BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tindak pidana perdagangan orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.3 Tindak pidana perdagangan orang merupakan salah satu jenis dari tindakan atau perbuatan yang terkategori sebagai kejahatan dan merupakan tindak pidana khusus. Tindak pidana perdagangan orang memuat aspek-aspek yang bertentangan dengan perlindungan dan juga berlawanan dengan kesejahteraan umum.4 International
Organization
for
Migration
(IOM)
bahkan
menyebut
perdagangan orang sebagai “modern day slavery”.5 Hal ini tentunya merupakan pelanggaran terburuk harkat dan martabat manusia. Perdagangan orang tidak hanya sebatas terkait dengan jenis kelamin atau usia (perempuan dan anak laki-laki dibawah umur) seperti ancaman dalam Pasal 297 KUHP tetapi kini terkait dengan siapa pun tanpa batasan tertentu meskipun pada banyak kasus korban perdagangan orang lebih identik dengan perdagangan perempuan dan anak. 3
Aziz Syamsuddin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.57 Henny Nuraeny, 2011, Tindak Pidana Perdagangan OrangKebijakan Hukum Pidana dan Pencegahannya, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.96 5 International Organization for Migration, 2009, Pedoman Penegakan Hukum dan Perlindungan Korban Dalam Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Jakarta, hlm. 18 4
1
2
Tindak pidana perdagangan orang bukanlah feomena baru di Indonesia. Banyak sekali kasus perdagangan orang yang telah muncul di permukaan terutama menyangkut perdagangan perempuan dan anak. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu. Pelaku tindak pidana perdagangan orang melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban. Berdasarkan data International Organization for Migration (IOM) (Maret 2005-Desember 2008) korban perdagangan orang hampir 90% diantaranya adalah perempuan dan lebih dari 25% diantaranya anak-anak yang memang paling rentan untuk diperdagangkan. Data tersebut tentu saja tidak mencerminkan jumlah korban sesungguhmya, karena perdagangan orang adalah jenis underreported crime.6 Menurut hasil penilitian David Wyatt (2011), sedikitnya 3 juta rakyat Indonesia menjadi korban perdagangan manusia dan 50% diantaranya adalah anak-anak.7 Terkait dengan perdagangan 6
Ibid., hlm. 15 Dewi Astuti, 2012, Siaran Pers Hari Anti Perdagangan Manusia: Tinjauan Pelaksanaan UU PTPPO, http://permalink.gmane.org, diakses pada tanggal 21 Juni 2014, Pukul 10.00 WIB. 7
3
anak, berdasarkan Lembar Fakta UNICEF di Indonesia ada sekitar 100.000 anak yang diperdagangkan setiap tahunnya.8 Selain itu, Pemerintah RI mencatat kasus perdagangan anak yang terjadi selama periode 2007 hingga 2011 mencapai 1000 jiwa.9 Dengan banyaknya korban jiwa tersebut tak heran bila terdapat banyak sekali modus yang dilakukan oleh pelaku/trafficker untuk merekrut anak-anak dibawah umur untuk dieksploitasi, diperdagangkan, maupun untuk transpalansi organ ilegal dengan salah satu caranya yaitu melalui pengangkatan anak/adopsi. Pengangkatan anak/adopsi ini biasanya dilakukan secara ilegal dengan tidak melakukan permohonan penetapan atau pengesahan pengangkatan anak di Pengadilan. Hal ini dilakukan oleh para pelaku/trafficker untuk mempermudah aksi mereka tanpa perlu melakukan urusan yang berbelit-belit (proses hukum yang berlaku) sehingga korban bisa langsung dipindahkan atau dibawa setelah diberikannya uang pengganti/biaya persalinan yang biasanya dilakukan secara tawar-menawar dengan orang tua kandung korban atau wali korban. Fenomena diatas banyak sekali terjadi di masyarakat sehingga memerlukan regulasi-regulasi dan penegakan hukum yang dapat mencegah terjadinya perdagangan orang atau perdagangan anak. Sebagai mahasiswi Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada, penulis sangat ingin mengetahui permasalahan-permasalahan hukum yang sedang maupun sering terjadi di masyarakat khususnya mengenai kasus perdagangan orang 8
UNICEF, Lembar Fakta Tentang Ekspolitasi Seks Komersil dan Perdagangan Anak, http://www.unicef.org/indonesia/id/Factsheet_CSEC_trafficking_Indonesia_Bahasa_Indonesia.pdf diakses tanggal 18 Juni 2014 pukul 11.10 WIB 9 Dewi Astuti, Op.Cit.,
4
diatas beserta penyelesaiannya. Sesuai dengan Program Diploma 3 Hukum yang lebih mengedepankan praktik daripada teori, kasus tersebut sangat sesuai untuk dikaji mengingat pada pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan penulis diharuskan mengetahui permasalahan hukum yang ada sehingga dapat menambah pengetahuan, keterampilan, dan keahlian hukum dalam pelayanan hukum dan akses kepada masyarakat. Pada pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini, penulis memilih untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Pengadilan Negeri Bantul yang beralamat di Jalan Prof.Dr.Soepomo,S.H. No. 4, Bantul. Pemilihan tempat ini didasarkan pada keinginan penulis untuk lebih mengetahui permasalahanpermasalahan hukum yang terjadi di masyarakat dan penyelesaiannya. Selain itu, penulis ingin mempelajari
mengenai teknis administrasi dan teknis
peradilan di lingkungan peradilan umum. Sebagai bentuk pertanggungjawaban penulis selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Pengadilan Negeri Bantul, penulis menyusun Laporan Tugas Akhir dengan memilih tema deskripsi (refleksi) yang berjudul Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Traffickking) Melalui
Pengangkatan
Anak
(Studi
Kasus
Perkara
No.
275/Pid.Sus/2013/PN.Btl). Alasan penulis mengangkat tema tersebut karena kasus/perkara tersebut pernah dipersidangkan (telah melalui proses hukum) di Pengadilan Negeri Bantul dan sekarang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Selain itu, kasus yang diangkat dalam tema tersebut sekarang sedang marak terjadi di masyarakat dengan berbagai modus operandi
5
sehingga sangat menarik untuk dibahas atau dikaji mengingat kurangnya antisipasi masyarakat dan kurangnya pengetahuan masyarakat akan peraturan perundang-undangan dalam menghadapi tindak pidana perdagangan orang ini.
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh mahasiswa berdasarkan kurikulum yang telah ditetapkan oleh Program Studi Diploma 3 Hukum. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu : 1.
Tujuan Subyektif Sebagai syarat kelulusan dari Program Diploma 3 Hukum Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada dan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Hukum.
2.
Tujuan Obyektif Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama kuliah sehingga dapat mengetahui perbandingan antara teori dengan praktik dilapangan sebagai suatu sinergi untuk lebih menguasai ilmu yang dimiliki sekaligus menambah pengetahuan, keterampilan dan keahlian dalam bidang pelayanan hukum.
C. Manfaat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan di Pengadilan Negeri Bantul oleh penulis memberikan manfaat penting bagi penulis antara lain sebagai berikut :
6
1.
Mengetahui teknis administrasi (baik pidana maupun perdata) dan teknis peradilan di lingkungan peradilan umum.
2.
Mengetahui peranan peradilan umum dalam memberikan akses di bidang hukum dan keadilan bagi masyarakat.
3.
Mengetahui berbagai kasus hukum yang sering terjadi di masyarakat dan perkembangannya serta penyelesaiannya.
4.
Melatih keterampilan kerja di bidang administrasi hukum dan perkantoran.
5.
Memahami pentingnya menjaga kedislipinan, professionalitas, dan etos kerja.