BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah Setiap bangsa di muka bumi ini tidak terlepas kerjasamanya dengan bangsa
lain dalam upaya mencapai kepentingan nasional dari bangsa tersebut. Kepentingan nasional merupakan kunci politik luar negeri suatu negara di bumi ini. Peran aktif Indonesia di dunia Internasional dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia dilaksanakan berdasarkan pada kebijakan politik, bantuan kemanusiaan yang peranannya baik dalam bentuk sebagai pengamat militer, staf militer atau Kontingen Satgas Operasi Pemeliharaan Perdamaian sebagai duta bangsa di bawah bendera PBB.1 Indonesia tidak berhenti berpartisipasi dalam perdamaian dunia. Komitmen pemerintah mengirimkan pasukan semata-mata sebagai penjaga perdamaian (peacekeeping) yaitu Pasukan Perdamaian Indonesia di bawah naungan PBB telah mulai mengirimkan pasukannya ke daerah-daerah konflik di dunia sejak tahun 1957. Pasukan Perdamaian Indonesia atau lebih dikenal sebagai Kontingen Garuda Indonesia beranggotakan TNI dan POLRI.
1
Indonesian National Defence Forces (TNI) and Peacekeeping Missions: The Role of PMPP TNI in Preparing Garuda Contingents (Markas Besar Tentara Nasional Indonesia, Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian, 2011) hal.3
1
TNI dan POLRI memiliki peran dan tugas yang berbeda. Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki tugas dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran
dan
kejahatan,
pelayanan
masyarakat,
melindungi
serta
mentertibkan masyarakat, dan membantu keamanan negara bersama Tentara Nasional Indonesia dalam rangka ikut serta melakukan pertahanan dan keamanan negara. 2 Salah satu yang menjadi fokus bantuan pasukan perdamaian POLRI di kawasan Asia adalah Kamboja. Konflik Kamboja meninggalkan sejarah kelam perang saudara di negerinya sendiri. Kamboja merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Kamboja atau Kampuchea adalah negara Republik yang semula berbentuk kerajaan di bawah kekuasaan Dinasti Khmer di Semenanjung Indocina sekitar abad ke-11 dan abad ke-14. Ketika menguasai wilayah Kamboja, Laos, dan Vietnam pada akhir abad ke-19, Perancis menggunakan istilah “Indocina” untuk menyebut wilayah-wilayah tersebut. Penggunaan istilah Indocina didasarkan karena Kamboja, Laos, dan Vietnam dipengaruhi oleh dua peradaban besar, yaitu peradaban India dan Cina. Dalam menyelesaikan permasalahan dan konflik yang tak kunjung usai ini, akhirnya Norodom Sihanouk meminta bantuan ASEAN dan PBB untuk menengahi konflik. Atas inisiatif Indonesia, pada bulan Juli 1988, di Istana Bogor diselenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM) yang mempertemukan
2
Satjipto Rahardjo, Membangun Polisi Sipil: Perspektif Hukum, Sosial, dan Kemasyarakatan (PT.Kompas Media Nusantara, 2002) hal. 124
2
pihak-pihak bertikai di Kamboja. Setelah itu diadakan kembali JIM II pada bulan Februari 1989 di Jakarta. Pada tingkat internasional diadakan International Conference on Kampuchea (ICK) pada 30-31 Juli 1989. Pertemuan tersebut dilakukan guna membicarakan penyelesaian konflik Kamboja.
Setelah berbagai pertemuan
dilakukan dalam rangka menyelesaikan konflik, akhirnya di bawah pengawasan PBB, kelompok-kelompok yang bertikai di Kamboja menandatangani Perjanjian Paris pada Oktober 1991. Sesuai dengan perjanjian, akan diadakan Pemilu pada Mei 1993 yang diawasi oleh masyarakat internasional, termasuk Indonesia. 3 B.
Pertanyaan Penelitian Bertolak dari latar belakang dengan berikut fakta-faktanya dan
kecenderungan yang membias dari perkembangan yang timbul tersebut, serta alasan yang penulis maksud, maka yang menjadi inti masalah adalah: Mengapa Pasukan Perdamaian Indonesia khususnya POLRI (CivPol) berhasil mengemban tugasnya sebagai pemelihara perdamaian dalam Konflik Kamboja tahun 1992-1993?
C.
Tinjauan Pustaka Partisipasi Indonesia dalam menyelesaikan konflik di Kamboja bertujuan
ikut menciptakan perdamaian dunia. Terciptanya perdamaian dunia ini dimanifestasikan dalam usaha menstabilkan kawasan Asia Tenggara. Oleh sebab 3
Indonesian National Defence Forces (TNI) and Peacekeeping Missions, Op.Cit, hal. 148
3
itu konflik yang terjadi di Kamboja menjadi prioritas utama karena Kamboja terletak di lingkungan geografis yang sama dengan Indonesia. Pramono mengatakan bahwa faktor lingkungan geografis mempunyai pengaruh besar terhadap kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia. Oleh karenanya konflik yang terjadi di lingkungan geografis ini harus diantisipasi demi kepentingan nasional dan tujuan nasional. Konflik Kamboja menciptakan suatu masalah
utama untuk ASEAN, sehingga Indonesia sebagai anggota
organisasi telah memberikan beberapa sumbangan penting untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam hipotesisnya Pramono menyimpulkan bahwa sesuai dengan landasan konstitusional Negara Republik Indonesia yang anti penjajahan dalam segala bentuk dan manifestasinya, maka Indonesia ikut terlibat dalam penyelesaian konflik politik di Kamboja agar tercipta perdamaian. Pertikaian di Kamboja tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan konflik regional yang melibatkan negara lain yang mempunyai kepentingan politik Indochina. Maka penyelesaian krisis di kawasan tersebut harus melibatkan semua
pihak terkait termasuk ASEAN maupun ketentuan PBB demi
terwujudnya ketertiban dunia berdasar perdamaian abadi.4 Permasalahan di dalam penelitian ini adalah bagaimana Indonesia sebagai anggota organisasi regional ASEAN ikut bertanggung jawab memelihara perdamaian dunia. Organisasi regional ASEAN tidak hanya memandang keterlibatan Indonesia saja dalam membangun perdamaian di kawasan Asia Tenggara, namun juga usaha negara-negara anggota ASEAN lainnya seperti 4
Sapto Pramono, Politik Luar Negeri Indonesia dalam Konflik Kamboja (Tesis, Program Studi Hub.Internasional, UGM, Yogyakarta, 1994)
4
Fiilipina, Malaysia, Singapura, Thailand, serta Brunei Darussalam. Sehingga Neng Vannak mencoba mengadvokasi kekurangan yang ada pada penelitian Pramono dengan menganalisa lebih jauh bagaimana peran anggota-anggota ASEAN lainnya dalam memberikan resolusi konflik di Kamboja. Vannak
fokus
pada
masalah
sistem
pemerintahan
koalisi
dan
demokratisasi di Kamboja sebagai akibat perang saudara yang berkepanjangan, sehingga menghancurkan berbagai bidang kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik masyarakat Kamboja. Akibat
lainnya
juga
karena
beberapa
kali
pergantian rezim otoriter mulai dari rezim Lon Nol (1970-1975), Khmer Merah (1975-1979), dan rezim Hun Sen (1979-1993). Dengan latar belakang rezim pemerintahan tersebut, Kamboja mencoba kembali menata kehidupan politiknya, baik itu dengan bantuan organisasi ASEAN maupun internasional seperti PBB. Vannak juga menjelaskan beberapa alasan terkait mengapa ASEAN tertarik masuk dalam resolusi konflik Kamboja. Penjabaran dilakukan dengan menganalisa secara detil peran dan langkah-langkah negara anggota ASEAN dalam menemukan resolusi konflik di Kamboja. Selain itu PBB juga mendapatkan ruang tersendiri dalam perannya
mencapai
perdamaian
dunia.
Negosiasi perdamaian yang ditawarkan PBB tidak terlepas dari pengaruh politik Amerika dan Uni Soviet. Seperti diketahui bahwa Amerika dan Uni Soviet masing-masing memiliki sentimen negatif dalam memberikan pengaruh ideologinya kepada publik internasional termasuk kepada Kamboja. Peran negara-negara tersebut terhadap penyelesaian konflik Kamboja hanya terbatas pada peran politis, sehingga peneliti perlu meneliti secara spesifik
5
penerjunan pasukan perdamaian internasional yang membantu menjaga perdamaian di kawasan Kamboja. Dalam hal ini Indonesia juga melibatkan diri dalam mengirimkan pasukan perdamaian ke Kamboja.5 Pada buku literatur berjudul Pasukan Perdamaian dan Reformasi Sektor Keamanan, keikutsertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB menghasilkan kesuksesan dan mendapatkan penghargaan tertinggi dari PBB dan pemerintah Kamboja. Dengan masih adanya konflik-konflik bersenjata di dunia, kehadiran pasukan perdamaian Indonesia akan tetap penting dan diharapkan sumbangsihnya di masa depan. Menyiapkan pasukan perang untuk menjadi pasukan pemelihara perdamaian merupakan suatu hal baru yang menarik untuk disimak. Dalam dunia militer hal ini sangat bertolak belakang dengan tugas utamanya sebagai pasukan perang,, namun realitanya tugas ini telah diperankan oleh para prajurit angkatan bersenjata di seluruh dunia. “Peacekeeping bukan pekerjaan seorang prajurit, tetapi hanya seorang prajurit bisa melakukannya...”.6 Pernyataan Sekretaris Jendral PBB 1953-1961, Dag Hammarskjold tersebut sangat relevan dengan keadaan saat ini yang memang menuntut peran aktif dari kalangan militer demi tugas operasi perdamaian ini. Robert Getso mengatakan bahwa menugaskan pasukan militer sebagai pasukan
pemelihara perdamaian atau untuk tugas operasi non tempur
memerlukan pergeseran lintas budaya pada masing-masing diri prajurit. 5
Neng Vannak, ASEAN effort For Cambodian Peace (Tesis, Program Studi Hub.Internasional UGM, Yogyakarta, 2002) 6
Bambang Kismono Adi dan Machmud Syafrudin, Pasukan Penjaga Perdamaian dan Reformasi Sektor Keamanan (Jakarta, DCAF, 2009) hal.14
6
Perubahan ini dinamakan perubahan psikologi dari budaya militer sebagai prajurit perang menjadi militer (yang sipil), yang bertugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian atau dalam istilahnya pergeseran psikologis, dari budaya militer pejuang perang kepada budaya sipil pasukan penjaga perdamaian dengan implikasi sosial, perilaku, psikologi dan filosofi yang perlu diperhatikan dan dilatih.7 Kedepannya peneliti akan memperdalam fungsi pasukan perdamaian yang terlibat dalam konflik Kamboja khususnya dari Indonesia. Secara eksplisit menjelaskan bagaimana mandat yang diberikan PBB sebagai payung organisasi Peacekeeping Operation dan realitas yang dihadapi di lapangan. Pasukan perdamaian yang diteliti merupakan anggota UN CivPol dari Kepolisian RI. Pengambilan data menggunakan metode studi pustaka dan wawancara anggota POLRI yang sekaligus pernah menjadi anggota CivPol PBB di Kamboja. Sehingga tujuan meneliti lebih dalam permasalahan yang terjadi dapat dijabarkan dengan lebih terpercaya.
D.
Kerangka Pemikiran Pada bagian ini penulis akan memaparkan kerangka penelitian mengenai
permasalahan yang dijelaskan sebelumnya sebagai instrumen penelitian. Peran ataupun intervensi organisasi internasional terutama PBB hampir selalu ditemukan di daerah konflik internasional. Intervensi PBB dilakukan dengan 7
Robert Getso, Preparing Warriors to be Peacekeepers, (http://www.class.uidaho.edu/martin_archives/peace_journal/Peacekeeping/Peacekeeping1.doc) diakses pada tanggal 12 Mei 2012
7
ragam alasan dan salah satunya adalah untuk menciptakan,
menjaga, dan
memelihara perdamaian. Kehadiran
suatu
operasi
perdamaian
dalam
suatu Negara
atau
kawasan dilaksanakan setelah upaya-upaya perdamaian yang lain gagal dilaksanakan. “..Peace operations embrace confict prevention and peacemaking, peace-keeping and peace-building. If the frst trio is successful, violent confict can be avoided and deployment of peace-keeping troops is not needed”.8 Artinya bahwa operasi perdamaian itu dilaksanakan setelah upaya
pencegahan yang dilakukan oleh sejumlah pihak itu gagal dicapai.
Sebenarnya pemeliharaan perdamaian tidak tercantum di dalam Piagam PBB. Namun untuk alasan tertentu, maka
hal
tersebut
dapat
dilakukan: ”..
Peacekeeping seperti hal tersebut tidak secara khusus diatur dalam Bab ini, kecuali untuk ketentuan bahwa 'Dewan Keamanan dapat membentuk organ pendukung bila dianggap perlu dalam melakukan fungsinya (Artikel 29)”.9 Selanjutnya tugas-tugas Operasi Pemeliharaan Perdamaian Dunia tersebut dapat diklasifkasikan menjadi: a.
Pencegahan
konflik
(Confict
Prevention),
yakni langkah-langkah
politis, diplomatis, non-militer yang proaktif melalui cara-cara dan saluran yang tepat
untuk
mencegah
timbulnya
pertikaian antara dua pihak di suatu
Negara/kawasan agar tidak berkembang menjadi besar.
8 Eldaners Gorab, Challenges of Peace Operations into the 21st Century (Concluding Report 1997-2002, Stockholm, Sweden, 2002) hal 266 9
UN Charter (http://www.un.org/aboutun/charter/) diakses pada tanggal 14 Juli 2012
8
b.
Upaya Perdamaian (Peace Making),
yakni
cara-cara penyelesaian
sengketa secara damai sesuai dengan piagam PBB. c.
Pemeliharaan Perdamaian (Peace Keeping), yakni kegiatan penggelaran
personel di negara/kawasan yang bertikai atas seizin pihak-pihak terkait. d.
Pengokohan Perdamaian (Peace Building),
mengenali
dan mendukung
yakni kegiatan
untuk
hal-hal yang dapat membuat/memperkokoh
landasan perdamaian. e.
Operasi Masa Damai (Peace Time Operation), yakni kegiatan operasi
dalam menanggulangi bencana alam dan sebagainya. f.
Operasi Penegakan (Peace Enforcement), yakni operasi penegakan
yang
sesuai dengan
resolusi
Dewan
Keamanan
PBB
dan hukum
internasional yang berlaku, serta asas-asas partisipasi Indonesia.10 Operasi penjaga perdamaian multidimensi saat ini dilakukan tidak hanya untuk menjaga perdamaian dan keamanan, tetapi juga untuk memfasilitasi proses politik, melindungi warga sipil, membantu pelucutan senjata, demobilisasi dan reintegrasi mantan kombatan, mendukung pelaksanaan Pemilu, melindungi dan mempromosikan Hak Asasi Manusia, dan membantu memulihkan aturan hukum. Operasi penjaga perdamaian PBB dikerahkan dengan persetujuan para pihak utama dalam konflik. Hal ini memerlukan komitmen pihak terkait menuju proses politik. Persetujuan mereka atas operasi penjaga perdamaian memberikan kebebasan bagi PBB untuk melakukan tindakan yang diperlukan baik politik
10
Bambang Kismono Adi dan Machmud Syafrudin, Op.Cit hal.3
9
maupun hal-hal nyata lainnya, yaitu untuk melaksanakan tugas-tugas yang dimandatkan. Ketidakberpihakan sangat penting untuk mempertahankan kesepakatan dan kerjasama dari pihak terkait. Pasukan penjaga perdamaian PBB tidak seharusnya memihak dalam hubungannya dengan para pihak yang terlibat konflik, bukan berarti netral dalam memahami dan melaksanakan mandat mereka. Sebagai wasit dalam pelaksaan peraturan, operasi penjaga perdamaian seharusnya tidak dapat membiarkan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak terlibat konflik, sehingga usaha proses perdamaian yang tercantum dalam perjanjian PBB dapat dijunjung tinggi. Meskipun membangun dan memelihara hubungan baik dengan para pihak terkait konflik diperlukan, operasi penjaga perdamaian harus juga menghindari kegiatan yang mungkin dipandang memihak salah satu partai. Hal tersebut sangatlah penting untuk menghindari kesalahan persepsi pihak lain. Jika hal tersebut gagal dilaksanakan akan dapat merusak kredibilitas dan legitimasi operasi penjaga perdamaian, yang menyebabkan ditariknya kembali kesepakatan perdamaian. Operasi penjaga perdamaian PBB bukan merupakan alat penegak hukum. Namun mereka akan menggunakan kekerasan pada tingkat taktis jika sangat diperlukan dalam rangka membela diri dan pertahanan diri, dengan otoritas Dewan Keamanan PBB. Dalam situasi tertentu, Dewan Keamanan PBB memberikan operasi penjaga perdamaian mandat kuat yang mengijinkan mereka menggunakan semua sarana yang diperlukan untuk mencegah upaya-upaya
10
gangguan proses politik, melindungi warga sipil di bawah ancaman fisik, dan/atau membantu otoritas nasional dalam memelihara hukum dan ketertiban. PBB telah membangun catatan mengesankan mengenai prestasi penjaga perdamaian selama lebih dari 60 tahun keberadaannya, termasuk memenangkan hadiah Nobel Perdamaian. Sejak tahun 1948 PBB telah membantu konflik dan memelihara rekonsiliasi dengan melakukan operasi penjaga perdamaian yang sukses di banyak negara termasuk Kamboja, El Savador, Guatemala, Mozambik, Namibia, dan Tajikistan. Penjaga perdamaian PBB juga telah membuat perbedaan yang nyata di tempat lain seperti Sierra Leone, Burundi, Pantai Gading, Timor Leste, Liberia, Haiti, dan Kosovo. Dengan memberikan jaminan keamanan dasar dan menanggapi krisis, operasi PBB tersebut telah mendukung transisi politik dan membantu menopang lembaga negara baru yang rapuh. Mereka telah membantu berbagai negara untuk menyelesaikan konflik dan membuka jalan demi perkembangan yang normal. Bagaimanapun dalam kasus lain, penjaga perdamaian PBB ditantang dalam konflik di Somalia, Rwanda, dan bekas negara Yugoslavia pada awal tahun 1990-an. Kemunduran ini memberikan pelajaran penting bagi masyarakat internasional ketika memutuskan bagaimana dan kapan penyebaran penjaga perdamaian sebagai alat untuk memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.11 PBB telah menyebarkan petugas Polisi untuk layanan operasi perdamaian sejak 1960-an. Secara tradisional mandat komponen Polisi dalam operasi perdamaian hanya sebatas memantau, mengamati, dan pelaporan. 11
Operasi Penjaga Perdamaian (http://www.un.org/en/peacekeeping/operations/success.shtml) diakses pada tanggal 14 Juli 2012
11
Dimulai awal tahun 1990-an, pelaporan, penasihat, dan fungsi pelatihan diintregasikan ke dalam kegiatan pemantauan dalam rangka memberikan kesempatan pada operasi perdamaian untuk betindak sebagai mekanisme korektif dengan Polisi dalam negeri dan lembaga penegak hukum lainnya. Polisi PBB adalah alat penting yang digunakan oleh organisasi untuk membantu mempromosikan perdamaian dan keamanan. Setiap hari Polisi PBB memperkuat dan membangun kembali keamanan dengan berpatroli, bekerjasama, dan bertindak sebagai penasihat bagi Polisi lokal; membantu memastikan kepatuhan terhadap standar internasional Hak Asasi Manusia; dan membantu berbagai kegiatan pemulihan dan peningkatan keselamatan publik dan supremasi hukum. Jumlah petugas Polisi PBB yang ditempatkan dalam operasi perdamaian dan misi politik khusus telah meningkat secara signifikan selama dekade terakhir, dari 5.840 pada tahun 1995 menjadi lebih dari 17.500 pada tahun 2010. Selama 45 tahun pertama mereka dikenal sebagai CivPol (Polisi Sipil), dan pada tahun 2005 namanya diubah menjadi UNPOL (United Nations Police). Polisi PBB diakui sebagai polisi yang bekerja di bawah mandat PBB. Dalam operasi perdamaian, di mana Polisi PBB memiliki mandat eksekutif, mereka diakui sebagai Polisi dan dibedakan dari staf penjaga perdamaian PBB lainnya. Polisi PBB dikerahkan pada waktu yang sama seperti personil militer dalam keseluruhan operasi penjaga perdamaian dan dikerahkan sebagai penasihat dalam sejumlah misi politik khusus PBB. Dalam fungsinya sebagai penasihat, peran Polisi PBB bervariasi sesuai dengan mandat misi perdamaian di mana mereka
12
bekerja. Polisi PBB mengembangkan perpolisian di pengungsian atau penampungan internal masyarakat bertugas sebagai mentor; dan dalam beberapa kasus mereka melatih Polisi nasional, menyediakan spesialisasi berbagai jenis penyelidikan, dan membantu aparat penegak hukum mengatasi kejahatan transnasional di berbagai negara. Polisi PBB bertujuan memperkuat atau membangun kembali layanan Polisi dalam negeri untuk menciptakan kondisi perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.12
E. Argumen Utama Permasalahan yang terjadi pada CivPol di Kamboja adalah kurangnnya pemantapan skill sebelum pasukan diterjunkan ke lapangan dalam mengemban tugas menjaga perdamaian. Hal tersebut menjadi hambatan nyata pelaksanaan mandat Operasi Penjaga Perdamaian CivPol di Kamboja karena sangat sempitnya waktu yang diberikan kepada pasukan, namun harus berhadapan dengan konflik yang sangat besar di lapangan. Komitmen dalam menjaga pelaksanaan mandat merupakan kunci dasar dalam mengembalikan kedamaian di negara berkonflik. Selain itu meminimalisir kesalahan dalam bekerja sebagai Pasukan Penjaga Perdamaian juga sangat penting diperhatikan agar tercipta kedamaian yang hakiki di Kamboja.
12
Polisi PBB (http://www.un.org/en/peacekeeping/sites/police/division.shtml) diakses pada tanggal 14 Juli 2012
13
F. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Secara garis besar penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu gejala menurut apa yang pada saat penelitian dilakukan.13 Metode ini menggunakan data-data relevan yang dijelaskan menggunakan kerangka konseptual untuk memperoleh kesimpulan. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yakni data primer dan data sekunder. Adapun sumber data diperoleh melalui penelusuran dalam bentuk literatur atau dokumentasi baik dalam bentuk buku, laporan, dan hasil- hasil penelitian terdahulu serta penelusuran narasumber langsung. Data yang dikumpulkan yakni berupa data posisi dan pengalaman Polri dalam hubungannya dengan perdamaian konflik Kamboja pada tahun 1992-1993 yang kemudian dianalisis sebagai sebuah gambaran keberhasilan Indonesia dalam membantu tercapainya perdamaian dunia.
G.
Sistematika Penulisan Bab pertama merupakan pendahuluan dari penelitian ini, terdiri dari latar
belakang masalah yang menunjukan mengapa isu yang diangkat ini merupakan permasalahan yang penting dan menarik untuk diteliti, lalu kemudian perumusan 13
L. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 3
14
masalah, kerangka teori, tinjauan pustaka, argumen utama, metode peneltian dan sistematika penulisan. Bab kedua akan membahas mengenai sejarah konflik Kamboja mulai dari kekuasaan Perancis hingga terbentuknya kesepakatan perdamaian dan terbentuknya pasukan penjaga perdamaian PBB. Bab ketiga akan membahas analisa realisasi mandat PBB kepada Polisi Sipil khususnya pasukan penjaga perdamaian dari Indonesia hingga evaluasi kinerjanya . Bab keempat berisi kesimpulan.
15