektor pariwisata atau hotel maupun restoran). Padahal, subak mempunyai fungsi dan peran cukup penting dalam menjaga ketahanan pangan. Subak yang berlaku di perkotaan umumnya mengalami berbagai ancaman sebagaimana dikemukakan di atas, eksistensi Subak Padanggalak, Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar juga terancam karenanya. Subak Padanggalak bersama Desa Kesiman Kertalangu dan pihak swasta sejak tahun 2007 bersinergi melakukan usaha untuk subak dengan industri pariwisata agar mampu menekan alih fungsi lahan persawahan dalam konsep “Desa Budaya Kertalangu (DBK)”. Pengembangan DBK dibuat oleh masyarakat (kelian adat dan krama subak) bersama pihak swasta dan mendapat dukungan pemerintah melalui Dinas Kebudayaan Kota Denpasar. Tujuan dari adanya pengembangan DBK agar para petani tetap menjalani aktivitasnya sebagai petani dan mendapat nilai lebih dari aktivitas pertaniannya (Pradnyani, 2014).
3
Tantangan yang diakibatkan lokasinya di perkotaan berkaitan dengan alih fungsi lahan, kompetisi pemanfaatan dan pencemaran air irigasi, dan tranformasi pekerjaan ke non pertanian. Sedangkan tantangan yang diakibatkan oleh masuknya industri pariwisata menurut Pitana (2005: 259) yaitu adanya benturan antara nilainilai budaya pertanian sebagai representasi budaya tradisional dengan budaya pariwisata sebagai representasi budaya modern yang sangat mementingkan aspek ketepatan waktu, standarisasi kualitas dan kontinuitas produk pertanian. Seringkali hal ini tidak mampu dipenuhi oleh subak yang mengusahakan pertanian dalam skala rumah tangga berskala kecil, penerapan teknologi seadanya dan orientasi pasar yang rendah (Pitana, 2005). Bagi subak yang berada di perkotaan dan terintegrasi dengan kepariwisataan memiliki tantangan besar. Upaya pelestarian subak sangat tergantung kepada sejauh mana subak masih mampu menerapkan falsafah Tri Hita Karana dalam aktifitas fungsi dan tugasnya, mengingat punahnya falsafah Tri Hita Karana berarti mengancam kelestarian subak. Kelestarian subak juga perlu dukungan eksternal utamanya dari pemerintah dan swasta sehingga perlu dikaji upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan swasta dalam turut serta mendukung pelestarian subak. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (DPTPH) Provinsi Bali tahun 2006, Luas areal sawah di Bali telah berkurang dari tahun ke tahun. Sejak tahun 1997, memiliki sawah seluas 100.221,53 hektar, tahun 1998 seluas 98.117 hektar, dan pada tahun 1999 seluas 95.338 hektar (Windia, 2006). Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura (DPTPH) Provinsi Bali
4
tahun 2006, selama tahun 2000 sampai dengan tahun 2005 luas lahan dari 85.776 hektar menjadi 81.210 hektar sehingga mengalami penurunan sekitar 4.566 hektar dengan rata-rata konversi lahan seluas 913,20 hektar/tahun (Nggauk, 2011 dalam Pradnyani, 2014). Pentingnya upaya pelestarian subak mengingat subak memiliki peran jamak (multi-functional roles) diantaranya: (1) fungsi produksi dan ekonomi guna menjamin ketahanan pangan, (2) fungsi lingkungan yang mencakup pengendalian banjir, pengendalian erosi, pengisian kembali air tanah, pemurnian udara dan air, (3) fungsi ekologi yaitu menjadi habitat bagi berbagai spesies sebagai pemberi sumber protein bagi petani dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, (4) fungsi sosial budaya yaitu penyangga tradisi dan nilai-nilai sosial budaya pedesaan, (5) fungsi pembangunan pedesaan yaitu sebagai sumber air minum untuk ternak, cuci dan mandi bagi masyarakat pedesaan, menyediakan kesempatan kerja bagi penduduk desa, serta (6) fungsi ekowisata dan agrowisata mengingat subak ada yang memiliki daya tarik keindahan pemandangan berupa terasering dan alam pedesaaan serta kehidupan masyarakat pedesaan ataupun pertanian dengan kekayaan tradisinya termasuk keanekaragaman produksi pertaniannya (Sutawan, 2005: 10-11). Upaya pelestarian subak sangat relevan untuk dilaksanakan karena subak memiliki fungsi jamak (banyak) baik secara internal maupun eksternal. Fungsi subak secara internal berorientasi pada keperluan subak itu sendiri seperti pelaksanaan kegiatan ritual, pendistribusian air irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya, pengerahan sumber daya, penanganan konflik, dan pengadopsian
5
inovasi. Lebih lanjut, fungsi subak secara eksternal yaitu fungsi subak yang bermanfaat bagi keperluan masyarakat luas, di samping juga untuk keperluan subak dan anggotanya yang diantaranya mencakup sebagai penyangga atau pendukung ketahanan pangan, pelestari lingkungan alam, penunjang pembangunan pertanian dan perdesaan, pelestari kebudayaan bali dan agraris, penyangga nilai-nilai tradisional, pendukung pembangunan agrowisata, objek wisata alam, penghasil oksigen, dan penunjang pembangunan koperasi unit desa (KUD) (Sudarta dan Dharma, 2013). Upaya pelestarian Subak Padanggalak yang berlokasi di perkotaan umumnya akan mengalami tantangan lebih besar mengingat laju alih fungsi lahan pertanian (sawah) menjadi peruntukan non pertanian peluangnya semakin besar. Alih pekerjaan (transformasi pekerjaan) petani dan keluarganya juga peluangnya semakin besar mengingat beragamnya jenis pekerjaan yang tersedia sepanjang tahun di luar sektor pertanian. Persaingan subak di daerah perkotaan dalam mendapatkan air irigasi bahkan semakin berat akibat subak sudah dikepung perumahan, industri dan fasilitas pariwisata. Berkaitan dengan upaya pelestarian subak di daerah perkotaan, terlibatnya Subak Padanggalak dalam usaha integrasi pertanian dan pariwisata dalam konsep Desa Budaya Kertalangu (DBK) sangatlah menarik diteliti. Mengingat subak dibangun atas falsafah utama yaitu “Tri Hita Karana (THK)”. THK merupakan tiga hal yang menyebabkan keselamatan dan kesejahteraan, terdiri atas parhyangan yaitu hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, pawongan yaitu hubungan manusia dengan manusia, dan palemahan yaitu hubungan manusia dengan alam
6
lingkungan sangatlah tepat untuk dikaji bagaimanakah penerapan THK di Subak Padanggalak dan bagaimanakah upaya Subak Padanggalak dalam melestarikan subaknya dalam koridor THK. Selain itu, Subak Padanggalak memiliki dua tantangan sekaligus yaitu lokasinya di perkotaan dan masuknya industri pariwisata. Oleh karena itu, perlu diketahui peran pemerintah dan swasta dalam upayanya ikut mendorong pelestarian subak, baik dengan bantuan material maupun non material. 1.1
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan sebelumnya, permasalahan
yang akan diteliti sebagai berikut. 1. Apa upaya yang dilakukan oleh Subak Padanggalak dalam melestarikan subaknya dilihat dari konsep Tri Hita Karana? 2. Apa peran pemerintah dan kalangan swasta dalam upaya mendukung pelestarian Subak Padanggalak? 1.2
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Subak Padanggalak dalam melestarikan subaknya dilihat dari konsep Tri Hita Karana. 2. Untuk mengetahui peran pemerintah dan kalangan swasta dalam upaya mendukung pelestarian Subak Padanggalak.
7
1.3
Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan didapat dari penelitian ini sebagai berikut.
1.
Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan upaya pelestarian subak khususnya yang berlokasi di perkotaan dan mempunyai interaksi langsung dengan pariwisata. Penelitian ini juga menjadi referensi mengenai reaksi subak terhadap pembangunan atau pengembangan sektor lain yang bersentuhan dengan sektor pertanian sehingga menjadi bahan referensi untuk melakukan penelitianpenelitian selanjutnya.
2.
Bagi petani, penelitian ini dapat menjadi refleksi sebagai anggota Subak Padanggalak dalam merespon upaya pelestarian terhadap subaknya sehingga memiliki pijakan dalam mengantisipasi perkembangan interaksi pertanian dan pariwisata agar menguntungkan mereka sebagai petani dan subak sebagai lembaga adat di sektor pertanian tempat mereka bernaung. Atau, setidaknya agar dampak pariwisata tidak merugikan keberlanjutan aktifitas usahatani yang telah turun-temurun mereka praktekkan serta menjamin keberlanjutan atau kelestarian Subak Padanggalak.
3.
Bagi subak dan pemerintah desa, dapat merancang pengembangan upaya pelestarian Subak Padanggalak berbasis pertanian subak yang lebih adil terhadap petani dan subak serta menjamin pengembangan pariwisata yang tidak akan mengancam eksistensi subak.
8
4.
Bagi pemerintah daerah, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam merancang pembangunan pertanian dan pariwisata yang lebih harmonis, saling menguntungkan dan menguatkan melalui sinergitas positif diantara kedua sektor dengan tumpuan pada petani selaku pelaku utama yang menjamin kelestarian subak.
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dikaji melalui upaya pelestarian Subak Padanggalak dilihat dari
seberapa jauh penerapan THK (parhyangan, pawongan dan palemahan (Sudarta dan Dharma, 2013) dalam menjalankan fungsi subak baik secara internal maupun eksternal ditambah dengan awig-awig dan pararem subak. Fungsi subak secara internal terbatas pada pelaksanaan kegiatan ritual, pendistribusian air irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya, pengerahan sumber daya, penanganan konflik, dan pengadopsian inovasi. Fungsi subak secara eksternal terbatas pada fungsi sebagai penyangga atau pendukung ketahanan pangan, pelestari lingkungan alam, penunjang pembangunan pertanian dan perdesaan, pelestari kebudayaan Bali dan agraris, penyangga nilai-nilai tradisional, pendukung pembangunan agrowisata, dan penunjang pembangunan koperasi unit desa (KUD) (Sudarta dan Dharma, 2013). Penelitian ini juga dikaji melalui peran maupun bantuan dari pemerintah dan swasta untuk mendukung pelestarian Subak Padanggalak baik secara material maupun non material.