BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Setelah era efisiensi pada tahun 1950-an dan 1960-an, era kualitas pada
tahun 1970-an dan 1980-an, serta fleksibilitas dalam tahun 1980-an dan 1990-an, kini hidup berada dalam era inovasi (Janszen, 2000). Pada masa ini terjadi transisi dari masyarakat industri ke masyarakat informasi dan pengetahuan (information and knowledge society). Masyarakat dipengaruhi oleh banyak sekali perubahan yang berjalan dengan cepat dan sulit diramalkan. Perubahan tersebut ditandai dengan munculnya globalisasi, penyebaran internet, teknologi informasi, dan berkembangnya perangkat lunak, serta pengaruh faktor tidak berwujud dan sumber daya manusia di dalam suatu organisasi. Memiliki peralatan dan mesin terbaik tidak lagi mengamankan keunggulan kompetitif perusahaan dalam persaingan global yang ketat seperti sekarang ini, banyak perusahaan yang mengubah cara bisnisnya. Perubahan proses bisnis dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju bisnis berdasarkan pengetahuan (knowledge-based business) sehingga karakteristik utama perusahaan menjadi perusahaan berdasarkan pengetahuan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Labor-based business mengacu pada prinsip perusahaan padat karya yang menitikberatkan produktivitas perusahaan pada karyawan yang dimiliki. Lain halnya dengan perusahaan yang mengacu pada knowledge-based business,
1
2
perusahaan akan menciptakan cara untuk mengelola pengetahuan sebagai sarana untuk memperoleh penghasilan (Sunarsih dan Mendra, 2012). Penciptaan nilai bagi perusahaan adalah ketika perusahaan mampu menghasilkan sesuatu yang lebih dari sumber daya yang diinvestasikan. Penciptaan nilai (value creation) dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan dan keberhasilan bisnis (Ulum, 2009). Apabila perusahaan mampu mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki sehingga sumber daya tersebut dapat menciptakan nilai tambah bagi perusahaan, hal ini disebut sebagai penciptaan nilai. Penerapan knowledge-based business akan merubah penciptaan nilai perusahaan. Pada ekonomi tersebut, sumber nilai ekonomi perusahaan tidak lagi tergantung pada produksi barang-barang dan materi tetapi pada penciptaan dan manipulasi modal intelektual/intellectual capital (IC) (Guthrie et al., 2004). Modal intelektual didefinisikan sebagai pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, pengalaman yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kekayaan dan memberikan keunggulan kompetitif
(Stewart, 1991). Modal intelektual
merupakan sumber daya yang unik karena tidak semua perusahaan dapat menirunya. Hal inilah yang menjadikan modal intelektual sebagai sumber daya kunci untuk menciptakan nilai perusahaan dan mencapai keunggulan kompetitif. Pada umumnya modal intelektual dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu human capital, structural capital dan relational capital. Human capital meliputi pengetahuan, keahlian, kompetensi dan motivasi yang dimiliki karyawan. Structural capital mencakup budaya perusahaan, komputer software, dan teknologi informasi, sedangkan relational capital
3
meliputi loyalitas konsumen, pelayanan jasa terhadap konsumen, dan hubungan baik dengan pemasok. Interaksi ketiga komponen modal intelektual akan menciptakan nilai perusahaan secara keseluruhan. Di Indonesia, PSAK No. 19 (revisi 2000) telah menyinggung mengenai modal intelektual secara implisit. Hal ini menunjukkan bahwa modal intelektual telah mendapat perhatian. Akan tetapi, dalam praktiknya perusahaan–perusahaan di Indonesia belum memberikan perhatian yang lebih terhadap ketiga komponen modal intelektual tersebut (Kuryanto dan Syafruddin, 2008). Ketika pengaruh modal intelektual dalam menciptakan nilai perusahaan dan keunggulan kompetitif mulai diperhitungkan, sebuah ukuran yang tepat untuk modal intelektual masih terus dikembangkan. Pulic dalam Chen et al. (2005) menyarankan sebuah pengukuran tidak langsung terhadap modal intelektual. Pengukuran ini dilakukan dengan mengukur efisiensi dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kemampuan intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient‒VAICTM). Metode VAICTM didesain untuk menyajikan informasi tentang efisiensi penciptaan nilai dari aset berwujud dan aset tidak berwujud yang dimiliki perusahaan. Komponen utama dari VAIC™ dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (Value Added Capital Employed‒VACA), human capital (Value Added Human Capital–VAHU), dan structural capital (Structural Capital Value Added–STVA). Menurut Welch dan Ritter (2002), sebagai langkah strategis, perusahaan menaikkan modalnya dan menciptakan suatu pasar publik dengan melakukan go public. Widarjo (2011) menyatakan bahwa pasar modal sering kali dijadikan
4
alternatif utama bagi perusahaan untuk mendapatkan pendanaan, dengan pertimbangan biaya yang relatif rendah daripada utang. Kemudian faktor lain yang kemungkinan mendorong perusahaan untuk go public adalah terdapatnya peraturan perundang-undangan yaitu UU PPh Pasal 17 yang memberikan fasilitas pengurangan berupa penurunan tarif sebesar 5% dari tarif yang berlaku bagi wajib pajak badan yang sahamnya diperdagangkan minimal 40% di bursa efek (Republik Indonesia, 2008). Initial Public Offering (IPO) adalah kegiatan perusahaan menawarkan sebagian saham kepada masyarakat untuk pertama kalinya melalui pasar modal. Berdasarkan kajian dan sosialisasi yang dilakukan oleh tim studi Badan Pengawas Pasar Modal dan Laporan Keuangan (Bapepam-LK) (Bandono dkk., 2010), pada tahun 2008 nilai IPO saham mencapai Rp 23,48 triliun dengan jumlah perusahaan yang melakukan IPO sebanyak 17 perusahaan. Pada 2009 perkembangan nilai emisi dan jumlah perusahaan yang melakukan IPO menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian Indonesia yang terkena imbas krisis global. Kondisi krisis ekonomi global mempengaruhi aktivitas penawaran saham perdana (IPO), terlihat dari kehati-hatian perusahaan dalam melepaskan sahamnya di tengah krisis tersebut (Sutianto, 2012). Menurut Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, dalam Supriyanto (2012) beberapa calon emiten mundur melakukan penawaran saham perdana. Hal tersebut dikarenakan ketika calon emiten menginginkan harga yang tinggi, investor cenderung menginginkan harga yang relatif rendah.
5
Pengungkapan modal intelektual dirasa layak diperhatikan secara khusus jika entitas dengan modal intelektual yang intensif mendaftarkan sahamnya di bursa. Menurut Hartono (2006), pada penawaran umum saham perdana terdapat kesenjangan informasi antara pemilik lama dengan investor potensial. Pemilik lama memiliki informasi privat yang lebih baik dari investor potensial mengenai prospek perusahaan yang sahamnya ditawarkan. Untuk memperkecil asimetri informasi ini pemilik lama harus menyampaikan sinyal tentang prospek perusahaan yang ditawarkan kepada investor potensial. Salah satu syarat yang ditetapkan pengawas pasar modal untuk perusahaan yang akan melakukan penawaran saham perdana di pasar modal adalah dokumen prospektus. Prospektus menyajikan informasi mengenai perusahaan, laporan keuangan terbaru dan historis, proyeksi laba dan persentase dividen yang dijanjikan, analisis perbandingan dengan industri sejenis, serta tujuan penggunaan dana. Sebuah prospektus merupakan sumber informasi satu-satunya yang diijinkan oleh hukum selama proses IPO, dan dirancang untuk mengurangi asimetri informasi dan ketidakpastian di kalangan pelaku pasar (Ström, 2005). Informasi yang terkandung dalam prospektus ketika perusahaan melakukan penawaran umum saham perdana merupakan alat berharga bagi investor dalam mengukur nilai dan risiko dari saham yang ditawarkan. Salah satu informasi yang disajikan dalam prospektus adalah laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan informasi yang menyajikan prestasi keuangan perusahaan pada periode tertentu yang dapat digunakan untuk evaluasi dan prediksi kinerja keuangan perusahaan di masa mendatang
6
(Chrisdianto, 2009). Laporan keuangan yang berguna sebagai alat prediksi keuangan perusahaan di masa mendatang adalah laporan keuangan yang memiliki tingkat relevansi dan reliabilitas yang tinggi. Perubahan pola industri yang sekarang memasuki jaman knowledge-based industries belum banyak dilaporkan secara memadai dalam laporan keuangan, khususnya
di
Indonesia
karena
perusahaan-perusahaan
di
sini
masih
menggunakan conventional-based dalam membangun bisnisnya (Kuryanto dan Syafruddin, 2008). Praktik akuntansi tradisional hanya mampu mengakui intellectual property, seperti hak paten, merk dagang, dan goodwill, sebagai aset tak berwujud dalam laporan keuangannya (Starovic dalam Solikhah, 2010). Intangible baru seperti kompetensi staf, hubungan pelanggan, model simulasi, sistem komputer dan administrasi tidak memperoleh pengakuan dalam model keuangan tradisional (Stewart dalam Solikhah, 2010). Pengeluaran untuk investasi non-fisik, seperti modal intelektual, masih dicatat sebagai biaya, bukan dilaporkan sebagai aset atau sumber daya perusahaan yang nantinya akan mendatangkan future economic benefit (Hartono, 2001). Bagi perusahaan yang telah menerapkan knowledge-based business atau berinvestasi pada intangible assets, pembebanannya biaya tersebut dapat mengakibatkan laba dan posisi keuangan saat ini reduced, sementara laba di masa yang akan datang menjadi overstated. Akibatnya, sistem akuntansi tersebut cenderung “front-load the cost” dari investasi terhadap
intangibles dan ”delay recognition”
keuntungannya (Lev dan Zarowin, 1999).
7
Akuntansi tradisional yang digunakan sebagai dasar pembuatan laporan keuangan dirasakan gagal dalam memberikan informasi mengenai modal intelektual (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Hal ini membuat laporan keuangan kehilangan relevansinya karena tidak dapat menyajikan informasi yang cukup mengenai kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai yang dapat meningkatkan keunggulan bersaing. Bagi perusahaan yang sebagian besar asetnya dalam bentuk modal intelektual, tidak tersedianya informasi tersebut dalam laporan keuangan tentu akan menyesatkan. Warn dan Somasundaram (2010) menyatakan bahwa pengungkapan tambahan diperlukan untuk mengurangi kesenjangan informasi antara informed user dan uninformed user mengenai hal tersebut. Adanya pengungkapan modal intelektual pada prospektus sebagai additional information diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Investor menggunakan informasi mengenai modal intelektual untuk menentukan bagaimana perusahaan yang melakukan IPO menciptakan nilai berdasarkan sumber pengetahuan (Warganegara, 2010). Tingkat pengungkapan informasi yang tinggi akan mengarahkan investor untuk merevisi penilaian mereka terhadap harga saham perusahaan dan meningkatkan likuiditas sahamnya, serta menciptakan nilai institusional tambahan. Pengungkapan modal intelektual akan memberikan informasi yang kredibel atau dapat dipercaya, dan akan mengurangi kesalahan investor dalam mengevaluasi harga saham perusahaan sekaligus kapitalisasi pasar (Healy dan Palepu, 2001). Akan tetapi, praktik pengungkapan modal intelektual di Indonesia
8
sendiri relatif lebih rendah. Hal tersebut dibuktikan oleh beberapa penelitian terdahulu yang menguji praktik pengungkapan modal intelektual di Indonesia. Salah satunya dibuktikan oleh Purnomosidhi (2006). Berdasarkan hasil content analysis terhadap laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI, penelitian tersebut menyimpulkan bahwa rata-rata jumlah atribut modal intelektual yang diungkapkan sebanyak 56% saja. Mengingat peran modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual dalam mencapai kesuksesan perusahaan membuat para akademisi tertarik untuk mengkaji hal tersebut. Chen et al. (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan antara modal intelektual dengan market value dan financial performance pada perusahaan yang listing di Taiwan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa modal intelektual secara positif memiliki pengaruh terhadap market value dan financial performance perusahaan, serta dapat digunakan sebagai indikator kinerja keuangan masa depan. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Saengchan (2008) pada industri perbankan Thailand tahun 20002007. Penelitian tersebut mendukung hipotesis bahwa terdapat hubungan yang kuat antara modal intelektual dan kinerja keuangan. Di Indonesia, Ulum dkk. (2008) menggunakan data dari 130 perusahaan Indonesia yang bekerja di sektor perbankan untuk tiga tahun, yaitu pada tahun 2004 hingga 2006. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa modal intelektual berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Penelitian Entika dan Ardiyanto (2012) menunjukkan hasil yang sama, yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara modal intelektual dengan kinerja keuangan dan nilai pasar.
9
Penelitian yang memberikan bukti yang berbeda adalah penelitian yang dilakukan Yuniasih dkk. (2010) pada perusahaan keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2004-2008. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa modal intelektual (VAICTM) tidak berpengaruh terhadap kinerja pasar. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sunarsih dan Mendra (2012) membuktikan bahwa modal intelektual tidak berpengaruh pada nilai pasar perusahaan tetapi berpengaruh positif pada kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel intervening. Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan Solikhah (2010). Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, berkaitan dengan modal intelektual,
pengungkapan modal intelektual, dan nilai perusahaan,
walaupun bukan dalam konteks IPO ternyata menunjukkan hasil penelitian yang tidak konsisten. Perbedaan pengetahuan dan pemanfaatan teknologi mungkin menjadi salah satu penyebab perbedaan hasil penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan teknologi dan pengetahuan memegang peranan vital pada era knowledge-based business seperti sekarang ini. Adanya perbedaan perkembangan pengetahuan dan penggunaan teknologi mungkin dapat mengakibatkan perbedaan dalam implikasi dan penggunaan modal intelektual tiap-tiap negara. Penggunaan dan pemanfaatan modal intelektual yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai. Penelitian ini berusaha meneliti hubungan modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan data dari BEI. Penulis menggunakan perusahaan yang melakukan penawaran
10
umum saham perdana sebagai populasi penelitian. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Widarjo (2011). Namun, dalam penelitian ini penulis menggunakan 78 item disclosure index seperti yang digunakan oleh Bukh et al. (2005) ketika mengkaji pengungkapan informasi modal intelektual dalam prospektus IPO. Dengan latar belakang yang dijelaskan maka penulis mengangkat topik tersebut ke dalam penelitian yang berjudul :
“PENGARUH MODAL INTELEKTUAL DAN PENGUNGKAPAN MODAL INTELEKTUAL TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008‒2011)”
1.2
Identifikasi Masalah Modal intelektual telah menjadi sorotan dan fokus para pelaku bisnis
dalam dunia bisnis modern saat ini. Semakin banyak perusahaan yang menitikberatkan akan pentingnya
knowledge assets (aset
pengetahuan).
Kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya intelektual memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan bersaing dan meningkatkan nilai tambah. Upaya perusahaan mendapatkan suntikan modal segar, insentif, dan dukungan pemerintah dilakukan dengan cara melakukan penawaran umum saham perdana (IPO). Pada saat IPO terdapat kesenjangan informasi antara pemilik lama dan calon investor mengenai nilai perusahaan. Pemilik lama memiliki informasi privat
11
yang lebih baik mengenai perusahaan dibandingkan dengan para calon investor. Pelaporan modal intelektual mengungkapkan informasi mengenai knowledgebased processed yang bertujuan untuk memberikan gambaran dari usaha perusahaan mengelola sumber dayanya. Pengungkapan modal intelektual dirasa layak diperhatikan secara khusus karena dapat mempengaruhi keputusan investor dan mengurangi kesenjangan informasi mengenai nilai perusahaan. Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan maka permasalahan yang dirumuskan pada penelitian ini, adalah : 1. Apakah modal intelektual berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana? 2. Apakah pengungkapan modal intelektual berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang melakukan penawaran umum saham perdana?
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan
menyimpulkan pengaruh modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual terhadap nilai perusahaan, serta untuk meneliti apakah perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana telah menerapkan knowledge-based business dan mengungkapkannya untuk menciptakan nilai perusahaan. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris modal intelektual dan pengungkapan modal intelektual terhadap nilai perusahaan.
12
1.4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak-
pihak yang berkepentingan, dimana : 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi mengenai pentingnya meramalkan nilai perusahaan yang melakukan IPO, terutama perusahaan yang telah menerapkan knowledge-based business. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi untuk pengembangan ilmu mengenai modal intelektual, pengungkapan modal intelektual dan nilai perusahaan.
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) Bursa Efek
Indonesia Jl. Veteran No. 10 Bandung, PPM YPKP, perpustakaan Universitas Widyatama, www.idx.co.id, dan www.finance.yahoo.com. Waktu penelitian yang diperkirakan selama 3 bulan.